NovelToon NovelToon

Terpaksa Menikahi Janda Kaya

Ferdi dan Sumpah dari Nova

Di sebuah kantor startup, yang baru berjalan sekitar tiga tahun.

"Novel online terooos."

Seorang pemuda tampan namun tengil, berusia 27 tahun. Tampak tengah menggoda Nova, rekan satu teamnya di bagian divisi sosial media content. Nova saat ini tengah kecanduan membaca novel online di sebuah platform.

Pemuda itu bernama Ferdi Nichol Aditya Atmaja. Seorang putra pengusaha terkenal bernama Jeffry Aditya Atmaja, yang memilih hidup jauh dari bayang-bayang sang ayah.

Ia memilih bekerja di startup milik temannya. Lantaran hendak membuktikan pada sang ayah, jika ia mampu berdiri di atas kakinya sendiri.

"Apaan sih lu, Fer. Ganggu aja."

Nova menggerutu kesal, sebab Ferdi melempar kacang ke layar handphonenya

"Terpaksa Menikahi CEO. CEO mulu yang lo baca."

Lagi-lagi Ferdi mengeluarkan bacot rese-nya pada Nova. Nova kesal, namun Ferdi adalah makhluk good looking yang bisa dengan mudah ia maafkan.

"Untung ganteng lu." ujar Nova sambil mengayunkan buku ke arah kepala Ferdi. Seperti gemas ingin memukul, namun tak jadi ia lakukan.

"Emang, gantengan gue lagi dari pada tokoh CEO-CEO di novel online yang lo baca itu." Ferdi berkata dengan kepedean tingkat dewa.

"Gantengan ini lah, nih liat visualnya!"

Nova memperlihatkan visual tokoh utama dalam novel online yang ia baca, seolah tak ingin membiarkan Ferdi berlama-lama memuji dirinya sendiri. Tampak pada gambar visual tersebut, seorang pria bule berbadan kekar, tinggi, tampan, serta memiliki brewok.

Umumnya para penyedia cerita fiksi online memang akan membubuhkan visual yang rata-rata sama. Yakni Bule berbadan kekar hasil gym, plus brewokan, atau oppa-oppa dari negri Jajangmyeon.

Terkadang tak jarang novel mereka terlalu mengandalkan visual, hingga mengabaikan pentingnya jalan cerita yang jelas.

"Halu." ujar Ferdi masih meledek Nova.

"Lo cek aja CEO-CEO di negri ini, mana ada yang bentukannya kayak gitu. Paling juga kayak pak Benny, kliennya Nathan yang aura bapak-bapaknya sangat kental." lanjutnya kemudian.

"Heh, gue kasih tau pak Benny lo ya."

Nathan yang kebetulan melintas, nyeletuk pada Ferdi sambil tertawa. Nathan adalah teman sekaligus salah satu pendiri startup, tempat dimana Ferdi bekerja saat ini.

"Ya nggak apa-apa dong gue halu sekali-kali. Buat lari dari kenyataan kalau sebenarnya, visual CEO di negara kita tuh nggak se-perfect yang ada di novel online. Iya kan pak Nat?"

Nova meminta dukungan Nathan, Nathan sendiri hanya tertawa. Sementara dua rekan kerja Ferdi yang lainnya, yakni Jordan dan Sean hanya mesem-mesem sejak tadi. Ferdi memang sangat jahil dan sering mengganggu Nova.

"Lari dari kenyataan. Kenyataan tuh di hadapi, bukan di hindari." Ferdi kembali berujar.

"Lagian nih ya, visual itu termasuk ke dalam pemaksaan imajinasi seseorang tau nggak." lanjut pemuda itu kemudian.

"Pemaksaan gimana?" tanya Nova heran.

"Lah, iya dong. Orang yang membaca novel itu pasti punya ekspektasi yang berbeda mengenai tokoh yang di deskripsikan di dalam cerita. Nggak bisa di sama-samain dengan satu gambar doang." jawab Ferdi.

"Iya juga sih. Kadang gue ekspektasinya siapa, malah visualnya apa." tukas Nova.

