NovelToon NovelToon

Love Story Of Azizah

Bab 1 : Perasaan yang Kembali

Perselingkuhan Gery membuat Azizah semakin dekat dengan cinta masa lalunya.

Gery, badboy yang memiliki pesona luar biasa di mata para wanita dengan kulit putihnya dan tubuhnya yang tinggi serta tentunya wajah tampan yang luar biasa, membuat para bunga rela mendekat pada kumbang jantan yang satu ini.

Namun seharusnya predikat Badboy yang sudah melekat padanya harus berubah menjadi goodboy ketika ia sudah memiliki tanggung jawab sebagai seorang suami.

Happy reading gaessss....

**Azizah**

*Kak, suami Zizah ada*?

^^^**Gibran**^^^

^^^*Sudah malam, tidurlah. Tak usah menunggu suamimu, dia tak akan pulang malam ini*.^^^

Seperti biasa Azizah menanyakan suaminya melalui pesan singkat melalui aplikasi hijau ponselnya pada Gibran, rekan kerja sekaligus sahabat Gery sedari kecil, karena sudah larut malam suaminya belum pulang membuat Azizah hawatir dan menanyakannya pada Gibran rekan satu pekerjaan dengan Gery.

Azizah adalah wanita yang dinikahi Gery tiga tahun yang lalu, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang baru berusia satu tahun.

Gibran sudah tahu kelakuan Gery di belakang Azizah yang selalu selingkuh atau hanya sekedar bermain-main dengan teman wanita di tempat kerjanya.

Gibran sudah beberapa kali memperingatkan Gery agar tidak seperti dirinya yang pernah gagal dalam berumah tangga karena kebodohannya, hingga ia harus kehilangan istri pertamanya untuk selamanya dan menikahi ular betina seperti Aida.

Meskipun hal tersebut bukan mutlak atas kesalahan Gibran, namun Gibran sangat menyesal.

"Dari mana saja kamu mas? Dua malam malah tidak pulang,"

Tanya Azizah dengan nada datar.

"Gak usah bawel, nih uang bulananmu."

Gery, suami Azizah, melempar uang lembaran merah kepada Azizah diatas tempat tidur mereka. Saat ini Gery memang sedang bermain gila dengan seorang wanita di luar sana.

"Apa ini, Mas? Kok cuma dua juta? buat aku sebulan?"

Azizah mengambil beberapa uang yang telah terhempas diatas tempat tidur.

"Jangan banyak omong, bersyukur segitu juga aku kasih,"

Dengan nada seolah tak berdosa, Gery hanya berlalu tanpa menghiraukan istrinya yang mulai naik darah.

Saat ini Gery hanya mementingkan pacar barunya yang masih ABG dengan permintaan yang segudang untuk membeli ini itu dan biaya perawatan ke salon juga untuk jalan-jalan, membuat isi kantong Gery terkuras.

"Aku gak akan protes jika gaji mu kau berikan pada orang tua atau saudaramu, Mas,"

Tampak manik bening menetes dari sudut nanar Azizah.

Semakin hari Azizah semakin tersiksa, menghadapi kelakuan Gery yang semakin menunjukkan sifat aslinya kembali sebagai badboy setelah ia melahirkan putra pertamanya.

Suatu hari....

Azizah kembali menghubungi Gibran melalui aplikasi pada ponsel pintarnya.

**Azizah**

*H***allo**, *Kak Gibran. Apa suami Azizah ada lembur*?

^^^**Gibran**^^^

^^^S*etahuku tidak ada lembur dibagian finishing malam ini. Kenapa? Gery tidak pulang lagi*?^^^

^^^Gibran langsung menebak.^^^

**Azizah**

*I**ya, kirain ada lembur. Ya sudah, makasih, ya, Kak*.

Azizah hanya menahan sesak yang teramat di dalam dadanya.

Sering seperti itu, Azizah hanya bertahan demi putranya yang masih balita. Ia tidak ingin putranya kurang mendapat kasih sayang dari orang tua yang ia rasakan sewaktu kecil, ia tak ingin membuat putra semata wayangnya dibesarkan dalam keadaan *broken home* meskipun saat ini Satria--putra semata wayangnya itu--tinggal bersama orang tua Gery dikota sebelah karena permintaan orang tua Gery yang merasa kesepian setelah Gery memilih untuk merantau dan hidup mandiri di kota sebelah.

Gery sering main kerumah kost Gibran, semenjak istrinya Gibran meninggal, Gibran lebih memilih untuk meninggalkan rumahnya dan menempati sebuah kost kecil yang dekat dengan tempat kerjanya, sedangkan istri kedua Gibran berada dikampung.

