NovelToon NovelToon

ICHA Is My Wife

Pertengkaran

Icha Harmansyah seorang gadis berparas cantik dengan kulit putih bersih itu kini turun dari mobil mewahnya, Ia mengunakan rok dengan tinggi selutut dengan riang ia mulai memasukin pekarangan rumah megahnya itu.

"Ma, Pa!" Icha menatap sekelilinganya dengan tangan sudah Yang memegang bel pintu

"Ehh Non sudah pulang?" sambut Bi Iyem dengan senyumanya. Pembantu keluarga itu, kini sudah membukakan pintu masuk rumahnya itu bahkan kini sudah berhadapan dengan anak majikanya.

"Bi, Mama mana?" tanya Icha menatap Bi Iyem serius, Bi Iyem malah tertunduk

"Bi Mama mana?" tanya Icha memegang pundak Iyem yang masih tertunduk itu

"Bi!" Dengan lembut Icha mengangkat dagu Iyem. Iyem memdongkakan kepalanya menatap gadis yang ada dihadapanya namun, dalam hitungan detik pandangan keduanya beralih kedalam rumah saat mendengar suara kuat dan keras dari dalam ruangan itu.

"Diammmmm kamu!" suara bentakan itu. Icha langsung berjalan dengan cepat mengarah kesumber suara yang ternyata berada diruang keluarga. Tampak diwajah mamanya terlihat kemarahan yang jelas begitu juga dengan Papanya.

"Ma, Pa!"

Icha menatap keduanya dengan mata yang kini sudah berkaca kaca, keduanya menoleh sekilas kearah Icha dan kemudian kembali bertatatapan dengan tajam

bagai pisau yang baru diasah.

"Seandainya dulu aku tidak menikah dengan lelaki sepertimu mungkin hidupku tidak akan semenderita ini dan mungkin saat ini aku masih bisa tertawa" teriak Rosmala penuh amarah dengan menujuk Adi Harmansyah.

"Pa, Ma kenapa hanya dikeluarga kita yang tidak memiliki kedamaian, tidak ada rasa melindungin diantara sesamanya kenapa Ma, Pa?" tanya Icha.

Dengan isak tangis yang sudah menderai, Iyem dengan lembut memegang pundak Icha berusaha untuk menenangkan gadis yang sudah ia rawat lebih dari 20 tahun itu.

"Tau apa kamu haa tentang kedamaian?" ucap Adi Harmansyah yang tak lain adalah ayah kandung Icha, kini amarahnya tertuju pada anak gadisnya itu.

"Ia Icha ngk tau apa itu kedamaian karena dikeluarga kita ngk ada yang namanya kedamaian" teriak Icha dihadapan papanya.

"Kamu adalah anak yang sangat" Adi Harmansyah ingin menampar Icha yang lebih pendek darinya itu namun,

dengan sigap Rosmala mengahampiri keduanya dan menahan tangan suaminya.

"Jangan sesekali kamu sakiti anak aku" teriak Rosmala penuh penekanan dengan menujuk kearah Suaminya itu, Icha hanya bisa bersembunyi dibalik tubuh ibunya Itu.

"Anak seperti dia tidak pantas untuk disayang" Adi menunjuk Icha dengan mata yang penuh dendam.

Mendengar perkataan Papanya membuat Icha memberanikan diri menghampirinya yang tadinya berdiri dibelakang ibunya dan sekarang ia sudah ada didepan papanya dengan tatapan menantang dan amarah pada ayahnya itu.

"Kenapa Pa, kenapa?" Icha kini berdiri tegak dihadapan papanya dengan ibunya dibelakangnya dan air mata yang terus terurai.

"Bi, bawa Icha masuk kekamar!" pinta Rosmala tanpa melihat kearah iyem, matanya masih menatap tajam kearah suaminya

"Keterlaluan kamu! " amarah Rosmala kembali meledak ledak setelah iyem membawa putri satu satunya itu kedalam kamarnya.

"Iya biar anak kesayangan kamu itu tau yang sebenarnya" ucap Adi dengan sinis dan meninggalkan Rosmala yang masih diruangan itu.

