NovelToon NovelToon

Ketos Tampan Itu, Kekasihku

Permulaan

"DINDA AYO BANGUN! UDAH JAM 6 NIH!!" teriak Citra, yang merupakan kakak perempuan Dinda.

"5 menit lagi, Kak... " sahut Dinda.

"Jangan membantah, cepat mandi dan turun untuk sarapan!" sahut Citra.

Dinda hanya bisa pasrah dan segera mandi. Kemudian ia turun dari kamarnya dan menuju ke dapur untuk sarapan bersama kakaknya.

"Ayo cepat sarapan dan siap-siap berangkat ke sekolah!" kata Citra.

Dinda pun makan dan bersiap ke sekolah. Citra mengantarkan Dinda ke sekolah SMA Tunas Bangsa II.

"Belajar yang benar ya, Din! Semangat!!" Citra mengucapkan sambil mengepal kedua tangannya dan mengangkatnya ke atas untuk menyemangati adiknya.

"Iya, Kak. Kakak juga semangat kerjanya. Hati-hati di jalan ya." sahut Dinda.

"Selamat Pagi, Pak Susilo!"

"Selamat Pagi, Bu Rosa!"

"Selamat Pagi, Bu Cecilia!" sapa Dinda dengan ramah.

Seperti biasanya, Ia selalu menyapa semua orang yang ditemuinya dengan ramah. Ia berjalan ke kelasnya dengan perasaan gembira.

Sesampainya di kelas XI D, Ia menyapa semua teman sekelasnya.

Kringgg...Kringggg...Kringggggggggg

Bel pelajaran berbunyi, Bu Guru Rosa yang merupakan wali kelas XI D berjalan memasuki kelas.

"Guys, Bu Rosa udah masuk, ayo kembali ke tempat duduk kalian masing-masing!" kata Rangga Putra selaku Ketua Kelas XI D.

"Beri Salam! Selamat Pagi Bu Rosa!" sahut Rangga dan semua murid kelas XI D.

"Pagi Nak, sebelum memulai pelajaran pada hari ini, ibu mau minta tolong Ayu buat pimpin kita berdoa."

*Selesai Berdoa*

"Oke anak-anak, buka buku Bahasa Indonesia kalian halaman 13. Kerjakan bagian A-C ya. Boleh diskusi, tapi jangan ribut. Paham anak-anak?" tanya Bu Rosa.

"Paham Bu." sahut semua murid kelas XI D.

"Baiklah kalau begitu, Ibu izin keluar sebentar ya. Ada yang harus Ibu bahas bersama guru-guru yang lain. Ibu minta tolong Rangga absenin teman-teman kamu ya, nak." kata Bu Rosa.

Semua murid ingin diskusi dengan Dinda karena Ia adalah murid yang terpintar di Kelas XI D.

"Din, diskusi sama aku ya?" tanya Amanda.

"Din, bantuin aku juga lah, Oke?" tanya Andi.

"Iya sabar satu-satu" sahut Dinda.

Saat sedang diskusi, tiba-tiba...

"GUYSSS!! AKU HAMPIR AJA LUPA ABSENN!! YANG AKU PANGGIL BILANG HADIR YA!" teriak Rangga tiba-tiba.

"Amanda."

"Hadir."

"Andi."

"Hadir."

"Ayu."

"Hadir."

Begitu seterusnya sampai selesai. Semua masuk hari ini. Rangga tersenyum senang karena bangga bisa menjadi ketua kelas yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik.

Bu Guru Rosa kembali ke kelas dan memberikan pengumuman.

"Anak-anak, kami para guru dan karyawan sudah rapat tadi. Kalian akan pulang lebih cepat hari ini..karena kami akan rapat lagi nanti siang."

"Memangnya ada apa bu? Sampai harus rapat 2 kali?" tanya Budi penuh rasa penasaran.

"Sekolah akan mengadakan acara. Tapi kami belum mendapatkan keputusan dari rapat tadi. Jadi, kami akan rapat lagi nanti siang untuk membahas semuanya" jawab Bu Rosa.

"Acara apa, Bu?" kali ini giliran Ayu yang bertanya dengan penuh rasa penasaran juga.

"Kalian semua akan tahu besok." jawab bu Rosa sambil tersenyum.

"Baiklah anak-anak, karena kalian akan pulang cepat jadi ibu akan memberikan PR untuk kalian ya. PR nya adalah matematika, di buku kalian halaman 37-38. Pastikan kalian mengerjakannya ya. Paham?"

"Paham bu" sekelas kompak menjawab.

Bel istirahat berbunyi, murid-murid ada yang tetap di tempat duduknya dan ada sebagian yang meninggalkan kelas.

Tiba-tiba ada yang menepuk bahu Dinda dengan keras..

"Din, ayo makan sama kami di kantin."

"Iya?" Dinda tersentak kaget. Ia melihat ke belakang dan menghela nafas. Rupanya itu adalah Amanda, Ayu, dan Rangga.

"Ayo makan sama kami. Mau ikut ga?" tanya Ayu.

"Eh, Iya aku ikut."

Sampailah mereka di kantin. Mereka memesan makanan masing-masing dan duduk. Suasana lumayan hening jadi Rangga pun akhirnya berinisiatif untuk memulai obrolan duluan.

"Hei Dinda!"

"Iya ada apa?"

"Bagaimana kamu bisa memasukkan bakso ke dalam mulutmu yang kecil itu hanya dengan satu suapan?"

"Hahaha aku hanya merasa sangat lapar."

"Ah masa... "

"Apa kamu belum sarapan, Din?" Ayu bertanya dan menyela pembicaraan Rangga.

"Hehe iya aku belum sarapan." jawab Dinda.

"Hei Ayu! Kenapa kamu selalu memotong pembicaraanku seenaknya?"

"Memangnya kenapa?" jawab Ayu sambil mengunyah siomay di mulutnya.

"Kamu ini sepertinya suka sekali mencari masalah denganku!" sahut Rangga.

"Apa? Apa aku tidak salah dengar? Kenapa aku yang mencari masalah? Tarik kata-katamu tadi!" Bicara sambil menendang kaki Rangga.

"Tidak mau. Sakit tau!" sahut Rangga sambil meringis.

"Hahaha kenapa kalian terlihat seperti sepasang kekasih yang serasi ya kalau bertengkar begitu. Lucu sekali." ujar Dinda.