Tepatnya istri yang memaksakan diri untuk dinikahi oleh Gibran.

Tok...tok..tok..

"Kak Gibran... buka pintunya,"

Suara Azizah terdengar sedikit menggigil.

"Siapa?"

jawab Gibran dari dalam kost-an nya.

"Ini Azizah, kak,"

Azizah berdiri di depan pintu kost Gibran dalam keadaan basah kuyup.

Gibran pun membukakan pintu untuk istri dari sahabatnya itu.

"Azizah, kamu ngapain malem-malem kesini? Mana hujan lagi,"

Gibran yang membukakan pintu dan mengedarkan pandangannya kesekitar halaman kost-nya yang sedang diguyur hujan lebat dan pekatnya malam, hanya melihat Azizah yang basah kuyup dan kedinginan diteras kost-nya.

"Azizah abis ngikutin mas Gery, kak. Tadi dia lewat sini sama cewek selingkuhannya."

Azizah menangis tersedu-sedu dengan keadaan basah kuyup karena mengendarai sepeda motor mengikuti Gery.

"Terus sekarang Gery nya mana?"

Gibran kembali mengedarkan pandangan ke sekitar halaman kost.

"Azizah ketinggalan jejak, Kak, mobilnya cepet banget, Azizah gak bisa ngejar ditambah hujan deras jadi pandangan Zizah gak bisa jauh." Azizah menjelaskan dengan bibir yang gemetar kedinginan. Air hujan dan air mata Azizah seolah menjadi satu membuat wajahnya semakin basah.

Gibran segera masuk dan mengambil training dan kaos miliknya untuk dikenakan oleh Azizah.

"Sudah, sekarang kamu ganti baju sana."

Gibran memberikan kaos dan celana trainingnya pada Azizah.

"Makasih, ya, Kak,"

Masih dengan isakan tangis yang belum berhenti, Azizah bergegas memasuki toilet sempit yang ada di dalam kost Gibran.

Beberapa menit kemudian, Azizah yang sudah berganti pakaian menggunakan baju yang diberikan Gibran padanya, dan menenteng baju basahnya yang sudah terbungkus kantong plastik.

"Hujan masih sangat deras, dan ini sudah larut malam, lebih baik tunggu agak reda, nanti aku akan mengantarmu,1"

Gibran memberi saran.

'Azizah, kenapa kamu masih setia pada Gery yang selalu menghianatimu, padahal masih banyak laki-laki yang mengharapkanmu untuk dijadikan istri.

Jika saja aku tidak terperangkap muslihat cinta Aida, aku pun bersedia menjadi suamimu.'

Gumam Gibran dalam hati.

TEK...

Lampu padam di area kost Gibran kemudian diikuti suara petir yang menyambar begitu mengejutkan Azizah.

"Kak, aku takut!"

Azizah menjerit ketakutan, lampu padam yang membuat keadaan sekitar gelap gulita dan Azizah menutup wajah dengan kedua tangannya.

"Tenang, ya, aku cari korek dulu."

Gibran melangkah pelan dan sangat hati-hati karena penglihatannya hanya menunjukkan satu warna yaitu hitam.

Di sela langkahnya dan tangan yang hendak meraba benda di sekitar petakan kost yang tak begitu luas dalam keadaan gelap, Gibran malah menyentuh tubuh Azizah yang sangat kedinginan.

"Kak Gibran tanganmu ...."

Azizah merasakan ada sebuah tangan kekar yang sangat hangat menyentuh tubuhnya.

"Apakah ini tubuhmu?"

Tak sengaja Gibran menyentuh pundak Azizah.

Azizah baru merasakan kembali sentuhan hangat dari seorang lelaki, karena Gery selalu mengabaikannya dan mencari kehangatan wanita lain.

Tetapi tentu saja sentuhan itu terlarang baginya dan juga Gibran.

Mereka sudah memiliki pasangan masing-masing.

'Gery, kau akan sangat menyesal kali ini. Akan aku hangatkan istrimu dengan tubuhku.'

Sesaat otak Gibran berfantasi pada Azizah namun segera Ia tepis karena Ia sangat menghargai Azizah dan Gery sebagai sahabatnya.

Hujan yang lebat membuat kedua insan yang telah lama memendam rasa yang tak terluapkan, berkesempatan untuk mendapat ruang dan waktu.

Gibran yang memang pernah mencintai Azizah, kini sedang merasakan getaran yang dulu pernah ada.

Begitu pula dengan Azizah, cinta yang dahulu ia pendam dalam-dalam di dasar lubuk hatinya, bahkan sudah mati rasa, kini seakan mendapat kehidupan baru.

