NovelToon NovelToon

Presdir Bucin

Kembalinya Jiwa

dear readers, Happy reading ♥️ 👇🏻

____________________________

Masa Kini dan Kilas Balik

Gadis bersurai coklat gelap sepinggang itu sedang memasang tampang penuh tanya saat mata lebar berwarna amber keemasan menatap sekitar yang terlihat asing mengelilinginya.

Semilir angin berhembus menerpa wajah teduh milik Deena Prameswari Bakara, tak membuatnya teralih dari ingatan beberapa jam lalu yang terus berputar diotaknya. Kepalanya berdenyut nyeri. Dee ingat betul.

Kilas Balik

Deena mendatangi pesta pernikahan saudara tirinya dengan sang mantan yang diadakan dipulau pribadi milik keluarga Bakara, ralat, milik Almarhumah Thalia Bakara ibunya, yang diambil secara paksa dari Deena untuk di berikan kepada istri kedua Bakara, yaitu Ratih Bakara.

Seluruh keluarga besar Bakara turut hadir memeriahkan acara pernikahan Larasati Bakara dengan Joandan Ferdinan, kedua orang yang tengah berbahagia diatas penderitaan Deena. sakit, sesak tentu saja Deena rasakan. Merasa asing dengan keluarga dari sang ayah, gadis itu memutuskan keluar dari lingkungan pesta, berjalan dengan gontai menyisiri pulau yang seharusnya menjadi milik Deena.

keluarga sang Ibunda, entahlah, Deena tak tahu banyak tentang keluarga Thalia, bahkan nama besar Thalia pun gadis itu tak tahu.

Padahal tahun lalu di hari ulang tahunnya, Deena mendapat kejutan rumah mewah dari Joan yang berjanji akan menikahinya setahun kemudian saat usia Deena menginjak 23 tahun. Tapi saat ini di tanggal yang sama, Deena mendapat kejutan besar lagi berupa pengkhianatan dari Joan dan saudara tirinya yang kejam.

Deena Terenyuh, entah kemana Cinta, kasih sayang dan kehangatan lelaki yang lima tahun terakhir itu mengulurkan tangan, mengeluarkan Deena dari kegelapan hati dan menggantinya dengan kehangatan yang membuat Deena teralihkan dari kekejaman keluarga Bakara.

Ia bahkan hampir lupa bagaimana rasanya dilindungi oleh seorang ayah. Semenjak Thalia meninggal diusia Deena yang kesepuluh, semua kebahagiaan itu seakan hancur berkeping-keping, meninggalkan luka mendalam. Papanya yang berubah dingin menikah dengan si selingkuhan.

Satu lagi fakta yang menikam jantung Deena, mereka sudah memiliki anak terpaut setahun di bawah Deena.

Deena sering diperlakukan tidak adil oleh ibu tirinya bahkan Larasati, jika ditanya kenapa mereka kejam dengannya, mereka selalu berkata.

"Selama ini kami terus bersembunyi dengan derita karena ibumu yang bodoh itu dan kamu masih hidup, sekarang dia sudah mati, jadi kami yang menggantikannya."

Terlalu hanyut dengan pikirannya, Deena tak sadar sedari tadi dua orang lelaki berbadan kekar mengikuti langkahnya menunggu saat yang tepat untuk melancarkan aksi yang di tugaskan oleh sang tuan muda.

Jleebb

Dengan tanpa dosanya salah satu diantara mereka menusukkan belati tajam, Darah segar keluar dari perut kanan Deena, mata amber miliknya membelalak kaget mendapat serangan dadakan dari salah satu suruhan sang tuan muda.

Tubuhnya diangkat. Kedua lelaki itu menggotong Deena naik perahu, lalu mencampakkan tubuhnya ketengah laut. Sebelum Deena dibuang, gadis itu mendengar kalimat yang lebih sakit dibanding tusukan diperutnya.

"Tuan muda Joan dan Nyonya Laras akan memberi kita bonus besar karna berhasil membunuh gadis bodoh ini hahah."

"Hahaha, kau benar Boy, saat jasatnya nanti muncul, orang lain akan mengira dia mati di rampok atau bunuh diri."

