Mereka datang dengan tiga alasan, sekedar menyapamu, menyukaimu, atau ingin mencelakaimu. Suatu ketika di sebuah desa yang masih kental dengan hal - hal mistis, tiga anak kecil yang tinggal di desa tersebut berencana bermain tapi mereka bukan hanya bermain seperti halnya yang dilakukan anak - anak seusianya, mereka bermain dengan hal - hal mistis yang di luar nalar manusia, entah mereka mengetahui dari mana akan tetapi yang pasti ini awal dari petaka akan di mulai.
Tiga anak kecil tersebut bernama Arya, Gama, dan Catur. sore hari menjelang magrib mereka sudah berencana bertemu di tempat keluarga Arya akan membangun rumah. Arya sudah menunggu kedua temanya di pondasi rumah keluarga Arya yang akan di bangun, tak berselang lama Catur dan Gama datang, saat itu Arya sedikit marah karena temanya molor tidak menepati waktu yang mereka sepakati, tepat pada saat Arya akan marah Catur mengungkapkan pembelaannya.
"Maaf Ar aku telat gara - gara Gana nih lama bener" ungkap catur sambil menjuk Gama dengan telunjuk sembari cengingas-cengigis, dan berlenggak - lenggok memainkan kaki ketanah.
"Hehe maafin ya Ar akunya kebelet beol" jawab catur cengingas-cengigis sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Kalau yang nggak tau beol itu apa,BAB ya teman kalau tidak tau juga( buang air besar )kalau masih tidak tau juga silahkan cari di kamus beras bahasa Indonesia hehe, Oke.
Markijut (mari kita lanjuti) sore itu Arya menyudahi perselisihan mereka.
"Oke sudah - sudah apakah kalian membawa apa yang sudah kita rencanakan?" ucap Arya Kedapada kedua temannya .
"Bawa dong boss" jawab catur sembari memperlihatkan kantung kresek hitam yang di tentengnya.
"Aku juga sudah siap nih" sahut Gama sembari memperlihatkan kresek hitamnya.
"Ar semua tukang yang membangun sudah pulang semua kan?" tanya Catur sambil clingak- clinguk melihat kesekeliling mereka.
"Sudah santai saja sudah aku periksa" jawab Arya sambil mengumpulkan barang - barang yang meraka bawa.
Ya mereka sengaja bertemu pada sore hari karena menghindari para tukang yang sedang membangun rumah Arya. Sore itu mereka mengumpulkan barang dan keperluan untuk sebuah ritual entah mereka mendapatkan ide atau tau dari mana.
"Ini aku sudah siap" ucap Arya sembari mengeluarkan buku primbon/ mantra dan sebuah kain mori( kain kafan dalam bahasa Indonesia ya).
"Aku juga" jawab Catur sembari mengeluarkan bunga melati dari dalam kresek hitam.
"Siap" Gama mengeluarkan sebuah telur ayam kampung dari dalam plastik yang dia bawa.
Tak butuh waktu lama mereka melancarkan aksinya seperti halnya sudah profesional, Arya mencari tempat yang tepat seperti yang ada di dalam petunjuk buku primbon .
"Sepertinya disini tempat yang tepat" tunjuk Arya yang sudah bediri dipojok pondasi omah arah wetan tengah dedege srengenge, yang artinya rumah arah timur di tengah berdirinya matahari.
" Woe ayo gali cepat!" perintah Arya.
Tanpa berfikir lama Catur dan Gama pun menuruti perintah Arya. Tak berselang lama lubang pun jadi.
"Sudah jadi ni Ar lubangnya" ungkap catur sambil menyingkirkan sisa tanah hasil galian
"Oke ayo cepat masukan sesaji yang kita bawa". perintah Arya kepada teman - temanya sembari bejalan ketempat mereka berkumpul semula mengambil bawaan mereka tadi.
Gama pun mengambil sesaji dari tangan Arya mengeluarkan sesaji seperti telur ayam kampung, bunga melati, dan juga kain mori sebagai bungkus dan segera memasukan ke lubang yang mereka gali, kemudian mereka bergandengan mengelilingi gundukan tanah yang mereka timbun, dengan berkomat - Kamit membaca mantra yang mereka yakini rumah anti maling, anak kecil mana yang tidak tertarik dengan hal tersebut, yang mereka anggap keren tanpa berfikir konsekuensinya. Setelah ritual selesai mereka pun pulang.
Minggu berganti bulan berlalu. Rumah arya pun sudah jadi, Tetapi halnya anak kecil Arya pun sudah lupa, Catur, Gama pun sepertinya juga sudah lupa.
Keanehan pun terjadi. Saat itu satpam desa berkeliling desa menjalankan tugasnya.
