NovelToon NovelToon

My Ex Husband

Prolog

Lelaki dengan name tag 'Niel Hideki' itu membuka pintu ruangan milik salah satu rekan kerjanya. Memasuki ruangan tersebut, seorang wanita tengah berkutat dengan berkas-berkas di meja.

"Hei, shift mu sudah selesai hari ini. Kau tidak pulang?" Niel mendudukkan dirinya di kursi yang biasa duduki oleh pasien.

"Ya. Sebentar lagi aku akan pergi."

Lelaki berusia 29 tahunan itu membenarkan posisi table name board yang mencetak nama wanita di hadapannya itu lantas kembali bersuara. "Kau jadi makan malam dengan Tasha malam ini? Boleh kapan-kapan aku mengajak kalian berdua dinner di luar?"

Wanita bernama lengkap Haleth Vasthi itu sontak menghentikan menulisnya, dan menutup berkas yang semula menjadi titik fokusnya itu. Dengan cepat Haleth menyimpan berkasnya, lalu berdiri. Melepaskan coat putihnya, Haleth lantas menggantinya dengan coat cokelat yang semula menggantung di stand hanger.

"Aku buru-buru. Selamat sore, Niel." usai meraih handbag nya, wanita berusia 27 tahun itu lantas keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Niel yang hanya bisa mematung di sana.

****

"Momy!" seorang anak kecil berumur 5 tahun yang akrab dipanggil Tasha itu berlari menghampiri Haleth yang baru saja memasuki rumah.

"Halo princess. Apa kau baru saja belajar bersama Oma?" tanya Haleth seraya memeluk tubuh mungil putrinya.

"Yes! Yes! Momy, Oma sedang memasak di dapur. Oma bilang kalau Momy pulang, Momy kesana saja."

"Oh ya? Kalau begitu, apa kamu bisa mandi dulu?"

"Okay!" anak kecil itu berlari menaiki tangga untuk menuju kamarnya.

Sedangkan Haleth, wanita itu mengambil langkah menuju dapur dan melihat sosok paruh baya disana tengah berkutat dengan peralatan masak. Dilihat dari ekspresinya, Haleth tahu sesuatu telah terjadi pada sang Ibu. Tetapi ia tak tahu apa itu. Alhasil, Haleth menghampiri Emery, dan mengambil alih sodet dari tangan wanita itu.

"Mama? Apa sesuatu terjadi padamu?" tanyanya tanpa basa-basi.

Emery menghela nafasnya, "Mama baru saja menerima telepon."

"Oh ya? Dari siapa?" Haleth menatap Ibunya sambil tersenyum.

Sejenak Emery terdiam sebelum akhirnya menatap putrinya lekat-lekat.

"Dari besan."

"Besan?" Haleth terkekeh-kekeh kemudian mematikan kompor. "Maksud Mama mantan besan?"

"Jangan seperti itu Haleth. Jessica adalah Ibu mertua kamu." peringat Emery pelan.

"Ayolah Ma. Semuanya sudah berakhir dari 6 tahun yang lalu."

Keadaan mendadak hening, dan Haleth hanya bisa memasang wajah tanpa ekspresinya saat sang Ibu dengan terang-terangan menyinggung masa lalunya. Bukan masalah tidak bisa move on atau bagaimana. Hanya saja, Haleth benar-benar tidak ingin membuka luka lama.

"Aku akan panggil Tasha untuk makan malam."

****

"Selamat datang Tuan."

"Madam Jessica sudah menunggu anda."

"Aku akan menemuinya." Adam menyerahkan jas nya pada asistennya, lantas berjalan memasuki rumah besar itu. Seraya melonggarkan dasinya, pria bernama lengkap Legrand Adam itu menatap sekeliling yang masih terlihat sama dari terakhir ia berkunjung satu tahun yang lalu.

"Maaf Tuan," tetapi saat itu juga, pandangan Adam teralihkan pada sosok asistennya yang berjalan tak jauh darinya.

"Ada apa Carl?"

"Maaf, tapi besok Tuan ada rapat dengan Tuan Ying Zheng. Apa perlu saya kembali ke Abu Dhabi sekarang dan menghandle rapat besok?"