Bagai tersambar petir disiang bolong. Entah apa salahnya hingga Joan mengerahkan orang untuk membunuh dirinya.

Tubuh Deena semakin tenggelam kedalam, merasa sekujur tubuhnya mati rasa berharap hati juga merasa hal yang sama. Namun nihil, hatinya tetap merasa tertikam diikuti memori yang berputar-putar di otaknya, entah halusinasi atau Ia akan segera menemui ajal.

Bayangan saat dirinya berusia lima tahun muncul bagai puzzle yang tersusun, saat dimana Deena kecil memasuki taman kanak-kanak hingga masuk sekolah dasar ditemani kedua orangtua yang sangat mencintainya, keluarga kecil yang bahagia kala itu. Pikir Deena.

Lanjut dengan Ingatan bagaimana dirinya dianiaya oleh ibu tiri dan saudaranya bergiliran muncul, Deena dikucilkan dalam keluarga besar Bakara, tak mendapat perlindungan dari sang ayah lagi membuatnya bisa ditindas oleh siapapun.

Dalam kegelapan itu muncul Joandan bagai cahaya hangat, mengulurkan tangan menarik paksa Deena keluar dari rasa sakit dan menggantikannya dengan kebahagiaan. Joan bahkan memposisikan dirinya sebagai pelindung Deena, memberikan gadis itu banyak cinta yang tak Deena duga hingga akhirnya dengan tangan Joan sendirilah kehancuran Deena berasal.

Keadaannya kacau, air mata terus keluar bersatu dengan air Laut, Deena sudah banyak menelan air sementara tubuhnya makin tenggelam kedalam. Gadis itu pasrah, ingin rasanya Ia cepat mengakhiri penderitaan ini, namun lagi-lagi Ia harus menderita walau sudah mendekati ajal.

Jika Ia diberi kesempatan, Deena akan membalas semua penderitaan yang Ia rasakan berkali lipat, mencari tahu tentang keluarga Thalia dan membalas kematian Thalia kepada ibu tirinya yang dengan tega melakukan pembunuhan berencana. Andai saja masih ada kesempatan, andai saja waktu dapat kembali. Andai saja.

Diujung sisa kesadarannya, terbesit dalam pikiran Deena sebuah liontin giok kuno berukiran naga dan burung di tengahnya, Deena kenal liontin itu, liontin kokoh namun elegan. Entah kenapa Ia bisa teringat liontin itu padahal sebentar lagi Ia akan pergi, tapi memikirkan giok indah itu, tak ada salahnya di saat-saat terakhir pikirnya, sebelum kegelapan menyelimuti.

Kilas Balik Selesai.

Deena menarik napas sedalam mungkin, hawa dingin berasal dari sekelilingnya, suara air mengalir beradu dengan bebatua, kicauan indah burung saling bersahutan dan terpaan sinar matahari menghangati wajahnya. Gadis itu memperhatikan sekeliling dengan alis mengkerut bingung entah dimana dirinya saat ini, tempat yang familiar.

Teringat sesuatu, Deena meraba perut datarnya untuk mencabut pisau yang dihunuskan oleh penjahat suruhan Joan mantannya. Betapa terkejutnya Deena tak ada pisau yang menancap.

"Bajuku!" Pekiknya, selain tidak ada noda darah ataupun belati menancap, gaun indah rancangannya terganti dengan setelan lain, mirip set anak hiking. Celana training, sepatu sport, kaos oblong dengan hoodie sport dan jangan lupakan gelang keanggotaan organisasi pecinta alam.

Alarm dalam dirinya berbunyi, Deena ingat betul tempat ini, awal dimana semua harapan melambung tinggi hingga akhirnya jatuh terhempas ketitik terdalam. Saat dimana Joan menyatakan cintanya pada Deena.

"Deena.."

"Deena.." Sayup-sayup terdengar suara memanggil namanya.

Gadis itu menyeringai kemudian berseru senang. "Aku kembali Ma! Hahah aku kembali."