"Pam param pam pam harta dan tahta jelek nggak papa yang penting banyak duwitnya" nyanyian pak satpam yang sedang berkeliling sambil mengibur diri di temani dengan sebatang rokok yang dihisap ya.
Sampai di depan rumah Arya pak satpam melihat ayah Arya sedang duduk di depan rumah dengan wajah kosong, sedikit menyeramkan.
"Tumben tumbenan Pak Dawuh malam- malam di luar apa karena sekarang ramai maling ya, dan jaga - jaga" kata pak satpam dalam hati sambil berjalan mendekati Pak dawuh.
"Permisi Pak Dawuh tumben di luar, biasanya tidak pernah" tanya pak satpam, tetapi Pak Dawuh hanya diam dan masih tidak menoleh, ya pak satpam nya datang mendekati Pak Dawuh dari arah berlawanan jadi hanya melihat belakang Pak Dawuh, karena memang jalan masuk ke rumah Arya di arah berlawanan tempat santai keluarga Arya.
"Pak Pak Dawuh ndak apa - apa kan pak" tanya pak satpam lagi, yang sedikit curiga karena biasanya Pak Dawuh sungguh ramah kepada siapapun.
"Pak Pak Dawuh Ndak kesurupan kan pak saya jadi takut ini, jangan nakut nakuti saya ah pak, Ihhh...hehe" celoteh pak satpam sembari berlengak - lenggok layaknya banci niatnya sih bercanda.tapi.....
"Tidak pak satpam saya tidak kesurupan" jawab Pak Dawuh sembari memutar kepalanya dengan wajah meringis 99,99 derajat kebelakang dengan badan masih menghadap ke depan seperti semula.
"Han...Han...hantu setan, e... ce ...cebol aduh duh kaki aduh duh pipis ah ni nih gua" teriak satpam sambil berlari sekuat tenaga tetapi tetap ngesot dan terbirit- birit entah kemana.
Sang fajar pun sudah menunjukan wajahnya pagi itu di depan rumah Arya sudah banya ibu ibu perkumpulan membeli sayur seperti biasa. Ibu Arya yang melihat siap - siap pergi membeli sayur juga rajin kehabisan.
"Pagi ibu - ibu tumben nih banyak sekali ibu- ibu yang belanja " tanya ibu Arya sambil memilih- milih sayur di gerobak mang sayur.
"Iya nih Bu beli sayur sembari gosip dan cari fakta betul apa betul bu ibu" jawab Ibu Tejo tentang Bu Sri ibu Arya yang selalu di garda depan jika ada gosip menyebar. Bisa juga di sebut lambe turahnya di kampung Arya wkwkw.
"Iya betul" jawab ibu - ibu dengan kompaknya.
Betul" sahut mang sayur yang ketinggalan menjawab.
Bu ibu pu kaget sembari tertawa melihat tingkah mang sayur yang salah tingkah karena malu.
"sepertinya mang sayurnya juga hobi gosip tp ketutup laki - laki kali ya jadi gengsi untuk nutupin gengsi jadi mang Sayur canda mang sayur wkwk.markijut, mari kita lanjut" ucap Bu Tejo.
"Bu sudah tau berita terbaru belum Bu Sri" tanya salah seorang ibu kepada Bu Sri ibu Arya
"Gosip apa Bu" jawab Bu Sri dengan heran.
"Itu loh gosip semalam di rumah Bu Sri ada hantu mirip pak Dawuh, yang duduk di kursi" sambar Bu Tejo berbicara sambil mulutnya mleat - mleot kesana sini.
"Ah masak sih Bu tadi malam suami saya di dalam rumah Bu tidur di samping saya, waktu saya malam- malam kebelet pipis juga antar saya" jawab Bu Sri masih tidak percaya.
"Aduh duh Bu Sri ya yang namanya hantu ya hantu kalau memang Pak Dawuh tadi malam masih bersama Bu Sri ya benar wong yang di depan itu hantu, setan Bu Sri" jawab Bu Tejo sambil mengacungkan sawi yang dia pegang.
"Belut itu Bu eh maksud saya betul itu bu" jawab seorang ibu di perkumpulan pembeli mang sayur itu.
"Ah masak si bu ibu saya masih tidak percaya, gimana ceritanya sih Bu coba cerita yang lengkap" tanya Bu Sri yang masih bingung dan tidak percaya.
"Jadi begini Bu Sri .............,.........
Bersambung...........
"Jadi begini Bu Sri cerita dari pak satpam kampung kita, tadi malam pas dia jaga sambil keliling, melihat Pak Dawuh duduk di teras rumah, karena penasaran kok tumben pak Dawuh malam - malam di luar, akhirnya Pak Satpam menyapa, eh ternyata oh ternyata Pak Dawuh menjawabnya sambil meringis dan memutar kepalanya 9,99 derajat, coba Bu Sri apa itu bukan setan/dedemit" jawab Bu Tejo dengan muka serius.
