Benazir adalah seorang gadis yatim yang dibesarkan oleh seorang Ibu tiri yang menyayanginya. Benazir memiliki tiga saudara tiri yang kesemuanya laki-laki.
Ibu tiri Benazir bernama Suci. Saat menikah dengan ayahnya yang bernama Thohari ia adalah janda dengan tiga anak. Thohari menerima Suci dan ketiga anaknya itu dengan tangan terbuka. Demikian pula dengan Benazir yang senang karena memiliki tiga kakak laki-laki sekaligus.
Ketiga anak Suci bernama Kurniawan dipanggil Awan, Darmawan dan Gamawan mereka juga terlihat sangat menyayangi Benazir.
Saat pertama kali mereka masuk ke dalam rumah Thohari, usia Benazir masih lima tahun. Dan mereka tinggal bersama lebih dari dua puluh dua tahun lamanya dalam suka dan duka. Benazir dan Suci saling menyayangi layaknya anak dan ibu kandung.
Saat usia Benazir dua puluh tahun, sang ayah meninggal dunia karena sakit. Dunia Benazir seakan runtuh, ia khawatir akan terlantar tanpa ayahnya. Apalagi keluarga yang ia miliki selama ini tidak memiliki hubungan darah sama sekali dengannya.
" Ayah, Aku belum menemukan jodohku tempat Aku bersandar. Tapi Ayah sudah pergi dulu. Terus Aku sama siapa Yah...," rintih Benazir dengan air mata yang tak terbendung.
" Benazir, Kamu ngomong apa sih. Kan Ada Kakak sama Ibu yang bakal jagain Kamu. Jangan kaya gitu, kasian Ayah kalo Kamu meratap kaya gitu...," kata Kurniawan sambil mengelus kepala Benazir.
Benazir mendongak menatap wajah Kurniawan, mencoba mencari kejujuran di sana. Saat melihatnya Benazir pun terharu. Ia menghambur memeluk Kurniawan dengan erat. Suci yang terlihat shock pun ikut memeluk Benazir.
Pemakaman Thohari berjalan lancar. Banyak warga dan kerabat datang melayat juga mengantar almarhum Thohari hingga ke pemakaman. Tapi Benazir cukup terganggu dengan kasak kusuk tetangganya.
" Warisan Pak Thohari kan lumayan banyak, apa Benazir kebagian ya. Kan semua yang di rumah itu cuma Ibu tiri dan Kakak tiri...," kata seorang tetangga.
" Bisa aja Benazir ga dapat apa-apa karena hartanya dikuasai sama mereka. Kasian Benazir...," kata yang lain.
" Tapi setau Saya, Bu Suci dan Anaknya kan sayang banget sama Benazir...," sahut tetangga dekat Thohari.
" Iya itu mah biasa. Kan Bapaknya masih hidup. Coba Kita liat gimana kelanjutannya setelah Pak Thohari meninggal...," kata warga lain sambil mencibir.
Ucapan warga tadi membuat Benazir sedikit limbung. Ia hampir jatuh pingsan jika tak diselamatkan oleh Darmawan, sang kakak kedua. Darmawan membungkuk di depan Benazir dan menyuruhnya naik ke atas punggungnya.
" Naik sini, biar ga jatuh. Kakak gendong aja biar cepat, kan udah mau ujan juga...," kata Darmawan tegas.
" Tapi Kak, Aku malu...," kata Benazir.
" Ck, buruan deh Benben...," gurau Darmawan.
Benazir pun menurut dan langsung naik ke punggung Darmawan. Semua yang menyaksikan nampak terpana melihat keduanya. Tapi Darmawan dengan cuek melangkah menuju mobil tempat ibu dan kedua saudaranya menunggu.
" Kenapa Benazir...?" tanya Suci cemas.
" Gapapa kok Bu. Cuma lemas aja...," sahut Darmawan sambil menurunkan tubuh Benazir.
" Oh gitu. Ya udah, Kita pulang sekarang biar bisa nyiapin tahlilan buat Ayah di rumah nanti malam...," kata Suci.
Keempat anaknya mengangguk dan mereka kembali ke rumah.