"Keterlaluan kamu orang tua tidak punya perasaan" teriak Rosmala.

Kini diruangan itu hanya ada dirinya sendiri, ia menjambak rambutnya dan berteriak histeris. Semua barang yang ada diatas meja ia jatuhkan begitu saja, semuanya pecah berkeping keping dan hancur berantakan diatas lantai.

"Bisa bisanya aku menikah dengan lelaki bajingan seperti dia."

Kini Rosmala menjatuhkan guci cantik yang ada dihadapanya, sesaat kemudian ia melirik kearah sofa yang ada didekatnya itu dan mengambil kunci mobilnya diatas sofa serta pergi ntah kemana.

Sementara Icha dikamar ia memeluk erat tubuh pembantunya itu, Iyem hanya membalasnya dengan mengelus rambut Icha penuh kasih sayang.

"Bi, maksud ucapan papa tadi apa Bi?" tanya Icha tanpa melepas pelukanya dengan suara serak akibat terlalu larut menangis.

Iyem menatap Icha kasihan bagaimana tidak?la harus memlilih menyimpan kembali rahasia keluarga itu atau memberitahunya pada anaknya

"Sebaiknya ibu saja yang memberitahunya saya tidak ada hak" lirih Iyem dalam hati.

"Bi, maksud Papa apa Bi?" tangisan Icha kembali pecah kini ia menguncang guncangkan tubuh wanita paruh baya yang ada dihadapanya itu.

"Kelak nanti Non tau kok!" Iyem menghapus air mata diwajah cantik Icha

"Bibi ngk ada hak untuk ngasih tau kek Non" ucap Iyem nenunduk tak enak.

Memilih

"Non, Non mau kemana?" tanya Bi Iyem yang mengikuti langkah Icha dari belakang dengan air mata yang mulai terurai, Keduanya mulai melangkahkan kakinya untuk keluar dari kamar Icha.

"Bi, Icha cuma mau keluar bentar mau nenangin diri dulu!" ucap Icha lembut. Setelah mengambil kunci mobilnya yang terletak diatas meja yang berada diruang tengah yang ada dirumah itu.

"Non, marah sama Bibi karena Bibi ngk ngasih tau ke Non?" ucap Bi Iyem dengan air mata yang semakin deras dan langkah kakinya tetap tidak berhenti untuk mengejar majikanya itu yang sudah dianggapnya sebagai anaknya sendiri.

"Icha ngk marah Bi, Icha emang mau nongkrong sama temen temen" Icha berusaha untuk menyakinkan Bi iyem sang pembantu yang sudah seperti ibunya, Gadis itu menghampiri Iyem yang berada dibelakangnya dan menyeka air mata yang masih mengalir diwajah Bi Iyem.

"Maafi Bibi ya Non!" ucap Bi Iyem tertunduk.

"Bibi ngk salah kok, Bibi kan lagi berusaha jaga rahasia mama dan papa dan aku hargai itu Bi" ucap Icha. Dengan memegang kedua pundak Iyem sembari tersenyum pada wanita paruh baya itu dan kemudian mencium kening Bi Iyem dengan lembut.

"Aku pigi dulu ya Bi!" ucap Icha. Sembari mencium punggung tangan Bi Iyem dan kemudian berlalu dari ruangan itu

"Kalo Bibi kasih tau pasti Non bakalan malu dan sakit hati bahkan Non bisa benci ke orang tua Non" ucap Bi Iyem menatap kepergian Icha dengan air mata yang terus terurai.

Selang beberapa waktu melajukan kendaraanya dengan sangat cepat akhirnya Icha menghentikan mobilnya dijalan yang cukup sepi dan jarang dilewati orang. Ia membanting setir mobilnya dan memukulnya cukup keras untuk meluapkan emosinya.

"AAAAAAAAAAAAAAA!!!"

"Aku benci kehidupanku, Kenapa aku tidak bisa hidup bahagia bersama orang tuaku seperti anak anak lainya?" teriaknya histeris didalam mobil.

Icha menjambak rambutnya cukup kuat mengunakan kedua tanganya rasanya kepalanya sudah buntu, Ia mengepalkan tangan kirinya dan memukul keningnya sendiri serta mengigit bibir bawahnya.

