NovelToon NovelToon

Love The Twins

LT 1

Dua bulan setelah Will dan Anie kembali dari berbulan madu. Keluarga mereka mengadakan acara pernikahan untuk Gwen. Keluarga Ethan yang berada di Italia sudah secara resmi datang untuk melamar Gwen, hingga akhirnya Emyr setuju untuk menikahkan putrinya dengan Ethan.

"Anie!" panggil Gwen kepada Adik kembarnya.

"Apa?" tanya Anie yang langsung bangun dari tempatnya duduk.

Gwen sudah memakai gaun pengantinnya, ia berdiri di depan kaca besar dengan ekspresi wajah begitu takut dan terlihat pucat meski sudah berpoles make up.

"An, kamu gantiin aku di altar, ya! Kita 'kan kembar, mereka pasti tidak akan mengenali," pinta Gwen memelas.

Anie yang mendengar permintaan konyol saudaranya pun langsung mendorong kening Gwen dengan jari telunjuk.

"Mana bisa? Jangan aneh-aneh!" Jelas Anie menolak mentah-mentah keinginan saudarinya.

"Aku gugup, An!" Gwen memasang wajah memelas. "Bagaimana jika aku tiba-tiba pingsan?"

"Cih ... preman jalanan kok pingsan, malu dong!" ledek Anie yang disusul gelak tawa.

Anie memegang kedua pundak Gwen, mencengkeramnya erat kemudian berkata, "Hadapilah karena ini jalan yang harus kamu tempuh atau pilih mundur dan kamu tidak akan pernah bisa bersama Ethan." Anie menepuk pelan kedua pundak Gwen dengan senyum seringai di wajahnya.

Gwen mengerucutkan bibir, ia sedang dilanda gundah gulana karena gugup, tapi adiknya malah berkata tentang hal tidak bisa bersama Ethan. Alhasil Gwen memukul lengan Anie karena kesal.

"Adik kurang ajar!" umpatnya dengan sedikit tawa.

Anie terkekeh, melihat Gwen gugup dan takut membuatnya semakin bahagia mengerjai gadis itu.

Waktu pernikahan pun tiba. Emyr sudah berjalan bersama Gwen menyusuri karpet merah yang menghubungkan tempat mereka berpijak sekarang dengan altar di mana Ethan sudah mengulas senyum menyambut calon istrinya.

"Jaga dia," ucap Emyr seraya menyerahkan tangan Gwen pada Ethan.

Ethan mengangguk tanda mengerti, ia kemudian menggenggam tangan Gwen erat, mengajaknya melakukan prosesi pernikahan untuk keberlangsungan percintaan mereka.

Prosesi pun berakhir, semua tamu yang hadir tampak bersorak gembira menyambut pengantin baru yang terlihat begitu bahagia.

"Kenapa mereka menikah terburu-buru sekali?" tanya Will seraya memeluk Anie dari belakang.

"Entah, tapi kata Gwen, Ethan takut jika ada yang merebut Gwen darinya," jawab Anie yang diiringi tawa kecil.

"Seperti kamu yang sudah menjadi milikku terlebih dahulu," ucap Will yang kemudian mengecup sisi wajah Anie, membuat gadis itu merona.

"Mau makan sesuatu?" tanya Will seraya mengurai pelukannya.

Pria itu berdiri di samping Anie dengan jemari yang ia takutkan ke jemari Anie.

"Boleh, aku merasa lapar juga," jawab Anie seraya mengulas senyum.

Will menggandeng tangan Anie menuju tempat makanan, ia tampak sesekali menatap wanita yang berjalan bersamanya itu penuh kelembutan.

"Tadi pagi kamu tidak sarapan?" tanya Will ketika mereka sudah berdiri di depan meja yang menyajikan aneka menu hidangan.

"Sarapan, tapi sudah lapar lagi. Mungkin karena aku terlalu banyak bergerak dan sibuk mengurus kebutuhan Gwen, membuat aku cepat lapar lagi," jawab Anie.