\=\=\=\=\=
Selama tujuh hari berturut-turut tahlilan digelar oleh keluarga Thohari. Tetangga dan kerabat masih setia mendoakan almarhum Thohari. Mereka berharap agar tak terjadi sesuatu yang buruk terhadap Benaxir sepeninggal ayahnya.
Ternyata memang tak terjadi hal yang buruk pada Benazir. Kehidupannya tetap berjalan normal. Dia tetap menjadi anak kesayangan Suci dan ketiga saudara tirinya.
Benazir bisa tetap bermanja pada ibu dan ketiga saudara tirinya itu seperti hari itu.
" Jadi Kak Awan mau nikah Bu. Terus, pestanya dimana Kak...?" tanya Benazir.
" Pesta apaan. Ga pake pesta Ben, sederhana aja kok. Yang penting sah...," sahut Awan sambil tersenyum.
" Emangnya Kak Yanti mau kalo nikahnya sederhana aja...?" tanya Benazir.
" Semua dia yang minta. Udah, cerewet banget sih. Buruan ganti baju kalo mau ikutan..., " kata Suci sambil mencubit pipinya gemas.
" Siap Bos...!" sahut Benazir sambil menunjukkan sikap sempurna ala tentara.
Suci dan ketiga anaknya tersenyum melihat tingkah Benazir. Tak lama Kemudian mereka berempat berangkat menuju ke rumah Yanti untuk melamarnya.
Keluarga Yanti yang sederhana memang tak menginginkan pesta meriah untuk pernikahan Yanti. Dan itu membuat Benazir kagum pada calon kakak iparnya itu. Pernikahan direncanakan akan digelar bulan depan.
" Apa ga kecepetan Bu kalo bulan depan...?" tanya Benazir saat tiba di rumah.
" Cukup kok. Kan semua udah diurus sama Kakakmu. Kita tinggal duduk manis aja...," sahut Suci santai.
" Kita ga pake seragam Bu...?" tanya Benazir.
" Boleh deh. Kamu pilihin yang bagus ya...," pinta Suci.
" Ok. Uangnya mana...," kata Benazir sambil menadahkan tangannya.
" Ntar Kakak transfer deh. Kamu beli juga buat keluarganya Yanti ya...," pesan Awan.
" Boleh ajak Kak Yanti juga ga Kak...?" tanya Benazir.
" Boleh, ajak Ibu sekalian biar ga bete...," sahut Awan.
\=\=\=\=\=
Hari itu Benazir, Suci dan Yanti pergi ke pasar Tanah Abang untuk mencari seragam keluarga. Setelah lama mencari, akhirnya mereka menemukan baju yang cocok.
" Padahal niatnya sederhana, tapi malah tambah bagus pake seragam. Pas sama warna pakaian pengantinnya. Makasih ya Bu...," kata Yanti terharu.
" Sama- sama. Ini idenya si Benaz, tapi Ibu pikir bagus juga. Kan ini buat sekali seumur hidup...," sahut Suci sambil tersenyum.
" Iya Bu...," kata Yanti.
\=\=\=\=\=
Pernikahan Awan dan Yanti digelar jam sembilan pagi. Meski pun digelar sederhana, tetap saja mengundang keramaian. Apalagi keluarga Yanti adalah keluarga besar.
Setelah ijab kabul dinyatakan sah, Awan dan Yanti bersiap duduk di pelaminan. Semua anggota keluarga inti berjalan mengiringi sang pengantin hingga ke pelaminan. Terlihat sangat elegan.
Setelahnya, para tamu bergantian menyalami Awan dan Yanti untuk mendoakan keduanya. Diantara para tamu hadir juga Arjuna, teman lama Awan. Melihat kehadirannya membuat Awan tertawa bahagia. Suci yang juga telah mengenal Arjuna nampak tersenyum.
" Apa kabar Tante...," sapa Arjuna.
" Alhamdulillah. Mana Istrimu, bukannya Kamu udah nikah ya...," kata Suci.
" Belum Tante. Cariin dong. Kalo boleh, Benazir aja buat Saya ya...," kata Arjuna kocak.
" Kalo itu Tante angkat tangan deh. Benaz itu kan keras kepala, mana mau dijodohin...," tolak Suci halus.
Meski pun Arjuna pria yang baik, tapi Suci tak ingin egois dan memaksakan kehendaknya pada Benazir. Dia berharap Benazir menemukan kebahagiaan bersama pria pilihannya sendiri setelah ayahnya tiada.