"Andai aku bisa memilih aku tidak akan ingin terlahir dari keluarga seperti mereka" Icha kembali melajukan mobilnya diatas rata rata, dengan pikiran yang terus melayang.

"Aaaaaaaaaaa!!!"

Icha menginjak rem mobilnya secara tiba tiba dan mengontrol setirnya yang hampir menabrak seorang pria yang tengah berjalan dijalan raya. Ia kembali menghentikan mobilnya dipinggir jalan dan menarik nafas dalam dalam dan kemudian menghembusnya.

"Woy, Anak muda kalo naik mobil hati hati!" teriak seorang lelaki paruh bayah yang mengetuk pintu mobil Icha.

Setelah mengontrol emosinya, Icha merapikan rambutnya yang sangat berantakan setelah itu ia memberanikan diri untuk turun dari mobil dan menemui orang yang hampir ditabraknya.

"Maaf Pak saya tidak sengaja! " ucap Icha menunduk.

"Icha!" ucap pria itu dan langsung mengelilingi wanita yang ada dihadapanya itu.

"Om Ramli!" ujar Icha menatap heran pria paruh baya dihadapanya itu.

"Kenapa penampilan kamu berantakan gini Icha?"

"Biasalah Om, main bareng temen" ucap Icha tersenyum manis pada lelaki itu.

Senyum penuh kebohongan, wajahnya tampak mengeluarkan aura bahagia tapi tidak dengan batin dan dengan apa yang dirasakan oleh hatinya sangatlah terluka.

"Kamu ngk bisa bohongi Om, Icha pasti tadi kamu lihat orang tua kamu lagi bertengkar!" gumam Ramli Hotmadia dalam hati.

"Main apa emang kok sampai berantakan gini" ucap Ramli. Dengan senyuman tipis dibibirnya berusaha untuk seolah tidak mengetahui apa yang sedang terjadi pada gadis itu.

"Biasalah Om!"

"Kamukan dah gede nih dari pada kerjaanya main mulu emang ngk ada niatnya buat nikah?" ujar Ramli menatap gadis itu dengan tatapan serius dan tidak ada tampak kebercandaan sedikit pun.

Icha terdiam sejenak sembari menunduk tampaknya ia sedang memikirkan ucapan lelaki yang dihadapanya itu dan kemudian menatap wajah lelaki itu sekilas dan melihat ekpresi yang keluar dari wajah Ramli tampak permohonan jawaban yang akan keluar dari mulutnya.

"Icha takut Om!" ucap Icha tertunduk kembali.

"Kenapa kamu takut?" Ramli mengangkat dagu Icha agar wanita itu menatapnya namun, Icha tetep saja menunduk dan tidak menjawab pertanyaan Ramli.

"Tidak ada yang yang perlu kamu takutkan semua akan berjalan sesuai kehendak Tuhan" ucap Ramli memegang kedua pundak Icha untuk memberi semangat padanya. Lelaki itu seakan mengerti dengan apa yang dipikirkan oleh gadis yang ada dihadapanya.

"Tapi, Om!" ucap Icha sedikit ragu

"Karena kamu melihat pernikahan papa dan mama kamu tidak humoris?" tebak Ramli pada akhirnya.

"Jangan samakan dirimu dengan orang tuamu, jika kamu tau sakitnya menjadi anak yang terlahir dari keluarga broken home maka jangan biarkan keturunanmu merasakan hal yang sama denganmu, kamu harus paham itu!" ucap Ramli sambil menepuk kedua pundak Icha dengan lembut.

"Gimana orang lain yang tidak memiliki tetesan darah yang sama dengan Icha mau sayang sama Icha sementara orang tua Icha aja ngk sayang sama Icha?" ucap Icha dengan cairan bening yang mengalir dari matanya dan membasahi wajah mulus miliknya. Kini ia sudah terduduk ditengah aspal di dibawah tubuh Ramli, disebelah kaki ramli yang berdiri tegak.

"Mungkin sekarang kamu tidak mendapat kasih sayang dari orang tuamu tapi bisa jadi kamu akan dibahagiakan oleh suamimu nanti," ucap Ramli sembari menarik kedua tangan Icha agar kembali berdiri.