Ya... menghidupkan cinta yang telah lama mati dengan siraman hangat dari seorang lelaki tampan nan gagah bernama Gibran.

Gery, jangan sampai istrimu mendapat kesempatan memadu kasih yang telah hilang bersama kekasih tak sampainya karena selalu kau abaikan.

Karena tindakan yang tak diinginkan akan terjadi ketika ada kesempatan untuk ruang dan waktu yang memihak padanya.

Akankah cinta Gibran dan Azizah menyatu?

Entahlah, episode berikutnya perlahan akan menjawab semua.

Apa ya, yang terjadi pada Gibran dan Azizah selanjutnya?

Apakah mereka???

Ups!

Krisan tipis bolehlah ya...

Tapi jangan kasar-kasar, takut berdarah-darah

😍😍😍

Seneng banget kalau dapat vote...

Happy reading...

masih butuh masukan, supaya bisa menulis lebih baik lagi....

"SM"

Bab 2 : Suara Hati

Azizah baru merasakan kembali sentuhan hangat dari seorang lelaki, karena Gery selalu mengabaikannya dan mencari kehangatan wanita lain. Tetapi tentu saja sentuhan itu terlarang baginya dan juga Gibran.

Mereka sudah memiliki pasangan masing-masing.

'Gery, kau akan sangat menyesal kali ini. Akan aku hangatkan istrimu dengan tubuhku.'

"Kak Gibran maaf," Azizah menjauhkan tubuhnya dari Gibran yang hanya beberapa centimeter saja, bahkan tangan Gibran saat ini sedang menyentuh pundak Azizah.

"M-maaf, aku tidak bermaksud...."

Gibran langsung menjauhi tubuh Azizah yang hampir menempel dengan tubuhnya, menarik tangan yang tak sengaja meraba pundak Azizah dan mencoba mencari korek api dan ponselnya, atau apa saja yang dapat mengeluarkan cahaya dalam kegelapan yang pekat di dalam kamar kost-nya.

Beberapa saat kemudian...

"Baiklah, hujan sudah mulai mereda. Aku akan mengantarkanmu pulang, jangan lakukan hal bodoh seperti ini lagi, karena hanya akan membuatmu berada dalam kesulitan bahkan bisa membahayakan dirimu sendiri."

Gibran beranjak mengambil jas hujan dalam jok motornya dengan bantuan lampu senter dari ponselnya.

Azizah Pov.

"Kak Gibran, sebenarnya Azizah dulu suka sama kakak, tapi masa Azizah harus menyatakan perasaan Zizah duluan sama kakak? Kak Gibran sangat terlambat, ditambah Kayla teman Azizah sudah pernah bilang kalau dia suka sama kakak.

Situasi memaksa Azizah menerima cinta mas Gery yang bergerak sangat cepat, Azizah berusaha mencintai mas Gery dan saat ini Azizah sudah berhasil mencintai suami Zizah--mas Gery.

Maafkan Azizah yang telah menerima mas Gery, karena Azizah udah gak kuat harus tinggal serumah sama ibu tiri yang tidak sayang sama Zizah." batin Azizah.

"Kak, ini jas hujannya."

Azizah memberikan jas hujan pada Gibran yang sudah basah kuyup dengan jaketnya. Gibran lebih memilih Azizah yang memakai jas hujan yang hanya ada satu pasang.

"Kamu cepat masuk ke dalam rumah, kunci saja. Aku yakin Gery tak akan pulang malam ini. Jaga diri kamu. Besok aku akan meminta Gery mengambil motormu ke kost,"

Gibran berlalu dengan motor sport hijaunya.

"Apa yang aku lakukan tadi? Bodoh, kenapa aku harus khilaf sih?"

Gibran merutuki dirinya sendiri.

"*Gery, temui aku di belakang kantor jam 7 pagi*."

pesan singkat telah terkirim dari aplikasi hijau Gibran.

Subuh ini Gibran sudah siap dengan setelan kerjanya. Padahal hari ini ia sedang mendapat rolling sift 2.

Mata Gibran terlihat merah membakar, menahan kesal pada Gery dengan kejadian semalam yang membuatnya tidak bisa tidur nyenyak.

"Hey, Bray, mau ngapain sih lu pagi-pagi ngajak ketemu disini? Ada mas--" Gibran memotong ucapan Gery dengan tonjokan yang mendarat di pelipis muka Gery.

Bug..Bug..

Dua tonjokan Gibran membuat Gery terhuyung.

"Lo, kenapa sih? Datang-datang nonjok Gue!" Gery tak terima atas perlakuan Gibran.

"Lo pergi kemana semalam, hah?" Gibran mengangkat kerah baju Gery.