"Huh! Siapa yang mau menjadi kekasihnya! Dia bukan tipeku!" teriak Rangga.

"Apa! Siapa juga yang mau menjadi kekasihmu! Dia juga bukan tipeku!"

"Hei Ayu kenapa kau menyebalkan sekali sebagai perempuan! Seharusnya kau bersikap lebih manis kalau tidak cantik."

"DIAM! DASAR LELAKI SIALAN!" teriak Ayu

"Haha....jika kalian bertengkar terus kalian benar-benar akan terlihat seperti sepasang kekasih." sahut Amanda.

"Hei Amanda, kenapa kau juga bilang begitu? urus saja kekasihmu si Budi!" sahut Rangga.

"Sudah-sudah habiskan makanan kalian." kata Amanda kepada kedua sahabatnya yang daritadi hanya bertengkar.

Bel istirahat berbunyi lagi, menandakan mereka harus sudah kembali lagi ke kelas.

"Lihat! Gara-gara kamu aku jadi belum menghabiskan siomay yang lezat ini!" teriak Ayu kepada Rangga.

"Hei kenapa gara-gara aku! Gara-gara kamu lah aku jadi tidak bisa menikmati batagor yang enak ini!" Rangga membalas dengan intonasi nada yang tak mau kalah tingginya.

"Sampai kapan kalian akan bertengkar begini? Ayo Din, kita masuk saja ke kelas dan tinggalin mereka." Amanda menarik tangan Dinda yang daritadi hanya menikmati pertunjukan.

"Hei, tunggu aku!" teriak Rangga.

"Din, Amanda! tunggu aku! Awas ya kalian!" teriak Ayu.

Akhirnya sampai juga mereka di kelas. Ayu dan Rangga masih ngos-ngosan karena berlari.

"Ini semua gara-gara kau, Rangga!"

"Kenapa aku? Gara-gara kau lah meributkan hal kecil!"

"Hei kenapa kau menuduhku! Sudah jelas ini salahmu!"

"Apa! Mau mu apa sebenarnya! Dasar bangau tempramental!"

"Hei bebek gila tutup mulutmu! Sekali lagi bicara aku akan merobek bibirmu!"

"Apa kalian belum selesai juga?" tanya Dinda.

Ayu dan Rangga pun duduk di kursi mereka sambil memasang wajah cemberut.

"Tapi bu Rosa juga belum datang. Ayo kita mengobrol saja." sahut Amanda.

"Kenapa kita tidak mengerjakan PR dahulu?" sahut Dinda.

"Eh iya ada PR. Hampir aja aku lupa. Terimakasih Din, kamu memang yang terbaik!" sahut Amanda.

"Hei, Ayu!"

"Kenapa lagi?"

"Ayo diskusi sama aku, ya? "

"Kenapa aku harus berdiskusi denganmu?"

"Kalau begitu bantu aku ya?" tanya Rangga sambil memohon.

"Atas dasar apa aku harus membantumu?Kenapa kau percaya diri sekali? Aku penasaran apa yang kau makan sampai kau bisa tumbuh se-geer ini." tanya Ayu kesal.

"Ayolah...aku akan traktir kau nanti sepulang sekolah." jawab Rangga sambil memohon.

"Apa kau bersedia membelikan ku cilok dua porsi?" tanya Ayu.

"Tentu. Tapi apa kau tidak merasa kau itu sudah semakin gemuk?" tanya Rangga.

"Kau sebenarnya mau dibantu atau tidak?" tanya Ayu kesal.

"Ya, tentu aku mau." jawab Rangga.

"Baiklah. Berjanjilah kau akan membelikan dua porsi untukku ya. Kalau tidak awas saja kau!" sahut Ayu.

"Ya baiklah. Kau kan juga tahu aku ini murid teladan yang menepati janjiku." menjawab sambil mengedipkan mata kanannya.

"Cih, terserah!" Ayu menggerutu kesal.

Semua murid mulai sibuk sendiri. Ada yang membaca buku, ada yang makan diam-diam, ada yang mengobrol, dan ada yang mengerjakan PR.

Tiba-tiba bu Rosa datang. Rangga segera bangun dan berteriak keras.

"Beri Salam!"

"Selamat siang, Bu Rosa!"

Sapaan itu disusul oleh teman-temannya yang lain.

"Siang anak-anak. Kalian boleh pulang sekarang."

"Terimakasih, Bu Rosa!"

Mereka pun pamit dan meninggalkan ruang kelas.

"Din, Ayu, Rangga, kami duluan ya!"

"hah?" mereka bertiga menoleh ke arah pintu kelas.

Rupanya itu adalah Budi dan Amanda yang pamit sambil berpegangan tangan di hadapan mereka bertiga.

"Eh, iya sampai besok." sahut Dinda.

"Sampai besok ya, jangan pamer kemesraan kalian di grup chat, oke?" sahut Ayu.

"Nikmati kencan kalian wahai pasangan muda. Budi, Manda, jangan mengirimkan foto kalian yang sedang mesra ke grup chat ya nanti. Awas saja kalian!" sahut Rangga.

Budi dan Amanda hanya tertawa lalu melambaikan tangan kepada mereka bertiga.

Akhirnya Dinda, Ayu, dan Rangga memilih berjalan kaki bertiga untuk menghilangkan rasa bosan mereka.

Ditengah perjalanan...

"Hei Ayu, lihat itu!" teriak Rangga sambil menunjuk ke arah stan makanan.

"Ayo kita segera beli ciloknya!" sahut Ayu.

"Din, apa kamu juga mau pesan?" tanya Rangga ramah.

"Tidak usah. Aku sudah kenyang tadi melihat pertengkaran kalian. Terimakasih atas tawarannya." sahut Dinda.

...****************...

"Nih dua porsi ciloknya untukmu bangau!" kata Rangga sambil menyodorkan dua porsi cilok itu ke arah Ayu.

"Hei bebek gila, apa kau sudah bosan hidup?" sahut Ayu.

"Iyaa aku cuma bercanda doang kok... Jangan anggap serius donk." sahut Rangga dengan suara lemas.

Dasar bangau temperamental! Rangga memaki dalam hati.

Sementara itu Dinda hanya menyaksikan dua sahabatnya ini makan dan bertengkar.

"Kalian udah selesai makannya?" tanya Dinda.

"Udah, ayuk kita pergi saja, Din." jawab Ayu.

