NovelToon NovelToon

Indi Go!

Chapter 1: Episode 1

 

CHAPTER 1

Kilasan Mimpi

Jam di dinding menunjukkan pukul 12. Sudah kesekian kalinya Indi terbangun di tengah malam, dengan mimpi yang sama. Indi mengatur nafasnya, mencoba untuk kembali tenang. Sejak dulu ia selalu benci dengan mimpi.

 

Tidak seperti remaja perempuan pada umumnya, yang bisa memimpikan pria idaman, ketemu BTS, ataupun menjadi orang kaya. Mimpi Indi adalah hal yang acak. Malam ini ia melihat banyak orang yang mati, anak perempuan yang mengeluarkan api, bahkan ibunya yang hampir ditabrak mobil.

 

Bunyi notif whatsapp, membuyarkan lamunannya. Ia mengambil handphonenya. Ada tiga chat masuk. Via, Doni, dan satu nomor yang tak dia kenali, yang isi chatnya menarik perhatian Indi.

 

“Hari ini semua akan berubah.”

Maksudnya? Indi penasaran. Dengan cepat ia membalas chat itu.

“Maaf ini siapa?

Centang satu. Indi lalu mencoba menelpon nomor itu. Percuma, nomornya telah diblokir orang misterius itu. Orang lain mungkin akan menganggap ini hal yang biasa. Tapi tidak dengan Indi.

 

***

 

Suasana pagi di kelas Indi sama seperti biasanya. Anak-anak lelaki sibuk dengan deadline PR yang dikumpul pagi ini. Sedangkan anak-anak perempuan terbagi menjadi dua gank. Gank yang pertama sangat mudah dikenali, setiap pagi dan menjelang sore, mereka akan bertengger di depan jendela, dengan kedok “Golden Hour” sambil berselfi ria. Sedangkan yang lainnya bergosip ria tentang senior tampan yang katanya “Pecinta Sesama”. Dan sisanya adalah Indi. Oh, juga beberapa “pengikutnya”.

 

 

“Hai, Indi,” sapa seorang siswa (Dalam hal seragam, namun tidak dengan tampang), lalu duduk di meja Indi.

Gadis berambut hitam lebat itu, hanya bisa diam sambil menunduk. Sama seperti biasanya. “Jangan terlibat masalah Ndi, ini masih pagi” batinnya.

“Hari ini, aku pake cincin giok, peninggalan Belanda,” kata lelaki dengan wajah sangar, dan dua daun telinga yang berlubang tiga.

“Woy Dika, jangan gitu! Ntar kamu diganggu ama, penunggu cincin itu!” seru salah seorang siswa pendek, “Minion” si Dika (julukkan dari Via).

Dika terkekeh, ia mengepalkan tangannya lalu memperlihatkan cincin giok yang melekat di jari tengahnya.

 

“Ayo! Bicara ama penunggunya! Seperti biasa! Gak usah malu-malu deh!” sambungnya sambil menyodor-nyodorkan kepalan tangannya, tepat di kepala Indi.

 

Indi diam, ia tak ingin terlibat masalah. Begitupula dengan siswa lainnya, mereka tak ingin terlibat masalah dengan menolong Indi. Dika terus melakukan hal yang sama, kali ini dengan sorakkan dari minionnya Andi. “Berhenti! Berhenti!” Batin Indri. Indi selalu membenci dirinya yang terlalu lemah. Anak-anak lain mulai mengelilingi mejanya,

“tontonan harian,” ujar salah seorang anak,

“gak usah dinonton! Palingan dia bakal pura-pura kesurupan lagi” celetuk siswa lainnya, yang membuat seisi kelas terkekeh.

“Berhenti,” kata Indi pelan,

“Ha? Kamu bilang apa?” Tanya Dika sambil mendekatkan telinganya di depan wajah Indi.

“Aku bilang berhenti!” kata Indi dengan tegas, yang membuat seisi kelas terdiam beberapa saat. Lalu tertawa. “Berhenti! Berhenti!” batinnya berteriak.

“Berhenti!!!” Indi meluapkan isi hatinya. Beberapa detik berikutnya salah seorang siswi terjatuh. Yang membuat lainnya panik. Indi tak mengerti apa yang terjadi.

“Clara pingsan!” teriak salah satu siswi. Beberapa orang lalu mencoba menolongnya.

“Ini karena kamu kan? Kamu yang buat Clara pingsan kan! Dasar dukun!” bentak Dika lalu mendorong Indi, yang membuatnya terjatuh.

Untuk ke sekian kalinya, air matanya terjatuh, walaupun Indi selalu benci dengan air mata. Indri berdiri lalu mengusap air matanya.

“Itu bukan aku!” tegas Indi. Sontak Clara yang tadinya pingsan berdiri tegak, yang membuat beberapa siswi berteriak.

“Semuanya akan berubah.”

 

***

 

bersambung...

Episode 2

 

Indi kembali duduk di ruangan itu. Ruangan kecil dan sempit, yang dipenuhi dengan lemari-lemari berisi barang antik. Di salah satu lemari, matanya menangkap sebuah boneka yang terlihat modern dari barang lainnya.