"jika mau nikah, Icha ingin menikah dengan siapa?" ucap Icha yang sudah berdiri dan menyeka air mata yang masih bertetesan.

"Kamu akan Om nikahkan dengan anak Om!"

"Sama Afdhal Om?" seketika lcha menjawabnya dengan semangat dan tersenyum bahagia serta kemudian langsung menganguk pertanda ia menyetujui permintaan Ramli.

"Bukan Afdal, tapi kakak kandungnya Afdhal yaitu Irwan kamu masih ingatkan?"

"Irwan? bukanya kak Irwan dari kecil tinggal di Surabaya sama Nenek ya Om dan setelah Smp dia merantau kemedan dan Sma dia memilih ke Yogyakarta dan memutuskan untuk kuliah diluar negeri" ujar Icha.

Ramli hanya menganguk pelan.

"Kenapa harus sama Kak Irwan Om?" tanya Icha menatap Ramli.

"Karena menurut Om Irwan sudah waktunya untuk berumah tangga dari segi usia dia sudah cukup dan segi ekonomi dia juga sudah mampu." Ramli.

"Tapi sekalipun aku tak pernah melihat wajah Kak Irwan secara langsung aku hanya sering mendengar ceritanya dari Afdhal, bagaimana bisa aku menikah dengan lelaki yang sama sekali tidak aku kenal Om?" Icha.

"Kenapa Om tidak memutuskan untuk menikahkan aku dengan Afdhal saja bukankah aku dan Afdhal sudah saling mengenal sejak kami kecil?"

"Tapi Om dan Tante merasa kamu lebih cocok dengan Irwan, umur kalian juga tidak beda beda jauh hanya terpaut sedikit saja."

"Afdhal adalah anak yang sangat baik dia selalu peduli tentangku bahkan dia selalu membantu menyelesaikan masalahku dan dia selalu bisa buat aku ketawa lagi, tapi kenapa harus Kak Irwan yang disandingkan denganku? Tapi ini adalah jalan satu satu ku untuk keluar dari rumah yang penuh dengan kegaduhan itu namun, bagimana aku bisa bertahan hidup dengan orang yang tidak kukenal?" gumam Icha mulai mempertimbangkan ucapan Ramli dalam hati.

"Tapi aku dan Kak Irwan tidak saling mengenal Om bahkan kita tidak pernah bertemu sekalipun" Icha.

"Nanti bisa Om pertemukan!"

"Kalo pernikahanya ngk bisa dipertahanin Om?"

"Kalo dalam waktu 2 tahun belum ada tumbuh perasaan diantara kalian dan kamu juga tidak merasa bahagia maka kalian boleh bercerai tapi Om berharap jangan sampai ada perpisahan diantara kalian."

Setetes air mata kembali jatuh dari pelupuk mata gadis mungil itu, berat sekali bibirnya mengatakanya tapi harus segera dikatakan, Jawabanya ini akan akan menentukan masa depanya harus hidup bersama siapa? Mempertahankan akan tetap memilih Afdhal atau bertahan dalam kekuarga yang sudah bisa dibilang hancur atau bahkan ia akan memilih untuk menikah dengan lelaki yang sama sekali tidak ia cintai.

Kejadian memalukan

"Icha setuju Om" Ucap Icha setelah menyeka air mata yang mengalir dari wajahnya. Kini ia menetralkan hatinya agar air itu tak lagi terjatuh.

"Kamu serius Icha?" Ramli memegang kedua pundak Icha untuk lebih menyakinkan dan hanya dijawab anggukan oleh Icha.

"Selamat tinggal Afdhal kini kita tak bisa lagi seperti dulu mungkin kamu memang bukan jodohku kini kamu akan menjadi Iparku, sekian lama aku menunggu agar kamu mengutarakan perasaanmu tapi kamu tak pernah menyampaikan itu padaku mungkin kamu memang tidak mempunyai perasaan yang sama denganku, sampai jumpa dengan status yang berbeda" gumam Icha dalam hati yang berusaha menahan tetesan bening dari matanya agar tak kembali mengalir.