"Masak sih bu" jawab Bu Sri sembari mengelus - elus tangan yang dilipatnya di depan.
Setelah ibu - ibu gosip sudah memilah - Milah sayuran dan membayar, mang sayur gosip pun pergi melanjutkan perjalananya, sedangkan Bu Sri ibu Arya berjalan masuk kerumah dengan melamun memikirkan pembicaraan Bu Tejo tadi.
"Dukkk!" suara kepala Bu Sri dan pintu yang saling bertubrukan alias kejedot.
"Aduh duh, Loh kok sudah sampai dalam aja to ini padahal kayaknya tadi baru masuk ke halaman" celoteh Bu Sri lirih sembari mengeluarkan sayur belanjaan tadi yang dia beli di mang sayur gosip.
"Loh kok ayah sudah bangun sih katanya libur kerja, kok sudah rapi" ucap Bu Sri di dalam hati, melihat keluar jendela dekat dapur di sana ayah Arya Pak Dawuh sudah berpakaian rapi lengkap dengan jas, dan koper seta sepatu fantovel yang hitam bersinar bak permata hitam.
"Ayah....ayah, loh katanya libur kok sudah bangun dan rapi" tanpa berfikir lama Bu Sri memangil suaminya tercinta tersebut.
Namun Pak Dawuh hanya menengok dan tersenyum tidak menjawab satu katapun, dia kembali berjalan.
"Loh...loh...loh, kenapa ayah hanya diam dan senyum ya, apakah aku membuat kesalahan, tidak seperti biasanya" ucap Bu Sri dalam hati sembari berfikir padahal tadi malam masih minta jatah, kejadian ini mengusik hati Bu Sri.
#masudnya jatah kerokan dan pijit ya man teman#
Tiba - tiba tangan besar dan kekar melingkar di pinggang Bu Sri yang ramping, ya Bu Sri memang wanita yang memiliki paras cantik dan body ideal walau pun sudah melahirkan dua hati tercinta, tangan besar dan kekar di penuhi sedikit rambut halus khas seorang pria itu membuyarkan lamunan Bu Sri tentang cerita dedemit Pak Dawuh tadi pagi.
"Ahhhhhhhh setan!" teriak Bu Sri sekuat tenaga.
"Loh loh buk ibuk kenapa buk ini yah kok setan buk" Pak Dawuh yang tadi memeluk Bu Sri di bekang, yang tangannya kekar sedikit berbulu halus itu loh.
"Se setan ada setan" suara Bu Sri gemetar dan tangan menutup muka sembari menangis meneteskan air mata.
Pak Dawuh yang melihat Bu Sri pun langsung berlaku dan mendekati Bu Sri.
"Buk ibuk sayang ini ayah buk, suami ibuk ayah anak - anak kita, Arya dan Ganu" suara Pak Dawuh dengan nada yang lirih dan penuh kasih sayang sembari mencoba menyentu dan mengelus lembut rambut Bu Sri.
"'Ayah ...ayah ini ayah kan, beneran ayah kan, ini Pak Dawuh kan" berbagai pertanyaan yang di lontarkan Bu Sri kepada suami didepannya yang dia peluk dengan sangat erat.
"Iya sayang ini, ayah ada apa sih sini coba pelan - pelan cerita sama Ayah" ajak pak Dawuh, menarik sang istri yang sedari tadi duduk di pojokan dan beralaskan lantai, ke arah kursi yang ada di di dapur.
"Ibuk ibuk kenapa sih buk,kok seperti ini tidak seperti biasanya" tanya Pak Dawuh pelan, dengan nada yang halus. Yah Pak Dawuh memang seorang suami dan laki - laki yang sabar, halus dan poin plusnya dia tampan dan putih bak artis Korea bayangin ada Lee Min-ho.
"Ibuk kaget yah, ibuk sangat kaget" jawab Bu Sri dengan suara gemetar masih ketakutan.
"Kaget kenapa Buk, apa yang membuat ibuk kaget, toh biasanya ayah kalau sedang libur memang suka meluk ibuk dari belakang kan, Mumpung anak - anak belum bangun" jawab Pak Dawuh dengan nada sedikit bercanda untuk mencairkan suasana agar Bu Sri sedikit lebih tenang.
"Ibuk kaget karena tadi ibuk melihat bapak pergi kerja dengan pakaian sudah rapi, tapi kok sekarang ayah di rumah dan baru bangun tidur meluk ibuk di belakang pula" jawab Bu Sri dengan wajah yang masih bingung dan takut.
