NovelToon NovelToon

AL Dan EL

Keajaiban Pertama

"Kalau kamu bertanya siapa aku, aku akan menjawab

Aku adalah orang yang mencintaimu"

⏳⏳⏳

Alriestela Lesham Shaenette duduk di kursi panggung sambil mengetuk mikrophone, dia tidak pernah segugup ini. Sedari tadi pandangan matanya tidak lepas dari seorang laki laki yang duduk di meja ujung sambil menatap buku.

Alriestela atau yang akrab dipanggil Al itu terus berdehem. Dia takut kalau penampilannya jelek, sambil membenarkan letak duduk, dia melirik kearah lelaki itu. Rambut yang tertata rapi dengan arah fokus tetap ke buku.

"Al, Al"

Ibrahim, teman manggungnya memanggil sambil berbisik, sedari tadi perempuan ini asyik tengok kanan kiri sambil tersenyum

"Langsung mulai aja"

Intruksi Ibrahim tidak sabaran. Al berdehem sekali lagi mengecek suaranya apakah sudah merdu atau masih ada riak riak yang tersisa dikerongkongan.

Al memetik gitar, berhasil mengundang tepuk tangan dari pengunjung. Semua mata terfokus ke dia kecuali seorang laki laki yang justru terus menunduk menatap buku.

"Ih nyebelin"

Al bergerutu saat intro lagu Lovin you dimulai. Tangan Al menari dengan lincah di senar, memberikan nada nada yang mampu membuat orang terhipnotis

🎶🎶

Lovin' you is easy 'cause you're beautiful

Makin' love with you is all I wanna do

Lovin' you is more than just a dream come true

And everything that I do is out of lovin' you

La la la la la la la la la la la la la la la

🎶🎶🎶

Suara siulan dari penonton membuat lelaki itu mendongak, dia menatap sekilas suara riuh yang dihasilkan dari panggung. Meski begitu lelaki itu tidak risih membaca buku dicafe yang ramai, justru dia mampu menikmati dengan lantunan lagu yang selalu dibawan perempuan ini.

Al masih membawakan lagu dengan perasaannya, setiap dia bernyanyi rasanya dia seperti dikelilingi kumpulan orang orang yang menyayanginya.

Lagu itu berakhir pada menit ke 3.34, suara tepuk tangan langsung meriah terdengar, Al mengucapkan terimakasih sebelum dia turun dari panggung.

Dia berjalan dengan riang meski tidak lepas dari sorot mata pengunjung. Mata nya masih tertuju pada seorang laki laki yang sedari penampilannya masih saja fokus dengan buku.

"Gimana bagus gak?"

Alih alih mengucapkan sapaan, Al malah datang dengan cengiran dan bertanya apakah penampilannya bagus, lelaki itu mengangkat wajah sambil menatap Al dengan ekspresi datar.

Al masih nyengir tanpa tahu orng yang dicengiri nya merasa risih.

Tak menjawab pertanyaan Al, lelaki itu membereskan buku dan berlalu bergitu saja.

"Ihhh nyebelin"

Al menghentakkan kakinya, dia berniat mengejar lelaki itu tapi dicegah oleh Welno

"Eh mau kemana?"

Al menoleh dengan wajah cemberut, dia langsung menyeruput jus yang dibawa Welno begitu saja

"Itu sisa minum pengunjung"

Mendengar ucapan Welno, Al langsung memuntahkan minuman itu kedalam gelas.

"Jorok banget sih" Komentar Welno

"Al mau nyamperin cowok itu, masak dia nyuekin Al nyanyi sih"

Dengan ekspresi kesal Al menghentak hentakkan kakinya.

"Ohh El, dia emang kayak gitu"

"Om Welno kenal dia?"

Wajah antusias Al tidak bisa dibendung lagi, apalagi mendengar kenyataan kalau Welno mengenal El. Itu peluang bagi dirinya untuk bisa mengenal El.

"Dia sering dateng kesini"

Welno berniat pergi tapi dicegah oleh rentangan tangan Al.