Will menoleh pada istrinya, ia mengambil piring kemudian mengambil aneka menu hidangan untuk bisa disantap istrinya.

Setelahnya, Will mengajak Anie duduk untuk menikmati makanan yang mereka ambil.

"Cuminya enak, An! Cobain," ucap Will seraya menyodorkan sendok yang sudah terdapat potongan olahan cumi.

Anie pun membuka mulutnya, ia kemudian mengunyah hidangan laut yang sudah masuk. Namun, ekspresi Anie membuat Will keheranan.

"Kenapa? Tidak enak?" tanya Will yang langsung meletakkan alat makannya.

Will melihat wajah Anie yang memucat dengan ekspresi panik.

Anie tidak berkata apa-apa, ia langsung berdiri dan mengangkat gaunnya lantas berjalan cepat menuju toilet. Will yang merasa cemas pun mengikuti, ia menunggu Anie di depan pintu seraya terus memanggil nama istrinya.

"An! Kamu nggak apa-apa?" tanya Will dari luar toilet karena cemas.

Will semakin cemas dan panik ketika mendengar istrinya muntah-muntah, ia berpikir jika Anie pasti sedang sakit.

"An! Kamu sakit?" tanya Will mengetuk pintu.

Anie tidak menjawab, hanya ada suara gemericik air yang terdengar sampai keluar pintu.

_

_

Karena merasa istrinya sakit, Will pun meminta izin pada kedua orangtua mereka untuk pulang terlebih dahulu. Will begitu cemas karena wajah Anie yang begitu pucat.

"Apa perlu ke dokter?" tanya Will menawari.

Will tampak menuntun istrinya menuju unit apartemen, keduanya baru saja keluar dari lift.

"Nggak usah, aku istirahat saja sebentar. Mungkin hanya kecapean saja. Beberapa hari mengurus pekerjaan lalu pernikahan Gwen juga dirimu, membuatku lelah," jawab Anie seraya melirik suaminya.

"Kalau gitu kamu resign saja, ya! Biar nggak lelah," pinta Will.

"Jangan! Nanti aku mau ngapain, tega!" tolak Anie.

Jelas ia ingin bekerja dan tidak hanya berdiam diri mengurus rumah.

"Oke, tapi janji, jika lelah atau merasa tidak sanggup. Langsung katakan padaku," pinta Will.

Anie hanya menganggukkan kepala, ia tersenyum senang karena suaminya bisa mengerti akan dirinya.

_

_

_

"Anie ke mana?" tanya Charlotte pada Jovanka.

"Kata Will dia sakit, tadi muntah-muntah jadi Will membawanya pulang dulu," jawab Jovanka.

Mereka masih berada di ballroom hotel keran acara resepsi pernikahan yang belum selesai.

"Oh." Charlotte menganggukkan kepala mengerti, tapi kemudian ia teringat sesuatu. "Tunggu! Kamu bilang tadi dia muntah-muntah?" tanya Charlotte meyakinkan.

"Iya, kenapa?" Jovanka bingung melihat Ekspresi Charlotte.

"Atau jangan-jangan dia dia--" Charlotte mencoba menebak dan Jovanka terlihat menanggapi dengan mulut menganga.

_

_

_

Will membuatkan teh hangat untuk Anie, istrinya itu duduk di tempat tidur menyandarkan punggung ke headboard.

"Minum dulu, biar perutmu sedikit hangat," ucap Will seraya menyodorkan cangkir di tangan ke Anie.

Anie mengulas senyum, merasa bahagia karena suaminya begitu perhatian, ia mengambil cangkir itu kemudian menyesapnya perlahan.

Ponsel Will yang berada di atas nakas bergetar, pemuda itu langsung mengambil dan menjawab panggilan yang ternyata dari Jovanka.

"Halo, Mah!"

Will terdiam sejenak mendengarkan apa yang diucapkan Jovanka, ia lantas menatap istrinya yang masih menikmati teh buatannya.

"Apa itu benar? Baiklah Mah, aku mengerti," ucap Will mengakhiri panggilan.