"Bangau sialan! Kenapa tidak menunggu ku?" Rangga menyela tiba-tiba.

"Huh, dasar bebek gila!" sahut Ayu kesal.

"Sudah-sudah ayo kita jalan lagi." sahut Dinda sambil berusaha melerai perdebatan kedua sahabatnya.

...****************...

"Sampai bertemu besok, Ayu, Rangga! Aku duluan ya." teriak Dinda.

"Iya, sampai besok, Din!" sahut Rangga.

"Sampai besok, Din! Jangan lupa chattingan sama aku ya nanti sore!" sahut Ayu.

"Iya." sahut Dinda sambil melambaikan tangan kearah dua sahabatnya itu.

"Ayu, aku duluan ya. Selamat tinggal bangau!" Rangga mengucapkan sambil tertawa lebar.

"Huh! Lihat saja besok dasar bebek gila!"

Rangga membalikkan badan dan meledek Ayu dari kejauhan.

"Huh! Anak itu memang menyebalkan sekali." desah Ayu.

Sore hari...

Dinda terbangun dari tidurnya karena ada telepon yang terus berdering.

"Hoaamm... Siapa yang menelepon ku siang hari begini sih...."

*Melihat kearah jam dinding*

"APA?! SUDAH PUKUL 17:00? Gawat! aku tertidur berapa lama tadi..."

Ia pun melihat notifikasi hp miliknya. Terdapat tujuh panggilan tak terjawab. Chat di WhatsApp nya juga sudah 300+ message.

"Wah, Ayu tadi meneleponku ya. Aku harus menelponnya sekarang."

"Eh, ada yang menelepon. Ah, itu Dinda!" girang Ayu. Ia pun segera mengangkat telepon itu.

"Halo Din, daritadi kamu kemana aja, aku chat ga dibales. Aku telpon juga ga diangkat. Gimana sih?" keluh Ayu.

"Hehehe maaf ya tadi aku ga sengaja ketiduran." jawab Dinda pelan.

"Iya gapapa kok. Kamu belum selesai kan PR matematikanya?"

"Hehe iya belum. Kamu udah? Aku sambil kerjain ya."

"Iya aku udah. Tanya aku aja ya kalo ada soal yang kamu ga ngerti."

Panggilan telepon belum ditutup. Sementara Dinda mengerjakan, Ayu menikmati makan sore.

"Ayu?"

"Iya? Kenapa Din?"

"Aku ga ngerti soal nomor 5 b."

"Cari dulu diameternya, nanti baru ketemu radiusnya terus kamu coba itung aja nanti pasti ketemu hasilnya."

"Iya, aku ketemu! Makasih ya, Ayu!"

"Sama-sama, Din!"

"Din.. "

"Iya?"

"Kamu penasaran ga sih sama yang Bu Rosa bilang tadi di sekolah?"

"Hah? Oh pengumuman itu ya. Iya, aku lumayan penasaran sih."

"Menurut kamu, apa acara yang akan diadakan sekolah ya?"

"Um..Mungkin acara bagi-bagi sembako? Atau trip sekolah?"

"Mungkin begitu."

"Ayu, maaf aku tutup dulu ya. Kakak ku sudah pulang dan aku belum makan sore. Aku harus makan, belajar, lalu tidur. Sampai besok ya."

"Iya, sampai besok, Din!"

Keesokan paginya seperti biasanya, Citra mengantar Dinda ke sekolah lalu Ia sendiri berangkat bekerja.

"Pagi, Din!" sapa Budi.

"Ah, Itu kamu! Bikin kaget aja! Pagi juga, Budi. Btw, kamu tau gak.."

"Pagi semuanyaaa!" Rangga tiba-tiba menyela.

"Pagi, Rangga." Budi menjawab lemas.

"Pagi juga. Wah, kamu terlihat lebih ceria hari ini." sahut Dinda.

"Haha, tentu saja!"

"Guys, aku masuk duluan ya." Budi berjalan meninggalkan Dinda dan Rangga sambil melambaikan tangan.

"Aku juga duluan ya." Dinda menyusul Budi sambil melambaikan tangan kearah Rangga.

Ayu tiba-tiba beralan melewati Rangga dan langsung menyusul Dinda.

"Hei Bangau! Kau bahkan pura-pura tidak kenal dengan ku?"

"Memangnya kenapa? Jaga mulutmu itu!"

"Ya aku cuman lagi bosan saja. Ayo kita jalan bersama saja, ya?"

Ayu tidak menjawab. Ia terus berjalan tanpa memedulikan Rangga yang daritadi terus berbicara.

...****************...

Setelah memberi salam kepada Bu Rosa dan berdoa, semua murid duduk rapi dan diam. Mereka tahu kalau hari ini akan ada sesuatu. Ya, pengumuman. Pengumuman yang kemarin dibicarakan oleh Bu Rosa. Mereka sangat penasaran.

"Anak-anak, ibu akan memberikan pengumuman mengenai acara sekolah yang kemarin Ibu bicarakan."

"Iya bu."

"Jadi, sekolah akan mengadakan trip. Trip akan dilaksanakan besok. Kita akan menginap di sebuah Villa selama 2 hari 3 malam. Trip kali ini dijamin seru. Akan ada lebih banyak aktivitas di luar ruangan daripada di dalam ruangan. Jadi, siapkan semua yang kalian butuhkan ya. Misalnya, jas hujan, payung, baju ganti. Secukupnya saja ya. Kalian juga bebas memilih teman sekamar. 1 kamar bisa 3-4 murid. Paham anak-anak?"

"Paham bu."

"Oh ya, jangan lupa untuk menjaga kesehatan kalian hari ini. Jangan tidur sampai larut malam, jangan makan gorengan, dll. Kalau kalian sakit kalian tidak akan bisa ikut acaranya. Kalian akan menyesal nanti. Paham?"

"Iya bu, kami paham."

"Bagus. Sekarang kalian boleh memilih teman sekamar kalian ya. Sama yang sekelas aja ya, supaya gampang nanti."

"Baik bu."

"Din, kita bertiga sekamar ya."

Dinda terkejut dan langsung menoleh ke belakangnya.

"Iya. Terserah kalian aja."

Ternyata itu adalah Amanda dan Ayu yang mengajak agar mereka bertiga sekamar.

"Permisi..."

"Iya?"

"Aku belum dapat teman sekamar, bolehkah aku bergabung dengan kalian? Selama ini, aku belum memiliki banyak teman. Teman ku ada di kelas lain."