Setelah berbasa basi dengan Suci, Arjuna juga menyapa Darmawan, Gamawan dan Benazir. Keempatnya berbincang akrab. Arjuna menatap lekat kearah Benazir yang di matanya terlihat jauh lebih dewasa dan cantik.
Darmawan dan Gamawan yang mengerti pun memberi ruang untuk Arjuna dan Benazir.
" Apa kabar Naz, makin cantik aja...," sapa Arjuna.
" Alhamdulillah baik, makasih Mas...," sahut Benazir malu-malu.
" Boleh dong ikutan daftar...," kata Arjuna.
" Daftar apa Mas...?" tanya Benazir tak mengerti.
" Daftar jadi calon Suami Kamu...," sahut Arjuna sambil tersenyum.
Benazir terkejut mendengar ucapan Arjuna. Wajahnya merona bak kepiting rebus. Malu sekaligus senang dirasakan oleh Benazir. Tak ada jawaban dari bibir Benazir. Itu membuat Arjuna makin penasaran dan berniat mengejarnya.
bersambung
Setelah acara resepsi pernikahan Awan yang sederhana selesai, Suci membawa ketiga anaknya pulang ke rumah. Awan tetap tetap tinggal di rumah Yanti hingga beberapa hari ke depan.
" Kakak liat Kamu ngobrol sama Arjuna tadi. Hati-hati jangan sampw kepincut sama dia...," kata Gamawan tak suka.
" Emang kenapa Gama...?" tanya Suci.
" Ga sreg sama sikapnya aja Bu. Terlalu flamboyan dan suka tebar pesona...," sahut Gamawan.
" Itu karena dia lagi nyari yang cocok aja kali...," kata Suci menengahi.
" Tapi Aku setuju sama Gama Bu. Lebih baik jangan digubris Naz, bisa besar kepala dia nanti...," kata Darnawan.
" Iya Kak...," sahut Benazir santai.
Tiba di rumah, mereka langsung masuk ke kamar masing-masing untuk istirahat.
\=\=\=\=\=
Sejak melihat penampilan Benazir di resepsi pernikahan Awan, banyak teman Awan, Darma dan Gama yang berlomba mendekati Benazir.
Ada yang langsung mendekati Benazir, ada juga dengan cara lain. Tapi Benazir terlihat tak peduli dan mengabaikan semua laki-laki yang datang dan berminat padanya.
Melihat hal itu Suci mulai khawatir. Jika terlalu banyak memilih, Benazir malah tak akan mendapatkan jodoh.
" Jangan kaya gitu sama mereka Naz. Yang ramah dong. Meski pun Kamu ga suka, ya senyum aja apa salahnya sih...," kata Suci mengingatkan.
" Abis mereka lebay banget sih Bu. Aku udah bilang juga kalo belum mikirin soal nikah, eh mereka malah terus aja ngomongin nikah...," gerutu Bilqis.
" Siapa yang ngomongin nikah Naz...?" tanya Awan yang tiba-tiba masuk bersama Yanti.
" Ih, Kakak. Bukannya salam dulu malah kepo sama urusan orang...," sahut Benazir.
" Udah salam tadi Benben, tapi ga ada yang jawab...," kata Awan gemas sambil mencubit pipi Benazir.
" Aww, sakit dong Kak...!" jerit Benazir.
Suci, Yanti dan Awan tertawa melihat tingkah Benazir.
" Itu, temannya si Gama sama Darma. Mereka naksir sama Benaz, tapi malah dijutekin. Nih Ibu lagi nasehatin dia supaya ga kaya gitu. Pamali...," kata Suci mewakili menjawab.
" Ooo, benar juga sih Bu. Benaz kan masih muda. Biar aja puas nikmatin masa muda. Mau ngapain nanti kalo udah nikah, paling ngurus Suami, Anak, rumah. Kecuali Benaz udah siap kaya Istriku ini...," kata Awan sambil merangkul pundak Yanti.
" Udah ah, Aku jalan dulu. Mau ketemuan sama teman. Berangkat ya Bu...," pamit Benazir sambil mencium punggung tangan Suci.