"Saya yakin dan sangat yakin kamu mampu merubah hidup Irwan agar menjadi lebih baik karena saya percaya kamu tidak seperti Orang tuamu yang hanya mementingkan egonya saja" gumam Ramli menatap Icha penuh keyakinan dengan kedua tangan disakunya.

"Kalo begitu nanti malam saya akan pertemukan kamu dengan Irwan" Ramli.

"Bukankah kak Irwan sedang di Amerika Om" Icha.

"Dia sudah kembali ke Indo sejak tiga hari yang lalu dan dia akan menetap disini untuk membantu Om mengurus perusahaan"

"Lalu bagaimana dengan pekerjaan Kak Irwan di Amerika?" Icha.

"Afdhal sedang di Amerika untuk mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan Irwan" Ramli.

"Kenapa Afdhal bilangnya kemarin dia mau ke Bali padahal dia pergi ke Amerika, Aku sebenarnya kangen sama kamu Afdhal" gumam Icha dalam hati.

"Yaudah Om mau lanjut jalan lagi, kamu hati hati bawa mobil jangan ugal ugalan seperti tadi, nanti Om share lock lokasinya untuk pertemuan kamu dan Irwan" Ramli.

"Tapi aku bawa Bi Iyem aja ya Om" dan hanya dibalas senyuman manis oleh Ramli.

"Kalau pun kamu ngajak Orang tua kamu, Orang tua kamu pasti bakalan ngk mau datang karena mereka hanya sibuk dengan bisnis tanpa memperdulikan Anaknya" gumam Ramli dalam hati seakan tahu kenapa Icha lebih memilih untuk mengajak Bi Iyem memenemaninya dalam pertemuanya nanti.

"Jangan lupa ya" ucap Ramli menepuk pundak kanan Icha dan kemudian berlalu meninggalkan gadis mungil itu.

Icha yang sudah mendudukan bokongnya di dalam mobil dengan tangan yang memegang setir dan menarik nafas dalam dalam serta menghembuskanya perlahan.

"Semoga ini jalan terbaik buatku ya Allah" ucap Icha menghembuskan nafasnya secara perlahan dengan tangan yang mengadah kelangit lalu mengusapkanya diwajahnya.

Icha kembali melajukan mobilnya dengan kecepatan yang sedang dan memparkirkan mobilnya disebuah cafe yang mewah. Ia duduk disalah satu kursi yang memang tidak ditempat oleh seorang pun

"Mau pesen apa Mbak?" tanya seorang pelayan cafe itu sembari memberikan buku yang berisikan daftar menu yang ada ditempat itu.

"Lemon tea sama Stick ya" jawab Icha. Tanpa menerima benda yang pelayan itu berikan padanya karena mata dan tangannya masih terfokus pada layar ponselnya. Setelah menerima jawaban dari pengunjungnya pelayan itu langsung berlalu dari hadapan Icha meninggalkan gadis itu untuk membuatkan makanan yang dipesanya.

"Gue ketoilet dulu kali yak, pelayannya juga masih lama datangnya" ucap Icha. Setelah beberapa menit menunggu makananya namun tak kunjung datang, Ia segera mematikan kembali ponselnya dan memasukanya kedalam tasnya dan melangkahkan kakinya menuju toilet dengan membawa tasnya.

"Sekarang gue sudah sedikit lebih rapi dari pada tadi" ucap Icha sembari membenahin bajunya, Ia memperhatikan bayangan tubuhnya yang terpantul dicermin, kini ia memberi sedikit beda diwajahnya agar tampak lebih cerah dan mempolesin sedikit lipstik dibibirnya agar tidak terlihat pucat.

Gadis mungil itu tersenyum kearah cermin dan masih memperhatikan lekukan tubuhnya dan melangkahkan kakinya keluar dari dalam toilet serta berjalan menuju tempatnya memesan makanan.

"Ehh Loh kok duduknya disini?" teriak Icha sambil memukul pelan meja yang ada dihadapanya itu, menatap tajam pada seorang pria yang duduk dikursi yang ia tempatin sebelum ketoilet.