Adam mendecak. "Tidak perlu. Biarkan dia bersantai selama beberapa hari sampai aku kembali ke Abu Dhabi. Tidak perlu Carl, kau boleh istirahat. Hi, mother!"

Pria itu memeluk sosok Jessica, dan mengusap punggungnya perlahan. "I miss you."

"Adam, I miss you too. Kau sudah makan? Mau makan bersama Mama?"

"Tentu Adam mau. Ayo!"

Adam menuntun Jessica untuk kembali duduk di kursi, disusul olehnya yang duduk menghadap wanita 50 tahunan yang terlihat awet muda itu.

"Mama sengaja memasak makanan kesukaanmu."

Usai melahap suapan pertama, Adam menatap Jessica dengan tatapan yang begitu dalam.

"Mama tau itu enak, dan kamu sangat menyukainya."

"Ya, tidak ada yang lebih baik dari Nyonya Legrand." kekeh Adam lantas meminum air putihnya sedikit.

Ruang makan mendadak hening dan hanya terdengar peralatan makan yang saling beradu. Adam dan Jessica menikmati makan malam dalam diam, namun hal itu tak berlangsung sampai lima menit.

Hal itu karena Jessica cepat-cepat meminum air putih dari gelasnya dan kembali membuka obrolan.

"Adam, kau akan mengunjungi anakmu kan?" tanya Jessica dengan semangat.

"Tentu saja. Aku akan mengunjunginya nanti." jawabnya.

"Ah, kau juga harus berbicara dengan mantan istrimu, Adam. Cobalah membujuknya, ajaklah dia rujuk dan kembali ke keluarga kita."

Adam mendengus, dan tak menjawab ucapan Jessica. Tentu itu sedikit membuat Jessica kesal.

"Jangan bilang kamu masih berhubungan dengan Iris!" tuding Jessica mulai meninggikan suaranya.

"Astaga Ma. Sudah Adam bilang, Adam tidak ada hubungan apapun dengan perempuan itu!" tegas Adam dengan serius.

"Tidak ada hubungan tidak ada hubungan. Memang kalian menyangkal waktu gosip itu menyebar di media? Belum lama bercerai dengan mantan istri, billionaire muda Legrand Adam menggandeng model cantik asal Italia di pesta pernikahan rekan kerja! Cih! Papa pasti akan menembak kepalamu jika dia tau,"

"Haish! Okay okay!" Adam memotong, dan meletakkan sendok garpu nya lantaran kesal. Ditatapnya sang Ibu yang mulai melebarkan senyumannya. "Aku akan membicarakannya dengan Haleth saat bertemu nanti."

…………………………………………………………………………

Pembuat Masalah

Untuk kesekian kalinya Haleth memeriksa jarum jam tangannya. Ia merasa tidak terlambat datang, tapi entah kenapa ia tak menemukan seseorang yang dicarinya dari 15 menit yang lalu. Rasa takut pun mulai Haleth rasakan, dan wanita itu pun bergegas mengambil ponselnya dan melakukan panggilan telepon dengan Emery.

Tak menunggu waktu lama, Emery menerima panggilan tersebut.

“Ya Haleth?”

“Tasha bersama Mama?” tanya Haleth dan kembali memeriksa sekeliling sekolah dengan teliti.

“Bicara apa kamu? Kan kamu melarang Mama jemput Tasha. “

Haleth berusaha keras untuk tidak panik, dan mengangguk pelan. “Okay okay. Mungkin masih di dalam. Haleth tunggu saja,”

“Apa terjadi sesuatu?”

“Tidak. Aku tutup ya Ma!”

 Tanpa menunggu jawaban dari Emery, Haleth memutus sambungan dan melangkah memasuki wilayah sekolah Taman Kanak-Kanak itu. Suasana sudah mulai sepi, dan hanya ada beberapa guru yang masih berlalu-lalang. Menghentikan salah satu guru yang masih terlihat muda, Haleth lantas menanyakan keberadaan putrinya.

"Oh, Mrs. Haleth! Saya pikir anda ikut menjemput Tasha tadi!" celetuk guru bernama Georgia itu.