Saat tiba di hadapan Awan, Benazir menadahkan tangannya bermaksud minta uang. Yanti hanya tersenyum melihat tingkah adik iparnya itu.
" Apa...?" tanya Awan pura-pura tak tahu.
" Ongkosin lah. Jangan bilang, abis nikah sama Kak Yanti, Kakak jadi pelit...," kata Benazir sambil membulatkan matanya.
" Dasar mata duitan...," gerutu Awan sambil menyerahkan uang dua ratus ribu pada Benazir.
Suci dan Yanti tertawa melihat tingkah Awan dan Benazir. Setelahnya Benazir mencium pipi kakak iparnya dan berlari keluar rumah.
" Gimana Ibu bisa benci sama dia seperti sangkaan orang Yan. Benaz itu Anak yang manis dan menyenangkan. Kami sayang sama dia, meski pun Ayahnya sudah tiada, buat Kami dia lah sumber kebahagiaan Kami dulu, sekarang dan sampe kapan pun...," kata Suci lirih.
Yanti memeluk mertuanya dan menghiburnya.
" Ga usah dengerin kata orang Bu. Kita semua sayang sama Benaz, itu udah cukup kok...," kata Yanti sambil menghapus air mata Suci.
Awan tersenyum melihat kedekatan istrinya dengan sang ibu. Mulai hari itu Awan akan tinggal di rumah kontrakan bersama Yanti. Dan kedatangannya untuk pamit pada sang ibu juga ketiga adiknya.
\=\=\=\=\=
Benazir sedang memilih menu yang akan dipesannya saat seseorang menepuk pundaknya. Benazir menoleh dan terkejut. Ia melihat Arjuna berdiri di sana sambil tersenyum.
" Eh, Mas Arjuna. Lagi ngapain...?" tanya Benazir basa basi.
" Mau cari makan, maklumlah bujangan ga ada yang masakin...," sahut Arjuna.
" Ooh...," kata Benazir sambil mengangguk.
" Kamu sendiri lagi ngapain di sini, sama siapa...?" tanya Arjuna.
" Sama teman, lagi ke toilet orangnya...," jawab Benazir cepat.
" Gimana Naz...," kata Arjuna.
" Gimana apanya Mas...?" tanya Benazir tak paham.
" Masih buka pendaftaran ga. Aku dengar temannya Darma sama Gama juga banyak yang daftar ya...," gurau Arjuna.
Benazir hanya tersenyum dan tak menanggapi ucapan Arjuna seperti pesan kakaknya. Setelah pesanannya datang, Benazir dan temannya memilih pergi dari tempat itu.
" Kenapa sih Naz, kayanya dia orang baik kok...," kata Eni sambil menoleh kearah Arjuna yang masih menatap Benazir di kejauhan.
" Kakakku ga suka sama dia...," sahut Benazir asal.
" Terus kenapa...?" tanya Eni tak mengerti.
" Ya Aku ga bisa ladenin dia lah, ntar kalo dia geer terus mikir macam-macam, gimana...?" tanya Benazir.
" Tapi apa Kamu bakal turutin Kakakmu walau pun Kamu suka sama dia. Jadi setelah Ayahmu meninggal, mereka bebas ngatur hidupmu gitu...?" tanya Eni tak suka.
Benazir berhenti melangkah. Ia sedikit terusik dengan ucapan Eni. Dia nampak berpikir sesaat, setelahnya Benazir kembali melangkah.
\=\=\=\=\=
Makin banyak cinta yang ditawarkan untuk Benazir, makin besar pula hambatan yang diberikan Darmawan dan Gamawan.
Mereka berdua ketat menjaga Benazir dari gangguan semua teman mereka yang mencoba mendekati Benazir. Itu mereka lakukan karena mereka sangat menyayangi Benazir dan tak ingin hal buruk terjadi padanya.
" Kakak kaya gini karena sayang sama Kamu Naz. Jangan salah sangka ya...," kata Darmawan.
" Iya Naz. Jangan dengar apa kata orang. Demi Allah Kami menyayangimu sebagai Adik Kami. Kami mengenal siapa mereka yang sedang berlomba memenangkan hatimu. Jadi ijinkan Kami menjagamu. Sampe nanti tiba saatnya ada seorang pria yang tepat yang bisa Kami percaya untuk menjagamu...," kata Gamawan sambil memeluk Benazir erat.