 

Matanya lalu berpaling pada sebuah bingkai foto di samping boneka itu. Foto hitam putih dari seorang anak perempuan yang tersenyum dengan mengerikan. Anehnya, pandangan perempuan di foto itu seolah-olah sedang memperhatikannya.

“Apa yang kau lihat?” suara seorang wanita membuatnya terkejut.

Indi menggeleng. Wanita paruh baya itu lalu mengambil tempat, tepat di depan Indi.Wajah wanita itu tampak seperti seorang penyihir pada kisah putri duyung.

“Lagi-lagi kamu, kenapa kamu selalu terlibat dalam sebuah masalah?”

Indi tau tak ada gunanya berargumen pada Ibu Ruth, guru BP di sekolah itu. Indi lebih memilih untuk kesurupan daripada harus berhadapan dengan ibu Ruth.

“Kamu itu punya mulut dipake untuk ngomong!” katanya tegas, dengan ekspresi siap menerkam. Indi menggeleng.

Baling-baling kipas yang berputar sangat pelan, membuat suasana semakin pengap. Ibu Indi menghembuskan nafasnya, seolah-olah sudah menyerah dengan siswi yang ada di depannya.

“Untuk sekarang kamu lebih baik pulang! Orangtua Clara membutuhkan orang untuk disalahkan, dan teman-teman sekelasmu setuju kalau kamu penyebab Clara pingsan,”

Indi mengangguk. Hal ini merupakan berita terbaik yang di dengarnya dalam minggu ini.

 

*****

Rintik\-rintik air mulai berjatuhan. Indi berada di halte di depan sekolahnya sendirian menunggu mobil ojek online yang sudah satu jam tak kunjung datang. Matanya menyimak pemandangan jalanan yang berhiaskan titik-titik air hujan.

 

Indi kembali melirik jam tangannya sambil berharap akan ada keajaiban yang muncul. Biasanya ayahnya akan datang menjemputnya di halte ini, namun ia tak mungkin menceritakan kejadian hari ini pada ayahnya.

Indi ingin dia terlihat normal di mata kedua orang tuanya, sama seperti anak-anak lain. Bukan seorang gadis yang bisa merasakan hal-hal aneh yang hobinya kerasukan. Handphone nya lalu bergetar. Via.

 

“Kamu baik-baik aja kan Ndi? Kamu dimana? Ntar aku kesitu ka-“

“Via nafas dulu,” jawabku memotongnya.

“Iya aku minta maaf, tapi seriusan kamu baik-baik aja kan? Maaf banget Ndi, aku tadi datengnya telat jadi di hukum dulu nge bersihin toilet, kamu dimana skarang? Biar aku kesitu,” tanya Via.

“Nggak usah, kamu masuk kelas aja, nanti aku pulang naik taksi,” balas Indi lembut.

“Terus kamu mau kemana? Kamu gak mungkin pulang tanpa alasan yang jelas kan?” seperti itulah Via, ia seperti selalu tahu apa yang di pikiran Indi.

“Udah aku pikirin kok, aku bakal ke perpustakaan kota, kamu tenang aja gak usah khawatir, oke, entar aku telfon lagi kamu,” kata Indi lalu menutup panggilannya.

Dari jauh, sepintas Indi melihat seorang anak perempuan di seberang jalan, ia menggigil. Wajahnya tampak murung, sepertinya ia sedang menunggu seseorang, mungkin ibunya.

 

Anak perempuan itu lalu memandang Indi. Pandangan mereka saling bertemu. Anak itu tersenyum, lalu mengangkat salah satu tangannya seolah melambai pada Indi. Indi tampak bingung. Anak itu lalu terkekeh, kemudian Indi melihat sesuatu yang tak pernah ia lihat sebelumnya.

Anak perempuan itu beranjak dari halte tempatnya berteduh. Hujan mengguyur sekujur tubuhnya, ia tersenyum lalu menegadahkan tangannya, sedetik kemudian nyala api muncul dari telapak tangannya. Indi terbelalak melihat gadis kecil itu. Suara klakson lalu suasana itu.

 

“Mbak Indi kan? Yang tadi pesan go car?” dari balik jendela mobilnya, supir ojek online yang sudah ia tunggu tampak bingung dengan Indi.

 

Indi yang tampaknya masih tak percaya kembali melihat halte di seberang jalan, anehnya gadis kecil itu tak ada lagi disana.

 

***

 

Episode 3

Aku pasti mengidap penyakit jiwa, batin Indi. Dari tadi sudah tiga buku habis dibacanya. Semuanya tentang psikologi, penyakit kejiwaan, dan cara menjadi orang normal.

Sejak kecil Indi memang tidak normal. Ia sering merasakan hal-hal yang tidak bisa dirasakan orang normal pada umumnya. Ia juga sering mengalami kesurupan, yang kata psikolog ia hanya mengalami kejang-kejang biasa.