"Bener kan gue?" Ferdi seakan hendak memvalidasi pendapatnya.

"Pernah gue baca novel online, si penulisnya kasih nama yang bule banget ke tokohnya." ujar Nova.

"Pokoknya ekspektasi gue itu Michelle Morrone. Eh, ternyata visualnya oppa-oppa." lanjutnya lagi.

"Gue sih nggak masalah soal oppa nya, mereka juga cakep-cakep dan gue suka. Tapi kenapa menggambarkan tokohnya itu dengan nama dan marga bule banget, tapi visualnya nggak sesuai ekspektasi." Nova masih menyambung ucapannya yang tadi.

"Jadi buyar kan imajinasi lo." Sean nyeletuk.

"Banget." jawab Nova.

Ferdi menertawainya.

"Makan tuh cerita halu." ujar Ferdi lagi.

"Ye, gue sumpahin hidup lo kayak di novel online Fer." ujar Nova kemudian.

"Apaan coba?. Ferdi yang gaji pas-pasan menikah sama CEO wanita gitu?" seloroh Ferdi.

Jordan dan Sean terkekeh, sementara Nova menahan tawa.

"Pria gaji minimalis milik wanita CEO, Fer." Jordan akhirnya ikut berujar.

Ia berani mengatakan hal tersebut, sebab Ferdi sendiri termasuk golongan pria yang gajinya sedikit diatas UMR meski orang tuanya kaya-raya. Ferdi benar-benar tidak mau di sokong oleh keluarga, bahkan sejak jaman ia masih kuliah dulu.

"CEO juga mikir kali Jo, kalau nyari pasangan. Emang lo pikir CEO nggak punya keluarga gitu?"

Ferdi membuat teman-temannya kini berfikir.

"Pasti keluarganya dulu lah yang bakal menghalangi itu pernikahan. Pasti mereka maunya sama yang sepadan, selevel, yang cocok berdasarkan zodiak, weton, dan lain-lain." ucap pemuda itu.

"Mana ada yang sembarangan nikahin orang. Yang begitu-begitu tuh, cuma ada di dunianya Nova sama novel-novel kesukaannya yang super halu." lanjutnya kemudian.

Kali ini Nova benar-benar tertawa.

"Ferdi emang babi nih, ngeselin." tukas Nova lagi.

"Kayak novel yang lo baca waktu itu, yang judulnya "Si Gadis Miskin Menikahi Tuan muda". Tuan muda mana anjay yang keluarganya nerima orang miskin?. Pasti mereka nyari menantu itu selektif." Ferdi terus melanjutkan ucapannya.

Nova diam.

"Bener sih, mana ada orang kaya yang mau menikahkan anak mereka dengan golongan beda level. Tapi kenapa gue pengen gebukin pala lo ya, Fer?." ujar gadis itu kemudian.

Ferdi terkekeh, begitupula dengan Jordan dan Sean.

"Ngeselin tau nggak, lo tuh udah ngancurin mimpi gue buat menikah sama tuan muda." lanjut Nova lagi.

"Eh Va, mending lo ganti mimpi. Mimpi kalau lo bisa sukses dan kaya raya dengan hasil usaha lo sendiri nantinya. Sebab kalau cita-cita lo cuma pengen ngejar dan nikah sama cowok kaya. Lo akan fokus disana, dan lupa kalau lo itu punya potensi. Ingat, kalau lo mengandalkan kekayaan laki-laki, lo nggak akan berkembang."

Nova diam menatap Ferdi.

"Sorry gue nimbrung." Jordan menimpali ucapan Ferdi.

"Cowok bisa aja berubah, Va." lanjut Jordan lagi.

"Yup, apalagi kalau dia kaya. Cowok kaya itu lebih banyak dikelilingi cewek-cewek yang mau numpang hidup sama mereka. Jadi kemungkinan mereka selingkuh itu akan lebih besar. Belum lagi cewek-cewek penggoda gitu mau bermodal. Mereka rela rugi buat bagusin badan mereka, permak muka, demi buat menggoda dan dapetin suami kaya." ujar Ferdi.