Will menaruh lagi ponselnya di atas nakas, ia lantas duduk berhadapan dengan Anie.

Anie yang melihat ekspresi Will sedikit berbeda pun bingung, kenapa setelah mendapat panggilan itu, suaminya jadi diam.

"Ada apa? Siapa yang telpon?" tanya Anie meletakkan cangkir di atas nakas.

"An," lirih Will menggenggam telapak tangan Anie.

"Apa?" Anie merasa takut dengan ekspresi wajah Will.

"Apa kamu sudah datang bulan? Sejak kita menikah, aku tidak pernah tahu?" tanya Will dengan ekspresi wajah begitu serius.

"Datang bulan, seharusnya sih--" Anie menghentikan ucapannya.

Setelah menikah ia tidak mengingat atau belum kedatangan tamu bulanannya itu, terakhir datang sebelum ia menikah, jadi sebenarnya Anie melakukan hubungan dengan Will beberapa hari setelah dirinya selesai datang bulan.

"Tunggu! Aku sudah tidak mendapatkan periode bulanan setelah menikah, atau jangan-jangan--" Anie menjeda ucapannya lagi, ia menatap Will penuh arti begitu juga suaminya.

"Mungkin kamu hamil," lirih Will.

Anie membungkam mulut dengan kedua telapak tangan, ia tidak percaya jika memang hal itu benar.

Secara spontan Will merengkuh tubuh Anie, mendekap dalam pelukan karena rasa bahagia.

"Kita ke dokter yuk, An! Untuk memastikan jika ini benar dan bukan mimpi," ucap Will disusul dengan kecupan bertubi di pelipi dan sisi wajah Anie.

Anie tertawa kecil, tidak mengira jika mereka bisa sebahagia ini karena kemungkinan tentang kehamilannya.

"Iya, ayo ke rumah sakit." Anie mengiyakan ajakan suaminya.

Will melepas pelukannya, ia menangkup kedua sisi wajah Anie lantas menghujani kening hingga kedua kelopak mata dengan kecupan.

"Iya."

Terpancar jelas sebuah kebahagiaan di mata Will, meski mereka baru menikah dan juga masih terlalu muda untuk menjadi orangtua. Namun, jika dirinya diberi kepercayaan sebuah titipan yang selalu dinanti pasangan suami-istri, adalah anugerah terindah dari Tuhan untuk rumahtangganya.

LT 2

Satu bulan yang lalu

"Silahkan Nona! Anda mau gaun yang mana?" tanya salah satu asisten desainer yang melayani Gwen.

Namun, sayangnya asisten itu salah orang, bukan Gwen yang ia ajak masuk ruang ganti tapi Anie.

"Maaf, bukan saya!" Anie bingung karena dia asal ditarik masuk.

Saat sampai di butik itu, Gwen tiba-tiba sakit perut, alhasih gadis tu langsung ke toilet sebelum bertemu dengan asisten desainer yang sudah direkomendasikan khusus oleh Ethan.

"Lho, Nona ini lucu. Jelas-jelas kemarin kalian ke sini buat pesan gaun pengantin, kenapa sekarang bilang bukan? Atau jangan-jangan kalian nikah karena terpaksa?" Asisten desainer itu mencoba menerka.

Anie menepuk jidatnya sendiri, ia lantas menghela napas pelan kemudian menjelaskan. "Kami kembar, saya ini adiknya."

Asisten desainer itu mengernyitkan dahi, ia menatap curiga pada Anie, asisten itu merasa tidak ada yang berbeda antara Anie dan Gwen, dari rambut hingga ujung kaki, Anie dan Gwen benar-benar sama.

"Maaf, An! Perutku benar-benar mulas," ucap Gwen yang baru saja masuk.

Anie dan asisten itu langsung menoleh ke arah sumber suara. Asisten desainer itu terkejut dengan mulut menganga tidak percaya, ia menatap Gwen kemudian menatap Anie.

"Ka-kalian benar-benar kembar?" tanya asisten itu memastikan.