Dia adalah Clarissa. Ia merupakan murid pindahan dari SMA Tunas Bangsa IV.

"Tentu saja boleh."

...****************...

"Budi, kita sekamar ya. Sama ajak siapa lagi ya..Samuel! Bagaimana?" tanya Rangga.

"Oke. Ajak Leonard juga. Bagaimana?" bertanya balik ke Rangga.

"Oke."

Para murid sudah mendapatkan teman sekamar mereka. Mereka pun kembali belajar seperti biasanya. Namun, kali ini berbeda. Ya, perbedaannya adalah suasana hati mereka yang senang sehingga mereka mampu belajar dengan baik hari ini.

Keesokan paginya, mereka sudah bersiap dengan semua yang diperlukan untuk trip nanti. Para murid, guru, dan karyawan terlihat sangat senang hari ini. Ini pertama kalinya, Kepala Sekolah mengadakan trip. Tujuannya adalah supaya seluruh warga sekolah senang. Trip ini tidak hanya untuk para murid saja. Semua guru dan karyawan juga ikut serta dalam acara ini. Mereka menggunakan bus yang sudah disewa kemarin. Setelah perjalanan panjang yang memakan waktu sekitar 2 jam, mereka pun sampai di sebuah Villa megah.

Setelah mereka semua turun dari bus, para murid diarahkan ke Villa bagian tengah untuk briefing. Namun, para guru dan karyawan diarahkan ke Villa bagian kiri. Para murid diperbolehkan mengambil camilan dan kopi atau teh sepuasnya sebelum acara selanjutnya dimulai.

Seperti biasa, Dinda duduk bersama Rangga, Ayu, Budi, dan Amanda. Kali ini, Clarissa juga ikut bergabung dengan mereka.

"Guys, aku pergi ambil teh dulu ya."

"Iya. Aku ikut sama kamu ya, Din."

"Oke Amanda."

Setelah mereka selesai mengambil teh, mereka melihat ada sosok pria yang tidak asing. Pria itu bersinar. Semua sorot mata melihat kearah nya. Kemanapun Ia pergi, Ia akan selalu diikuti oleh rombongan murid wanita di belakangnya. Wanita-wanita itu berteriak histeris sehingga menyebabkan keributan.

"Ada keributan apa di sebelah sana?" tanya Dinda penasaran.

"Oh, ada si pria tampan sedingin es itu." sahut Amanda.

"Siapa dia?" tanya Dinda lagi.

"Dia adalah Ryan Jonathan, Ketua OSIS yang selalu menjadi pusat perhatian dimanapun dirinya berada. Dia juga salah satu siswa yang mensponsori hampir seluruh acara sekolah kita. Dia juga teman masa kecilku" Amanda menjelaskan dengan antusias.

"Ooo begitu ya."

"Dia juga sering dipuji oleh Bu Rosa. Kamu ga ingat? Saat dia membantu Rangga dulu."

"Tidak. Aku tidak ingat."

"Namun, banyak rumor yang beredar tentangnya. Walaupun dia tampan dan berbakat, lebih baik menghindar darinya. Katanya sih dia itu playboy yang seenaknya terhadap murid perempuan. Dia juga tidak akan sungkan untuk bermain fisik jika ada yang tidak mematuhi perintahnya. Tapi, ada juga rumor kalau dia adalah lelaki yang baik dan berhati hangat. Dia hanya terlihat seperti badboy diluar namun gentle di dalam."

"Benarkah? Setau aku dia adalah murid terpintar dan terdisiplin di sekolah ini."

"Ya, itu memang benar. Tapi, kita tidak tahu apakah semua rumor itu benar atau tidak. Lebih baik menghindar saja, kalau tidak bisa menghindar paling tidak kita harus menuruti apa yang dia katakan."

"Ooo begitu."

"Tapi, dia sangat tampan kan?"

"Hmm.. menurutku dia hanya tampan saja."

"Benarkah? Ternyata selera orang pintar memang berbeda ya haha."

"Hei sudah-sudah, nanti Budi cemburu loh. Ayo kita pergi dari sini."

Mereka pun kembali ke tempat duduk mereka.

BERSAMBUNG

Pertemuan Pertama

Matahari mulai bersinar sangat terik. Acara pun dimulai. Para murid terlihat bahagia sekali karena akhirnya bisa berlibur dengan teman-teman sekolah setelah sekian lama.

Acara pertama yang mereka ikuti adalah bermain mengoper kelereng dengan sendok menggunakan mulut mereka. Acara kedua adalah bermain lompat tali. Acara ketiga adalah lomba lari. Acara keempat yaitu lomba mengumpulkan kartu sebanyak-banyaknya yang telah disiapkan oleh panitia acara tadi pagi.

Para murid telah bermain dan mendapatkan hadiah. Sekarang, matahari mulai terbenam. Para murid bebas melakukan apapun yang mereka mau. Ada yang bermain sepak bola, voli, futsal, basket, dll. Guru-guru membiarkan murid-murid mereka bermain sepuasnya hari ini.

Ryan Jonathan, pria tampan dan dingin itu bermain basket bersama teman-temannya. Para gadis sigap mengambil smartphone dari tas mereka dan merekam video Ryan yang berhasil memasukkan bola ke ring dan mencetak gol. Mereka juga berteriak histeris sambil merekam video itu.

Di sisi lain, ada Budi yang sedang bermain baseball. Amanda, Dinda, dan Rangga tentu mendukung dan menyemangati Budi. Budi juga termasuk tampan dan populer. Lumayan banyak murid perempuan yang bersorak untuknya, walaupun tidak sebanyak Ryan.

Setelah mereka selesai bermain, gadis-gadis berhenti mengikuti Budi karena tahu Budi sudah memiliki kekasih. Namun, mereka tak berhenti mengikuti Ryan.

...****************...

Bulan dan bintang mulai bermunculan. Mereka semua sudah berada di kamar mereka masing-masing.

"Din, Ayu, Clarissa cepat lihat postingan di Instagram ku. Like dan comment juga ya hehe." Amanda bicara sambil tertawa.

"Wah...Pacarmu itu memang tampan dan hebat! Andai aku punya pacar juga... 😌" komen Ayu.

"@budisuhono kamu memang pemain baseball yang handal." komen Dinda.

"😍❤" komen Clarissa.

Namun, tiba-tiba raut wajah Amanda berubah. Ia terlihat kesal.

