NovelToon NovelToon

Menikahi Tunangan Adikku

BAB 1 KEKACAUAN

Sarah menghapus air matanya perlahan, ketika dengan berat hati menerima keputusan bahwa dia harus menikah dengan Raka.

Raka sebenarnya sudah bertunangan dengan adiknya Sally, hampir lima tahun. Ketika Sally lulus SMA, orangtua mereka sudah membuat kesepakatan mempererat hubungan baik mereka dengan membuat perjanjian itu. Sally dan Raka juga sudah saling mengenal cukup lama karena mereka satu sekolah saat SMA, Raka adalah kakak kelas Sally.

Pertunangan itu berjalan mulus karena Raka ternyata juga menyukai Sally dan mereka juga status berpacaran saat itu.

Singkat cerita, Sally juga tidak menolak untuk di ikat dalam hubungan pertunangan dengan Raka. Meskipun track record Sally adalah seorang gadis yang suka bergonta - ganti pacar saat SMA. Maklum saja, Sally termasuk gadis yang populer karena kecantikannya dan juga kekayaan orang tuanya.

Sarah meskipun hanya terpaut usia kurang dari satu tahun dari adiknya, bersekolah di sekolah yang berbeda. Sarah mengambil sekolah kejuruan, mengambil jurusan tata busana. Sarah tidak terlalu mengenal Raka, karena setelah lulus SMK, Sarah mengambil kuliah di universitas lokal di kotanya sementara Raka dan Sally setelah pertunangan masing-masing melanjutkan ke luar negeri di negara yang berbeda.

Orang tua angkat Sarah , Pak Wijaya dan Ibu Mytha adalah paman dan bibinya sendiri. Sarah diadopsi ketika baru lahir karena papanya, adik kandung ayah angkatnya dan ibunya meninggal setelah seminggu melahirkan Sarah. Ayah kandung Sarah menyerahkan Sarah begitu saja dengan alasan, di dalam asuhan keluarga pak Wijaya, Sarah tentu terawat dengan baik.

Apalagi Pak Wijaya dan Ibu Mytha sudah menikah hampir empat tahun tetapi belum mendapatkan keturunan.

Saat usia Sarah empat bulan, Ibu mytha mengandung Sally. Sarah dan Sally tumbuh bersama menjadi dua orang gadis cantik meskipun dengan rupa dan kepribadian yang berbeda.

Sally dengan kulit putih, wajah tirus hidung bangir, dengan perawakan yang semampai, sikap yang selalu ceria dan manja menjadikan nya gadis yang selalu di sukai banyak orang.

Sarah, memang tidak seputih kulit Sally tetapi juga berwajah manis dengan sikap yang lebih tenang dan dewasa.

Perusahan yang bergerak di bidang perhotelan dan real estate yang kini di pimpin oleh pak Wijaya, dirintis bersama dengan Pak Rudiath, ayah Raka. Demi menjalin hubungan baik sekaligus mengamankan aset mereka, akhirnya di sepakati pernikahan antara Raka dan Sally, apalagi Raka dan Sally juga mempunyai hubungan kekasih saat itu.

Setelah sama-sama menyelesaikan kuliah, ditetapkanlah pernikahan.

pernikahan yang di gadang-gadang kan menjadi pernikahan termewah di kota mereka.

Karena keluarga mereka adalah termasuk jajaran crazy rich di kota ini.

Beberapa Hotel, cafe dan pusat perbelanjaan adalah milik keluarga mereka.

Sarah sendiri, berusaha mandiri karena sambil kuliah juga membuka toko butik dengan sebagian dari isinya adalah rancangannya.

Berbekal sekolah dan minatnya dalam bidang desainer, Sarah menjadi pengusaha muda pemula yang lumayan bisa diperhitungkan.

Enam bulan yang lalu, saat kepulangan sally dari singapura, diadakan pertemuan keluarga untuk membicarakan pernikahan Sally dan Raka. Itulah kali pertama, Sarah bertemu Raka setelah acara pertunangan lima tahun yang lalu.