"Jelasin ke Al dulu dia siapa?" sambil merengek Al memajukan bibirnya, salah satu cara membuat duda anak satu itu menyerah

"Om gak kenal baik sama dia, cuman dia sering dateng ke cafe ini buat belajar"

"Kok belajar di cafe bukannya di rumah"

"Mana om tahu"

Welno ingin pergi tapi tarikan tangan Al membuat duda itu berhenti.

"Apalagi sih Al, om mau beresin meja nih"

"Om punya nomor dia gak?"

Welno menggeleng, dia pergi begitu saja membuat ekspresi sedih Al mendominasi diwajah cantik itu. Karena sudah tidak berselera bernyanyi, Al langsung mengambil tas sekolah dan pergi begitu saja.

"Uangnya gak diambil sekarang? "

Mendengar teriakan Welno, Al putar balik untuk mengambil amplop yang diletakkan dimeja kasir.

"Makasih" ucapnya sewot.

Diperjalan pun Al tak henti hentinya menggerutu, dia tu pengen kenal sama lelaki tadi. Lelaki yang tinggi jangkung dengan wajah datar dan tatapan yang cuek.

"Ihh kok ada sih orang sombong kayak dia"

Al menghentakkan kakinya, dia berniat akan menemukan anak itu segera. Titik tanpa terkecuali.

Sambil berderap langkah tegap seperti paskibra, Al berjalan menyandungkan sebuah lagu.

Diperempatan jalan, sosok lelaki itu dia temui kembali, bedanya lekaki itu berjalan dengan mengenakan earphone ditelinga.

"Hey cowok sombong"

Panggilan itu tidak di gubris olehnya, justru lelaki itu berjalan untuk berbelok arah.

Al susah payah mengejar, gitar dipunggung dan tas ransel di depannya membuat langkahnya gelimbungan.

"Tunggu aku"

Dia masih berusaha mengejar dengan tenaganya, berharap lelaki itu mau berhenti.

Dia berbelok pada lorong yang dibeloki lelaki itu, tapi tidak ada lelaki itu disana. Lorong yang gelap justru membuat Al merinding. Dia takut jika ditempat sepi seperti ini.

"Kamu ngikuti aku?"

Suara serak dan berat itu muncul dari belakang Al. Dengan sedikit keberanian dia menoleh, lelaki yang mengenakan switer hitam menatapnya dengan tajam.

Ditatap seperti itu membuatnya nyaris menjerit ketakutan.

Wajah lelaki itu tertutup dibalik tudung switer, apalagi minim pencahayaan membuat Al berfikir yang tidak tidak. Bagaimana kalau dia orang jahat yang berniat membunuh Al?.

Al berusaha mencari celah untuk lari, sambil mengambil kuda kuda , dia langsung lari terbirit birit.

"Psikopat psikopat"

Teriaknya lantang meninggalkan lekaki itu di pertigaan lorong.

Al benar benar lari terlalu jauh sampai didepan halte, niatnya mencari lelaki itu malah bertemu sosok menyeramkan yang seperti di film film.

Dia mencari taksi untuk pulang, ini sudah larut malam, bisa bisa Jovan memarahinya karena telat pulang.

Sesampai dirumah ternyata lampu teras masih belum dinyalakan, berarti Jovan dan Bella belum pulang kerumah.

Dia mengeluarkan kunci dari dalam tas, sambil menyenteri dengan senter ponsel, dia memasukan kunci kedalam lubang. Belum sampai masuk lubang, pintu terbuka dari dalam.

Glek

Al menelan salivanya susah susah. Tatapan Jovan membuat Al mati kutu.

"Ih katanya bakal pulang telat karena mau ngunjungi tante, kok udah dirumah sih"

Sambil merapalkan mantra, Al memejamkan mata bersiap untuk disemprot Jovan.

"Heyyy papa bawa oleh oleh"

Huh

Al menghembuskan nafas lega. Ternyata Jovan cuman mau pamer bakia yang dia bawa dari jogja.

Jovan memang punya fisik gagah dan tatapan galak, kadang kadang Al dibuat menegang kalau Jovan sudah memberi ekspresi seperti tadi, dilain sisi Jovan orangnya baik dan humoris.

"Papa nakutin Al tau"

Al langsung menyembur Jovan dengan kekesalan. Sambil menghentakan kaki, Al langsung menaiki undakan tangga.