"Lo apa-apaan sih! Lepas!" Gery menepis tangan kekar Gibran dengan tangan kekarnya.

"Jawab pertanyaan gua, semalem Lo kemana? Sama siapa?" Gibran berteriak dengan mata merah akibat kurang tidur tak membuat dirinya lemah di hadapan Gery.

"Ngapain, sih, Lo ikut campur urusan rumah tangga gua bray?"

Gery berusaha merapikan baju seragamnya dengan satu kancing yang terbuka akibat jambakan dari Gibran.

"Lo gak punya otak, ya, semalam istri Lo, ke kostan gua,"

Emosi masih terlihat dari nada Gibran yang meninggi.

"Ngapain? Mau selingkuh sama, Lo? hm," Gery mengusap ujung bibirnya yang berdarah dengan jarinya, dan malah bercanda.

"Jaga mulut Lo, ya. Gua sama Azizah gak serendah Elu yang suka main serong."

Gibran meninggalkan Gery yang keheranan dengan sikap temannya yang terlihat sangat kalut. Tak biasanya Gibran seperti ini.

Sedangkan Gery kembali masuk ke kantor melanjutkan pekerjaannya yang sedang mendapat sift 1, sengaja bertukar sift dengan rekan yang lain karena selingkuhannya.

"*Bajing\*n, Lo Ger. Gua udah berusaha ikhlasin Azizah buat Elo, sekarang, Lo malah nyakitin dia*." batin Gibran.

Drrttt...drrttt...

Getaran ponsel membuat Gibran membuyarkan lamunannya.

**Gibran**

*Y**a, ada apa*?

^^^**Aida**^^^

^^^*G**ajian besok, kamu pulang, kan, Mas*?^^^

**Gibran**

*Aku usahakan*

Tuuttt..tuttt...panggilan terputus.

Gibran melihat waktu pada pergelangan tangannya sudah menunjukkan jam satu siang.

"Mbak, kopi satu sama gorengan tiga."

Teriak Gibran pada penjaga kantin, membuat si mbak menghampirinya.

"Sepuluh ribu, Mas."

Gibran mengeluarkan uang dari saku celananya dan meninggalkan kantin yang ada di belakang kantor.

"Tak apa masih ada dua jam sebelum pergantian sift. Aku akan cek mesin finishing dulu." gumam Gibran dengan suara sangat pelan.

Gibran menempelkan jari jempolnya untuk mengisi absen pada finger print di depan pos satpam pabrik.

"Wah, wah, karyawan teladan jam segini udah datang." pak satpam mencandai Gibran yang baru saja selesai mengisi absen.

"Iya, Pak. Bosen di kontrakan mulu. Mau cek mesin dulu aja."

"Makanya bawa istrinya, kan enak ada yang nemenin, haha." gurau pak Jono satpam PT. NBI

"Ah, Bapak bisa aja." Gibran tersenyum getir sambil menarik kursi dekat pak Jono.

Gibran sudah cukup akrab dengan para karyawan di kantor, tak terkecuali para satpam pabrik, karena sudah lama bekerja pada PT.NBI hampir delapan tahun, dan statusnya pun kini sudah sebagai kartap (Karyawan Tetap) dan menjabat sebagai kepala Leader Bagian finishing bersama Gery.

"Hey, Bray, Lo rajin banget belum bel pergantian sift udah masuk." Gery berpapasan dengan Gibran yang hendak menuju salah satu mesin Finishing.

"Masalah buat, Lo?" Gibran tetap fokus pada mesin yang ada didepannya.

"Lo kenapa, sih, sensi banget sama gue?"

"Lo pikir aja sendiri. Masih punya otak, kan?" Gibran sinis.

Tanpa mempermasalahkan perkataan Gibran Gery sudah bersiap untuk pulang, karena bel pergantian sift sudah mengiang di telinganya.

"Gue duluan, Bray!" Gery menepuk pundak Gibran dan tidak di tanggapi oleh si pemilik pundak.

Sesampainya Gery dirumah.

"Mas, kita jemput Satria yuk. Aku kesepian." Azizah meminta dengan lembut pada suaminya, Gery.

"Biarin aja, kalo Satria masih betah gak usah dijemput." Gery menjawab dengan tangan yang sibuk membalas chat dari aplikasi hijaunya.

"Kamu ini Chatan sama siapa sih, Mas?" Azizah sudah mulai tidak sabar mengahadapi suaminya.

"Temen!" Gery mengambil kopi dari meja ruang tamu.

"Temen selingkuh maksudnya?" Azizah berlalu menuju kamar tidur meninggalkan Gery yang sedang tersedak oleh kopinya.