Deena bertaruh, jika memang benar dirinya hidup kembali pada saat usianya 19 tahun, itu berarti liontin Giok naga kuno yang membuatnya terguling kesungai masih berada ditangannya. Deena meraba lehernya memastikan, Ia mendapati liontin itu bertengger manis ditempat. Dilihatnya pahatan indah tak bercela, senyumnya kembali merekah.

Giok yang hilang itu sempat menggemparkan negara maju tempatnya tinggal beberapa saat, namun kemudian dihebohkan kembali dengan ditemukannya kalung giok oleh seorang gadis bernama Larasati Bakara.

Hanya karena Laras merebut paksa giok itu dari tangan Deena selepas kembali dari kemah, sampai-sampai gadis licik itu merebut semua yang sudah seharusnya milik Deena.

Bodoh sekali dirinya yang dulu diam saja saat ditindas. Namun itu dulu, sekarang Deena bertekat membalas semua rasa sakit yang dialaminya.

-

-

-

-

-

To Be Continue >>>

Bertemu Tuan Muda

Tiada kata seindah komentar kalian readers, ku harap kalian menikmatinya..

Happy reading ♥️

____________________________

"Deena.. Deena.." Suara beberapa orang yang memanggilnya semakin mendekat, itu berarti Joan ada di sana. Sebentar lagi mereka akan bertemu, Kembali.

Deena segera memasukkan giok itu kedalam baju. Mencoba bangkit dari posisinya duduk.

"Awhh.. sakit banget." Ringis Deena memegang kaki kirinya saat hendak berdiri menjauh dari bibir sungai. "Hampir lupa sangkin bahagianya." Ucapnya bermonolog menepuk jidat.

Deena menghembuskan napas, Ia belum pernah sebagaia ini.

"Deena.." Panggil mereka lagi.

"Aku disini." Dengan suara khas Deena memanggil mereka.

"Deena..!" Pekik seorang gadis berambut merah kecoklatan sarat akan kekhawatiran. Dia Aleta Nameera sering disapa Al oleh Deena, teman seorganisasi Deena beda jurusan. satu-satunya sahabat yang Deena punya, walau fakultas mereka berjauhan itu tak jadi masalah saat mereka satu asrama.

Aleta mengambil jurusan hukum, sementara Deena mengambil jurusan Arsitek.

"Deena kamu gapapa?" Tanya Joan.

Beberapa orang berjalan mendekat ke sumber teriakan Aleta termasuk Joan, lelaki itu langsung berjongkok mengangkat wajah teduh milik Deena. Mata mereka bertemu, saling menatap, Deena buru-buru mengalihkan wajahnya dari lelaki itu.

Entah kenapa dulu Ia bodoh sekali sampai tertipu dengan perhatian kecil dari Joan.

"Gapapa kok." Jawab Deena seadanya.

Joan mengernyit, namun Ia tepis jauh rasa penasarannya itu beralih menatap tubuh basah Deena.

"Jauh banget kamu bisa sampe sini? aku kira kamu kenapa-kenapa Deena." Ucap Joan lagi.

"Lo kenapa sii Dee? ada yang sakit ga?" Tanya Aleta memutar bahu Deena kiri kanan memastikan temannya itu baik-baik saja.

"Perlu di gendong?" Tanya Bagas Mahendra anggota lainnya. Deena tersenyum.

"Kakiku terkilir heheh." Jawab Deena mengabaikan rasa khawatir dari Joan.

"Ayo balik ketenda, ntar cari rumah sakit terdekat bawa Deena obati lukanya." Usul sang Ketua di angguki oleh yang lain.

Joan sudah memposisikan dirinya untuk mengangkat Deena, namun urung dilakukan saat suara Deena kembali menginterupsi, membuat yang lainnya saling pandang heran termasuk Aleta sahabatnya.

"Al, kak Dirga, tolong bantu aku jalan dong." Pinta Deena berusaha menggapai tangan Aleta disebelah Joan yang diam terpaku.

Selama hampir dua tahun mereka dekat, baru ini kali pertama Joan melihat Deena mengabaikannya. Tapi semua itu ditepis oleh Joan, mana mungkin Deena si bodoh itu mengabaikannya. pikirnya.