Sontak saja Haleth mengernyit begitu mendengar perkataan wanita tersebut.

"Tidak. Kalau boleh saya tau, dengan siapa Tasha pulang?"

"Dengan Papanya. Mereka meninggalkan sekolah dari 30 menit yang lalu karena Mr. Legrand bilang ada acara yang membuatnya harus membawa Tasha pergi lebih awal."

Haleth tertegun sejenak, lantas mengucapkan terima kasih pada Georgia sebelum akhirnya Georgia pergi.

Dengan perasaan kesal, Haleth kembali masuk ke dalam mobil, dan mengambil ponselnya.

"Acara acara apanya?! Kapan lelaki itu kembali ke California? Ck, kali ini saja kau menculik anakku, Adam!"

...****...

"Daddy, nanti kita ketemu Momy nggak?"

"Iya dong. Tapi buat sekarang, Tasha sama Daddy dulu ya! Daddy mau belikan semua yang Tasha mau."

"Benar Daddy?!"

"Tentu saja. Karena Daddy mungkin akan lama di California, kita akan sering bermain berdua nanti."

Terlihat jelas raut bahagia Tasha yang kini tengah bersama Adam di dalam mobil yang melaju. Memang jika diperjelas, Tasha hanya bisa bertemu dengan Adam satu tahun sekali. Tidak heran jika anak itu terlampau senang begitu melihat sosok Papanya yang tiba-tiba menjemputnya di sekolah.

Bahkan disaat mereka bersenang-senang, keduanya tampak sedikit tak memikirkan bagaimana kebingungannya Haleth saat ini. Tidak, ralat. Adam memikirkan itu, walaupun hanya sedikit. Pasalnya, jika pria itu terang-terangan izin untuk membawa Tasha, Haleth pasti akan mentah-mentah melarangnya. Itu sebabnya Adam diam-diam ke sekolah Tasha, dan membawa putri kecilnya menghabiskan waktu bersamanya.

Adam merogoh saku kemeja yang ia pakai, saat ponselnya bergetar menandakan adanya telepon masuk. Sejenak ia melihat nama yang tertera, lantas menerima panggilan tersebut.

"Hai, Haleth."

"Diam. Kau bawa kemana anakku?!"

Adam tersenyum tipis, kemudian menatap Tasha sebentar. "Anak kita Haleth. Dia bersamaku. Ayo bertemu di restoran biasa."

Sambungan terputus begitu saja tepat Adam menyelesaikan ucapannya. Kembali menyimpan ponselnya, suara Tasha pun kemudian terdengar.

"Apa yang menelepon tadi Momy, Dad?"

"Ya, itu Momy. Dia pasti khawatir karena kau tidak ada di sekolah, Tasha." kekeh Adam.

"Mhm, obviously. Kita pergi tanpa Momy tau. Apa nanti Momy akan memarahiku Daddy?"

Adam tersenyum, lalu mengusap rambut Tasha lembut. "Tentu saja tidak. Justru Momy akan ikut makan siang bersama kita."

...****...

Haleth mengunci mobilnya setelah sampai di salah satu restoran yang sudah familiar baginya. Tempat itu adalah tempat favorit Haleth dan juga Adam saat masih berstatus pacaran dulu.

Entah kenapa pria itu mengajaknya bertemu di restoran itu. Jujur mengesalkan. Adam seolah kembali membawanya ke masa lalu.

Kaki jenjangnya melangkah memasuki restoran, dan melihat sosok yang dicarinya. Tasha yang tengah menyantap makan siang dengan Adam yang menyuapinya. Dengan langkah tergesa, Haleth menghampiri kedua orang itu.

"Tasha. Ayo kita pulang!"

Adam sontak menolehkan kepalanya menatap sosok Haleth.

"Momy! Momy ayo duduk! Daddy bilang, Momy akan makan siang dengan kami!" seru Tasha antusias.

Tetapi Haleth tak mengindahkan ucapan putrinya, lantas meraih tangan Tasha. "Ayo, kita ke rumah sakit saja Tasha."