Raka, berubah banyak dari yang pernah dilihat Sarah bertahun-tahun yang lalu. Raka telah menjadi laki-laki yang nampak matang dan maskulin.

Rahangnya kokoh dengan mata yang hitam kelam, badan tinggi tegap dan rapi bersih. Benar-benar menampilkan figur laki-laki dewasa.

Dan, semua kekacauan itu bermula seminggu yang lalu, saat Sally meminta pertunangannya di batalkan.

"Kamu sudah gila, Sally? tanggal pernikahanmu kurang dari sebulan, dan kamu meminta di batalkan?" Papanya melotot, seolah matanya hampir keluar. Semua yang duduk di ruang keluarga seperti tersambar petir.

Rapat keluarga yang semula berencana mematangkan acara perhelatan pernikahan itu berubah menjadi begitu menegangkan.

"Jangan bercanda Sally..." Mamanya tak kalah terkejutnya.

"Sally serius, ma" Sally berdiri dari duduknya. Sarah hanya tertegun dari tempat duduknya, masih belum yakin dengan apa yang di dengarnya.

"Setelah Sally pertimbangkan, rencana pernikahan ini tidak usah dilanjutkan," begitu entengnya ucapan itu keluar dari mulut Sally, meskipun bernada lirih. Wajah papanya merah padam.

" Semudah itu kamu membatalkan dengan alasan yang tidak jelas. Ini bukan main-main, Sally...ini bukan main-main" papanya berdiri dengan jari mengacung menahan amarah.

" Kamu kenapa nak? apa kamu terlalu gugup atau tegang karena hari H sudah dekat? itu normal saja, tidak usah sampai begini" mamanya mendekati Sally, sambil berusaha memeluk Sally.

Sally mulai menangis di pelukan mamanya.

"Sabar pa, kita bicarakan baik-baik, mungkin Sally hanya tertekan menjelang pernikahannya,"

Sarah menenangkan papanya.

" Tapi kan tidak perlu sampai meminta membatalkan pernikahan" dengan kesal papa menghempaskan dirinya di atas sofa.

Sally jarang menceritakan masalah pribadinya kepada Sarah sejak Sally bertunangan dengan Raka dan sekolah di singapura. Mereka tenggelam dalam kesibukannya masing-masing. Kadang memang berhubungan lewat telpon, messenger atau WA. Tapi selama ini, biasa-biasa saja. Pembicaraan hanya seputar kabar, kangen dan kesibukan masing-masing.

Selama kepulangannya ini, bahkan Sally jarang menyinggung soal hubungannya dengan Raka.

"Semua sudah diatur dan semua baik-saja" itulah yang dipikiran Sarah.

Dan lagi, Sarah tahu Raka dan Sally adalah pasangan yang saling mencintai, setiap liburan mereka saling mengunjungi. Kadang Raka ke Singapura atau Sally yg berangkat ke Jerman. Semua benar-benar seperti tidak ada masalah.

Sarah sendiri cukup tertutup dengan masalah pribadinya, karena sejak dulu Sarah hanya pendengar yang baik untuk Sally.

Pernah sekali menjalin hubungan saat kuliah di semester tiga dengan kakak tingkat. Mereka berpacaran satu tahun setengah tetapi akhirnya kandas, karena sang kekasih kecantol dengan teman baiknya.

Sarah cukup trauma dengan hal itu, karena pertama kali menyukai seseorang lalu di campakkan begitu saja. Apalagi dikhianati oleh kekasih dan sahabatnya sekaligus.

Untunglah kesibukannya mengurus butiknya sambil kuliah, membuatnya pelan-pelan melupakan luka hatinya.

Malam itu, seusai rapat keluarga yang kacau itu, Sarah berusaha menenangkan Sally dan membawa Sally ke kamarnya

"Jangan membuat Papa dan Mama jadi bingung begitu," Sarah memandang adiknya, yang menyeka air matanya.

"Aku benar-benar tidak bisa melanjutkannya..." Sally berucap dengan bibir bergetar.

" Masalahnya kenapa? kamu bertengkar dengan Raka?" tanya Sarah mengernyit dahi.

Sally menggeleng pelan.