"Wow ada yang sedang pamer kemesraan disini. Budi, kau kan tau aku belum punya pacar...Apa sekarang Amanda boleh jadi gebetanku? Haha 😂😀."

Ternyata yang membuatnya kesal adalah komentar dari Rangga.

"Huh, dasar anak itu." desah Amanda.

"Yang sabar ya, haha." sahut Ayu.

"Ayu kenapa sekarang aku merasa kau semakin serasi dengan Rangga ya... "

"Hei! Sudahlah, jangan berpikir yang aneh-aneh. Sudah larut malam, ayo tidur!"

Mereka pun tertidur pulas dan terlelap dalam mimpi mereka masing-masing.

...****************...

Cahaya matahari sudah masuk menembus jendela. Para guru, karyawan, dan murid juga sudah bangun. Mereka berkumpul ke lapangan untuk melakukan senam pagi bersama.

Selesai senam pagi, Amanda yang masih setengah sadar itu berjalan cepat ingin segera kembali ke kamar untuk tidur lagi.

Tiba-tiba..

"Bruk!"

"Hati-hati dong kalo jalan!"

"Eh...iya maaf."

"Amanda?"

Ternyata Amanda berjalan tanpa melihat-lihat sehingga Ia tak sengaja menabrak Ryan dan terjatuh ke tanah.

"Manda, kamu gapapa?" tanya Dinda khawatir.

"Iya, aku gapapa kok." sahut Amanda.

"Manda, kamu baik-baik saja?" tanya seorang pria tampan dan juga bertubuh tinggi. Dia adalah Leonard yang akrab dipanggil Leo.

"Iya, Aku baik-baik saja."

"Sikut dan lututmu berdarah. Ayo, kuantar kamu ke guru supaya segera diobati."

"Tidak perlu. Terimakasih bantuannya, Leo."

"Tak apa, ayo kuantar."

"Baiklah. Terimakasih ya, Leo."

"Sama-sama."

Dinda sampai mematung melihat betapa gentleman seorang Leonard. Dinda sudah jatuh cinta pada pandangan pertama. Melihat hal itu, Ryan pun penasaran. Biasanya, para gadis histeris setiap melihatnya. Namun, gadis di depannya ini terlihat sama sekali tidak peduli dengan keberadaan Ryan.

"Apa kau adalah Dinda dari kelas XI D?"

"Ya, benar."

"Apa yang kau pikirkan? Sampai melamun begitu."

"Aku hanya memikirkan luka Manda."

"Apa kau sahabatnya?"

"Iya."

"Lalu, apa kau kenal aku?"

"Aku hanya tau kau adalah Ryan Jonathan. Murid pintar dan kaya yang selalu mendapat ranking 1 setiap tahun."

"Hanya itu saja yang kau tau tentang aku?"

"Memangnya apalagi yang harus aku ketahui?"

Tidak ada lagi kan yang harus aku ketahui tentangmu selain ketampanan, kepintaran, dan sikap dinginmu itu. batin Dinda.

Ryan tidak menjawab. Mukanya langsung cemberut.

"Baiklah. Jika tidak ada hal lain, aku pergi dulu ya. Sampai jumpa!"

"Tunggu!"

"Ada apa?"

"Aku penasaran denganmu."

"Haha.. Apa yang membuatmu penasaran denganku?"

"Pikirkanlah baik-baik. Aku akan menemuimu lagi nanti. Pastikan kau sudah mengetahui jawabannya sebelum bertemu denganku lagi."

"Maaf. Tapi kenapa kau terlihat begitu yakin kalau kita akan bertemu lagi? Kita bahkan tidak pernah bertemu saat di sekolah."

"Biarkan takdir yang menjawabnya."

Dinda pun pergi dengan pertanyaan di pikirannya. Apa yang membuat Ketos sedingin es penasaran dengannya?

Ryan menatap tubuh kecil Dinda yang semakin menjauh sambil tersenyum. Lalu, Ia pergi ke arah yang berlawanan sambil berusaha menstabilkan senyumannya. Nyatanya, Ia masih tetap tersenyum senang.

"Apa yang membuatnya penasaran denganku ya?"

"Hmm"

"Entahlah. Aku sudah mencoba berpikir tapi kenapa tak ada jawaban yang tepat."

"Bodoh! Kenapa kamu harus memikirkan hal tidak penting begini sih, Din. Lagian kamu dan dia juga belum tentu bertemu lagi." batin Dinda.

"Jika nanti bertemu lagi dengannya aku harus jawab apa?"

Dinda tenggelam dalam pikirannya sendiri selama menemani Amanda di sebuah ruangan. Itu adalah ruangan dimana Amanda beristirahat. Leo, Budi, Ayu, dan Rangga juga ada disana.

"Kamu lagi mikirin apa, Din?" Amanda bertanya penasaran.

"Ah, engga kok."

"Mengaku saja, Din. Kamu sedang memikirkan salah satu murid laki-laki di sekolah kita kan? Apa itu aku yang super tampan ini? Haha." Rangga bertanya terbahak.

"Mengapa kamu selalu sangat percaya diri sih?" Ayu menggerutu kesal.

"Kenapa? Kamu sedang memikirkanku, ya?"

"Huh! Untuk apa aku memikirkan orang tidak tahu malu sepertimu!"

"Apa! Ternyata selera bangau memang buruk."

"Hei bebek gila..."

"Sudahlah, aku disini untuk menemani Amanda. Bukan mencari masalah dengan bangau sepertimu."

Ayu belum sempat menyelesaikan kalimatnya karena Rangga tiba-tiba menyela.

"Haha..Sekarang kalian benar-benar terlihat seperti sepasang kekasih." Amanda tergelak mendengar pertengkaran kedua sahabatnya itu.

Dinda dan Leo juga tertawa melihat Ayu dan Rangga bertengkar. Sementara Budi seperti biasa, hanya melihat tanpa ekspresi.

Acara selanjutnya hampir dimulai, Amanda menyuruh semua orang di ruangan pergi meninggalkannya dan mengikuti acara selanjutnya. Semua sudah pergi dari ruangan, kecuali Dinda. Bagi Dinda, sekalipun acara itu menyenangkan tapi jika Dia tetap menemani Amanda maka Dia tidak akan bertemu lagi dengan Ketos tampan yang sikapnya sedingin es itu.

"Dinda, mengapa kamu tidak pergi?"