"Haleth, jangan terburu-buru." peringat Adam yang spontan membuat Haleth merotasi bola matanya.

"Tasha masih ingin menghabiskan makan siangnya. Ayo duduk. Kau, pasti juga belum makan siang kan?"

"Iya kan Momy? Ayo kita makan bersama!" sambung Tasha yang kini membuat Haleth tak bisa menolak. Perlu di garis bawahi, Haleth menurut karena Tasha. Karena putrinya.

Adam memanggil waiters, dan memesankan makan siang untuk mantan istrinya itu. Setelah waiters itu menulis pesanan dan meninggalkan meja yang mereka tempati, Adam menggulirkan pandangannya menatap sosok cantik yang tengah duduk di samping Tasha.

"Apa menu makan siang favoritmu sudah berubah?" tanya Adam yang hanya sekilas mendapat respon tatapan dari Haleth.

"Hm. Thanks."

Adam melonggarkan dasinya, dan menarik sudut bibirnya tersenyum tipis. "Aku merindukanmu Haleth."

"Aku tidak."

Wanita itu tidak berubah.

"Mama juga merindukanmu Haleth. Dia ingin kau dan Tasha menginap untuk beberapa hari di rumah,"

"Aku tidak tertarik. Kalau mau bawa Tasha, dan aku akan menjemput keesokkannya."

"Sejujurnya, Mama punya alasan untuk memintamu bermalam di sana. Kau tau, Mama ingin sekali kita berdua rujuk?"

Haleth mendengus, dan tersenyum miring mendengar ucapan pria yang tengah bersamanya itu. Ia mengangkat kepalanya, memicing menatap wajah tegas Adam lantas menggeleng.

"Mau sampai kapan kau selalu berbicara omong kosong seperti itu?"

Adam mengernyit. "Aku tidak bohong."

"Adam, Adam. Bahkan sampai 6 tahun ini, kau selalu berdusta padaku. Memang cocok ya kalian berdua. Pendusta, dengan penggoda." ejeknya tanpa ekspresi.

Tak lama kemudian waiters datang membawa makan siang Haleth. Namun sangat disayangkan, nafsu makannya hilang seketika bahkan dari awal matanya melihat keberadaan pria masa lalunya.

"Aku akan kembali ke rumah sakit. Kau makan saja itu, dan jaga Tasha untukku." Haleth berdiri, dan mengusap kepala Tasha sebentar. "Tasha mau senang-senang kan? Kalau begitu Momy kerja lagi ya!"

"Momy tidak ikut?"

"Momy tidak bisa terlalu lama meninggalkan pasien-pasien Momy."

"Okay Momy. Hati-hati di jalan." dan Haleth langsung saja meninggalkan tempat itu begitu putrinya selesai berucap.

Adam tidak bisa mencegah, tak bisa membujuk, dan jika ia melakukannya, semuanya akan sia-sia saja. Wanita itu sama seperti saat pertama kali bertemu dengannya. Berhati batu. Tetapi justru itulah point penting yang membuat Adam jatuh hati. Dan saat dia berhasil meluluhkan sosok Haleth, dengan bodohnya dia menggores luka yang membekas hingga sekarang di hati wanita itu. Yang membuat rumah tangganya berantakan, bahkan membuatnya sempat kehilangan kedua malaikat berharganya. Meski di luar dia selalu menolak untuk kembali mencoba memperbaiki semuanya, jauh dalam lubuk hati Adam sangat berbanding terbalik. Pria itu, masih menginginkannya. Adam ingin mendapat kesempatan kedua.

Tetapi memang sepertinya semuanya hanya bisa disesali saja. Apa yang Adam harapkan dari wanita hebat yang anti mengulang kesalahan yang sama? Sudah dijelaskan, semuanya pasti akan sia-sia saja jika Adam bersikeras mencoba. Tapi di sisi lain, Adam tak ingin menyerah begitu saja.

"Tasha? Apa Tasha ingin Momy dan Daddy bersama lagi?"

Bertemu Mantan Mertua

Dengan wajah masam Haleth melemparkan tas nya di ranjang. Ia lantas merebahkan tubuhnya yang lelah di tempat yang empuk itu, menatap kosong langit-langit kamarnya yang begitu terang.