"Terus? kenapa? masalahnya apa?" cecar Sarah.

"Aku...aku mencintai orang lain..."Sally mengangkat wajahnya yang sembab. Sarah terperangah mendengar jawaban Sally.

"Jangan bercanda Sal, tidak lucu." Sarah terkekeh, tidak mempercayai ucapan Sally.

Selama ini, Sarah menganggap Raka dan Sarah benar-benar pasangan yang ideal. Mereka saling mencintai, hubungan mereka sangat direstui dan yang melihat mereka berdua pasti akan merasa iri, pasangan yang benar-benar serasi.

Sarah tidak menyangka, ucapan Sally itu benar-benar serius. Terbukti tiga hari yang lalu Sally kabur dari rumah. Kabur dengan mantan pacar SMA nya yang sudah berkeluarga.

Ternyata hubungan mereka sudah berjalan diam-diam kurang lebih setahun ini, di awali pertemuan tidak sengaja bertemu di Singapura.

Bram sedang ada perjalanan bisnis dan Sally memang sedang menyelesaikan tahap akhir perkuliahannya.

Sally meninggalkan pesan lewat WA kepada Sarah, bahwa Sally benar-benar ingin membatalkan pernikahannya, dia lebih memilih Bram. Dia sudah menentukan hati, bahwa Bram adalah orang yang tepat untuknya.

Bram masih terikat pernikahan dengan istrinya, ini menambah ruwet permasalahan, karena kepergian Sally selain kabur dari pernikahannya, juga karena menyematkannya status perampas istri orang.

Setelah kepergian Sally bahkan Handphonenya di non aktifkan.

Papa dan mamanya shock berat, tak tahu harus berbuat apa. Sally anak kesayangan mereka, tega mempermalukan orangtua mereka sebegitu rupa. Saat Raka dihubungi Sarah, untuk datang hari ini, semuanya membuat jungkir balik kehidupan Sarah.

" Sally kabur?" Raka menatap satu-satu mereka yang ada di dalam ruangan itu, seolah mencari kebenaran. Mama mulai terisak, papa mematung ditempat duduknya tanpa membalas tatapan Raka.

" Sally kabur? Kenapa?" Raka masih bertanya, belum yakin.

Sarah menelan liurnya, berusaha menenangkan hatinya. Hanya dialah sekarang yang bisa menjelaskan duduk perkaranya.

"Sally ingin membatalkan pernikahan, mungkin dia belum siap" desah Sarah. Dia tahu, alasan yang benar-benar tidak masuk akal itu tentu saja tidak akan bisa meyakinkan Raka. Mereka semua sudah dewasa dan rencana pernikahan bukanlah hal yang main-main.

"Om, tante...apakah persoalan ini harus ku sampaikan ke papa dan mama?" tanya Raka dengan wajah mengeras.

Setelah, dengan berpuluh kali permintaan maaf dan permohonan di sela tangis mama Sarah.

Akhirnya Raka bisa ditenangkan, setelah melalui pembicaraan dari hati ke hati, mereka mencari jalan keluarnya.

Mengingat, orangtua Raka juga sangat mengharapkan pernikahan itu, apalagi saat ini mama Raka yang dalam keadaan stroke sangat ingin melihat anaknya menikah. Raka tak bisa berbuat apa-apa.

Entah darimana awal mulanya, mama Sarah melontarkan ide, Sarah menggantikan Sally untuk pernikahan itu. Ide yang membuat sarah melongo tak bisa mengucapkan sepatah kata, apalagi mamanya yang setiap kali berbicara selama ini selalu saja mengingatkannya tentang betapa seharusnya Sarah berterimakasih kepada mereka yang telah membesarkannya. Ya, dari dulu mamanya memang tidak pernah benar-benar menganggapnya anak. Sarah baginya adalah anak angkat yang bukan apa-apa.

Awalnya, tentu saja Raka menolak keras,

dia benar-benar merasa mencintai Sally tetapi sekaligus terguncang karena telah di khianati orang yang disayanginya.