"Aku sudah bilang dari tadi, Anda tidak percaya!" Anie mencebik kesal, ia lantas berjalan ke arah Gwen yang bingung dengan apa yang terjadi.

"Ada apa sih, An?" tanya Gwen menatap asiten desainer yang pernah ia temui bersama Ethan kemudian beralih pada saudarinya.

"Tuh! Dikira dia aku itu kamu, pas aku jelasin dia nggak percaya," jawab Anie menepuk pundak Gwen, istri Will itu memilih keluar dari ruang ganti dan menunggu Gwen selesai mencoba di ruangan khusus.

Asisten desainer itu tampak menggaruk-garuk kepala tidak gatal, ia jadi malu karena sudah salah dan bersikukuh jika benar.

"Kalian mirip banget, saya pikir ya dia itu Anda." Asisten desainer tu nyengir kuda.

"Ya begitulah, bisa di mulai?" tanya Gwen yang sudah tidak sabar mencoba gaun pengantin miliknya.

Anie menunggu Gwen mencoba gaunnya, hari ini dia memang ambil cuti karena menemani Gwen mengurus masalah pernikahan kakaknya itu. Ia sedang fokus dengan gawainya, di mana Will terus mengirimkan pesan tidak jelas kepadanya.

^^^Will^^^

^^^[An!]^^^

^^^[Dih, lama ya?]^^^

^^^[Ke kantor dong]^^^

^^^[Aku kangen]^^^

Anie terkekeh geli dengan pesan suaminya, menjadi istri sekaligus sekretaris membuat pekerjaan Anie sulit, ia harus mengurus pekerjaan sekaligus suaminya, benar-benar merepotkan.

[Belum selesai, Gwen masih mencoba gaunnya]

[Will, baru aku tinggal satu jam, jangan bilang kangen]

[😋😋😋]

Anie tertawa sendiri saaat membalas pesan Will, entah kenapa pria itu semakin manja saja tiap harinya, membuat Anie kewalahan mengurus dan menuruti permintaan suaminya.

^^^Will^^^

^^^[Aku susul, ya!]^^^

^^^[Sekalian makan siang]^^^

^^^[😇😇😇]^^^

Anie membaca pesan balasan dari Will, ia jadi tdak tega jika suaminya sudah begitu.

[Baiklah, ajak Ethan sekalian]

Ponsel Anie berkedip lagi, ia membaca pesan balasan Will yang mengatakan 'oke'.

Ani meletakkan ponselnya ke dalam tas, ia menatap ke arah tirai di mana Gwen akan muncul setelah mencoba gaunnya.

"An! Bagus nggak?" Gwen muncul dengan gaun pengantin berwarna putih model v-line yang memperlihatkan bagian punggungnya. Gaun itu tampak membalut sempurna tubuh Gwen.

"Wow! Sangat cantik!" Puji Anie.

Anie langsung berdiri, ia memindai Gwen dari ujung rambut hingga ujung kaki. Anie seakan sedang menatap dirinya sendiri, mengingat jika saat dirinya akan menikah waktu itu.

"Benarkah? Benar-benar cantik?" tanya Gwen lagi memastikan.

"Iya, aku rasa Ethan akan langsung terkesima dan semakin jatuh cinta padamu," ucap Anie memeluk Gwen dari samping.

"Hah, jantungku berdetak cepat!" Gwen menyentuh bagian dadanya.

Anie tertawa melihat Gwen yang belum apa-apa sudah gugup, ia sampai bisa mendengar suara degupan jantung kembarannya itu.

_

_

_

Setelah selesai mencoba gaun pengantin, Anie dan Gwen pergi ke pusat perbelanjaan. Mereka menghabiskan waktu bersama sebagai saudara kembar. Banyak yang memperhatikan keduanya, mereka terlihat begitu akur dan membuat siapa yang melihat mereka terpesona dengan kecantikan keduanya.

"Apa sudah semuanya?" tanya Anie.