"Ah ibuk mungkin hanya kepikiran sesuatu saja , mungkin ibuk habis mendengar cerita dari ibu- ibu. Terus kepikiran sampai rumah melamun tambah kangen ayah jadi kebayang ayah yang ganteng kayak artis Korea ini kan bu? " jawab Pak Dawuh bercanda sambi memijat kaki Bu Sri dan mencolek dagu Bu sri, kemudian mendekat semakin dekat dan dekat lagi hampir sampai ke bibir Bu Sri yang mungil dan merah merona tetapi dengan sigap Bu Sri menutup mulut pak Dawuh yang siap menerkam bibir manisnya.
"Apa sih yah ibuk serius ini" jawab Bu Sri dengan tangan masih menutup mulut Pak Dawuh.
"Apa sih buk ayah juga serius ini" jawab ayah Arya sembari mengambil tangan Bu Sri yang masih di mulutnya dicium tangan Bu Sri menirukan nada Bu Sri.
"Ah ayah, selalu begitu kalau di ajak serius tidak bisa" Bu Sri marah memalingkan wajahnya dan tangan di silangkan di depan badannya.
"Aduh aduh iya iya maaf sayang kali ini serius jangan marah ya" rayu Pak Dawuh dengan memegang muka Bu Sri dan mengecup kening Bu Sri.
"Bener ya yah" suara Bu Sri lirih.
"iya sayang janji, mungkin ibuk tadi hanya kepikiran sesuatu saja buk, terus melamun seolah olah melihat bapak" jawab Pak Dawuh dengan nada lemah lembut.
"Iya mungkin ayah benar, aku hanya kepikiran cerita Bu Tejo tadi" ucap Bu Sri dalam hati,berusaha menenangkan diri.
"Ya sudah Bu sana terusin masaknya, nanti anak- anak keburu bangun, ayah mau mandi dulu" perintah Pak Dawuh sembari berdiri dari bangku mereka duduk.
"Iya yah" kawab Bu Sri yang ikut bangun dari kursi.
"Eh buk ada yang kelupaan" Pak Dawuh berbalik berbisik di telinga Bu Sri.
"Apa sih yah geli" ucap Bu Sri sambil mengusap kupingnya.
"Mau mandi bareng nggak" canda Pak Dawuh, sambil senyum-senyum dan mengedipkan mata genitnya.
".......... " Bu Sri hanya Diam seribu bahasa sambil mencubit perut Pak Dawuh sembari tersipu malu.
Pak Dawuh pun berlari menuju kamar mandi, dari pojok pintu terlihat wajah mungil yang sedang bangun tidur dan mengusap usap mata kecilnya yang lucu. Dia ialah Arya anak bungsu Pak damar dan Bu sri.
"Eh Arya sayang sudah bangun ya nak?" tanya Bu Sri yang menghampiri Arya dan segera menggendongnya.
"Sudah buk tadi Arya Bagun tapi kok bang Ganu nggak ada ya buk" celoteh Arya yang masih mengusap - usap mata kecilnya.
"Ah masak sih ibu tadi lihat kalian berdua masih tidur bersama" jawab Bu Sri dengan lembut, dan berfikir mungkin Arya masih mengantuk kurang memperhatikan Abannya.
"Masak sih buk" jawab Arya kecil ,sembari turun dari gendongan ibunya dan menuju kamar lagi mengecek kakaknya karena penasaran.
"Iya ya mungkin aku salah lihat" kata Arya dalam hati sambil berjalan menuju kamarnya tetapi sebelum sampai kamarnya Arya malah melihat abangnya Ganu sedang berada di kamar tamu sebelum kamar Arya dan Ganu tidur.
"Loh kakak kok di sini ini, kakak kan tidur di kamar bareng aku kan" tanya Arya sambil menghampiri kakaknya Ganu.
Sedangkan Ganu hanya diam dan asik entak apa yang sedang dilakukan sambil membelakangi Arya, ya Arya tadi memang hanya melihat belakang kakaknya.
"Bab... abang...bang kenapa diam saja" tanya Arya sekali lagi.
"Abang... bang" Arya masih mencoba bertanya kepada kakaknya, tapi kali ini kakaknya merespon.
"Ya Arya " jawab Ganu sambil menoleh meringis sambil memakan sebuah telur ayam kampung.
"Loh bang abang makan telur kakak kan kakak nggak suka telur, kakak bau telur ajah muntah kakak sekarang sudah suka" tanya polos Arya.
"Apa mau...ayo sini" jawab Ganu sambil menyodorkan telur ayam kampung utuh dan mentah.
"Wooek, jijik Abang makan telur mentah dengan kulitnya!" Arya bertanya kepada Ganu sangat kaget.