Begitu juga Sarah tentu saja tidak menerima, tetapi orangtua Sarah meyakinkan Raka bahwa hanya inilah jalan terbaik, menyelamatkan nama baik keluarga mereka, menyelamatkan hubungan baik kedua belah pihak dan menghindari kehancuran perusahaan yang telah dirintis orangtua mereka berpuluh-puluh tahun yang lalu.

Dan terlebih lagi mengingat kondisi mama Raka sekarang, yang dalam keadaan sakit.

Sarah menatap ke arah langit malam menembus kaca jendela kamarnya dengan hati yang benar-benar tak menentu.

Sepulang Raka tadi dengan membawa kesepakatan meyakinkan orangtuanya tentang siapa yang akan dinikahinya dua minggu lagi, yang tertinggal hanya Sarah yang masih dalam banyak kebimbangan.

Kenapa dia harus menjalani hidup yang bukan dia yang memilihnya, bahkan dia tidak berhak berkata tidak untuk sebuah pernikahan yang tidak dikehendakinya.

"Inilah waktunya, kamu membalas budi kami, orang yang telah membesarkan kamu..." ucapan tajam mamanya sebelum Sarah masuk ke kamarnya seperti dengung di telinganya, terus terngiang, memaksa air matanya turun lagi.

Dari sinilah kekacauan hidup Sarah bermula.

BAB 2 PRAHARA RAKA

Raka memicu mobilnya dengan perasaan galau, entah bagaimana harus menghadapi orangtuanya. Bagaimana menjelaskan semua ini?

Tidak terbersit di pikirannya, Sally melakukan semua ini padanya. Sang tunangan yang selama ini benar-benar disukainya dan yang begitu manja padanya. Sally yang disayanginya sejak SMA benar-benar mengkhianatinya. Meninggalkannya tanpa pesan satu kalimat pun. Pantas saja dalam beberapa hari terakhir ini, WA nya off dan kontaknya seringkali di luar jangkauan.

Tetapi karena sedari dulu, Raka bukanlah orang yang posesif terhadap tunangannya, tidak ada kecurigaan apapun di hati Raka. Percaya tidak percaya selama ini, sedikitpun Raka tak pernah mempunyai perasaan cemburu terhadap Sally. Raka yakin saja, apapun yang dilakukan Sally, tetap saja Sally adalah miliknya. Semua orang tahu itu.

Sebelum dia berangkat ke Kuala Lumpur mewakili sang ayah dalam peresmian salah satu Hotel mereka yang baru dibuka di sana, mereka berdua sempat bertemu sebentar disebuah restoran.

Sekedar makan siang dan membahas persiapan fitting terakhir kostum pernikahan. Memastikan pra perhelatan sudah ditangani dengan benar oleh Wedding EO mereka. Meskipun sebenarnya mereka tahu kesiapan sudah delapan puluh persen di tangani oleh Dea, asisten Raka.

"Fittingnya tunggu kamu datang aja, toh yang mendesainnya Sarah juga." sahut Sally ketika Raka mengajak menyempatkan diri melakukan fitting baju pengantin, sebelum keberangkatannya.

Disaat itu, Sally memang agak gelisah dan menghindari berbicara banyak. Dia lebih sibuk dengam handphonenya. Tapi, Raka tidak pernah berpikir macam-macam,

" Mungkin dia terlalu tegang atau tertekan menghadapi acara pernikahan yang sudah begitu dekat," itu yang terbersit di hati Raka menanggapi sikap Sally yang tidak seceria biasanya.

Jam telah menunjukkan pukul 20.15 WIB. Lima belas menit yang lalu Raka baru meninggalkan kediaman orangtua Sally. Setelah hampir tiga jam menghadapi orangtua Sally, menerima kabar yang tidak hanya mengejutkannya tetapi juga menghancurkan perasaannya.

Handphone di tangan kirinya terus saja mengulang panggilan untuk satu nomor, kontak Sally.

Dengan kesal dibantingnya HPnya ke jok mobil yang kosong disampingnya. Sumpah serapah meluncur lewat bibir tipisnya seperti gumam yang tidak jelas.