"Mau itu suami orang, mereka nggak peduli. Lebih baik lo menjadi kaya dulu atas usaha lo sendiri. Kalau pun nantinya lo ketemu jodoh orang kaya juga, lo sama dia jadi balance." lanjutnya lagi.

"Setidaknya kalau dia selingkuh, lo nggak perlu pusing nangis-nangis takut di cerai. Karena takut nggak bisa kasih makan anak."

Sean yang sejak tadi diam, kini turut berbicara. Nova memandang ketiga laki-laki, yang sudah sejak lama menjadi sahabatnya tersebut.

"Iya sih, tumben lo bertiga bijak gini."

Nova sedikit terharu. Ia merasa ketiga temannya itu sangat memperhatikan dirinya.

"Udah kerja-kerja, mau gajian nggak?"

Nathan kembali melintas dan bercanda pada keempat karyawannya yang tengah hening tersebut.

"Kalau nggak digaji, gue resign lah." celetuk Ferdi memecah suasana.

Nathan terkekeh lalu kembali berlalu.

"Nathan mondar-mandir mulu kayak grafik trading." ujar Sean.

"Grafik trading mah naik turun, Bambang." Jordan sewot.

"Tetap aja bergerak kan intinya." ujar Sean lagi.

"Nathan emang gitu." Ferdi menimpali.

"Kalau nggak gerak, sendinya pada kaku."

"Tua sih." celetuk Nova.

"Hihihi."

Mereka tertawa cekikikan. Diantara karyawan startup tersebut, Nathan memang usianya paling tua dan kerap di bully sebagai kakek-kakek. Lantaran dirinya yang dikit-dikit menderita penyakit seperti encok dan sakit pinggang. 

Ferdi suka bekerja di tempat itu. Karena selain suasananya seperti kekeluargaan, pekerjaan yang ia tekuni juga related dengan kemampuannya sebagai seorang animator dan pembuat konten.

Ia bekerja di line yang memang ia sukai. Meskipun sang ayah sangat menginginkan Ferdi untuk berkerja di perusahaannya, namun Ferdi ingin mencari jalannya sendiri.

Jeffri dan Permasalahannya

"Jeff, kita harus ambil tindakan untuk menyelamatkan perusahaan ini."

Adrian selaku wakil presiden direktur PT. Cahaya Mega Investama yang dipimpin oleh Jeffri Aditya Atmaja kini membuka suara.

Permasalahan yang mereka hadapi sudah sangat genting. Perusahaan terancam pailit jika tidak segera ditangani.

Selama beberapa waktu belakangan, terdapat banyak kesalahan yang mereka lakukan. Salah satunya kurang berinovasi dan gagal mengamati pergerakan kompetitor yang begitu cepat.

Ditambah lagi masalah hutang perusahaan yang semakin melilit, serta kasus penipuan dan penggelapan dana yang dilakukan salah satu jajaran tinggi di perusahaannya. Jeffri benar-benar dilanda kekalutan kali ini.

Hampir setiap hari rapat diadakan untuk membahas permasalahan yang tengah di hadapi. Dan hampir setiap hari pula semuanya berdebat, dan saling menyalahkan satu sama lain.

"Stop!"

"Bisa nggak kalian stop dulu?"

Jeffri akan berteriak seperti itu apabila ruang rapat mulai ricuh. Biasanya seluruh jajaran akan terdiam, lalu mereka kembali duduk di kursi dan membuang pandangan ke arah mana saja. Yang penting mereka tak melihat wajah Jeffri yang sudah dikuasai amarah.

***

"Kenapa mesti Ferdi?"

Ferdi marah pada ayahnya Jeffri, ketika pria itu mengungkapkan sebuah keinginan yang membuatnya benar-benar terkejut.

"Cuma kamu yang bisa menyelamatkan perusahaan keluarga kita, Ferdi."

"Itu perusahaan papa, bukan perusahaan Ferdi." ujar pemuda itu lagi.