"Pa lampu depan dinyalain, nanti ada maling"

Al langsung menaiki anak tangga dan merebahkan tubuhnya diatas kasur.

"Kalau besok gak ketemu sama cowok itu gimana ya?"

Al bergumam dengan mengingat pertemuan pertamanya bersama laki laki tadi.

Ajaib, dia bertekat menemukan lekaki itu besok, tidak mau tahu caranya bagimana

Keajaiban Kedua

"Kenapa aku harus malu

Aku kan mencintaimu

Dan aku aku tidak berbuat sebuah kesalahan "

⏳⏳⏳

Al mengikat rambutnya, dengan jepitan warna putih. Dia sudah memastikan penampilannya rapi, berjalan menuruni anak tangga dengan mantap layar ponsel, Jovan langsung menegur anaknya begitu sampai diundakan tangga pertama

"Al kalau main HP liat jalan"

Jovan mengoleskan selai roti, setelah mengatakan kalimat itu Jovan langsung memakan rotinya.

"Lagi ngecek lagu terbaru pa"

Al duduk di kursi, meletakkan ponsel dan beralih mengambil nasi goreng. Bela yang dari dapur langsung ikut bergabung. Dirumah ini tidak ada pembantu, Bella mengerjakan pekerjaan rumah seorang diri, Jovan bekerja pada perusahaan kecil. Cukup untuk menghidupi keluarganya. Mereka bukan dari keluarga kaya tapi cukup jika untuk menyekolahkan Al sampai sarjana.

"Ma, nanti Al pulang agak telat, mau manggung dulu"

Kalimat itu diakhiri dengan cengiran. Karena Al tahu Bella tidak senang saat Al manggung.

"Berapa kali mama bilang, berhentilah kamu melakukan hal yang gak penting. Fokus kebelajar"

"Ma, biarkan Al melakukan apa yang dia sukai"

Jovan membelanya, dengan gestur meledek Bella, Al kembali fokus pada sarapan.

Pergi sekolah diantar Jovan sudah menjadi rutinitas dirinya. Dengan membawa gitar dan tas, tubuh mungil itu berjalan sambil melambaikan tangan.

Al selalu riang memulai hari, menurutnya bersedih sedih hanya akan membuat kasih sayang orang pergi.

Al menemukan Ivana tengah bermain ponsel. Dia merangkul Ivana dari belajang, cengiran itu selalu menyertai wajah Al.

"Ivanaaa" suara merdu Al seakan merobek gendang telingan Ivana. Cewek itu menjauhkan dirinya dari Al.

"Al jangan teriak teriak ih"

Ivana memukul mukul pelan telinga, sambil melangkah beriringan, Al tak henti hentinya bercerita sesuatu yang menarik bagi dirinya.

"Semalam Al ketemu sama cowok, dia ganteeng bangettt"

Al selalu antusias akan ceritanya, dia tidak akan melewatkan satu ceritapun pada Ivana.

Sahabatnya itu hanya menatap tanpa antusias sama sekali

"Ihhh Ivana, dengerin Al cerita gak sih"

Al merengek, dengan mengayun ayunkan tas gitar, dia melompat kegirangan

"Cowok nya tinggi, kalau sama Al lebih tinggian dia. Namanyaa emmmmmmmm"

Al mencoba mengingat nama yang di ucapkan Welno. Siapa ya yang di sebutkan Welno semalam?

"Namanya tu mirip sama namanya Al. Tapi Al lupa"

Ekspresi Al langsung berubah sedih.

"Al kebiasaan deh, kalau apa apa suka lupa" cibir Ivana

Al hanya nyengir sambil berjalan mengikuti Ivana ke kelas. Semester ini mereka akan naik ke kelas tiga, Al tidak terlalu pintar, memang tidak.

Ivana menggeser kursi, meletakkan tas dan menyangga tangan untuk mendengarkan cerita Al. Ivana satu satunya teman Al, perempuan ini tidak terlalu pintar bergaul, dia selalu mempercayai apapun yang kadang sulit ditelaan orang orang normal lainnya, maksudnya selalu berfikir kalau kantong doraemon itu selalu ada.