"Haha tidak apa-apa. Aku disini saja. Nanti kalo kamu butuh sesuatu kan harus ada yang bantu kamu."

Akhirnya, Amanda membiarkan Dinda tetap bersamanya.

...****************...

"Rangga!"

"Apa kau melihat Dinda?"

"Dinda? Oh Dia bersama Amanda tadi di Villa bagian kiri di ruangan 1."

"Apa Dia tidak ikut acara? Apa Dia juga sakit?"

"Mana kutahu."

"Bukankah kau temannya?"

"Aku sahabatnya!"

"Terserah."

"Tapi Ryan, kau tidak pernah mengkhawatirkan wanita lain selain Alexa. Ada apa denganmu hari ini? Kau masih menyukai Alexa kan? Atau sekarang kau mulai menyukai Dinda?"

"Tutup mulutmu! Jangan bahas wanita itu lagi!"

"Baik. Aku pergi dulu."

"Kau mau kemana?"

"Kenapa masih bertanya? Tentu aku mau pergi menemui Budi. Pacarnya terluka tentu saja kami harus menjenguk pacar kesayangannya lagi."

"Ya sudah sana, pergilah."

Rangga pergi dan menemui Budi. Namun, mendadak ada yang memukul bahu mereka dari belakang. Terdengar bunyi nafas yang sudah ngos-ngosan. Itu adalah Ryan. Setelah Rangga meninggalkannya, Ia baru sadar kalo Dinda yang Ia cari satu ruangan bersama Amanda.

"Ryan? Apa yang kamu lakukan disini?" tanya Budi dan Rangga kompak. Mereka terheran-heran kenapa seorang Ryan yang dingin dan angkuh bisa sampai berlari kearah mereka.

"Ah, tadi kan aku...aku...aku ditabrak Amanda. Mungkin karena Dia kaget jadi Dia jatuh ke tanah. Aku juga bersalah jadi aku harus menjenguk Amanda juga untuk minta maaf."

"Baiklah. Kau boleh ikut kami untuk melihatnya."

Budi dan Rangga terlihat sangat heran..tapi mereka memutuskan untuk tetap diam karena masih ada Ryan di samping mereka.

Mereka pun sampai di Villa bagian kiri di ruangan 1. Dinda dan Amanda terlihat sangat terkejut karena kedatangan sosok Ryan. Apalagi terlihat banyak keringat bercucuran pada mukanya dan bajunya. Ryan mendekat ke arah Amanda. Sementara Budi dan Rangga memilih keluar dari ruangan.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa orang sepertinya sampai berlari hanya untuk meminta maaf?"

"Tadi aku bertemu dengannya. Dia menanyakan Dinda. Ah, apa karena Dia juga ingin bertemu Dinda?"

"Tapi bukankah Dinda belum kenal dengannya?'

"Entahlah."

Sementara di dalam ruangan...

Ada apa ini? Dia datang kesini untuk melihat Manda kan. Iya, Dia pasti hanya ingin melihat Manda. Dinda kamu harus tenang. Malahan bagus jika Dia melupakan yang Dia bilang tadi pagi.

"Amanda, apa kau baik-baik saja? Maafkan aku."

"Ya, aku baik-baik saja."

"Maaf, Lain kali aku akan mentraktirmu kalau Budi mengizinkan."

"Haha tidak perlu repot-repot. Lagipula ini bukan salahmu. Aku yang salah karena menabrakmu."

"Baik. Istirahatlah."

Apa? Bukankah Manda bilang Dia adalah pria yang dingin? Ah, benar juga. Manda adalah temannya waktu kecil. Wajar jika Dia baik kepada Manda.

"Dinda."

"Iya?"

"Ikut aku!"

Dinda belum beranjak dari tempatnya duduk. Dia masih ragu.

"Ikut aku keluar!"

"Iya."

"Hei! Apa! Ryan benar-benar keluar bersama Dinda!" Rangga terkejut.

"Wah ada apa ini...?" Budi sama terkejutnya dengan Rangga.

Ryan mengajak Dinda ke taman Villa. Ia sengaja mengajak Dinda kesana karena disana tidak ada orang lain sehingga mereka bisa berbicara dengan leluasa.

"Duduk!"

"Hei, apa kau tuli? Ayo duduk di sini." Ryan menepuk kursi di sebelahnya.

"Tidak perlu, aku berdiri saja."

"Kenapa? Kau takut?"

"Tidak."

"Lantas? Cepat duduk!"

"Baiklah." Dinda menjawab dan secepat kilat Ia sudah duduk di sebelah Ryan.

"Kau sudah memikirkannya?"

"Apa?"

"Wah, bagaimana orang sepertimu bisa mendapat ranking jika perkataanku yang belum sehari saja tidak kau ingat?"

"Oh itu..haha aku...Apa karena aku berada di ranking 3 besar sama sepertimu makanya kau penasaran denganku?"

"Bukan."

"Terus kenapa?"

"Huh!" Ryan mendesah kesal.

Kenapa Dia mendesah kesal begitu sih? Apa sebenarnya yang Dia inginkan?

"Dinda, apa kau tau? Kau hanya membuatku semakin penasaran denganmu."

Dinda mematung dan tidak bisa menjawab. Dia takut jika salah menjawab maka akan lebih parah.

"Bolehkah aku memegang tanganmu?"

"Kenapa?"

Apa! Kenapa mendadak Dia ingin memegang tanganku! Baiklah, Amanda pernah bilang turuti saja.

"Boleh atau tidak?"

"Boleh." Dinda menjawab namun tetap tidak memedulikan Ryan yang daritadi memperhatikannya.

Ryan pun memegang tangan Dinda. Namun, Ia masih menatap lekat wajah gadis di sampingnya.

Gadis ini hebat juga, bagaimana bisa Dia sama sekali tidak terpesona olehku? Ryan, ada apa denganmu? Kamu bahkan tidak pernah seperti ini sebelumnya. Meminta memegang tangan seorang gadis, biasanya kau yang selalu dimintai oleh gadis-gadis untuk menyentuh tanganmu. gumam Ryan dalam hati.

"Dinda."

"Iya?"

Kenapa ini? Kali ini Dia benar-benar memanggilku dengan sangat lembut.

"Aku sangat kagum padamu."

"Tentang apa?"

"Segalanya."

"Dinda."

"Iya."

"Biasanya kau dipanggil apa?"