"Dok, tolong periksa temen saya." Ucap Dirga meletakan Deena di bankar rumah sakit. Setelah insiden Deena ditemukan dalam hutan, kegiatan kemah yang memang sudah mencapai puncak, langsung mempercepat penutupan agar langsung kembali ke kota.

Beberapa orang anggota ikut mengantar Deena kerumah sakit termasuk Joan, Aleta dan Dirgantara Al sang Ketua organisasi yang memiliki wajah rupawan, salah satu most wanted di Universitas Angkasa.

Setelah Deena selesai diperiksa luka dalam, anggota yang lain pamit undur diri terlebih dahulu. Tinggallah mereka ber-4 menghiasi ruangan, Dirga memilih tinggal lebih lama dikarenakan masih ada satu orang lagi yang harus diperhatikan.

Sementara Joan berdiri disamping Deena sambil memperhatikan gadis di hadapannya dengan perasaan mengganjal.

"Dee, cerita ke gue kenapa bisa sampe kaya gini sih lo?" Tanya Aleta menghalau kesunyian.

Deena mengalihkan perhatiannya menatap Aleta sambil tersenyum. "Cuma kepeleset aja yaelah pas nyeberang sungai, habis itu aku lupa karena pingsan heheh, sorry." Jawab Deena menyengir.

"Awas ya lo buat gue cemas lagi." Ucap Aleta dengan nada merajuk. Deena mencubit pipi bulat gadis berambut merah gelap itu gemas.

"Bawel." Jawabnya terkikik.

Dirga berjalan mendekat dengan tangan dimasukkan ke saku celananya. "Ale, ayo balik, gue laper." Ajak lelaki itu berlalu sebelum dapat Aleta tolak.

"Udah gih susul sana, ntar singa ngamuk." Goda Deena melihat sahabatnya cemberut. "Aku gapapa, ntar kalo perlu kan bisa nelfon." Tambah Deena melihat tatapan cemas Aleta, setelah Aleta pergi Deena menghembuskan napas.

Deena lupa jika masih ada satu orang lagi yang sejak tadi diabaikannya masih berdiri disamping bankar.

"Udah gimana keadaan kamu?" Tanya Joan akhirnya. Deena tersadar, dulu disaat seperti ini Joan akan menyatakan cintanya dan Deena akan mengangguk menjawab dengan antusias.

"Lumayan." Jawab Deena seadanya. Ia benar-benar muak dengan sikap Joan, jika lelaki itu pada akhirnya dengan tega membunuh Deena, kenapa Ia harus pura-pura perhatian seperti ini.

"Deena aku sudah lama jatuh cinta denganmu, kamu mau jadi pacar aku?" Tanya Joan mengutarakan perasaannya sambil menggenggam tangan Deena.

Deena tak langsung menjawab, ada jeda panjang menghiasi, walau tangan mereka tertaut, namun gadis itu masih menunggu saat-saat untuk mengelak.

Belum sempat Deena menjawab, keheningan mereka terusik dengan nada dering dari ponsel Joan. "Aku izin ke toilet bentar ya Deena." Sebelum gadis itu menjawab, Joan sudah menghilang dibalik tirai biru yang menjadi pembatas bankar lain.

Persis dugaannya, untung Deena tak langsung menjawab. Gadis itu bangkit dengan tertatih menyeret kaki kirinya yang diperban akibat terkilir. Ia harus cepat pergi dari hadapan Joan. Yang pertama harus Deena lakukan adalah mengembalikan langsung liontin giok kuno itu ke pemiliknya, dengan begitu Deena akan meminta imbalan besar. Tak peduli Ia akan dianggap cewek matre asalkan bisa bebas dari keluarga Bakara.

"Arga, lacak keberadaan si tua bangka Demon itu hidup atau mati." Titah seorang pria mengenakan jas navy dengan langkah lebar menapaki koridor rumah sakit. "Baik tuan."

Brukk.