Raka membelokkan mobilnya didepan sebuah cafe, salah satu favoritnya ketika sedang suntuk, di kotanya, masih salah satu dari cafe milik keluarga mereka. Di situ ada menyediakan beberapa jenis minuman beralkohol rendah juga.

Setelah memarkir mobilnya, Raka menuju sebuah sudut cafe. Segera melambaikan tangan dan memesan beberapa botol bir.

Raka benar-benar tidak mengerti, apa yang sebenarnya merasuki Sally, sampai melalukan hal sejauh ini.

Saat mendengar Sally ingin membatalkan pertunangan, tentu saja Raka tidak bisa mempercayai, bahkan setelah Sarah menunjukkan semua riwayat chat nya dengan Sally, Raka masih berharap semuanya itu bohong.

Bram...ya Bramantyo, Raka cukup mengenalnya

saat mereka satu team basket waktu SMA.

Bram memang tidak terlalu akrab dengannya, tapi Raka tahu benar sepak terjang Bram.

Bram memang salah satu dari laki-laki populer di sekolahnya dan juga pernah menjadi pacar Sally. Tapi hubungan mereka tidak lebih dari satu semester. Masih cukup lekat di ingatan Raka, bagaimana Sally tersedu-sedu di pundak Raka, karena mendapati Bram berpelukan mesra dengan Niar, teman sekelas mereka di belakang kantin sekolah.

Raka lah yang dengan sabar, menenangkan gadis itu dan mengantarnya pulang.

Dan sekarang, betapa tak masuk akalnya saat mendengar bahwa Sally kabur dengan Bram, yang bahkan sudah menikah dan mempunyai seorang anak.

Dalam lima tahun ini, semenjak pertunangan mereka, Raka benar-benar menaruh harapan yang besar terhadap hubungan mereka. Karena kepercayaannya yang tidak kalah besarnya kepada Sally, Raka memberi kebebasan yang seluas-luasnya kepada tunangannya itu.

Dulu, di saat masih satu sekolah, memang Sally adalah gadis yang terkenal karena beberapa kali mempermainkan pacar-pacarnya. Tapi, itu dulu...dulu sekali, saat Sally masih belum dewasa, saat Sally masih remaja.

Raka begitu yakin, gadis yang disayanginya itu akan berubah bersama waktu. Setiap orang punya masa lalu dan Raka sungguh-sungguh tidak mempermasalahkannya. Ketika Raka menyematkan cincin di jemari manis Sally lima tahun yang lalu, dia percaya Sally akan berhenti bermain-main karena ada yang benar-benar menjaga dan mengikatnya.

Beberapa tahun terakhir biarpun Raka dipisahkan jarak bahkan laut dan benua, Raka berusaha menjaga hatinya, karena keyakinannya pada cinta Sally. Dan, hubungan mereka benar-benar baik-baik saja. Dia dan Sally hampir setiap hari akan selalu saling berkirim kabar, lewat chat-chat, lewat pesan email dan video call.

Sally menjadi hiburan tersendiri disela kesibukan Raka. Betapa menyenangkan saat mendengar Sally bercerita dengan manja tentang kegiatan-kegiatannya, tentang kampusnya, teman barunya. Kadang bahkan Sally meminta Raka mengerjakan beberapa tugas-tugas mata kuliahnya.

Semua normal, benar-benar normal.

Diwaktu libur, Sally kadang tiba-tiba muncul di pintu apartemennya dengan wajah sumringah.

"Surprise...!" tawa lebar mengiringi mata yang berbinar manja, berdiri seperti bulan cerah di ambang pintu. Dan kemudian banyak waktu yang mereka lalui berdua, menyusuri jalan- jalan di kota Berlin. Mengingat cerianya, Sally ketika suatu sore di taman Grunewald, menikmati senja dipinggir sungai Havel dan berpegangan tangan sambil berjalan kaki diantara rimbunan pepohonan di Tiergarten.

Apakah semua kenangan-kenangan itu hanyalah cerita tak bermakna untuk Sally?

Raka meneguk kuat-kuat sebotol bir, mengenang semua itu seperti menggores-gores hatinya dengan kaca. Terasa sesak.