Mereka baru saja membeli beberapa gaun pesta juga aksesoris lainnya. Kedua tangan Anie dan Gwen penuh dengan barang belanjaan.

"Sudah, ayo pulang!" ajak Gwen.

"Aku ada janji makan siang dengan Will, dan aku menyuruhnya mengajak Ethan jadi kita bisa makan bersama," ucap Anie.

Gwen menghentikan langkahnya, ia sedikit berpikir dan terlintas sebuah ide di kepalanya.

"Anie, aku punya sebuah ide. Mau ikut?" tanya Gwen dengan senyum jahil.

Anie menaikkan satu sudut alisnya, ia tidak mengerti dengan apa yang ingin di lakukan saudarinya itu.

_

_

_

Jangan lupa like komen di tiap bab ya, terima kasih 😘

LT 3

Will mengajak paksa Ethan untuk ikut ke restoran yang sudah disebutkan Anie. Awalnya Ethan menolak, tapi ketika tahu jika Gwen juga ada, membuat pemuda itu akhirnya mau.

"Will, tunggu!" Ethan menahan tangan suami Anie.

Will menghentikan langkah, mereka sudah sampai di pintu masuk restoran tempat Anie mengajak makan siang.

"Apa?" tanya Will.

"Mana istrimu dan yang mana tunanganku?" tanya Ethan dengan tatapan yang tertuju pada Anie dan Gwen.

Kedua wanita itu berpakaian sama hanya warnanya saja yang beda. Memakai riasan dan aksesoris yang sama pula. Membuat siapapun yang melihatnya akan merasa bingung untuk membedakan.

"Istriku sudah pasti yang duduk di sebelah kanan," jawab Will yakin.

"Kamu tahu dari mana? Mereka benar-benar mirip, tidak seperti biasanya. Aku saja ragu kalau Gwen yang sebelah kiri," timpal Ethan bingung.

Keduanya tidak langsung masuk karena bertanya-tanya mana pasangan mereka masing-masing.

"Dah jangan ambil pusing, aku yakin yang kanan Anie," kekeh Will.

Pria itu langsung masuk ke ruangan di mana Anie dan Gwen sudah duduk dengan aneka hidangan di atas meja, Ethan yang masih ragu akhirnya ikut masuk dan mengekor pada Will.

Begitu Will menyapa dan hendak mengecup kening wanita yang ia anggap Anie. Pria itu mendapat penolakan.

"Hei, tunggu! Kamu yakin aku Anie, sampai asal mau cium!" Tangan saudari kembar itu menahan wajah Will.

"Kalau kamu bukan Anie, berarti dia!" Will menunjuk pada satunya.

"Dih, kata siapa? Kamu ini lucu, masa iya istri sendiri nggak bisa mengenali," ledeknya.

Ethan menarik Will hingga mundur. Kini baik Will dan Ethan dibuat bingung dengan hal yang dilakukan Anie dan Gwen.

"Kalian ini sedang mengerjai kami?" tanya Ethan pada keduanya.

"Cuman ngetes! Kalau kalian saja tidak bisa membedakan, gimana jadinya kalau tertukar?"

"Iya, kalian menyukai salah satu dari kami, tapi kalian tidak bisa membedakan mana yang kalian cintai!"

Will dan Ethan menggaruk-garuk kepala tidak gatal. Akhirnya mereka duduk terlebih dahulu untuk bisa memperhatikan dan menebak mana pasangan mereka sebenarnya.

Will teringat sesuatu, jari Anie pasti memakai cincin pernikahan mereka, akhirnya ia tahu apa yang harus dilakukan untuk membedakan.

"Angkat tangan kiri kalian!" perintah Will pada keduanya.

Baik Anie maupun Gwen mengangkat tangan kirinya bersamaan, tapi sayangnya yang diharapkan Will tidak ia dapatkan.

"Kami sudah tahu kamu pasti akan memintanya."

"Karena itu kami sudah melepaskannya dulu."

Jawab Anie dan Gwen bergantian, semakin membuat Will dan Ethan kebingungan.