"A..Awwh.. aduh sakit banget." Ringisan keluar dari bibirnya, Deena jatuh tersungkur sehabis menabrak dada bidang seseorang yang tiba-tiba muncul dari belokan, kakinya yang sakit membuat Deena tak bisa menahan bobot tubuhnya yang terhuyung kebelakang.

Siap melayangkan protes melihat sepatu pantofel mengkilap dihadapannya, Deena mendongak mata amber keemasan miliknya beradu tepat kearah mata setajam elang berwarna hitam legam milik seorang pria yang saat ini berdiri dihadapannya.

Dengan susah payah Ia bangkit berdiri sambil menggerutu. "Kalo jalan tuh pake mata dong om, sakit tau badanku!" Bentak gadis itu menatap tajam kearah pria dihadapannya, sedangkan yang bersangkutan mengerutkan alis mendengar panggilan om disela kalimat gadis itu.

Deena menatap beberapa orang yang berdiri dibelakang pria tersebut. Matanya membelalak melihat pria itu, baru saja Ia memikirkan untuk menemui si pemilik liontin.

"Tuan Arga Dika Dwipayana?!" Pekik Deena menunjuk kearah belakang pria dihadapannya.

Arga maju dengan sopan meletakkan tangan di dada kirinya tanda memberi hormat. "Anda mengenali saya nona?" Tanya pria itu melirik sedikit kearah tuannya.

Dengan senyum khas ditambah wajah berbinar Deena, gadis itu mengangguk mantab. Siapa saja yang melihat senyuman maut Deena, Ia akan kepincut. Tentu saja, gadis itu memiliki wajah teduh yang menggemaskan dengan hidung mancung dan bibir mungil, oh jangan lupakan mata amber miliknya.

"Aku tahu dimana letak barang yang tuan cari." Ucap Deena membuat Arga menaikkan alisnya. "Liontin itu.." Belum sempat Deena menyelesaikan bicaranya, pria yang tadi bertabrakan dengannya menggendong tubuh Deena ala bridal style, membawanya keluar rumah sakit.

-

-

-

-

-

-

-

-

To Be Continue >>>>

Siapa om ini?

Baris kalimat demi kalimat yang kubuat kurang lengkap bila kalian tak memberikan komentar dibawah, dear readers..

Happy reading ♥️

__________________________

Episode sebelumya

"Aku tahu dimana letak barang yang tuan cari." Ucap Deena membuat Arga menaikkan alisnya. "Liontin itu.." Belum sempat Deena menyelesaikan bicaranya, pria yang tadi bertabrakan dengannya menggendong tubuh Deena ala bridal style, membawanya keluar rumah sakit.

Lanjut

Deena yang panik memaki pria itu agar menurunkannya, kalau saja gadis itu lupa Ia sedang kabur dari Joan, ingin rasanya berteriak lebih kencang.

"Hey turunkan aku brengs*k, om mau menculikku? aku tak punya apapun selain.. hmpp hmppp." Pria itu membekap bibir mungil Deena dengan tangannya, berisik sekali, pikirnya.

Kedua pengawalnya membukakan pintu mempersilahkan sang tuan memasuki Rolls-Royce yang bertengger manis didepan pintu rumah sakit.

Bugh.

"Kamu mau membuatku mati haa." Bentak Deena saat dirinya dibanting ke jok mobil pria menyebalkan yang tak dia tahu namanya itu. "Om jelek ini siapa sih? udah nyulik orang seenaknya, aduh kakiku sakit tambah sakit."

Pria itu menatap Arga seolah berkata. Aku mau semua informasi tentang gadis ini sedetail mungkin sekarang. Begitulah kiranya.

Arga mengangguk.

Deena melihat Arga memasuki mobil, mengambil posisi duduk disamping kemudi, Deena berkata lagi. "Tuan mengenali om tua ini?" Tanyanya.

"Diamlah berisik, kau pikir aku menikah dengan tantemu, jangan panggil aku om tua, umurku bahkan masih 34 tahun." Kesal pria disampingnya mendengus kasar.

"Perkenalkan ini tuan Hanska Regantara Alzhavir, beliau tuan saya nona. Nona sendiri dengan siapa?" Tanya Arga setelah memperkenalkan tuannya kepada Deena. Gadis itu memutar bola mata malas.