Selintas raut wajah Sarah, di benaknya yang kusut. Gadis itu seperti seorang puteri tertindas dengan mimik yang begitu misterius. Wajah yang seperti menyimpan banyak hal-hal yang bahkan dia sendiri tidak bisa mengungkapkannya. Benar-benar bertolak belakang dengan wajah Sally yang selalu mengambang senyum itu.

Wajah Sarah, terlalu tenang, seperti kolam tak berikan, seperti lukisan cantik yang buram. Dari dulu sesuatu yang langka jika melihat tawa lepas di bibirnya.

Dan Sarah, si gadis pendiam itu menggantikan posisi malaikat kecilnya Sally, benar-benar membuat Raka memejamkan matanya kuat-kuat.

Om dan tante Wijaya seperti orangtua kedua untuk Raka. Kedua orangtua mereka adalah founder yang mendirikan perusahaan secara bersama-sama dari awal, sampai kemudian menguasai hampir setengah dari bisnis perhotelan, mall dan cafe di kotanya.

Membatalkan pernikahan mereka tentunya sebuah goncangan yang hebat bagi dua keluarga ini.

Keputusan ada di tangan Raka, apakah Ia bersedia menukarkan pernikahannya dengan gadis yang dicintainya dengan seorang gadis yang hampir-hampir tak dikenalnya itu untuk menyelamatkan hubungan mereka, ataukah Raka harus mengambil resiko dengan meninggalkan semua prahara ini.

Mata Raka nanar memandang setengah lusin botol bir di depannya. Banyak hal yang melintas di kepalanya, wajah Sally, bayangan gelap Sarah, tangisan om dan tante Wijaya, wajah mamanya yang dalam perawatan setelah terserang stroke.

Dan bayang-bayang sebuah pesta pernikahan yang hancur ditengah badai.

Tiba-tiba Handphone Raka bergetar, diliriknya dengan enggan. Sebuah panggilan dari...? Raka hampir meloncat dari tempat duduknya. Ini telpon dari Sally...!

BAB 3 MELEPASKAN

"Hallo...Sally??!" suara Raka tanpa sadar meninggi, dengan volume yang cukup mengejutkan dua sejoli yang lagi duduk tidak jauh dari mejanya.

"Ya..." ada suara lirih diseberang.

"Kamu dimana? kamu kemana saja?" cecar Raka, mukanya merah padam menahan emosinya yang campur aduk.

"Aku...aku...minta maaf," suara lirih milik sally terdengar bergetar.

"Maaf untuk apa? kamu dimana? aku sekarang ke sana...kita harus bertemu!"

"Maafkan aku, Ka...aku yang salah." desah Sally

"Kita bertemu sekarang! kita harus bicara!" Raka berteriak keras.

"Raka...biarkan aku bicara dulu"

"Kita harus ketemu!!!" Raka menyela dengan gusar.

"Raka...dengarkan aku! waktuku tidak banyak, sebentar lagi aku boarding. Aku minta dengarkan aku, please..." suara Sally terdengar tegas penuh permohonan.

"Maafkan aku, tidak usah menunggu aku lagi.

Aku menyesal terlambat menyadari bahwa aku tidak pernah benar-benar mencintaimu. Selama ini ternyata aku hanya menyayangimu, tidak lebih!"

Raka terpaku seperti patung, terpana dengan kalimat yang didengarnya.

"Aku tahu aku salah, karena pergi di saat-saat seperti ini. Tapi aku tidak bisa menghabiskan hidupku denganmu, aku lelah bersembunyi selama ini. Aku minta maaf..."suara di seberang semakin serak.

"Tapi tidak begini caranya! Apa kamu sudah gila? Kamu tidak memikirkan banyak orang yang bisa gila juga karena kamu!"

Raka mendengus geram dengan rasa amarah.

Semudah itukah Sally meminta maaf untuk semua perbuatannya ini. Suara di seberang mulai terisak.

" Oke...kamu tidak perlu memikirkan aku, tapi apa kamu tidak ingat papa mamamu? Kamu tidak memikirkan perasaan orangtuaku! Kamu tidak memikirkan apa kalau aku bakal jadi bahan tertawaan semua orang!