Wanita itu mematung, terus memikirkan pesan yang Adam kirimkan padanya beberapa jam yang lalu. Dimana pria itu menulis, bahwa Tasha akan menginap di rumahnya. Haleth juga sempat berbicara dengan Tasha lewat telepon, mendengar semua alasan gadis cilik itu. Memang semuanya sudah Haleth perkiraan. Tasha tidak akan puas jika hanya menghabiskan waktu satu hari saja untuk bersenang-senang dengan Papa nya.

Haleth kembali membangkitkan tubuh lelahnya dan membuka baju kerjanya satu per satu. Dia harus segera membersihkan badan dan menyiapkan makan malam untuknya serta sang Ibu. Tubuh telanjangnya lantas melangkah memasuki kamar mandi. Menyiapkan air untuk ia berendam, serta menyalakan lilin aromaterapi agar pikirannya menjadi lebih fresh.

Setelah memasukkan bath bomb dengan aroma melati yang dipadu dengan ylang-ylang, Haleth lantas menyamankan dirinya di dalam bath tub tersebut. Haleth menghela nafasnya lega, merasakan hangatnya air yang berubah menjadi kebiruan karena efek dari bath bomb. Wangi favoritnya menyeruak memanja indera penciumannya. Begitu menenangkan, sampai Haleth akhirnya memejamkan matanya.

Terbayang ingatan saat ia pertama kali bertemu dengan Adam. Peristiwa itu terjadi 8 tahun yang lalu, saat Haleth memutuskan pergi ke New York guna melanjutkan studinya untuk menjadi seorang dokter. Ia bertemu dengan Adam di Universitas itu.

Tampan, gagah, public speaking yang bagus, jenius. Secara fisik dan kepintarannya, Pria itu berhasil membuat Haleth jatuh cinta pada pandangan pertama. Dan bagusnya lagi, saat pertengahan semester 1, Adam menemuinya dan menyatakan perasaannya bahwa ia tertarik pada Haleth.

Semuanya berjalan sesuai keinginan Haleth. Bahkan sampai tidak sadar, selama mereka berhubungan, tidak ada masalah yang mencoba menghancurkan hubungan keduanya. Dan kemudian mereka memutuskan untuk menikah, karena Haleth hamil. Adam juga tidak menyangkal jika Haleth hamil anaknya, dan pemberkatan akhirnya dilaksanakan beberapa hari sebelum Adam keluar dari Universitas.

Pria itu, memutuskan untuk bekerja menggantikan sang Ayah yang tewas karena kecelakaan tunggal. Dan Haleth, tetap melanjutkan studinya.

Mereka tinggal bersama dengan pengawasan Jessica, tentu saja. Mengantisipasi hal yang tidak diinginkan terjadi, karena kehamilan Haleth yang rentan dengan keguguran. Terlebih lagi, Adam mulai sibuk bekerja. Pria itu selalu pulang malam, atau bahkan tidak pulang sama sekali. Dan pada akhirnya, 4 bulan umur kehamilannya, rasa takutnya benar-benar terjadi.

Haleth, memergoki suaminya, tengah bercumbu dengan wanita lain di kantornya. Hancur berkeping-keping rasa percaya Haleth pada Adam. Dia terlanjur sakit hati, dan Haleth memutuskan kembali ke rumah Adam. Tidak. Bukan untuk menangis atau mengadu pada Jessica tentang apa yang terjadi. Melainkan, Haleth mengemasi barang-barangnya, untuk pergi meninggalkan tempat tersebut.

Jessica yang berusaha menahan Haleth agar tidak pergi, semakin dikepung rasa penasaran saat Adam datang dan mencoba meluruskan masalah. Karena dasar watak Adam yang keras, terpancing juga emosinya melawan Haleth yang keras kepala. Pertengkaran tak dapat dicegah. Terjadi adu argumen bernada tinggi yang semakin membuat Jessica bingung harus berbuat apa. Tangisan wanita paruh baya itu pecah, ketika menantunya melangkah keluar dari mansion itu dengan koper besar berisi barang-barang miliknya.