Namun, dalam minggu ini, hal-hal yang ia alami sudah diluar dari nalarnya. Tidak mungkin ada orang yang dapat mengeluarkan api batinnya. Mata Indi lalu menangkap kata yang sulit dibacanya Skizofrenia, gangguan mental yang menyebabkan penderita mengalami halusinasi, delusi ataupun waham.

Ia terus membacanya, dengan harapan kalau nama kelainan mental ini merupakan jawaban dari apa yang tadi dilihatnya. HP Indi berdering. Nomor yang ia tak kenali. Indi tampak ragu mengangkatnya, setelah apa yang terjadi hari ini. Handphonenya lalu berhenti berdering. Detik berikutnya notif pesan dari nomor yang sama masuk.

Bersiap\-siaplah, lari jangan sampai mereka menangkapmu.

Indi berharap ini merupakan gejala dari skizofrenia yang barusan ia baca. Ia berharap saat ia mencoba berkonsentrasi dan fokus, semuanya hanya ilusi. Ia berkonsentrasi, menenangkan pikirannya. Lalu semuanya menjadi tenang. Indi kemudian membuka matanya.

“Hai Indi,” seorang pria berperawakan tionghoa tersenyum tepat didepannya.

Indi melihat sekeliling, semua orang yang ada di perpustakaan terkapar di lantai dengan kedua mata terbuka.

“Siapa kau? Apa yang terjadi?” tanya Indi dengan keberanian yang ia miliki.

“Aku? Aku sama sepertimu,” jawabnya sambil terkekeh.

Lelaki itu naik keatas meja, dengan jaket kulit putih dan celana jins putih, lengkap dengan sepasang pantopel putih. Seringainya mengingatkan Indi pada karakter Chesire Cat di film Alice in the Wonderland. Lelaki itu lalu mengulurkan tangannya,

“Ayo kita pergi,” ajaknya.

Tubuh Indi gemetaran. Ia lalu mencubit tangannya, masih berharap kalau semua yang ia lihat adalah ilusi belaka. Sakit. Indi sepenuhnya sadar. Ia menatap wajah lelaki itu.

“Kau mau apa dari aku?” kata Indi gemetar.

Lelaki itu turun secepat kilat, lalu menggenggam tangan Indi. Ia menarik tangan Indi dan memaksanya untuk berjalan. Indi mencoba melawan, tapi tidak bisa. Tubuh Indi seolah-olah tak mau menurutinya.

Mereka berjalan melalui meja-meja perpustakaan. Lelaki itu berjalan dengan cepat, seolah-olah menghindari sesuatu yang mungkin datang. Di koridor perpustakaan, juga terjadi hal yang sama. Semua orang terkapar di lantai, seperti baru saja di bius oleh obat tidur. Melihat hal itu, Indi semakin panik.

“Lepaskan aku!” Indi mencoba melawan.

Lelaki itu lalu menatapnya tajam, dan membuat tenaga yang berusaha ia kumpul menghilang. Lelaki ini bukanlah orang biasa. Langkah mereka semakin cepat. Menit berikutnya mereka tiba di depan pintu masuk perpustakaan.

“Kita mau pergi kemana? Lepaskan aku!” Indi meronta, ia memfokuskan seluruh tenaganya, agar bisa melepas genggaman lelaki itu. Lelaki itu lalu tampak panic.

“Diam! Atau aku harus memaksamu agar bisa diam” ancamnya.

Ekspresi pria itu tampaknya berubah, ia terlihat risau.

“Aku bilang lepas!” Indi menghardik pria itu lalu menarik tangannya.

Lelaki itu tampak kaget. “Aku sudah meremehkanmu, sepertinya aku harus memakai rencana B,”

Pria itu lalu mengangkat salah satu tangannya, dari balik jaket kulitnya keluar dua utas tali marlon putih. Anehnya kedua buah tali itu bergerak sendiri, layaknya ular menari yang sedang menatap Indi.

“Lari” Indi kebingungan, sangat jelas kalau itu bukan suara batinnya.

“Tes, tes,” mencoba meyakinkan kalau yang ia dengar barusan bukan suara batinnya.

Melihat tingkahnya Indi, pria itu tampak kebingungan.

“Kamu ngapain bodoh! Lari, sebelum dia menangkapmu!” Ada suara orang lain di kepala Indi.

Kedua tali itu lalu menerjang Indi.

“Menghindar ke kiri lalu lari secepatnya menuju pintu keluar, aku akan mengalihkan pikirannya, dan tidak usah bingung, aku bukan suara batinmu,”

tanpa berpikir panjang Indi mengikuti instruksi suara dalam kepalanya lalu menghindar ke kiri, tali itu menerjang namun meleset. Indi melihat lelaki itu, ia tersenyum lalu tali kedua telah berada dibelakang Indi, hendak melilitnya lalu kemudian berhenti.

Dilihatnya lelaki tadi ia terdiam, tatapannya kosong dan kedua tali tadi sudah berada di lantai. Aku pasti sudah gila batin Indi. Ia lalu berlari menuju pintu keluar. Tepat di depan perpustakaan, mobil avansa abu-abu berhenti.

“Mama?”

\*\*\*\*\*

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!