"Tapi di dalamnya, papa juga menulis surat wasiat untuk kamu. Nantinya sebagian saham perusahaan itu akan jadi milik kamu dan juga tanggung jawab kamu."

"Ferdi nggak minta. Kalau papa mau coret nama Ferdi dari daftar nama ahli waris, silahkan!"

Kali ini Jeffri memejamkan sejenak matanya sambil menarik nafas panjang. Seakan ia hendak membuang emosi yang siap meledak dalam hatinya.

"Fer, tolong papa. Sekali ini aja papa minta tolong. Selama ini sebagai orang tua, apa pernah papa memaksa kamu ini dan itu?"

Jeffri menatap Ferdi, sementara Ferdi membuang tatapan matanya ke arah lain.

"Kamu mau sekolah di sekolah yang kamu mau, papa turuti. Mau melakukan apapun yang jadi passion kamu, papa dukung. Nggak pernah sebagai orang tua, papa menghalangi jalan kamu. Sekali ini aja tolong papa, menikahlah dengan Clara. Dia memiliki kekayaan melimpah, yang bisa membantu mengembalikan perusahaan kita seperti sedia kala."

"Kenapa nggak Frans aja?. Kenapa mesti Ferdi?"

Ferdi menyinggung soal kakaknya.

Lagi-lagi Jeffri menarik nafas panjang.

"Frans itu sudah banyak membantu papa dalam mengurus perusahaan kita. Dari jaman masih kuliah saja dia sudah bekerja membantu papa."

"Terus maksud papa, harus mengorbankan anak yang belum ada kontribusinya sama sekali untuk perusahaan papa, gitu?"

"Fer, Frans itu sudah punya Nadia dan mereka akan menikah dalam waktu dekat."

"Ferdi juga udah punya Jessica. Kenapa mesti maksa Ferdi?"

Ferdi berkata dengan nada sedikit membentak, hingga membuat sang ayah naik pitam.

"Nadia itu perempuan baik-baik, berpendidikan, dan perusahaan ayahnya bekerjasama dengan perusahaan kita. Sedang Jessica nggak jelas asal-usulnya, udah begitu sering selingkuh pula dari kamu. Kamunya aja yang bodoh, sudah di selingkuhi masih memaafkan. Nggak punya harga diri kamu sebagai laki-laki."

"Jessica nggak selingkuh, dia memang punya banyak teman laki-laki."

"Terus aja dengan kebucinan bodoh kamu itu."

Kali ini sang ibu yang sejak tadi diam sambil mengecat kuku, mulai bersuara.

"Ma, itu urusan pribadi Ferdi ya. Masalah Ferdi mau jadi budak cinta atau nggak, nggak ada urusannya sama mama dan papa."

"Oh jelas ada urusannya sama kami, kami ini orang tua kamu. Kami berhak menilai perempuan yang kamu cintai. Mengenai cocok atau tidak perempuan itu untuk masuk ke keluarga kita." Jeffri kembali mengoceh panjang lebar.

"Ferdi nggak mau, kenapa mesti Ferdi coba?"

"Ya siapa lagi kalau bukan kamu?"

"Papa kan bisa menikahi Clara, kenapa nggak jadiin istri kedua aja?"

Kali ini Jeffri dan istrinya Aini tersentak, penuh berasap kepala Aini menatap Ferdi.

"Anak kurang ajar kamu."

"Buuuk!"

Aini memukul kepala Ferdi dengan bantal, sementara Ferdi agak menghindar.

"Loh kenapa mama marah?. Clara itu kan janda anak 3, katanya. Kenapa nggak nikah sama papa aja?. Bukankah menikahi janda adalah jalan untuk memuliakan janda tersebut?. Terus yang menikahi juga akan mendapat pahala dan masuk surga?"

"Surga, surga. Mama nggak mau di madu." tegas ibu Ferdi.

"Lebih baik mama hidup menjanda dari pada harus berbagi suami." lanjutnya lagi.