" Iya Kak. Aku percaya sama Kalian. Aku juga sayang sama Kakak berdua...," sahut Benazir sambil tersenyum lalu memeluk Darma dan Gama bergantian.
Dari balik pintu kamar, Suci nampak menitikkan air matanya melihat keakraban kedua putranya dengan Benazir sang anak tiri.
" Lihat Anak-anak Kita Mas. Kepergianmu ga melunturkan persaudaraan diantara mereka. Kamu bisa tenang di sana, Kami akan berusaha melindungi Putrimu semampu Kami...," gumam Suci sambil menatap foto almarhum Thohari.
Tapi sekuat apa pun Suci dan ketiga anaknya menjaga Benazir, kasih sayang mereka dikalahkan oleh cinta yang hadir di hati Benazir untuk Arjuna.
Karena sikap dan perhatian intens Arjuna pada Benazir, akhirnya mampu meluluhkan keras hati Benazir. Perlahan ia mulai membuka hatinya untuk Arjuna. Ia menerima semua perhatian yang Arjuna berikan padanya. Bahkan Benazir berani berbohong pada Suci untuk menemui Arjuna.
Semua terkuak saat Benazir pulang dalam keadaan basah kuyup karena kehujanan. Saat itu Arjuna lah yang mengantarnya pulang.
Melihat Benazir pulang diantar Arjuna dalam keadaan basah kuyup, bisa ditebak apa yang dilakukan Darma dan Gama pada Arjuna.
Mereka marah dan memukuli Arjuna hingga babak belur.
Melihat kekasihnya dipukuli, Benazir menangis dan meminta kedua kakak tirinya untuk berhenti sambil bersimpuh di depan kaki mereka.
" Kakak, jangan. Hentikan...!" jerit Benazir.
" Minggir Kamu. Laki-laki ini emang udah sepantasnya dihajar karena berani melanggar larangan Kami...!" teriak Gama marah.
" Ibu, tolong. Bilang sama Kakak untuk berhenti. Kasian Mas Arjuna. Dia udah berbaik hati ngantar Aku pulang kan...," pinta Benazir sambil menangis di depan Suci.
" Berhenti Darma, Gama...!" kata Suci sambil menatap Benazir dengan tatapan kecewa.
" Baik Bu. Dan Kau, breng**k. Pergi sana...!" usir Darma sambil membuka pintu lebar-lebar.
Arjuna hanya diam dan pergi. Sebelum pergi, ia menoleh kearah Benazir dan tersenyum seolah mengatakan semuanya akan baik-baik saja nanti. Setelah Arjuna keluar, Benazir pun masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu kamar.
" Keluar Benazir. Aku belum selesai...!" teriak Gama marah.
" Cukup Nak. Biarkan Adikmu istirahat...," kata Suci bijak.
Tak ada yang berani membantah. Semua terdiam dan rumah kembali hening.
bersambung
Esok harinya Benazir harus siap menghadapi pertanyaan ibu dan kedua kakak tirinya. Saat membuka pintu kamar, terlihat ketiganya sedang duduk di ruang makan sambil menunggunya.
" Selamat pagi semua...," sapa Benazir dengan suara lirih.
" Selamat pagi Sayang. Makan dulu ya. Sejak semalam Kamu belum makan, nanti Kamu sakit lho...," kata Suci sambil mengambilkan sarapan untuk Benazir.
" Iya Bu, makasih...," kata Benazir sambil melirik kearah Darma dan Gama.
Mereka pun makan dalam diam. Setelah selesai, Benazir bersiap keluar dari ruang makan.
" Kita harus bicara Benazir...!" kata Darma tegas.
" Jangan terlalu keras Nak. Kasian dia...," bisik Suci.
" Ibu tenang aja. Aku ga bakal nyakitin dia kok...," sahut Darma.
Benazir duduk kembali. Wajahnya menunduk. Setelah beberapa saat, ia memberanikan diri untuk menatap kedua kakaknya itu.
" Jadi, udah berapa lama Kamu jalan sama Arjuna...?" tanya Darma lembut.
" Mmm, dua bulan Kak...," sahut Benazir gugup.