"Jadi gimana?" Ivana yang tahu Al tidak bersuara memilih lebih dulu bertanya, meminta bercerita apapun.

"Jadi Al belum tahu namanya siapa?"

Wajah Al terlihat murung, meletakkan dagu diatas meja, memudarkan bibir kebawah.

Suara bel dari power apliffer, membuat kumpulan siswa yang tadi nya duduk di teras berpindah ke kelas. Pelajaran akan dimulai dalam lima menit lagi, Al membenarkan duduk, menyimpan gitar di sisi kanan bawah meja.

Pelajaran pertama adalah fisika , pelajaran yang membosankan untuk Al. Perempuan ini penyuka seni, tidak cocok dengan hitung hitungan, tapi tidak ada pilihan lain selain duduk dan mendengarkan. Lagipula kelas seni tidak bisa dia temui.

Pak Jackson mulai masuk dengan membawa buku di tangan kanan. Dia bertubuh kecil dengan perut berlemak, rambut tembaga dengan ekspresi datar yang ditakuti siswa. Sebenarnya dia tidak galak asal kalau ditanya cepat tanggap.

Dia membuka buku halaman pertama, menyebutkan halaman kepada siswanya, lalu memulai menjelaskan. Al menguap, meletakkan kepala diatas meja, memejamkan mata dan tertidur. Sesuatu yang sering Al lakukan di kelas.

Ivana sibuk mencatat, dia hobi pelajaran fisika. Tanpa memperdulikan Al yang mungkin sedang mengembara dialam mimpi.

Pak jackson membenarkan letak kacamata, menatap siswanya yang sibuk mencatat.

"Febri apa itu massa jenis?"

Pak Jacson memusatkan fokus pada Febri. Lelaki itu gelabakan, sambil mengeser duduk, mengusap tekuk dan nyengir. Sekilas dia menatap buku catatan Hafis, teman sebangkunya.

"Masa jenis adalah massa per satuan volume"

Febri menatap wajah Pak Jacson, berusaha menilik apakah jawabannta benar. Pak Jacson melangkah maju, menilik seseorang yang tertidur di belakang Febri.

"Itu siapa yang tidur?" tunjuknya

Ivana menyenggol Al, agar gadis itu cepat bangun dan sadar. Al tidak bereaksi apa apa. Itu artinya dia tetap nyenyak dalam tidurnya.

"Al Al"

Ivana memanggilnya dengan suara kecil, seperti untuk diri sendiri. Karena tidak bangun, Ivana menendang kursi Al, cukup terdengar geseran hingga lambat laun Al mengangkat kepala, mengernyip menatap sekeliling.

Setengah kaget, pusat perhatian teman sekelas tengah berada pada dirinya. Apalagi tatapan dari pak Jakson yang membuatnya menelan air liur susah payah.

"Enak todur di jam saya ?" suaranya nyaring, menyentak sebagian siswa yang tidak memperhatikan langsung diam.

Al menggeleng, masih bisa melempar cengiran.

"Abis capek pak?"

Ivana berdecak, sebal. Al bukan tipe siswa yang berprilaku kurang baik. Dia siswa yang standar standar saja, tidak teladan juga tidak bruntal. Hanya saja kadang pelajaran bukan seleranya, dia lebih menyukai petualangan, imajinasi dan seni. Menurutnya itu bagian dari Al yang tidak bisa dipisahkan.

Pak jakson geram. Megertakkan gigi.

"Coba sebutkan massa jenis yang dinyatakan dalam SI"

Al menggaruk tekut, bingung. yang ada dikepalanya hanyalah F#4 bukan SI atau massa.

"Coba bapak sebutkan anaknya Pak Galih?"

Bukannya menjawab Al malah memberi pertanyaan pada pak Jakson. Guru itu melipat dahi, sampai kerutan diwajah timbul bersamaan.

"Siapa itu galih?" suaranya masih naik

"Nah itu bapak aja gak bisa nyebutkan siapa anak pak Galih kenapa nyuruh Al nyebutkan SI"

Al justru melempar pertanyaan yang jauh tidak masuk akal. Pak jakson sudah terlihat berang, menatap Al dengan tatapan jauh lebih tajam dari sebelumnya.