Kamu anggap semua ini lelucon apa?!"Raka benar-benar tidak lagi bisa membendung amarahnya.

"Aku tahu, aku mengecewakan banyak orang.

Tapi aku sudah mengambil keputusan ini! Aku tidak tega membohongimu lebih lama lagi. Aku mencintai orang lain, aku lebih bahagia dengannya. Aku tidak mau menciptakan pernikahan neraka untuk kita berdua, jika ini di teruskan."

Raka terduduk lemas, banyak kata yang ingin diucapkannya tapi semuanya seperti tertahan di tenggorokan. sesaat mereka berdua terperangkap hening, tidak tahu harus bebicara apa.

"Raka..."

"Raka, kamu masih mendengarkan ku kan?" terdengar isak kecil di sana.

"Sally, nggak begini caranya...ayo kita bicarakan baik-baik. Pulanglah..." Raka memejamkan matanya yang terasa perih. Raka tidak pernah merasa putus asa seperti ini.

"Aku...aku tidak bisa kembali, Bram menungguku. Dan sekarang aku...aku sedang mengandung anaknya..." terdengar suara terbata-bata Sally diujung sana, tapi suara itu seperti petir ditelinga Raka.

Raka terbelalak, seperti orang yang dihujam jantungnya. Semua yang ada di dalam dadanya terasa sesak. Mulutnya seperti kram, tak tahu harus mengatakan apa-apa lagi.

"Maafkan aku...maafkan aku telah mengecewakanmu begini. Tidak perlu menunggu aku lagi, aku minta maaf"

kalimat lirih disela isak itu kemudian terdengar nada sela panggilan berakhir.

Raka terdiam seperti orang linglung, tangannya menggenggam kuat ponsel di tangannya, seolah-olah ingin meremasnya menjadi kepingan.

Raka tidak pernah merasa sesakit ini di dalam hidupnya, rasa sakit yang membuat dadanya benar-benar terasa sesak.

Kepala Raka terkulai di sandaran kursi, tubuhnya benar-benar lemas berusaha mencerna apa yang baru saja di dengarnya.

Berusaha memilah-milah segala hal yang merasuk di otaknya.

Mengapa Sally mengkhianatinya sedemikian rupa. Tidak tahukah Sally bahwa apa yang telah diperbuatnya, tidak hanya mematahkan hatinya,

tidak hanya mempermalukannya tetapi juga menghancurkan hidupnya.

Mata Raka terasa panas, semakin di pejamkan, terasa semakin perih. Raka tahu dia lelaki yang tabu untuk mengeluarkan air mata tapi lelaki manakah yang tidak merasa hancur jika mengalami apa yang kini dirasakannya.

Terasa air merembes di sudut matanya yang terpejam, Raka menyekanya dengan kasar. Dia benci dengan rasa tidak berdaya yang kini menderanya.

Dia masih berharap ini hanya mimpi.

Dicengkeramnya dengan kasar satu botol bir, dan menenggaknya dengan kasar. Kepalanya terasa berat. Raka tidak bisa memahami, perasaan cinta macam apa yang dipunyai Sally kepada Bram, sehingga sanggup melakukan semua ini? Tidak ia memikirkan perasaan orangtua mereka, keluarga mereka, rumah tangga Bram, perasaan anak istri Bram?

Apalagi sekarang bahkan begitu lugasnya dia mengatakan, dia mengandung anak Bram.

Cinta macam apa yang tega menghancurkan banyak hati untuk kebahagiaannya sendiri.

Mengapa ada cinta buta seperti ini di dunia?

Raka menarik nafasnya dengan berat, mencoba mengembalikan kewarasannya karena beberapa saat ia merasa seperti gila dengan semua yang ada di kepalanya. Perasaannya bercampur aduk, ada rasa sakit, marah, bingung, kecewa, kasihan, benci, kesal bahkan ada rasa jijik terhadap apa yang telah dilakukan Sally.