"Apa om ini terkenal? aku belum pernah melihatnya, yang kutahu hanya tuan Arga." Jawab Deena jujur sambil mengedikkan bahu, lalu melanjutkan perkataannya. "Panggil saja Deena, namaku Deena Prameswari Bakara."

Terdengar helaan napas dari bibir Deena saat menyebutkan nama belakangnya.

Tlingg. Tanda notifikasi masuk dari ponsel milik Hanska menampilkan pesan yang dikirim oleh orang suruhan Arga mengenai riwayat gadis disampingnya.

"Boleh saya tahu, dari mana Nona mendapatkan informasi barang yang kami cari?" Tanya Arga setelah tuannya memberi kode untuk menggali informasi dari gadis yang dibopongnya kedalam mobil.

mungkin saja gadis ini hanya iseng. Pikir Arga.

"Tentu saja aku tau, tuan Arga kan pemiliknya.." Jawab Deena percaya diri melupakan denyutan dikakinya.

Arga menatap tuannya, sedangkan yang ditatap melirik kearah Deena, gadis itu sadar diperhatikan, Ia menjulurkan lidahnya mengejek kearah Hanska.

"Anggap saja kita ini jodoh yang tak sengaja bertemu akibat liontin itu tuan." Ujar Deena dengan polosnya.

"Pfffttt." Terdengar kekehan tertahan dari pria disampingnya." Arga menatap takjub kearah Hanska, seumur-umur dirinya mengabdi dengan keluarga Alzhavir, sangat jarang mendapati moment langka bahagia tuannya.

"Aku akan memberi tahu kalian tapi apa imbalan yang akan kudapatkan." Tanya Deena bernegosiasi. Hanska menyunggingkan senyum.

"Tentu tuan kami akan memberikan nona imbalan besar, nona ingin apa katakan saja." Jelas Arga serius.

"Mungkin ini berlebihan, tuan aku ingin pulau pribadi Ratih's Island kembali menjadi atas namaku, Deena Prameswari." Padahal ada banyak uang yang bisa Deena minta dari pria disampingnya, bahkan jika Ia mau, dirinya dapat terlepas dari keluarga Bakara. Namun peninggalan sang ibunda lebih dari apapun, hanya pulau itu satu-satunya yang membuat Deena merasa Thalia berada di sisinya.

"Jika barang yang nona jaminkan adalah asli." Jawab Arga demikian.

"Nona tinggal dimana? kami akan mengantar nona kembali kerumah." Jelas Arga membuat Deena menghembuskan napas kasar.

"Aku berani menjamin dengan hidupku." Ucap Deena yakin.

"Kalian mencari ini kan?" Sambungnya sambil menyodorkan Liontin berpahat naga dan burung kehadapan mereka. Liontin itu masih setia bertengger dileher mulusnya.

Pria disampingnya yang sedari tadi cuek bebek mengalihkan pandangannya dengan tergesa merampas giok itu yang masih dileher Deena.

"Eh.. eh om! Aduh apes banget sih deket nih orang, ga ada lembutnya sedikitpun." Kesal Deena mengusap-usap tengkuk bagian belakangnya.

Arga terkejut membelalak-kan matanya. Begitu juga dengan sang tuan. Pria itu menatap Deena tajam. "Ini milikku! dari mana kau dapat liontin ini?!" Tanya pria itu dengan bentakan.

Deena melotot. "Kenapa sih om pake bentak-bentak segala." Sewot gadis itu. "Jawab!." Desak pria disampingnya lagi.

"Huh.. aku sedang berkemah di kaki gunung tertinggi kemarin, saat penutupan malah terpisah dengan anggota lain dan tersesat hingga ke hutan lebat. Untung saja ada sungai, suasana di sana keren banget deh pokoknya." Deena dengan cepat mulai menjelaskan kembali bersandar pada jok mobil dan menarik liontin itu dari siempunya.