"Kamu_____"

Belum selesai kalimat Pak Jakson, ketukan dari pintu membuat semua orang menoleh. Apalagi seorang siswa yang berdiri sambil membawa secarik kertas, menunduk dan tersenyum

Ada aliran listrik yang menjalar di tubuh Al, semacam ada keajaiban yang dia temukan hari ini.

Al sampai berdiri, menggebrak meja sambil menunding lelaki itu.

"Kamu"

Suaranya nyaring, sejatinya Al adalah seorang penyanyi, dia bisa mengeluarkan suara paling keras sekalipun.

Keajaiban? Apakah pertemuan ini keajaiban?

Kejaiban ketiga

"Memangnya ada yang salah dari mencintai? "

⏳⏳⏳

"Kamu"

Jari telujuk Al tertuding panjang, reaksi kaget yang dia tunjukan membuat Ivana dan Febri menoleh kompak. Masih dengan berdiri bahkan Al berniat melangkah maju, untungnya Ivana menarik Al untuk duduk. Terjatuh, gadis itu duduk masih dengan reaksi kaget.

"Al, lo bisa kena omel pak Jakson tau gak?"

Suara Ivana masih tertahan pelan, tidak mengubah reaksi wajah Al.

"Dia cowok yang Al ceritain tadi pagi" Al membalasnya dengan berbisik.

Setelah menyadari bahwa suara nya terlampau keras.

Mata Al menyipit, memperhatikan lelaki yang memberikan kertas sambil berdiri ditengah kelas.

"Ada anak pindahan yang akan jadi teman kalian" suara Pak Jakson berubah melembut

"Ayo perkenalkan nama kamu"

Lelaki itu maju, berdiri tegap tanpa senyum. Menjelajahi ruangan kelas, memperhatikan setiap sudut, menganalisa wajah teman teman barunya.

"Nama saya El Nevaro Semanding, baru pindah hari ini. Tidak ada yang istimewa dan tidak menerima pertanyaan"

"Woooo" suara kelas rusuh, memberi tepuk tangan pada El, teman kelasnya.

"Iya iya namanya El, Al baru ingat"

Al menepuk bahu Ivana, memberi tahu dengan wajah gembira.

"Apaan si Al, giliran dia udah ngasih tau namanya, elo baru inget" cela Ivana kesal.

"Silahkan cari tempat duduk"

Tepat di sebelah Arnol, bangku kosong berada. El langsung berjalan dan meletakan tas tanpa mengucapkan sepatah kata. Menoleh kekanan dimana wajah Al yang masih menatapnya seantusias tadi. Binar matanya begitu cerah, mengalihkan pandangan, El tidak terlalu suka dipandang seperti itu. Apalagi oleh orang asing yang belum dia ketahui namanya siapa.

Uluran tangan dari arah samping membuat El menoleh, Arnol mengulurkan tangan kiri.

"Arnol" kata Arnol memperkenalkan diri.

Alis El melengkung, memberi lipatan dahi, keheranan. Masih menilik penampilan rapi Arnol.

"Lo kidal?"

El tidak menyukai sesuatu yang diberikan dengan tangan kiri. Seperti berkenalan dengan tangan kiri.

Arnol tertawa, meski tidak keras. Dia menyisir rambut kebelakang, memperlihatkan senyum manis Arnol.

"Gue suka lupa kalau kenalan sama orang harus pakek tangan kanan"

Meski begitu El akhirnya menerima uluran tangan Arnol, dari tangan kiri. Tidak ada percakapan selanjutnya. Hanya suara pak Jakson yang terdengar memarahi Al.

Masih berlanjut mengenai anak pak Galih dan satuan massa dalam SI.

"Masak kamu gak tahu satuan massa dalam SI apa?"

Al menggeleng, masih dengan wajah cerah yang dibungkus. Memperlihatkan senyum indah, seolah tidak terjadi apa apa dikelas.

"Itu pelajaran SMP"

Pak Jakson kehilangan kesabaran, mendekat kearah Al dan memberinya buku pakek tebal

"Coba baca, terus sebutkan sama teman teman kamu" perintah Pak Jakson sambil melipat tangan.