"Woi siapa yang selingkuh?" Gery mengejar Azizah dan menarik pergelangan tangan Azizah dari belakang.

"Udah lah, Mas, aku udah tau kamu selingkuh kan sama anak Finishing?" Azizah tak sanggup menahan manik beningnya untuk menetes.

"Siapa yang selingkuh, Zizah? Lagian kamu denger dari siapa aku selingkuh?" Geri kembali membual pada istrinya.

"Waktu malam minggu kamu bilang ada lembur dan akan begadang di kantor, karena ada produk baru, aku ikutin kamu sampe pabrik, Mas. Aku lihat kamu sama cewek." nada Azizah semakin tak beraturan menahan isak tangis.

"Kamu ini kenapa sih? Itu si Nunik operator aku, dia Sift malam, aku cuma ketemu di jalan terus aku tawarin dia bareng sama aku. Apa aku salah kasihan sama perempuan yang lagi nungguin ojek, terus aku ajak bareng karena kita satu tujuan?" Gery memang sangat pandai bersilat lidah.

"Kamu gak bohong kan, Mas?"

"Mana mungkin aku bohong, kalo kamu gak percaya, ya udah ayo kita samperin Nunik operator aku." Gery berupaya meyakinkan Azizah.

"Jangan bohongin aku lagi ya, Mas. Cukup satu kali kesalahanmu bersama Winda, jangan sampai terulang lagi."

Azizah berhambur kepelukan Gery, meneruskan tangisannya yang masih sedikit tersisa.

"*T*olong jaga kepercayaan aku Mas, karena aku sudah mencintaimu, beberapa tahun menikah denganmu membuat aku tak ingin kehilanganmu, terlebih saat ini sudah hadir buah cinta kita yang masih balita." batin Azizah lirih.

"Aku memang ada main sama Nunik, tapi aku gak akan biarin kamu tau, aku juga gak mau kehilangan kamu Azizah. Ibu dari anakku, Satria." batin Gery.

"Ya udah, kalo kamu kangen sama Satria, kita jemput Satria ke rumah ibu besok, pulang aku kerja." dengan pandai ular jantan mengecup ujung kepala Azizah yang bersandar di dadanya. Mencoba meluluhkan hati Azizah.

"Assalamualaikum," Azizah mengecup punggung tangan ibu mertuanya diikuti oleh Gery suaminya.

"Waalaikumussalam,"

"Ibu sama Bapak sehat?"

"Alhamdulillah sehat,"

"Satria mana, Bu?" Mata Azizah mengedar pada semua penjuru rumah mertuanya.

"Lagi sama papa, tadi mau beli mobilan katanya." ucap ibu mertua yang kemudian berlalu ke dapur untuk menyiapkan minum buat anak kesayangan semata wayangnya dan menantunya.

Satria memang lebih betah tinggal sama Kakek dan Neneknya, karena apapun yang Satria mau, kakek dan nenek akan membelikannya selagi mereka memiliki uang untuk memenuhi permintaan Cucunya.

Sedangkan jika berada dirumah Azizah dan Gery, putra yang baru semata wayangnya ini harus selalu bersabar mendengar bujuk rayu Azizah untuk tidak terlalu sering membeli mainan atau jajanan.

Bukan pelit atau tak menyayangi putranya, Azizah hanya berusaha mencukupkan jatah bulanan yang Gery berikan padanya yang terkadang atau bahkan sering kurang.

Beberapa jam dirumah mertuanya, Azizah pulang dengan tangan kosong, Satria masih tak mau ikut dengan Azizah dan Gery, ia lebih senang tinggal di rumah Nenek dan kakeknya karena selalu dimanjakan. Terlebih ibu mertua Azizah meminta Satria untuk tetap menginap dalam waktu yang tidak tentu agar bisa menemaninya.

"Kumuh banget, nih, rumah, baru satu tahun ditinggal udah kayak rumah kosong sepuluh taun," Gibran menggerutu sambil memotong rumput dihalaman rumahnya.

"Kak Gibran, udah balik lagi kerumah?" Azizah menyapa Gibran sambil menenteng belanjaan sayurnya.

"Zizah, abis dari mana?" masih dengan gunting rumput di tangannya. Gibran berdiri dan membalikkan tubuhnya menghadap Azizah.

"Biasa Kak, abis beli sayur di ujung gang."

senyum ceria Azizah masih menghiasi wajah cantiknya.

"Kak Gibran mau tinggal disini lagi?"

lanjut Azizah bertanya pada Gibran.

"Iya, daripada buat bayar kost, bayar cicilan rumah juga, jadi boros."