Anie dan Gwen tersenyum bersama. Ide mengerjai pasangan mereka sangat menyenangkan, dengan begini mereka harus bisa membedakan mana Anie dan Gwen agar tidak tertukar suatu hari nanti.

Sementara Anie dan Gwen menikmati makan siangnya. Will dan Ethan masih bingung menebak mana pasangan mereka.

Hingga Will mengingat sesuatu, ia langsung bangun dan berdiri di antara Anie dan Gwen, hingga Will menyibakkan rambut yang ia anggap Anie.

"Kamu Anie," ucapnya yang langsung mengecup sisi wajah Anie.

Ethan yang melihat pemandangan itu pun langsung melempar serbet ek muka Will.

"Woi! Jangan mengumbar kemesraan!" seru Ethan.

Will terkekeh, Anie langsung menoleh pada suaminya.

"Kok benar?" tanya Anie menatap Will yang kembali duduk.

"Ada tahi lalat di belakang telinga," jawabnya menunjuk ke telinganya sendiri.

Anie tersenyum malu, dari awal Will sudah bisa menebak dengan benar mana istrinya.

"Ah, nggak asyik! Kurang lama kalian bingungnya." Gwen kesal sendiri.

Mengerjai Will dan Ethan memang idenya Gwen. Mereka menyamakan pakaian juga cara bicara, Anie yang biasanya lembut bisa sedikit tegas sedangkan Gwen yang biasa tegas bisa sedikit lembut, benar-benar mengecoh siapapun yang melihat.

"Ethan, kenapa kamu tidak menebak?" tanya Gwen pada tunangannya itu.

Ethan tersenyum, ia kemudian menjawab, "Tidak perlu menebak, aku sudah tahu itu kamu."

Jawaban Ethan sudah cukup membuat Gwen tersipu malu.

"Cih ... tadi siapa yang nggak yakin sebelah kiri adalah Gwen?" sindir Will.

"Benarkah? Hah, ternyata kamu tidak mengenaliku!" Gwen jadi kesal karena tunangannya malah tidak mengenali.

Ethan jadi salah tingkah, apalagi Gwen sudah memasang wajah kesal.

"Sudah Gwen tak perlu marah! Ini juga keisengan dirimu, sebenarnya mudah kok mengenali salah satu di antara kami. Lihat mata kami! Aku memiliki bola mata biru, sedangkan Gwen berwarna hijau, apa kalian tidak pernah memperhatikannya?" tanya Anie kemudian setelah menjelaskan segalanya.

Ethan dan Will kemudian menatap keduanya secara bergantian, mengamati dengan seksama bola mata saudari kembar itu.

"Ah, benar! Beda!" seru Will dan Ethan bersamaan.

"Mudah, 'kan! Kalian saja yang tidak mencermati!" ujar Anie kemudian.

"Jangan salah atau bingung lagi!" sindir Gwen pada Ethan.

Ethan tersenyum canggung, merasa malu sendiri karena tidak bisa membedakan dan mengenali calon istrinya.

Setelah itu mereka makan siang bersama, saling memperhatikan pasangan satu sama lain.

_

_

Selepas makan siang, Anie diajak Will ke perusahaan, pria itu merasa tidak bersemangat jika tidak ada Anie.

"Will, aku 'kan cuti. Kenapa suruh ke sini juga, sih?"

Anie duduk di meja kerja Will, ia tengah menikmati camilan seraya sesekali menyuapi suaminya yang fokus dengan laptop.

"Nggak ada kamu aku nggak semangat, jadi di sini aja! Nanti kita sekalian pulangnya!" pinta Will manja.

Anie mendesis pelan, tapi kemudian ia menyuapi Will lagi dengan camilan yang juga sedang ia makan.

"Hah, jadikan aku ponsel atau gantungan kunci saja, biar mudah dibawa ke mana-mana," kelakar Anie yang disusul dengan gelak tawa.

_

_

Kalian kan sayang aku, jadi jangan lupa like komen buat dukung ya, aku tunggu! terima kasih 🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!