"Loh, suami kan boleh punya istri lebih dari satu, dan nggak harus ada persetujuan istri pertama." ujar Ferdi.

"Makin kurang ajar kamu ya."

Aini ingin memukul kepala anaknya itu sekali lagi, namun Ferdi keburu berlari ke arah lain.

"Sudah-sudah. Pokoknya Ferdi, kamu harus menikahi Clara." ujar Jeffri kemudian.

"Kenapa harus dengan jalan menikah?" Ferdi makin kesal pada sang ayah.

"Bisa kan dengan cara lain. Pinjam uang di bank misalnya, atau cari investor lain. Emang papa tokoh utama sinetron azab ikan terbang?. Yang kalau bangkrut semua aset, relasi, tabungan, sampe baju pun di sita bank. Sampe pake pakaian yang dipakai jadi bolong-bolong saking miskinnya. Nggak kan?."

"Fer, kamu nggak ngerti permasalahannya. Justru perusahaan kita itu sedang terlilit hutang. Bank juga nggak mau memberikan kredit, sementara riwayat hutang masih menumpuk."

"Kenapa nggak jual semua aset?" tanya Ferdi.

"Nggak nutup, Ferdi. Hutang perusahaan itu banyak, sementara karyawan harus di gaji tiap bulan. Ngerti nggak kamu?"

"Ya kenapa mesti menikah, kenapa nggak coba pinjem aja sama si Clara-Clara itu?"

"Fer, kita butuh jaminan supaya Clara nggak menyerang kita di kemudian hari. Dengan kamu menikahi dia, apalagi sampai dia hamil dan punya anak. Hubungan diantara kedua perusahaan ini akan semakin erat. Sekalipun misalkan kamu nanti bercerai, ada anak yang jadi pengikat diantara kalian. Tolong papa sekali ini aja."

"Ferdi nggak mau. Enak aja nyuruh nikah sama janda, mana anaknya tiga lagi. Mending nyari cewek single kemana-mana, nggak repot ngurusin anaknya."

"Kamu nggak perlu ngurus anak-anaknya, anak-anaknya sudah besar dan dia itu kaya-raya. Ada pembantu yang ngurus mereka."

"Nggak mau."

"Ferdi, kamu harus tolong papa kamu." Ibunya kembali bersuara.

"Kenapa nggak mama aja yang nolong papa?. Kasih tempat buat istri kedua. Hitung-hitung pahala, berbakti sama suami."

"Kamu tuh ya."

"Buuuk!"

Aini melempar remote air conditioner pada sang putra. Ia berniat mendekat, namun Jeffri menghalanginya.

"Pokoknya Ferdi nggak mau. Bodo amat mau dibilang anak durhaka kek, nggak berbakti kek. Sekali Ferdi bilang nggak mau, tetap nggak mau."

Ferdi berlalu begitu saja meninggalkan sang ayah dan juga ibunya.

"Ferdi."

"Fer."

Jeffri berusaha memangil puteranya itu, namun Ferdi tak menoleh sedikitpun.

Curhat

"Nah loh, mampus." seloroh Nova sambil tertawa pada Ferdi.

Sementara Ferdi memasang wajah sewot setengah mati. Baru saja ia menceritakan tentang masalah yang tengah ia hadapi kepada gadis itu. Ada Jordan dan juga Sean yang turut mendengarkan.

"Seneng lo?" ujar Ferdi dengan nada sewot.

"Ya seneng lah, makanya lo jangan suka ngecengin novel online yang sering gue baca. Kemakan omongan sendiri kan lo?" ujar Nova lagi.

Ferdi hanya diam dan melempar pandangannya jauh ke depan.

"Emangnya udah nggak bisa ketolong lagi?" tanya Sean.

"Itu dia masalahnya. Gue nggak ngerti kenapa bokap bilang begitu soal perusahaannya. Masa iya secolaps itu?. Sampe nggak ada lagi dana cadangan buat menutupi dan menyelamatkan semuanya." jawab pemuda itu kemudian.