Al menurut, membaca tiap kata dalam buku paket pak Jakson.  Sebuah table yang memperlihatkan satuan massa dari besaran pokok.

"Panjang satuan SI adalah Meter"

Pak jakson mendegus. Hampir mengepalkan tangan didekat pipi Al karena gemas.

"Kamu baca Massa saja, gak perlu semuanya"

"Massa satuan Internasional Kilogram dalam kurung KG" ujar Al keras.

Pak Jakson menggaruk kepala plontos bagian depan. Melangkah pergi dengan buku paket ditangan, dia duduk di kursi guru, masih menatap wajah Al yang terlihat cerah.

"Nama kamu siapa?" ulang Pak Jakson,

Lagi lagi Al tidak memperhatikan, justru menarim senyum sambil curi curi pandang ke arah El.

"Heh kamu, yang kuncir satu"

Ivana menyenggol Al. Memberitahu kalau Pak Jakson mengajaknya bicara.

"Saya pak"

Al berdiri, merapikan rok dan tersenyum

"Nama saya Alristela Lesham Shaenette biasa sipanggil Al"

Pak Jakson berdecak, dia tidak menyangka kenapa anak murid nya bisa setanang itu saat dia sedang marah. Setelah mendwlengar Al memperkenalkan diri, dia jadi tahu kenapa anak ini tidak punya rasa takut. Al sering mewakili sekolah dalam ajang seni, memperoleh juara lomba menyanyi tingkat nasional, menjadi pemimpin korr nasional, sudah meendapat beberapa piagam dalam seni musik.

"Kamu yang si biduan dari sekolah ini kan"

Wajah Al berubah saat mendengar kata biduan dari pak Jakson. Enak saja, Al yang pintar bernyanyi dan banyak mendapatkan penghargaan di dunia musik harus di juluki biduan.

"Al bukan biduan" bentak Al.

"Kamu bentak saya?"

Al menggeleng, masih dengan wajah kesal khas dirinya "Al cuman ngasih tahu pak Jakson"

"Tapi nada kamu naik barusan"

"Latihan nyanyi saya" kilah Al cepat.

Malas berdebat pak Jakson harus mengakhiri kelas hari ini. Dia keluar sambil memijat pelipis, menghilangkan rasa pusing. Al benar benar ajaib dengan tingkahnya, belum jauh dari pak Jakson berlalu, dia menggeser kursi, berjalan mendekati El.

"Kamu ingat Al?"

Dia meletakkan tangan di meja El, menyangga dagu, menarik senyum sampai deretan gigi rapi terlihat. El hanya menatap Al sekilas, tidak berniat menjawab apapun dari gadis itu.

"kamu inget Al enggak?"

Suara Al menaik, membuat teman sekelasnya menoleh, mereka sudah tidak heran, Al memang orang yang aneh.

Al memajukan wajah, mengintip buku yang tengah dibumbui tulisan oleh El.

Merasa gadis didepannya mulai menyebalkan, El berdecak.

"Lo bisa minggir"

Tatapan itu dingin dan menghunus, bahkan suara El membuat Arnol berhenti mengunyah. Arnol menatap rekasi Al, berharap gadis itu ketakutan oleh tatapan El.

"Enggak, sampai El jawab pertanyaan Al barusan"

Al tidak takut justru melebarkan senyum. Melihat jarak sedekat ini membuat jantung Al berdetak.

El harus menghela nafas berat, melihat kelakuan ajaib dari gadis didepannya.

"Gue gak inget elo, dan gak mau tahu tentang elo" kata nya

"Kenapa? Al anaknya baik kok, kalau gak percaya tanya aja sama Arnol"

Arnol mengangguk berkali kali, entah kenapa dia berbuat seperti itu. El tidak tertarik, dia justru menggeser kursi dan pergi. Tanpa kata, tanpa mengucapkan apapun

Al lagi lagi harus kehilangan El dan tidak berbicara lama dengan lelaki itu. Tapi dia yakin akan ada keajaiban yang datang padanya, nanti.

"Suatu saat El pasti pengen tahu tentang Al, tunggu saja"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!