"Din."

"Bolehkah aku memanggilmu Din juga?"

"Boleh."

Tapi kenapa? Kenapa Dia mau memanggilku Din juga?

"Din."

"Iya."

"Apa kamu sudah punya pacar?"

Apa! Bahkan Dia bertanya tentang ini.

"Kenapa?"

Ryan tidak menjawab. Ia mengalihkan pandangannya dari Dinda.

"Belum."

Dinda akhirnya menjawab.

"Baiklah, aku ingin bertanya padamu."

"Tanyakan saja."

"Kalau kau tidak memiliki pacar, kenapa kau bisa tidak terpesona olehku? Biasanya para gadis akan berteriak histeris, bahkan melakukan apa saja untukku. Tapi, kenapa kau berbeda dari mereka?"

"Haha. Tuan muda Ryan, saya tau anda memang sangat tampan dan pintar. Tapi, saya sudah menyukai orang lain."

"Apa orang itu menyukaimu juga?"

"Aku tidak tau."

Ryan melepas genggaman tangannya.

"Baiklah, semoga berhasil dalam mengambil hatinya. Sudah malam, masuklah kembali ke kamarmu."

"Iya, selamat malam."

Dinda masuk ke kamar disusul dengan pertanyaan dari Amanda, Ayu, dan Clarissa.

"Dari mana saja kamu, Din?" tanya Ayu.

Dinda hanya diam.

"Sudah malam, kita semua tidur saja." sahut Amanda.

...****************...

Matahari sudah mulai terlihat. Seisi kamar Dinda sudah bangun, kecuali Ayu. Amanda langsung menarik Dinda untuk keluar ke taman.

"Guys, kami mau jalan2 pagi di taman. Kami pergi dulu ya." Amanda bicara sambil melambaikan tangan.

Sesampainya di taman, Amanda mulai bertanya.

"Dinda, kemarin kenapa Ryan menyuruhmu mengikutinya? Apa kau berbuat kesalahan padanya?"

"Tidak. Dia bilang kalau Dia penasaran denganku."

"Tapi kenapa?"

"Aku tidak tau."

"Jadi, apa yang kalian bicarakan kemarin?"

"Tidak banyak."

"Ya sudahlah kalau tidak mau memberi jawabannya, aku tidak akan bertanya lagi. Ayo, kita pergi ke Villa bagian tengah untuk bersiap-siap sarapan."

"Ayo."

Semua murid dan guru sarapan bersama. Selesai sarapan, mereka semua masuk ke dalam bus. Guru-guru membiarkan para murid memilih sendiri mau naik ke bus berapa dan mau duduk dengan siapa. Ryan dan Leonard tiba-tiba memasuki bus 1. Mereka berdua melihat ada Dinda disana. Tadinya, Dinda ingin duduk di kursi bertiga bersama Ayu dan Clarissa. Tapi tiba-tiba...

"Din, aku duduk di sebelah kananmu, ya?" tanya Ryan.

"Kalau begitu aku di sebelah kirimu, ya?" tanya Leo.

Melihat itu, Ayu langsung menarik Clarissa ke kursi untuk dua orang.

Rangga yang duduk bersama Samuel benar-benar terkejut. Ia menepuk pundak Ayu yang duduk di depannya.

"Ayu."

"Apa! Jangan menepuk pundakku!"

"Maaf. Tapi apa-apaan tadi, aku tidak salah lihat kan?"

"Kenapa?"

"Ryan memanggil Dinda dengan sebutan Din!"

"Terus kenapa?"

"Hei. Kau tidak penasaran?"

"Lagipula tidak ada yang bisa mengetahui jawabannya jika mereka tidak ingin memberitahu."

"Huh."

"Dinda."

"Iya."

"Apa biasanya kamu dipanggil Din?"

"Iya."

"Bolehkah aku memanggilmu Candy?"

Apa aku bermimpi? Aaaa senangnya.

"Boleh." Dinda tersipu malu. Wajahnya mulai memerah. Ia benar-benar tidak bisa menahan ekspresinya.

"Hei Leo."

"Apa?"

"Kenapa memberikan panggilan itu padanya?"

"Memangnya kenapa?"

"Din."

Kenapa Dia berbisik padaku! Geli tau!

"Iya?" menjawab sambil berbisik juga.

"Sudahlah."

Apa! **A**pa maumu!

BERSAMBUNG

Leo Tahu?

Ditengah perjalanan, Leo terus mengajak Dinda mengobrol sambil berbagi makanan yang mereka miliki. Mereka lupa kalau disebelah mereka masih ada Ryan. Ryan daritadi hanya memperhatikan kedua orang di sampingnya ini sambil bergumam kecil. Lalu, Ia melihat ke jendela kaca bus sambil menatap pepohonan yang seolah bergerak. Dia menoleh lagi ke arah dua manusia di sampingnya, tapi mereka masih asik mengobrol dan mengabaikan Ryan yang melihat mereka dengan wajah cemberut.

"Sejak kapan Dinda menjadi dekat dengan Leo?"

"Leo juga sejak kapan Ia mengenal Dinda?"

"Melihat mereka begitu akrab sekarang membuatku curiga." gumam Ryan pelan.

"Ryan."

"Apa?"

"Kamu tidak bosan disana?" tanya Rangga sambil tertawa.

"Kenapa kau tertawa?"

"Tidak. Apa kau tidak mengerti maksudku?"

"Apa maksudmu?"

"Bagaimana kamu bisa bertahan dengan dua orang di sampingmu yang sudah seperti pasangan itu?"

"Siapa? Mereka? Pasangan? Hahaha."

"Kenapa kau tertawa?" giliran Leo bertanya.

"Karena kalian tidak mungkin menjadi pasangan."

"Kalau bukan aku, kau mau menjadi pacarnya?"

"Kalau aku jadi pacarnya, apa yang mau kau berikan untukku?"

"Haha. Berhentilah bermimpi. Baiklah, karena kau sepertinya berhalu jadi aku akan bertaruh denganmu. Aku akan memberimu PC keluaran terbaru jika kau benar-benar menjadi pacarnya. Walaupun itu tidak mungkin terjadi. Haha."

"Kenapa tidak?" Ryan mendengus kesal.

"Dinda tidak akan menyukaimu. Lagipula, kamu kan tidak mengerti bagaimana memperlakukan perempuan dengan baik."

"Kau tau apa?"