Raka mengakui bahwa dia bahagia saat bersama dengan Sally. Bukankah merasakan kebahagiaan bersama seseorang itu berarti kita mencintai orang itu? Tapi apakah selama ini, Sally tidak merasakan hal yang sama terhadap dirinya? Ataukah selama ini dia hanya berpura-pura bahagia saat bersamaku?

Seburuk itukah hubungan kami selama ini, bahkan aku sendiri tak menyadarinya? semua pertanyaan itu bertubi-tubi menyerang benaknya.

"Pak Raka..." sebuah suara menghampiri telinga Raka. Dengan enggan dibukanya kelopak mata, dengan kepala masih terkulai di sandaran kursi. Wajah manis Riris, salah satu pelayan cafe yang sangat dikenal Raka tersenyum didepannya.

"Pak Raka, sudah jam 12..." ucapnya dengan nada ragu. Raka memejamkan matanya lagi.

"Sebentar lagi, Ris..."desah Raka.

Dia pandang sekelilingnya, sudah sepi. Beberapa pelayan cafe yang lain sepertinya juga sibuk berbenah. Cafe ini memang hanya buka sampai jam 12 malam saja. Raka tahu benar, karena ini adalah salah satu dari cafe milik Rudiat Wijaya Grup. Perusaan milik ayah Raka dan Sally.

"Telpon Dea, aku nggak pulang, aku mau tidur di Merkurius malam ini..." ucap Raka lagi.

"Iya, Pak." sahut Riris segera.

Dia tidak pernah melihat bosnya begitu kacau seperti malam ini.

Dengan sigap Riris menelpon Dea, asisten Raka. Menyampaikan pesan sang bos. Merkurius Hotel adalah salah satu dari jaringan hotel yang dimiliki Rudiat Wijaya Grup juga. Jadi asistennya hanya perlu menelpon maneger hotel untuk memesan kamar untuk Raka. Hotel itu tidak terlalu jauh dari cafe tempat sekarang.

Raka benar-benar merasa lelah jiwa dan raga. Malam ini dia tidak ingin pulang, malam ini dia perlu tempat menenangkan hatinya dan berpikir harus melakukan apa?

Ide gila yang di lontarkan tante mytha tentang menggantikan Sally dengan sarah, yang sempat hanya dijadikan opsi permohonan untuk solusi dari keluarga Sally sekarang benar-benar harus dipikirkan lagi.

Sempat Raka mengatakan akan mempertimbangkannya tadi saat di rumah Om Wijaya, sebenarnya asal bicara saja, dia tidak berharap benar-benar melakukannya karena masih belum sepenuhnya percaya dengan apa yang di dengarnya dari Sarah dan keluarganya.

Tapi sekarang?

Pilihan ini menjadi sesuatu yang paling masuk akal dilakukan di situasi ini, kalau menginginkan semuanya baik-baik saja. Jika ingin menyelamatkan kerjasama dua keluarga mereka, apalagi saham keluarga Rudiat di grup saat ini hanya 35 persen saja. Jika Raka memikirkan diri sendiri, perpecahan grup tentu akan terjadi dan itu sama sekali tidak menguntungkan keluarga mereka.

Pernikahan dengan keluarga Wijaya adalah impian ayahnya dari dulu. Apalagi ibunya sekarang begitu lemah karena serangan stroke dan masih dalam masa pemulihan.

Raka benar-benar merasa tak berdaya, kebahagiaannya atau perasaannya bukan lagi prioritas yang harus dipikirkannya. Banyak hal yang harus dipertimbangkannya di atas prahara yang kini dialaminya.

Sekarang, Raka hanya harus menata hatinya, melepaskan Sally dari pikirannya dan dari hidupnya. Sally, cinta pertamanya dan juga cinta yang diharapkannya menjadi terakhirnya.

Raka harus melepaskan semua mimpi-mimpinya, karena menunggu orang yang tidak menginginkan dirinya adalah sia-sia.

Ponselnya bergetar, panggilan dari Dea asistennya. Raka meraihnya dan berdiri,

"Ya...hallo..."

"Kamarnya sudah siap kak..."

Raka menutup telpon dan beranjak.

Malam ini, dia harus membuat keputusan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!