"Oo... iya sih, lagian sayang Kak, kalo rumah gak di tempatin cepat ambruk nantinya. Ya udah, Zizah pulang dulu, ya, Kak, mau masak sayur."

Azizah melenggang dengan sayuran yang berada ditangannya.

Gibran hanya memandangi punggung Azizah berlalu, wanita yang dulu pernah mengisi ruang spesial didasar lubuk hatinya.

"Aku memang harus mengubur kenangan bersama Almarhumah istriku Kayla. Tapi, bukan berarti aku harus meninggalkan rumahku. Aku hanya tak ingin setiap hari bertemu Azizah setelah kepergian Kayla."

Perumahan berderet yang sederhana itu dihuni oleh para karyawan PT.NBI yang memang di jembatani oleh perusahaan untuk memberikan kemudahan kepada para karyawannya agar bisa memiliki hunian sederhana dekat dengan kawasan perusahaan.

Tok..tok..tok..

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumussalam." Gibran membukakan pintu untuk tamu yang belum ia ketahui.

"Azizah, ngapain kesini? Suamimu mana?" mata Gibran mengedar ke halaman rumahnya.

"Ini Kak, Zizah tadi masak banyak, sayang takut gak ada yang ngabisin. Soalnya Satria juga masih betah di rumah neneknya. Mas Gery juga tadi mau pergi mancing katanya." Azizah menyodorkan mangkuk berisi sup ayam buatannya.

"Kamu sudah izin belum sama suami kamu, mau ngasih ini sama aku?"

"Udah, kok, tadi Mas Gery juga ngizinin waktu mau berangkat mancing. Lagian sayang pasti Mas Gery beli makan di tempat mancing, nanti malah kebuang. Soalnya pasti pulangnya malem banget,"

"Oh, ya udah, makasih, ya, sebentar aku ambil mangkuk dulu." Gibran bergegas menuju dapur untuk mengambil mangkuk, memindahkan sup.

"*sejak kapan Gery suka mancing*?"

batin Gibran bertanya, seolah tak ingin kepo dengan hobi baru temannya yang menurut ia aneh, karena Gery dari dulu tak suka mancing.

Ia mulai memasukkan sendok yang berisi sup kedalam mulutnya.

"Enak juga sup nya,"

Bab 3 : Flashback

~~

"Sejak kapan Gery suka mancing?"

Seolah tak ingin kepo dengan hobi baru temannya, ia mulai memasukkan sendok yang berisi sup ke dalam mulutnya.

"Enak juga sup nya,"

Gibran senyum-senyum sendiri.

Gibran menghabiskan semangkuk sup yang diberikan Azizah.

Seperti biasa, cowok cool bertubuh tegap dengan hidung bangir dan kulit sawo matang itu memantik korek apinya dan mulai memainkan sebatang rokok pada jarinya, menatap kosong pada halaman sempit yang ada didepan rumahnya.

Gery dan Gibran, kedua pria tampan itu sudah bersahabat semenjak kecil, namun karakter keduanya sangat berbeda.

Gery dengan badboy-nya dan Gibran dengan sifat cool dan pendiamnya.

Kini, kedua lelaki itu memang sudah mandiri, mempunyai rumah sederhana yang mereka cicil dari hasil bekerja selama beberapa tahun.

Walaupun kedua orang tua mereka adalah orang yang berada, tetapi tidak membuat Gibran dan Gery selalu bergantung kepada orang tua.

Mereka juga tak ingin kebebasan yang dibatasi jika berprofesi seperti orang tua mereka yang banyak di ekspose ke media, karena profesi yang berhubungan dengan jabatan dan kepemerintahan.

Flas Back On

Kediaman Gery.

"Hei, Bray, gabung sini."

Teriak Gery sambil melambaikan tangan kepada Gibran yang sedang merapikan rumah yang baru ditempatinya.

Posisi rumah yang saling berhadapan dengan pagar besi tanpa serat fiber penghalang dan hanya jalan gang yang memisahkan layaknya perumahan berderet lainnya, membuat Gibran leluasa melihat ke arah rumah Gery.

"Ya, nanti aku nyusul." pekik Gibran dari luar rumahnya yang masih memasukkan kardus berisi baju di dalamnya, kemudian setelah selesai dengan barang-barangnya ia bergegas menuju rumah Gery yang ada di seberang jalan gang.

"Dalam rangka apa, nih, bakar-bakar ikan?"

Gibran membaur dengan ketiga temannya, dengan mata yang sesekali mencuri pandang pada Azizah.

"Kak Gibran, rumah Kakak disini juga?"

Azizah kalah siap oleh Kayla yang terlebih dulu menyapa Gibran.