" Kamu ingat kan apa yang pernah Kakak bilang tentang dia...?" tanya Gama.
" Iya...," sahut Benazir singkat.
" Terus kenapa masih mau jalan sama dia...?" tanya Gama bingung.
" Aku sama Mas Arjuna saling cinta Kak...," sahut Benazir sambil menundukkan wajahnya.
Brakkk !!
" Ga boleh...!" kata Darma sambil menggebrak meja.
Benazir gemetar ketakutan. Air mata pun turun membasahi wajahnya. Ia belum pernah ada dalam situasi ini, dan ini membuatnya sangat takut. Melihat Benazir ketakutan, Suci memeluk Benazir lalu melerai ketiga anaknya itu.
" Cukup Darma. Kamu nakutin Benaz...," protes Suci.
" Ibu, jangan belain dia terus. Dia udah dewasa dan harus mulai berpikir. Dia juga harus tau resiko memilih yang salah...," kata Darma sambil menatap ibunya.
" Ibu tau. Biar Ibu yang ngomong nanti. Kalian pergi aja sana...," kata Suci lembut.
" Aku ga setuju kalo Benaz sampe nikah sama Arjuna...!" kata Gama sambil melangkah keluar.
" Aku juga...," sambung Darma.
Tinggal Benazir yang terisak dalam pelukan Suci. Tak lama kemudian Suci mengurai pelukannya. Ia menatap wajah cantik Benazir lalu mengecup keningnya lembut.
" Kenapa ga jujur sama Ibu. Kamu anggap apa Ibu ini hmm...?" tanya Suci lembut.
" Maaf Bu. Aku mau jujur, tapi Aku takut Ibu kaya Kakak...," sahut Benazir.
" Setiap Ibu pasti menginginkan kebahagiaan buat Anaknya. Ibu juga begitu. Ibu ingin Kamu bahagia. Jadi asal Kamu bahagia, Ibu pasti bantu Kamu...," kata Suci.
" Makasih ya Bu...," kata Benazir sambil tersenyum.
" Iya. Maafin Kakakmu ya, mereka begitu karena mereka sayang sama Kamu...," kata Suci sambil mengelus rambut indah Benazir.
" Iya Bu. Aku ngerti kok...," sahut Benazir.
" Sekarang pergilah. Jangan sampe terlambat ke kantor nanti...," kata Suci.
Benazir mengangguk. Setelah mengambil tasnya di kamar, Benazir pun pergi ke kantor.
\=\=\=\=\=
Suci sedang duduk berhadapan dengan Arjuna di sebuah kafe. Arjuna nampak salah tingkah dan gelisah. Sebelumnya dia yang meminta Suci datang ke kafe itu. Tapi saat berhadapan, buyar semua yang akan dikatakannya.
" Ada apa Kamu minta Tante datang Juna...?" tanya Suci.
" Maafkan Saya Tante. Saya tahu, ini terdengar lancang. Tapi Saya mencintai Benazir Tante. Dan Saya ingin menikahinya...," sahut Arjuna dengan mantap.
" Apa yang Kau janjikan pada Anak gadis ku hingga dia berani menentang kedua Kakaknya...?" tanya Suci dingin.
" Saya menjanjikan cinta dan kasih sayang. Walau Saya tidak kaya, tapi Saya yakin bisa membuatnya bahagia dengan bekerja keras nanti...," sahut Arjuna.
" Aku belum bisa memutuskan ini. Tapi berjanjilah akan menyayangi Benazirku dan mencintainya dengan jiwa ragamu...," kata Suci sambil berdiri dan pergi dari kafe itu.
" Saya janji Tante. Makasih...!" seru Arjuna dengan mata berkaca-kaca.
Suci tak menjawab. Ia hanya melambaikan tangannya lalu pergi meninggalkan Arjuna di kafe itu.
\=\=\=\=\=
Malam harinya Suci mengumpulkan ketiga anak lelakinya di rumah. Awan pun datang memenuhi permintaan ibunya. Sedangkan Darma dan Gama yang sudah tiba lebih dulu, nampak duduk berhadapan dengan sang ibu di ruang tengah.
" Ada apaan sih Bu, kayanya penting banget...," kata Awan setelah mengecup pipi Suci.