"Memang ada yang salah ya?" tanya pria itu setelah membersihkan bibirnya dengan tisu, Ia kini sudah berdiri dihadapan Icha dengan menaikan sebelah alisnya.

"Salah bangetlah nihkan tempat duduk gue tadi" ucap Icha melipat kedua tanganya didada dan mengalihkan penglihatannya dari lelaki yang lebih tinggi darinya itu.

"Lah mana gue tahu disini ada orang yang jelas jelas disini kosong kok" ucapnya kembali duduk dan menyantap makanan yang ada diatas meja dihadapanya itu.

"Maaf Mbak ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang Pelayan yang menghampiri keduanya, Setelah mendengarkan keributan dari mereka bahkan keduanya sudah menjadi tontonan bagi pengunjung yang lain.

Icha langsung menurunkan tanganya dan melihat kearah sang pemilik suara.

"Tadikan saya yang pesen makanan disini terus kenapa malah lelaki ini yang duduk disini?" tanya Icha. Sambil menunjuk pria yang sedang makan itu, ia juga tampak marah pada Pelayan cafe padahal tadinya Pelayan itu adalah orang yang sama saat dia sedang memesan makanan.

"Maaf Mbak kami tidak tahu, kami fikir tadi Mbak hanya memesankan makanan untuk cowok Mbak terus pergi lagi" sontak ucapan itu mampu membuat pria berjas dongker itu keselek, Ia segera meminum minumannya dan kemudian mengelap bibirnya mengunakan tisu.

"Hah dia cowok saya?" ucap Icha dengan melebarkan mulutnya dan menujuk kearah pria itu dengan mata menatap pelayan itu.

"Jadi bukan cowok Mbak? maaf mbak kami salah, oh iya mbak bisa duduk didepan Masnya biar makananya kami buatkan lagi" ucap Pelayan itu mempersilahkan.

"Ngk usah Mbak saya sudah kenyang" ucap Icha kembali melipat kedua tanganya didada dengan bibir yang mengerutuk.

"Oh yasudah kalau begitu saya tinggal ya Mbak" ucap Pelayan itu kemudian meninggalkan kedua insan itu.

"Oh jadi ini tadi makanan loh yang pesen, pantes gue belum pesen sudah datang aja ehh nih gue balikin" ucap lelaki itu sambil menyodorkan piring makanan itu kearah Icha.

"Jangan lupa dibayar" ucap pria itu kemudian berlalu dari hadapan Icha begitu saja

"Woy loh yang makan gue yang bayar" teriak Icha melepas hillsnya dan melemparnya kearah pria yang tengah berjalan itu.

"Woyy punya siapa nih?" tanya seorang lelaki tua. Tak disangka hilsnya melayang pada Orang yang salah padahal niatnya untuk melempar lelaki itu. Pria tua itu tampak marah ia segera berdiri dari kursinya dan menatap kearah seluruh pengunjung yang ada didalam cafe itu dengan mengangkat keatas hills yang melayang dikepalanya.

Mendengar teriakan Bapak tua itu, Pria yang tengah berjalan itu menghentikan langkahnya dan menoleh kebelakang untuk menyaksikan kejadian yang barusan terjadi, lelaki itu berusaha untuk menahan tawanya.

"Pu pu punya saya Pak" ucap Icha terbata bata sambil menunduk takut.

"Kurang ajar kamu ya.. "

"Tuh tuh karena dia Pak" belum selesai berbicara Icha keburu memotong ucapan lelaki tua itu dan menujuk kearah lelaki yang sebenarnya ingin ia lempar pakai hills itu.

Lelaki tua itu mengarahkan pandanganya sesuai jari Icha, terlihat jelas lelaki berjas dongker itu langsung berlari dengan cepat, Sementara Icha ia juga berlari kebelakang cafe agar tak terkena amuk lelaki tua itu.

"Dasar anak muda" ucap lelaki itu sambil melempar hills Icha kelantai.

"Untung gue bisa melarikan diri" ucap Icha mengelus dadanya setelah duduk didalam mobil mewahnya.

"Dasar lelaki bren*sek" kesal Icha mengengam kuat beberapa tisu ditanganya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!