"Iya sini...Abang kasih sini" Ganu mendekati Arya dengan muka penuh telur mentah dan kulit telur di wajah sembari menyodorkan telur.
"Tidak ..... tidak mau " teriak Arya sambil berlari menyusul ibunya .
"ibu... ibu, bang Ganu makan telur mentah di kar tamu ayo...ayo kasih kak Ganu buk" Arya memangil ibunya sambil menarik - narik baju ibunya menyeret ke kamar tamu tempat Ganu tadi berada .
"Masak sih Ar kan Abangmu paling anti sama telur apalagi mentah" Bu Sri heran tapi juga penasaran, berjalan sambil mengikuti Arya.
Sampai di kamar tamu tidak ada kejadian apa - apa dan kamar tamu pun masih terkunci.
Arya yang masih heran dan penasaran mendekati pintu berusaha membuka.
"Bener buk tadi bang Ganu di sini makan telur mentah, Arya nggak bohong buk" ungkap Arya masih teguh dengan apa yang dia katakan tadi.
"Iya iya ibuk percaya sayang, udah yuk cari Abangmu coba di kamar" jawab Bu Sri sambil mengelus kepala Arya dan menuntunnya ke kamarnya.
"Mmmm...mungkin Arya masih kecil dan ini imajinasinya" di dalam hati Bu Sri.
"Loh kok Abang masih di kamar si buk tadi dia makan telur di kamar keluarga, nawarin Arya juga, tapi Arya nggak mau" celoteh Arya setiba di kamar mereka.
"Bang .... bang Ganu bangun nak sudah siang" Bu Sri membangunkan Ganu yang masih tidur pulas dengan menyeret selimut yang di pakai Ganu.
"Emmmkh..iya buk, Ganu bangun" Ganu yang masih mengantuk menggeliat seperti halnya cacing keluar dari tanah.
"Bang bang Ganu tadi makan telur kan di kamar tamu" sahut Arya dengan muka serius
"Hah makan telur, apa sih buk Mas'ud Arya Ganu kan baru bangun tidur" Ganu kaget dan masih mencerna apa yang di katakan adiknya.
"Iya nggak papa Ganu, mungkin itu cuma imajinasi adikmu saja, dia bilang kamu makan telur mentah di kamar tamu" jawab ibu sambil melipat selimut, kemudian merapika, tempat tidur dan kamar mereka.
"Hah, makan telur loh buk apa sih ini, kan Ganu tidak suka telur" Ganu yang masih pusing dan penasaran masih mencari informasi dari ibunya.
"Ya sudah...sudah jangan dinoikitkan, itukan cuma imajinasi adikmu saja, ayo kita keluar cuci muka dan mandi kemudian sarapan ibuk sudah masak banyak" ajak ibuk sambil mendorong Arya dan Ganu keluar.
Di ruang makan ayah dan ibu sudah menunggu mereka sarapan. Dua buah hati mereka akhirnya sudah rapi dan siap untuk sarapan.
"Eh anak - anak ayah, sini sayang sarapan bersama" Ayah memangil kedua tanganya dengan menlambaikan satu tangan isyarat menyuruh datang.
Danu dan Arya kemudian duduk di kursi Masing - masing menyantap makanan mereka dengan lahapnya. Selesai makan mereka langsung bermain keluar selayaknya anak - anak seusia mereka dan lupa dengan kejadian pagi tadi yang mereka alami.
Di meja makan masih ada ayah dan ibu.
"Buk kenapa sih masih melamun" tanya pak damar yang melihat istrinya dari tadi melamun bahkan mencuci piring dan membereskan dapur pun melamun.
"Ah bapak nggak apa - apa pak" Bu Sri menjawab pertanyaan pak Damar yang memecahka lamunannya.
"Ibuk masih kepikiran masalah tadi pagi ya" tanya pak damar sambil memeluk Bu Sri di belakang yang seng mencuci piring.
"Iya pak perasaan ibu.........
Bersambung..........
"Iya pak perasaan ibuk kok nggak enak ya,masih terus kepikiran masalah tadi pagi juga sama cerita si Arya" Bu Sri meletakan cucian piring, kemudian menoleh sembari melepaskan pelukan Pak Dawuh.
"Sudah lah bu kalau soal Arya kan dia masih kecil, anak kecil itu imajinasinya luas bu" jawab Pak Dawuh sembari duduk di kursi saat dia makan.
Tapi tetap saja perasaan Bu Sri campur aduk tidak tenang.
Malam pun tiba di sinilah semua awal kejadian terjadi dengan jelas.
"Bu anak - anak sudah tidur?" tanya Pak Dawuh sambil makan cemilan criping singkong di depan tv.