"Kalaupun nggak semuanya, minimal bisa lah di selamatkan dikit gitu. Ini kayak sinteron ikan terbang, anjir. Yang kalau kena azab langsung jatuh miskin semiskin-miskinnya." imbuhnya lagi.

"Hahaha."

"Hahaha."

Jordan, Sean, serta Nova terbahak-bahak.

"Terus kalau udah kena azab, rumah dan aset disita bank. Bajunya juga pada ikut disita bank." seloroh Jordan.

"Hahaha."

"Hahaha."

Mereka kian terpingkal-pingkal, bahkan Sean sampai berguling-guling di lantai. Sebab memang posisi mereka saat ini tengah duduk di lantai ruang istirahat start-up, tempat dimana mereka bekerja.

"Sampe ujungnya pake baju bolong-bolong." timpal Sean.

"Hahaha."

"Hahaha."

"Padahal itu juga harganya ratusan ribu." ujar Ferdi.

"Emang iya ya?" tanya Nova.

"Iya." Ferdi, Jordan, dan Sean menjawab serentak.

"Liat aja di mall, berapa itu baju yang bolong-bolong gitu. 300-400 ribuan harganya." ujar Sean.

"Gila, mau terlihat gembel aja mesti keluar duit banyak ya ternyata." tukas Nova lagi.

"Emang." seloroh Ferdi.

"Itu sempat populer di tahun 80 apa 90 an gitu." lanjutnya lagi.

"Berarti gembel di sinetron azab anak hits dong?" Nova kembali berujar.

"Iya juga ya?" Sean menimpali.

Dan untuk kesekian kalinya mereka tertawa.

"Makanya itu gue bilang. Masa iya selama jadi orang kaya, sebelum dia kena azab, dia nggak punya aset lain gitu?. Kan mustahil banget. Mendadak miskin, mendadak disita, sampe baju semuanya disita. Kan nggak masuk diakal." ujar Ferdi.

"Iya juga sih." Nova mulai berfikir.

"Masa iya temennya satupun nggak ada bisa nolong?" Lanjut perempuan itu lagi.

"Ya kayak kata Ferdi tadi, temennya ikut disita bank." Sean kembali berseloroh dan lagi-lagi mereka semua tertawa.

"Sama halnya kayak perusahaan bokap gue. Masa iya perusahaan segede gitu nggak punya aset cadangan?. Atau minimal temen kek, relasi bisnis gitu yang bisa nolong kasih pinjaman. Emang akal-akalan bokap gue aja, mau ngejodohin gue sama si Clara-Clara itu." Ferdi kembali mengoceh panjang-lebar.

"Tapi mungkin orang tua lo menginginkan yang terbaik buat lo, bro." ujar Jordan.

"Terbaik apanya, bro?. Janda anak tiga, anjir. Dan kabarnya lagi itu anak yang dia punya, udah pada gede. Lo bayangin selonggar dan sekeriput apa coba onderdilnya?"

Jordan dan Sean siap tertawa, namun Ferdi menyadari sesuatu hal.

"Ee, sorry Nov." ujarnya pada Nova.

Nova pun tak kuasa menahan senyuman, karena baginya ekspresi wajah Ferdi saat bercerita sangatlah lucu.

"Gue bukan merendahkan kaum lo." ujar Ferdi lagi.

"Tapi ya lo pikir aja deh, janda anak tiga dan anaknya udah gede. Umur berapa dia?. Terus gue dapat apa?. Dengan pedenya lagi bokap gue bilang, kalau sampai gue punya anak sama itu janda, gue bakal bisa terus punya ikatan dan si janda itu akan terus bantuin perusahan bokap kalau ada apa-apa." lanjut pemuda itu.

"Bokap lo ngomong gitu?" tanya Nova?"

"Iya, beneran." jawab Ferdi.

"Kayak tuh janda masih bisa hamil lagi aja. Kalau umurnya udah 40an mah, mana bisa." tambahnya kemudian.

"Bisa aja kalau dia menjalani prosedur pembekuan sel telur, terus pake surrogate mother." jawab Nova.