Kedua lelaki itu memang memiliki pesona masing-masing, Gibran dengan sifatnya yang *cool* membuat banyak para kaum hawa penasaran. Sedangkan Geri dengan paras tampan dan kulitnya yang putih dan ia pandai dalam bergaul membuat ia mudah dekat dengan siapapun.

"Iya,"

Gibran melengkungkan senyum pada Kayla, namun hatinya tetap berdesir pada Azizah yang berada di sebelah Kayla.

Hanya senyum dari Gibran, namun bisa membuat Kayla begitu kegirangan seolah jantungnya berdetak lebih kencang seperti genderang mau perang.

"Udah mateng, kan, ikannya? Sehabis makan, ada yang mau aku omongin sama kamu Zizah."

Deg.

Gibran mulai sedikit tersentak.

Gery tanpa ragu mengutarakan maksud di depan ketiga temannya, lebih tepatnya di depan kedua cewek, anak buahnya di line Finishing dan satu lelaki rekan sesama Leader satu linenya.

"Loh, kok, cuma Azizah aja yang diajak ngomong, kita enggak nih?"

Gurau Gibran dengan senyuman, yang memendam tanya pada hati kecilnya. 'untuk apa Gery mengajak Azizah bicara, seperti ada hal serius yang akan diutarakan.'

"Ini urusan hati lah, bray, masa gue ngajak Elo juga." Geri menaik turunkan alisnya dan meninju pelan pada Gibran.

Sementara Kayla, gadis berkerudung itu hanya menundukkan kepala sambil merapikan piring dan gelas yang masih berantakan dan sesekali curi pandang pada Gibran.

Gibran membereskan batu bata bekas tungku perapian yang digunakan untuk membakar ikan tadi di depan rumah Gery.

Tampaknya Kayla sangat peka dengan situasi, ia meninggalkan temannya ke dalam dapur membawa piring-piring dan gelas kotor bekas mereka makan-makan tadi.

Seolah tak rela meninggalkan Gery dan Azizah berdua di teras rumah temannya, Gibran pura-pura ikut duduk dekat Gery.

"Psstt ... psstt ...."

Gery memberikan kode pada Gibran untuk meninggalkan mereka berdua.

'Mau ngapain, sih, Gery?' tanya Gibran dalam hati dan menyusul Kayla ke arah dapur rumah Gery.

"Kay, ada yang bisa dibantu?"

Gibran menawarkan diri untuk membantu Kayla yang sedang mencuci piring.

"Gak usah, Kak, Kayla bisa sendiri kok, lagian juga dapurnya sempit, nanti malah susah Kaylanya."

"Ohh... Oke, aku tunggu di depan ruang Tivi aja, ya." Gibran menunjuk ke ruangan depan rumah Gery yang hanya beberapa meter dari dapurnya.

Seperti biasa, Gibran mulai memainkan asap rokok yang ia hisap sambil menatap layar kaca 32 inch di depannya. Katanya asem kalau habis makan gak ngerokok.

Sesekali Kayla menengok ke arah Gibran yang sedang duduk di sofa panjang yang memang hanya terhalang dinding dapur.

Ketika pintu dapur di buka, maka pandangan Kayla akan langsung mengarah keruang Televisi rumah 7x10 meter tersebut.

Sedangkan, di teras rumah Gery.

"Zah, aku mau ngomong sesuatu sama kamu."

Gery menatap Azizah dengan lekat.

"Mau ngomong apa, sih, kak? Kayaknya serius banget,"

Azizah masih mencandai Gery.

"Aku suka sama kamu, mau gak kita jalani hubungan yang serius?"

Gery memegang tangan Azizah.

Azizah tampak terkejut dengan pernyataan Gery.

"Hmm... Gimana ya Kak, Zizah, minta waktu buat jawabnya , ya." Perlahan Azizah melepaskan genggaman tangan Gery yang memang tidak ia cintai saat ini.

Tak terasa waktu menunjukkan pukul sembilan malam. Proses mencuci piring dan membereskan sisa-sisa bakaran tadi telah selesai.

Kayla keluar melewati Gibran yang masih menonton laga favoritnya Chelsea VS MU.

"Zah, udah malem kita balik ke mes, yuk,"

Ajak Kayla.

"Ayok. Kak, kami pulang dulu, ya. Udah malem," pamit Azizah pada Gery.

"Aku tunggu jawaban kamu." Gery meminta dengan penuh harap, "Bentar aku panggil Gibran dulu." sambung Gery yang menghampiri Gibran meminta untuk mengantarkan Kayla, sedangkan Azizah ia bonceng dengan motornya.