" Iya, Ibu harus lakukan ini biar Kalian ga salah paham nanti...," sahut Suci.
" Salah paham kenapa Bu...?" tanya Awan lagi.
" Ini soal Benaz Kak. Dia menjalin hubungan sama orang yang udah Kita peringatkan agar menjauh...!" sahut Gama lantang.
" Sama siapa...?" tanya Awan.
" Arjuna...!" sahut Darma dan Gama bersamaan.
" Apa, kok bisa...?!" kata Awan sambil berdiri dengan mata membulat.
" Ssstt, udah tenang. Jangan ribut kaya gini. Malu sama tetangga...," kata Suci mengingatkan.
" Tapi Aku ga suka sama dia Bu. Play boy cap gentong aja disukai. Bisa besar kepala dia nanti. Sekarang mana Benazir...?" tanya Awan.
" Benaz lagi nginep di rumah temannya. Udah Kalian duduk dulu. Asal Kalian tau, Arjuna nemuin Ibu dan minta ijin buat dekatin Benaz. Dia berniat serius dan mau menikahi Benazir...," kata Suci.
" Ibu ngijinin dia buat dekat dan nikah sama Benaz Bu...?" tanya Awan dan kedua adiknya.
" Ibu ga jawab apa-apa. Ibu belum mutusin, karena Ibu tau Kalian ga setuju...," sahut Suci.
" Aku emang ga sreg sama dia Bu. Tapi yang utama, feeling Aku bilang Arjuna bukan orang yang baik. Bisa aja dia bertingkah aneh setelah menikah dan bikin Benaz terluka nanti...," kata Awan mengatakan alasannya.
" Iya. Buat Aku si Arjuna bukan calon ipar yang baik. Dia ga jujur. Banyak hal yang dia sembunyiin dan itu mengkhawatirkan Bu...," kata Darma.
" Kami kaya gini bukan karena benci Bu. Kami sayang sama Benaz. Apa dia ga tau itu ya...," kata Gama sambil menggelengkan kepalanya.
Suci terdiam melihat kekerasan hati ketiga anak lelakinya itu. Suci tak bisa membela kepentingan Benazir karena dia sudah kalah suara sebelum berperang.
Sementara Benazir tak sengaja bertemu Arjuna saat sedang menginap di rumah temannya. Benazir memang menginap karena sang teman akan menikah dan memintanya hadir untuk menjadi pendamping pengantin wanita.
" Kamu di sini juga Naz...?" tanya Arjuna.
" Iya Mas. Nila kan teman Aku, dia minta Aku jadi pendamping pengantin besok...," sahut Benazir.
" Oh gitu. Kalo Aku kan emang ada hubungan saudara sama Nila, makanya Aku nginep di sini. Tapi tepatnya sih di masjid...," kata Arjuna.
" Iya Mas. Kalo gitu Aku ke dalam dulu ya...," kata Benazir.
" Aku tadi udah ketemu sama Ibumu dan mengatakan semuanya...," kata Arjuna sebelum Benazir masuk ke dalam rumah Nila.
Benazir membalikkan tubuhnya menghadap Arjuna dengan wajah tegang. Ia menatap Arjuna yang juga tengah menatapnya.
" Terus Ibu bilang apa Mas...?" tanya Benazir.
" Ibumu belum bisa mutusin. Katanya mau rembukan dulu sama ketiga Kakakmu...," sahut Arjuna santai.
" Pasti heboh di rumah. Aku takut banget Mas...," kata Benazir.
" Tenang aja. Kalo mereka ga setuju, terpaksa Aku bawa Kamu kawin lari aja...," kata Arjuna sambil menatap tajam kearah Benazir.
" Aku ga mau kawin lari Mas. Lebih baik bersabar nunggu Ibu sama Kakakku setuju daripada Aku harus kawin lari. Ga akan berkah rumah tangga Kita nanti Mas...," kata Benazir sambil menggeleng.
Arjuna terdiam. Impiannya untuk segera menikahi Benazir bukan hanya terganjal restu orangtua dan kakak Benazir, tapi penolakan juga ia dapat langsung dari Benazir yang menolak kawin lari atau nikah siri dengannya.
Arjuna mengacak rambutnya dengan kasar karena merasa tak menemukan jalan keluar selain jalan buntu.
bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!