"Iye repot lagi gue." ujar Ferdi.

"Biar nggak repot, surrogate mother nya lo buahi secara alami bro." seloroh Jordan.

"Itu mah mimpinya elu." ujar Sean seraya menoyor kepala Jordan.

Mereka semua kembali tertawa-tawa.

"Lagian sih lo, suka ngatain novel online yang gue baca. Kualat kan lo, kena karma sendiri." ujar Nova lagi.

"Ntar nih Ferdi bikin novel "Terpaksa Menikahi Janda Kaya." ujar Jordan.

Ferdi sewot, sementara ketiga temannya itu terbahak-bahak.

"Nanti begini nih." ujar Sean.

"Apa lo?" ancam Ferdi seraya menahan tawa.

Ia sudah tau jika arah pembicaraan ini akan semakin memojokkan dirinya. Namun Ferdi tak akan bisa menghalau setan jahil, yang ada di benak Sean dan kedua temannya itu.

"Biasanya kan cerita di novel online itu, ceweknya miskin. Udahlah miskin, di lecehkan pula oleh seorang CEO. Terus CEO nya jadi bucin mampus. Pokoknya hampir semua ceritanya tentang cewek miskin. Kayak anak orang miskin tuh pasti cewek gitu jenis kelaminnya, nggak ada yang cowok." lanjut Sean lagi.

Jordan dan Nova masih tertawa-tawa, seakan ada komika di dalam otak mereka yang tengah stand up komedi. Ferdi pun masih tertawa, meski dengan perasan ingin menggetok kepala ketiga temannya itu.

"Kan basi banget tuh cerita novel online bacaannya si Nova." seloroh Jordan. Nova kini benar-benar tertawa.

"Heh, itu bagus ya ceritanya." Perempuan itu membela diri.

"Halah, bilang aja lo nggak punya pilihan. Karena penulisnya pada nggak kreatif." timpal Sean.

Nova memukul kepala temannya itu dengan buku.

"Nah berhubung ceritanya monoton semua, soal gadis miskin yang dinikahi CEO. Saatnya Ferdi Nichol membuat gebrakan. Dia akan buat novel yang judulnya, "Si Cowok Gaji UMR Menikahi Presiden Direktur." ujar Sean lagi.

"Kurang menarik." Jordan menimpali.

"Bagusnya itu, "Gaji UMR VS Konglomerat." imbuhnya.

Ferdi tertawa-tawa.

"Apaan, aneh anjir judulnya." timpal Nova.

"Ku pinang janda kaya dengan gaji pas-pasan". Itu baru judul." ujar Nova lagi.

"Krik, krik, krik."

Mendadak seperti ada suara jangkrik.

"Udah ah, udah nggak lucu lo pada." Ferdi menyudahi candaan freak teman-temannya itu.

"Tapi yang pasti hidup lo lucu." seloroh Sean pada Ferdi.

Keempatnya kini kembali tertawa-tawa.

"Eh, tapi Fer. By the way, lo udah pernah ketemu sama si Clara itu?" Untuk kesekian kali Nova bertanya.

"Belum pernah, Va. Orang baru semalem bokap gue ngomong mau jodohin gue." jawab Ferdi.

"Tapi kalau dia ternyata cakep, sexy, dan bohai gimana bro?" Kali ini Jordan yang bertanya.

"Ya mau gimana, orang gue aja kagak kenal sama sekali.  Terus Jessica mau gue kemanain coba?" Kali ini Ferdi yang bertanya.

"Lo masih sama Jessica?" tanya Sean kemudian.

"Masih, tapi bokap-nyokap gue nggak ada yang setuju. Alasannya Jessica inilah, itulah. Nggak ngerti gue." jawab Ferdi.

"Jessica tau lo mau dijodohkan?" tanya Nova.

Ferdi menggeleng.

"Jangan sampe dia tau, karena udah pasti bakalan menimbulkan perdebatan yang panjang." ujarnya kemudian.

"Iya sih." Jordan, Sean, dan Nova menjawab di waktu yang nyaris bersamaan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!