"Sudah pak Ganu dan Arya selesai belajar langsung tidur" jawab Bu Sri sambil ikut nyemil singkong di depan tv .
"Pak kok ibuk merasa aneh ya, ahir - Ahir ini seperti banyak sekali kejadian di luar nalar" celoteh Bu Sri sambil mengamati sekitar ruangan karena dari tadi dia merasa ada sesuatu yang mengawasinya.
"Ah ibuk aneh - aneh saja,banyak peristiwa gimana kan cuma dua kali, ibuk sama Arya itu pun belum mesti benar" sahut Pak Dawuh sembari rebahan berhantam kaki Bu Sri yang kecil tapi nyaman.
"Tapi yah, kejadian pak satpam yang katanya melihat bapak malam - malam malam di depan rumah terus di samperin malah bapak meringis sambil menggok tp kepalanya doang, kan itu di rumah kita pak!" ucap Bu Sri dengan nada agak keras dan sedikit kesal karena Pak dawuh terlihat cuek dengan kejadian yang terjadi.
"Sudahlah Bu kok ibuk jadi parno begini sih, tenang saja Bu semua akan baik- baik saja" jawab pak dawuh dengan lembut sembari memeluk Bu Sri dan mencium kening Bu Sri.
Di lain tempat, tepatnya kamar tempat Arya dan Ganu tidur. Arya terbangun karena mendengar sesuatu seperti benda jatuh tetapi terus menerus.
"Duk...jedhuk ...Duk....Duk" suara benda jatuh.
"Emmmhhh..suara apa itu" suara Arya lirih sambi mengusap- usap matanya yang masih satu karena mengantuk.
Arya yang terbangun karena mendengar suara, bangun dari tempat tidur dan menyusuri lorong ruangan mencari sumber suara di tengah - tengah penelusuranya tepatnya di kamar tamu arya mendapati sebuah telur yang menggelinding.
"Loh kok ada telur dari mana ya kok kamar tamu juga terbuka, apa ibu lupa mengunci pintu dan menjatuhkan telur di sini?" ucap Arya sambil mendekati kamar dan mengambil telur di depannya.
"Bruk...glodiak.. Duk!" suara dari dalam kamar tamu.
"loh suara apa ya di sana apa ibu di dalam, tapi kok lampunya mati" celoteh Arya lirih sembari berjalan masuk di kamar yang gelap dengan berhati- hati.
"Glodiak...dug..dug..dug!" Arya menoleh kepadanya kemari mencari sumber suara yang seperti puluhan telur rebus jatuh.
Dari kejauhan dan gelapnya kamar serta sunyi ya malah Arya melihat ibunya sedang duduk bersimpuh di lantai dan membelakangi Arya.
"Buk ibuk kok disini malam malam,lampunya tidak di hidupkan lagi" kata Arya kepada ibunya tapi Bu Sri hanya diam.
Arya yang penasaran dengan apa yang sedang dilakukan ibunya, mendekati sang ibu .
"Ibu lagi apa sih Arya panggil kok diam saja" ucap Arya sembari melihat ibunya.
"Ahhhhhhhh!" suara teriakan Arya yang sangat ketakutan, karena melihat ibunya memakan tangannya sendiri sembari memakan telur mentah yang ada banyak di depannya.
"Ayah ayah, ibu jadi hantu ayah" teriakan Arya sekuat tenaga sambil berlati menuju kamar kedua orang tuanya.
Tapi hal yang tidak di inginkan terjadi, Arya yang tadinya berlari keluar malah hanya memutar di kamar tamu saja.
"Kenapa ini, aku tidak bisa keluar dari kamar, tolong ayah, ibuk, abang...tolong Arya" teriakan Arya di dalam kamar,sambil menangis dan tumbang di lantai.
"Hahaha jangan menangis anak manis, ini makan telur rebus saja" tiba - tiba terdengar suara gemuruh dan besar di dalam kamar yang tadinya hanya ada Arya saja.
"Hiks hiks haaaaa ...haaaaa...ayah tolong Arya" tangis Arya yang sangat ketakutan dan menangis histeris mendengar suar tersebut.
"Tak usah menangis, Arya kenapa kamu takut bukankah kamu yang memanggilku kemari" suara mahluk yang belum menamakan wujudnya tersebut.
"A...a...aku ti...ti..dak.. meman...memangilmu" jawab Arya dengan suara terputus putus dan nada yang kadang tidak keluar karena saking ketakutan.
"Hahaha kau lah yang memanggilku...Arya...kau hahaha, lihat aku lihat aku di sini di pojok pondasi omah arah wetan tengah dedege srengenge, Yang artinya rumah arah timur di tengah berdirinya matahari, apakah kau ingat arya" suara yang besar dan gemuruh itu menjawab pertanyaan Arya sambil menampakan wujudnya yang besar berjenggot bermuka seperti mosnter, berwarna hijau abu abu, dengan mulut lebar gigi runcing serta lidah yang panjang dengan air liur yang terus mengalir keluar. Mahluk itu menempel di pojok pondasi.