"Haha. Teman-teman tolong berhenti. Kenapa kalian membahas masalah pacaran?" tanya Dinda sambil tertawa.

"Memangnya kenapa?" tanya Leo.

"Aku tidak pernah berpacaran sebelumnya jadi aku tidak mengerti apa yang harus dilakukan saat pacaran. Jadi, tolong berhenti membahas pacaran karena aku tidak mau pacaran sekarang."

"Kalau begitu kau memang cocok dengan Ryan yang tidak mengerti apapun tentang wanita. Tapi tenang saja, aku yang akan menjadi pacarmu. Ryan bisa memilih siapapun selain kau. Lagipula, Dia kan punya banyak fans." sahut Leo.

"Leo!"

"Apa!"

"Kau tau kan aku tidak menyukai siapapun sekarang."

"Ya waktu itu kau juga bilang begitu saat Alexa mendekatimu."

"Huh. Berhenti membahas wanita itu!"

"Teman-teman, ayo kita menonton film saja, bagaimana?" tanya Dinda mulai khawatir.

"Hei kalian, berhenti bertengkar. Ini bukan di rumah. Sadarlah, ada Dinda di tengah-tengah kalian." sahut Budi.

"Diam! Aku tau." sahut Ryan.

Mereka sampai di perhentian di jalan tengah-tengah tol pada KM ke-98. Disana, terdapat beberapa restoran, cafe, dan juga pedangang-pedangang kecil.

"Din. Ayo kita pergi ke toilet bersama!" ajak Ayu.

"Oke."

"Kami jajan dulu ya. Babai semua." Amanda bicara sambil melambaikan tangan dan menarik Budi ke sebuah cafe mewah.

Selesai dari toilet, Ayu mengajak Dinda jalan-jalan dan jajan bersama.

Tiba-tiba...

"Hei! Kalian mau kemana? Kenapa kalian tega meninggalkan jomblo sepertiku sendirian di sini?"

"Kamu memang jomblo yang menyedihkan ya, Rangga. Kasihan sekali dirimu. Cobalah untuk mencari pacar melalui kencan buta."

"Apa! Kamu bisa menyarankan hal itu padaku, tapi kamu sendiri juga jomblo. Huh!" Rangga mendengus kesal.

"Teman-teman. Tolong berhentilah bertengkar." Dinda menyahut dengan suara lemas sehingga membuat kedua sahabatnya itu bingung sekaligus khawatir.

"Baiklah. Kita akan pergi ke mana sekarang?" tanya Ayu.

"Mari pergi ke restoran itu dulu. Perutku sudah bunyi, nih." ajak Rangga penuh antusias.

"Terserah. Ayo kita kesana, Din!" ajak Ayu.

"Oke."

...****************...

"Permisi."

"Iya ada apa?"

"Leo? Sedang apa kamu disini?" tanya mereka bertiga kompak.

"Ah tidak. Aku hanya lapar dan ingin makan saja."

"Boleh aku bergabung dengan kalian?"

"Tentu saja boleh."

"Bolehkah aku duduk di sebelah Dinda?"

"Tentu."

"Rangga, ayo kita pergi ke lantai dua." ajak Ayu.

"Hei. Kenapa mengajakku pindah?" tanya Rangga heran. Ia memang tidak peka dan tidak bisa membaca situasi.

"Apa maksudmu kenapa? Apa kau tidak mengerti? Leo bilang ingin di sebelah Dinda itu berarti Dia hanya ingin berduaan saja dengan Dinda."

"Sungguh?"

"Huh! Benar-benar tidak peka! Bagaimana kau bisa mendapatkan pacar jika kau sepayah ini?"

"Apa!"

"Sudahlah. Ayo kita pesan saja."

Sementara itu, di sudut meja lain...

"Candy."

"Din."

"Iya?"

"Kamu lupa aku memberimu panggilan Candy?"

"Ah iya maaf aku lupa."

"Tidak perlu minta maaf. Ini bukan salahmu, kau hanya belum terbiasa saja."

"Din."

"Iya."

"Aku memanggilmu Candy saat kita bersama dengan Ryan saja ya?"

"Oke." Menjawab tapi penasaran kenapa Leo memanggilnya Candy hanya saat di depan Ryan saja.

"Din, kamu mau pesan apa?"

"Aku pesan satu es teh manis saja."

"Oke."

"Kamu memesan apa?"

"Aku pesan satu kopi mocca."

Sambil menunggu pesanan, mereka berdua berbincang-bincang. Tiba-tiba ada yang menarik kursi yang berhadapan dengan Leo.

"Hei kalian. Kenapa tidak mengajakku juga? Apa kalian berkencan disini?"

Ternyata itu adalah Samuel.

"Apa yang kamu lakukan disini Sam?" Leo balik bertanya.

"Tentu saja aku mau makan."

Setelah pesanan mereka datang, mereka segera menyelesaikan makan dan minum mereka lalu menuju ke bus. Setelah itu, mereka sampai di sekolah. Ada yang dijemput supir, orang tua, pulang bersama pacar, dan pulang sendiri.

"Din, Ayu, Rangga, kami duluan ya." kata Budi.

"Iya."

"Aku sudah dijemput supirku. Aku duluan ya teman-teman." kata Ayu.

"Din, pulang bersamaku ya? Jangan meninggalkan seorang jomblo menyedihkan sepertiku sendirian disini." Rangga memohon.

"Iyaa." jawab Dinda.

Rumah mereka memang berdekatan, sehingga mereka bisa saja pulang bersama. Namun, kali ini Leo yang mengendarai mobil melihat mereka berdua pulang bersama. Leo memutuskan untuk mengikuti mereka. Ia melihat Rangga dan Dinda yang masing-masing melambaikan tangan mereka. Lalu, Leo melihat Dinda berjalan ke rumah megah di ujung jalan.

"Jadi, itu rumahnya?" Leo bergumam.

"Dia anak konglomerat itu? Satrio?"

"Tapi, jika dia adalah anaknya kenapa Dia harus pulang bersama Rangga? Dia kan punya supir dan pembantu?"

"Kenapa sepertinya aku mengingat sesuatu?"

"Sudahlah. Lebih baik menanyakan ini nanti." Leo mengambil HP nya lalu memotret rumah megah itu. Ia memutar mobilnya kearah berlawanan dan mengendarai mobilnya menyusuri jalanan yang cukup lenggang sore itu.

BERSAMBUNG

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!