Haleth kembali pada Emery, melanjutkan hidupnya tanpa ada koneksi lagi dengan Adam maupun Jessica. Haleth juga memutuskan untuk mengakhiri semuanya, dengan menceraikan Adam. Tak peduli meski ia tengah hamil. Wanita itu hanya tidak mau lagi terjerat hubungan dengan Pria itu.

Dan belum lama waktu berlalu, berita tentang hubungan Adam dengan wanita itu muncul di media. Haleth muak, kecewa, marah. Tapi itu semua Haleth pendam di dalam hatinya dalam-dalam. Dia tidak ingin mencelakai dirinya sendiri dan juga anaknya. Maka dari itu Haleth memilih untuk melupakan semuanya, dan memprioritaskan dirinya, anaknya, dan juga Emery.

Haleth mendecak kasar, lantas membersihkan sisa-sisa busa yang masih menempel pada tubuhnya. Keluar dari bath tub, lalu memakai bathrobe nya.

"Sialan, Adam! Dia selalu memberiku mimpi buruk!" geramnya sambil membuka pintu untuk kembali ke kamarnya.

Tangannya terulur membuka pintu lemari, memilih-milih baju yang akan ia pakai. Tetapi topik pembicaraan Adam tentang rujuk tadi kembali terngiang, yang akhirnya membuat Haleth mendesah kesal. Haleth lantas mengambil asal baju di lemarinya, dan menutup pintu itu dengan keras.

"Persetan!"

"Astaga, Haleth! kau ini kenapa?" dan saat itu juga Emery datang dengan tatapan herannya. Haleth mendecak, lalu memasang wajah lembutnya yang disertai senyuman.

"Mama? Sudah lapar ya? Aku akan berpakaian dan turun sebentar lagi untuk membuat makan malam." katanya.

"Tidak usah. Jangan." Emery menutup pintu lalu melangkah mendekati anaknya. "Berpakaian lah lebih rapi. Jessica baru saja menelepon dan mengundang kita berdua untuk makan malam di kediamannya."

Haleth menghela nafasnya lesu. "Maksud Mama, ke rumah Adam?"

Emery mengendikkan bahunya dan tersenyum. "Ya! Adam. Dia pasti akan senang sekali jika kamu ikut kesana!"

Heleth reflek merotasi bola matanya dan mendengus. "Aku tidak ikut." tolaknya seraya meletakkan baju yang ia bawa di ranjang.

"Ayolah Haleth. Ini juga permintaan Tasha." Emery mengikuti langkah Haleth lantas duduk di samping wanita itu. "Tasha menghubungimu tadi, tapi kamu tidak menjawab. Jadi, dia menelepon Mama dan mengatakan ingin sekali kamu ikut makan malam di sana."

"Mama selalu membawa nama Tasha untuk membujukku."

Emery menghela nafasnya. Sulit sekali membujuk putrinya yang berhati batu itu.

"Aku tidak akan pergi. Jika Mama ingin pergi ke sana, aku akan pesankan taksi."

"Mama mohon Haleth. Kali ini saja. Setidaknya untuk menuruti kemauan Tasha. Dia kan sedang senang-senangnya bersama Adam."

"Ya, itu karena Adam kembali ke California hanya 1 atau bahkan 2 tahun sekali. Aku tidak mempermasalahkan jika Tasha merindukannya."

"Justru itu, Haleth! Tasha ingin kedua orang tuanya menemaninya setidaknya 1 tahun sekali. Apa kau tidak pernah berpikir bagaimana perasaannya?" Emery tidak menyerah membujuk putri tunggalnya itu.

"Listen to me, Mama. Siang tadi aku baru saja bertemu dengan Adam, dan itu sudah merusak mood dan juga nafsu makan siang ku. Dan Mama ingin aku bertemu dengannya lagi? Urgh! unbelievable!"

"And listen to me too, Haleth! Ini, kemauan Tasha. Putrimu!"

Lagi-lagi Haleth merotasi bola matanya dan berjalan menuju meja rias. Ia secara bertahap memakai produk perawatan wajahnya, tanpa memedulikan Emery yang masih mengomel, tentu saja. Sesekali wanita itu juga menghela nafas lantaran lelah sendiri.