Ya ruang yang di taruh sesaji oleh Arya dan kawan - kawan adalah kamar tamu ini.
"Tidak...tidak...aku tidak memanggilmu, aku memangil penjaga rumah agar anti maling" jawab Arya dengan polosnya.
"Iya betul itu aku...PURWO...sang penjaga rumah dari maling...hahahahaha"suara Purwo masih dengan nada yang sangat besar dan menakutkan.
"Bukan....bukan kamu aku tidak memanggilmu...hiks...hikss...hikss.....haaaa...haaa...ha" suara Arya disela- sela tangisannya.Ya dari tadi Arya masih menangis dan masih diposisi sama tumbang di lantai dengan kaki yang lemas seperti mati rasa.
"Hahaha...arya..arya...terimakasih sudah memanggilku...tatapi terimakasihku sudah aku bayar dengan menjaga rumahmu dari maling, juga itu keinginanmu dari awal tapi, kau belum membalas jasaku....kau harussss membalasnya.....harusss.....hahahaha" jawab Purwo sang mahluk menakutkan sembari terutama gemuruh dan mengeluarka air liurnya yang menjijikan.
Tiba- tiba dari ruangan lain terdengar suara jeritan Ganu sang kakak, disusun oleh sang ibu, dan terakhir sang ayah dengan memangil suara Arya.
"Arya .....lari nakkkk lari...hubungi enyangmu...lari nak!" teriakan ayah yang semakin lama semakin menghilang.
Diruanga lain arya dengan pikiran yang kosong di buyarkan dengan teriakan ayahnya, kemudian Arya sadar dan berlari keluar karena mahluk Purwo tidak ada di ruangan yang sama, sepeti halnya tadi entah di kemana tapi bukan itu yang Arya pikirkan.
"Lari...lari....aku harus lari ..harus selamat agar bisa menyelamatkan keluargaku" saat itu yang ada dipikiran Arya, sambil berlari menuju telepon rumah, tanpa pikir panjang Arya menelfon sang Eyang...waktu itu menunjukan pukul 12.00 malam.
"Ayo...yang...eyang..angkat telepon Arya" suara lirih Arya yang tidak tenang sembari menoleh kesana kenari dan gugup.
"Kriiiingggg... kriiiingggg...kriiiinnng" suara telefon di rumah enyang berbunyi dengan keras. Pada saat itu eyang Arya baru saja mau istirahat, tetapi dengan suara telepon yang berbunyi terus menerus memutuska untuk mengangkat telefon.
"Halo siapa ini?" jawab eyang sambil memegang gagang telepon rumah dan diletakan di kupingnya.
"E...e...yang..i...i..ini ...Arya to...tolong Arya...yang..aaaaaaaaaa" jawab Arya dengan nada ketakutan sambil berteriak.
"Arya kamu kenapa? Arya ayo ngomong kamu kenapa Arya?" sepontan Enyang menjawab dengan suara yang keras.
"Haloo....Arya....halooo..tut...tut.....tut" suara nenek yang masih keras memanggil Arya tetapi hanya nada suara telepon dari Arya yang sudah terputus.
Di saat itu hati eyang tidak tenang dan segara dia menuju ruang pribadinya dan bersemedi. Ya Eyang Arya adalah seorang paranormal yang cukup terkenal, dia bernama Enyang Nimas. Dia mempunyai 2 anak yaitu Pak Jarwo kakak dari Ayahnya Arya Pak Dawuh kemudian Pak Dawuh sendiri, tetapi yang meneruskan keparanormalan hanya sang kakak Pak Jarwo sedangkan Pak dawuh dia tidak mau karena menurut Pak Dawuh keparanormalan keluar dari keinginan dan hari nurani Pak Dawuh padahal sang ibu Eyang Nimas sering kali membujuk Pak Dawuh dia tidak meminta meneruskan hanya akan mengajarkan sedikit ilmu agar melindungi Pak Dawuh dan keluarganya dari hal- hal yang tidak di inginkan tetapi Pak Dawuh tetap menolak. Kemudian dituangkan itu sang eyang membuka mata batin memijat keadaan rumah Arya dia melihat rumah Arya di penuhi dengan selaput gaib dan dia sudah menduga ada yang tidak beres di rumah Arya Tanpa berfikir lama dia menghubungi Pak Jarwo untuk mengantar kerumah Pak Dawuh tanpa menjawab Pak Jarwo pun langsung bergegas mengeluarkan mobil karena Pak Jarwo sendiri sudah tau karena Pak Jarwo juga mempunyai ilmu kebatinan yang diturunkan sang ibu dan pergi menjemput sang ibu, dikarenakan Pak Jarwo dan Eyang Nimas tinggal di tempat berbeda. Tetapi hanya beberapa langkah saja dari rumah masing masing.