Sudahlah, Gery sama Azizah kan baru mau pacaran. Belum tentu juga Zizah menerima Gery. Gibran tetap tak terpengaruh oleh suasana.

Mess PT.NBI.

"Zah, aku tambah suka sama Kak Gibran. Dia itu sopan banget ya."

Kayla tampak berbunga-bunga menceritakan Gibran di hadapan Azizah.

"Kamu beneran suka sama kak Gibran?"

Azizah menatap sendu pada sahabatnya itu.

"Hmm."

Kayla mengangguk-anggukan kepala sambil tersenyum.

Sepertinya Azizah memang harus menerima Gery, agar dia bisa melupakan Gibran, lelaki yang sama-sama di sukai oleh dua sahabat tersebut.

Pukul 15.00 WIB.

Bel PT.NBI sudah berdering membuat karyawan meninggalkan Line tempat kerja masing-masing.

"Zah, gimana jawaban kamu?"

Gery mencegat Azizah yang hendak menuju Mobil jemputan yang sudah terparkir di halaman pabrik.

"Nanti aja, ya, Kak, Zizah takut ketinggalan jemputan."

"Nanti aku anter aja ke messnya pake motor."

Gery menarik pergelangan tangan Azizah menuju kantin.

Kini mereka sudah duduk di meja kantin yang masih sepi.

"Hm... Gimana ya, Kak."

Azizah menyatukan jemarinya sendiri. Namun, langsung teringat pada Kayla yang sangat menyukai Gibran.

"Ya udah, Kak, kita jalanin aja."

Entah Azizah bisa bahagia atau tidak, menjalani hubungan dengan Gery.

Empat bulan berlalu, Azizah semakin membuka hatinya untuk Gery, ternyata lelaki tampan itu bisa meluluhkan hati Azizah dengan segala kelakuan manisnya.

Hubungan mereka nampaknya semakin serius.

"Iza, hari minggu besok aku akan melamarmu di hadapan orang tuamu."

'Iza' panggilan mesra Gery pada Azizah.

Gery memperlihatkan cincin yang manis di depan Azizah.

Azizah memang sudah mencintai Gery, bagaimanapun ia senang mendengar keseriusan Gery terhadapnya.

Satu bulan setelah lamaran, Mereka akan melangsungkan pernikahan di kediaman Azizah.

Seminggu setelah akad, Berlanjut resepsi yang diadakan besok di rumah Gery, karena saat akad nikah, tak banyak teman kerja Gery yang hadir karena jarak yang cukup jauh dengan tempat mereka bekerja.

"Kay, kamu mau datang ke acara Resepsi Azizah sama Gery?"

Gibran menghampiri Kayla yang sedang menyusun cup pada Box di Line 3.

"Hmm,"

Kayla hanya mengangguk dengan tangan yang masih terampil mengambil cup sterofoam dari mesin cetak dan memasukkannya ke dalam Box.

"Bareng, ya,"

"Apa?"

Kayla menambah volume suaranya, karena suara mesin yang cukup bising membuat Kayla samar-samar mendengar ucapan Gibran di tambah suara Gibran yang tertutup masker.

"Kon-da-ngan-ba-reng."

Gibran menambah tekanan pada perkataannya, Kayla mengacungkan jempol tanda setuju.

Gibran harus menyerah, karena Azizah sudah sah menjadi istri dari temannya.

Bulan berganti bulan, Tanpa ada kata jadian atau tembak menembak antara Gibran dan Kayla, mereka semakin intens bertemu dan jalan berdua sampai akhirnya Gibran melamar Kayla sampai pada pernikahan.

Waktu akan membuat kita merubah hati terhadap seseorang, kebersamaan yang tak jarang membuat bibir tersungging, akan membuat rasa suka atau simpati menjadi sebuah percikan cinta yang sulit diterjemahkan dengan sebuah kata.

Entah berawal dari mana, atau dari apa, cinta sudah tumbuh dihati masing-masing antara Gery dan Azizah, begitu pula dengan Gibran dan Kayla yang membuat mereka bahagia dengan pasangan masing-masing.

~FLASH BACK SELESAI~

Drrttt...Drrtt...

Ponsel Gibran membuyarkan lamunannya.

**Aida memanggil**...

Seseorang diujung ponsel mengharapkan sentuhan tombol hijau oleh Gibran.

**Aida**

"*Hallo, Mas, kapan pulang*?"

terdengar suara wanita di ujung ponsel.

Dengan wajah datar tanpa ekspresi, Gibran menjawab dengan singkat.

^^^**Gibran**^^^

^^^"*nanti*"^^^

Tuutt..tuuttt...

Tanpa basa-basi Gibran langsung menyentuh tanda merah pada layar ponselnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!