"Aku tidak peduli mau berapa lama Adam membawa Tasha. Asal jangan dibawa saja anakku ke Abu Dhabi, lalu dikenalkan dengan wanita itu! Cih!"

"Maka dari itu, datang ke rumahnya sekarang! Kamu mau, anakmu mulai bosan dengan kesibukan dan alasanmu, lalu dia memutuskan ikut dengan Adam ke Abu Dhabi?"

Haleth meletakkan sisirnya, lantas menatap Emery dari cermin. Ibunya tidak mau menyerah, dan tidak ada cara lain selain menurutinya meski terpaksa.

"Bagiamana? Kau mau,"

"Okay okay! Aku akan bersiap! Mama tunggu saja di bawah." Haleth bangkit dengan wajah muram. Tetapi itu tak membuat Emery peduli, dan wanita itu sibuk kesenangan karena akhirnya putrinya mau menuruti ajakannya.

Setelah Emery keluar dari kamar, Haleth masih dengan wajah kesalnya mengambil pakaian yang lebih formal dari lemari.

"Tidak bisa dipercaya! Aku berencana menghindarinya, Mama justru mau aku bertemu lagi dengan lelaki kurang ajar itu!"

...****...

"Haleth akan datang kan?" Jessica tak henti menanyakan pertanyaan yang sama pada Adam.

"Aku tidak yakin. Tapi semoga saja dia datang." jawab pria itu.

"Aku dengar dari Tasha, kalian bertemu tadi. Apa yang Haleth ucapkan?"

"Tidak banyak. Dia lebih banyak diam, bahkan tidak memakan makan siangnya."

Jessica menghela nafasnya gusar, dan sesekali melihat ke arah jam yang terus berputar. Keduanya terjebak dalam keheningan hingga beberapa menit berlalu. Itu semakin membuat Jessica dirundung rasa gelisah karena seseorang yang ia tunggu belum juga datang.

"Adam! Apa kau tidak mau menjemput," Jessica tak melanjutkan ucapannya ketika mendengar suara klakson dari luar. Wanita itu dengan semangat berlari keluar, dan Adam berjalan dibelakangnya.

Mereka menyambut hangat kedatangan orang yang ditunggu-tunggu.

"Oh, Emery. Akhirnya kau datang." Jessica memeluk Emery yang mendahului keluar dari mobil.

"Hi Jess. Bagaimana kabarmu?"

"Aku baik. Bagaimana denganmu?"

"Aku juga baik. Haleth datang bersamaku,"

Jessica mengalihkan pandangannya pada sosok Haleth yang menarik senyum kaku. Dulu saat masih menjadi menantu, hubungannya dengan Jessica memang sangatlah baik. Tapi begitu Haleth memutuskan untuk pergi, ia tak lagi menemui Jessica dan berakhir canggung seperti sekarang.

"Hi Haleth! Senang bertemu denganmu lagi." dengan penuh rasa rindu, Jessica mendekap Haleth untuk beberapa menit lamanya. "Aku senang sekali kau mau memenuhi undangan ku."

"Saya senang bisa datang ke rumah ini lagi," sahutnya berbohong. Jika boleh memilih, Haleth akan mengistirahatkan dirinya di rumah daripada harus bertemu lagi dengan pria yang ia hindari. Tapi jika sudah begini, mau bagaimana lagi?

"Tidak perlu formal begitu. Kau cantik sekali Haleth."

"Terima kasih Nyonya Legrand."

Jessica menggeleng tegas mendengar cara Haleth memanggilnya. "Jessica, atau Mama juga boleh. Ayo, kita masuk. Makan malamnya tidak akan enak jika dingin!"

"Dimana Tasha?"

"Dia sedang tidur. Sepertinya kelelahan karena seharian bermain dengan Papa nya." Jessica menggiring kedua tamunya menuju ruang makan. Suasana tak lagi sunyi, dan Jessica merasa kehidupan di rumah itu mulai kembali saat Haleth menginjakkan kakinya di rumah tersebut.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!