"Ayo mbok" kata Pak Jarwo di dalam mobil yang sudah siap dengan muka serius.
"Ayo le" jawab eyang yang dari tadi sudah siap di depan rumah.
Kembali lagi di rumah Arya.
"E...e..yang ..i...i..ini ...Arya to...tolong Arya...yang..aaaaaaaaaa...." suara Arya meminta tolong kepada sang nenek tetapi tidak di sangka sulur panjang seperti tentakel gurita yang menjijikan penuh dengan lendir menarik kaki Arya dengan keras.
"Aaaaa........aduh...bawa Arya saja ..tapi lepaskan keluarga Arya mereka tidak tau apa-apa" pinta Arya dengab penuh harap.
"Haha lepaskan tidak akan" suara Purwo yang menyahut dengan nada yang garang dan menakutkan.
"Tidak ....tidak...aku tidak salah apa apa kenapa kau menggangguku mahluk jelek bau" teriakan Arya di dalam sulur tentakel yang membungkus dirinya
"Hahaha...ya kamu tidak salah anak kecil,tapi ini imbalanku atas jasaku menjaga rumahmu..kau harus menumbalkan seluruh keluargamu dan juga dirimu" jawab Purwo sang mahluk.
"A..amppun....am...ti..lep...pas" suara Arya yang semakin menghilang karena lilitan tentakel yang semakin kencang dan semakin rapat.
"Haha tenang anak kecil, aku tidak akan memakanmu dulu karena aku sudah kenyang memakan 3 keluargamu" suara Purwo yang menggelegak sambil tertawa.
Arya yang berada dalam tentakel hanya bisa menangis dan menyesali perbuatannya, lama - kelamaan dia pun tidak sadarkan diri. Karena kelelahan Serta kaget dengan kejadian yang di lewati.
"Tin...tin...tin...tin" suara klakson mobil di luar rumah arya.
"Mbok kita masuk saja, tidak ada yang bakal menjawab" kata Pak Jarwo sembari menoleh ke simboknya.
"Ya baiklah" jawab eyang yang sudah tau dan sudah mengerti dengan keadaan dan yang pak Jarwo maksud.
Ya dengan melihat rumah Arya Pak Jarwo dan Eyang Nimas sudah mengetahui keadaan dan sudah mengetahui bahwa anak bereserta keluarganya telah tiada karena ulah mahluk.Tetapi dengan berat hati dia masuk kedalam rumah tersebut berharap masih ada sisa keluarganya yang masih bisa dia selamatkan.
"Mbok sek legowo mbok, dewe pancen telat mbok mugo - mugo Gusti iseh Maringi keselametan" ucap Pakde Jarwo dalam bahasa Jawa sembari mengelus pundak simboknya. Yang artinya (Mbok yang sabar mbok kita memang telat mbok semoga tuhan masih memberi kesalelamatan ).
"Iyo le...semoga masih ada yang tersisa" jawab simbok dengan nada lirih sembari menguatkan bawahanya.
"Woe...dedemit kurang ajar keluarlah...muncul hadapi aku" suara Eyang Nimas yang lantang mengisi seluruh ruangan rumah Arya.
"Hahaha...siapa ini yang berani memanggilku.dengan nada tinggi" suara Purwo sembari menampakan dirinya.
"O...o...jadi kamu Purwo yang mengusik keluargaku?" suara enyang dengan nada penuh amarah.
"Haha jadi kamu baru muncul Eyang Nimas...ya ini aku Purwo...Purwo yang pernah kamu singkirkan dan yang pernah kamu usik yang tuanya kamu bunuh" jawab Jarwo dengan nada mengejek.
Singkat cerita dahulu Eyang Arya, diminta oleh seorang pejabat daerah untuk membersihkan pendopo yang sudah antik karena sering terjadi hal- hal yang tidak di inginkan. Tanpa di sadari eyang sudah menyinggung mahlu tersebut dan membuat tuanya terbunuh ini awal mula terjadinya dendam mahluk Purwo.
Dahulu yang menghasut Arya jugalah Purwo.
"Hah..kurang ajar akan kuhabisi kau! kemari kumusnahkan kau mahluk menjijikan, sun manta aji...ajiku" kekesalan dan amarah Pakde Jarwo di barengi suara lirih Pakde Jarwo yang membaca mantra.
"Aaaaaaaaa cukup......aaaaaaaaa............
Bersambung........
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!