Sambil mengagumi keindahan, Deena meneruskan ceritanya. "Aku nemuin giok ini ditepian sungai, pertama lihat langsung jatuh hati, gimana engga, indah banget gini, elegan, ditatap berapa lama pun ga akan ngebosenin. Karena ceroboh aku terpeleset kesungai. Mana pingsan segala ckckc." Kekeh Deena memutar otak beberapa tahun silam.

"Bagitu sadar udah nyangkut aja ni badan diakar pohon." Tambah Deena lagi sambil memperhatikan Giok itu meraba ukirannya. Gadis itu menghembuskan napas memberi jeda sedikit lebih lama.

Ia melepaskan liontin itu dengan berat hati. "Nih ku kembalikan. Sayang banget udah ada yang punya, mana pemiliknya galak gitu hii." Ucap Deena menyodorkan Liontin itu ke Hanska sambil mencibir.

Pria itu menerimanya dengan delikan tajam.

"Padahal seingatku dulu liontin itu milik tuan Arga." Cicit Deena dengan suara pelan, terdengar seperti gumaman, namun dapat ditangkap jelas oleh pendengaran pria disampingnya.

Hanska menoleh, menatapnya penuh selidik. "Dari mana kau tau kami sedang mencari benda ini padahal berita hilangnya saja belum menyebar." Cerca pria itu sambil menyipitkan mata.

Deena membuang tatapannya keluar jendela. "Anggap saja takdir." Balasnya setelah memberikan jeda untuk berpikir.

"Kita sampai nona."

Gadis itu sampai tidak sadar jika sedari tadi jalan yang mereka lalui mengarah ke kediaman Bakara. Suara Arga menginterupsi hayalan Deena, menarik gadis itu tersadar jika saat ini mobil sudah berhenti tepat didepan kediaman ayahnya.

Dia menatap kesamping tempat Hanska duduk. "Om tahu rumahku?" Tanya Deena mengerutkan alisnya.

Hanska menaikkan sebelah alisnya. "Tidak." Jawabnya cuek.

Terdengar helaan napas kasar dari samping pria itu. Sungguh malas rasanya Deena kembali dengan keadaan seperti ini.

Jika dulu saat dirinya diantar oleh Joan sepulang dari rumah sakit, Ibu tirinya dan saudaranya hanya bisa menatap sinis dari kejauhan, namun sekarang Ia kembali hanya sendirian. Kakinya yang sakit pasti akan bertambah parah jika mereka bertemu nanti.

Lama Deena terhanyut dengan pikirannya.

"Tuan Arga, aku tak ingin kembali saat ini, bisa antarkan aku ke universitas Angkasa tidak?" Tanya Deena menggigit kuku ibu jarinya, kebiasaan saat Ia sedang gelisah.

Tak bergeming, Arga melirik kearah tuannya meminta persetujuan, hal itu ditangkap oleh Deena.

Deena menatap kesamping. "Om suruh mereka anterin aku pliss, asal jangan disini om." Pinta Deena sekali lagi menggoyang-goyangkan lengan pria itu berharap mendapat perhatian.

Hanska menaikkan alisnya menatap kearah genggaman tangan Deena dilengannya. Sadar akan tatapan pria itu, Deena dengan cepat melepaskannya. "Antarkan dia ke Universitasnya." Titah sang tuan akhirnya.

Deena lega kembali menyandarkan kepalanya saat mobil melaju menjauh dari pekarangan rumah mewah itu. Air matanya tak dapat dibendung, bulir bening itu mengalir tanpa bisa Ia cegah melihat rumah yang dulu sempat Ia pikir akan selalu diisi dengan kebahagiaan, kehangatan dan kasih sayang malah kesedihan yang terus Deena rasakan.

Gadis itu menangis dalam diam, menikmati denyutan dihati seorang diri. Ia rindu sang ibunda, rindu bagaimana rasanya diperhatikan dan dicintai.

Diam-diam pria yang selalu memancarkan aura menakutkan dan intimidasi itu merasa geram melihat dari pantulan kaca jendela tempat Deena duduk mendapati gadis itu bergelinangan air mata.

-

-

-

-

-

-

-

-

To Be Continue >>>>

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!