NovelToon NovelToon

Kau Lupa Aku Ratumu

Pertengkaran

"Loh Mas, biasanya kan kamu pulang sampai seminggu dirumah, kenapa baru dua hari kamu mau pergi lagi?" tanyaku heran pada Mas Hendri suamiku yang telah menemaniku hingga 8 tahun lebih.

"Aku banyak kerjaan Kalisa, jadi aku harus berangkat lebih cepat dari biasanya." jawab nya seraya merapikan pakaian ke dalam koper miliknya.

Baru kali ini aku merasa dia bersikap aneh, tak seperti biasanya, tapi selalu ku tepis bayang-bayang mengerikan yang malah membuat ku semakin kepikiran.

"Tapi janji yah, bulan depan kamu luangkan libur mu seperti biasanya, anak-anak bilang ingin liburan sama kamu Mas." ucapku akhirnya mengalah pada situasi yang malah membuatku jadi terlihat egois dimatanya.

"Iya akan aku usahakan ," balasnya singkat.

Dia memang bekerja diluar kota, mengurusi bisnisnya yang ada dikota T bersama dengan rekannya, aku mengizinkan dia merantau kesana bukan tanpa alasan, karena kebutuhan ekonomi lah yang membuatku mengikhlaskan dia jauh dari sisiku dan buah hatinya.

Tapi aku bersyukur, ternyata Tuhan begitu baik pada keluarga kecil kami, sehingga membuat Mas Hendri sukses diluar sana, dan perekonomian keluarga kami kembali sejahtera, buktinya kami sudah membangun sebuah toko besar yang ada di seberang jalan, tempat orang berlalu-lalang, guna nya agar aku punya kegiatan, dan Alhamdulillah lagi-lagi toko ku begitu ramai akan orang-orang yang berbelanja kebutuhan.

"Ati-ati ya Mas. " setelah aku menyalami tangannya begitu takdzim.

" Ya baik-baik dirumah. " balasnya, seraya meninggalkan ku menuju mobil avanza berwarna hitam milik kami berdua.

Aku hanya mengangguk dan tersenyum padanya, lalu detik selanjutnya mobil Mas Hendri benar-benar hilang dari pandangan mata ku, padahal masih banyak rindu ya g belum kami tuntaskan, masih banyak keluhan yang ingin ku curahkan berdua dengannya seperti kebiasaan kita dahulu.

Tapi tak apa, aku harus memakluminya, ini jalan yang sudah kami ambil, sibuk sedikit tak apa lah, toh nanti juga ada luangnya. Begitu pikirku.

"Assalamualaikum Nda, ayah?" itu suara putra pertama ku, Reyhan yang kini berumur 7 tahun, dan sudah duduk dikelas 2 Sekolah Dasar.

"Waalaikumussalam, anak Nda udah pulang?" tanyaku sambil mengusak kepalanya.

"Iyah Nda, Ayah mana? " tanya Reyhan kepadaku sambil mencopot sepatu sekolahnya.

"Ayah sudah berangkat sayang, katanya lagi banyak kerjaan ." ujar ku.

"Yah padahalkan kita belum jalan-jalan, " kulihat dia cemberut begitu tahu ayah yang disayanginya sudah kembali berangkat bekerja.

"Iya tapi tadi ayah minta maaf sama Nda dan minta disampaikan ke kalian, kalo jalan-jalan nya bulan depan, gapapa ya, " aku menenangkan dia supaya tak merengek kepada ayahnya.

"Huh, tapi janji ya Nda," kulihat matanya berbinar walau masih ada gurat kecewa.

Aku mengangguk mengiyakan saja perkataan nya.

"Adek mana Nda? " tanyanya lagi mencari si kecil yang baru berumur 4 tahun setengah, yang aku beri nama Humaira.

"Adek lagi bobo siang, kamu juga buru-buru makan gih abis itu bobo siang temenin Adek yah, " ujar ku penuh sayang.

Reyhan mengangguk dan berlalu pergi ke kamar miliknya dan juga Humaira.

Tiba-tiba..

Kring... Kring

Terdengar suara telpon masuk, tapi bukan berasal dari ponsel ku, melainkan dari ponsel milik Mas Hendri yang tertinggal diatas sofa. Aku meraih benda pipih tersebut dan membaca siapa orang yang menelpon suamiku.

"Marsela ? Siapa? " gumamku, lalu ku pencet saja tombol hijau yang tertera dilayar.

Panggilan terhubung...

"Hallo, Mas kamu lagi balik kesini kan? Aku nunggu ditempat kemarin, awas saja kalo kamu tidak datang." ucapnya disebrang sana. Pikiranku langsung limbung.

Jadi, dia berangkat lebih awal karena ingin menemui wanita bernama Marsela? bukannya untuk bekerja ?

Luruh sudah api cemburu dalam dadaku, bayang-bayang Mas Hendri bersama wanita lain berlarian dalam benakku, membuatku semakin merasa sesak akan cinta yang berubah jadi kecewa, aku sama sekali tak menjawab sepatah kata pun ucapan wanita bernama Marsela dan langsung memutus panggilan nya. Dunia ku hancur bersamaan dengan suaranya yang lembut namun menusuk.

Kamu tidak lupa aku ini Ratu mu kan Mas?

**********

Ku dengar suara deru mobil sampai dipelataran rumahku, ku tebak itu adalah Mas Hendri yang akan mencari ponselnya yang ketinggalan, begitu ia menyadari benda pipih itu tidak ada dalam genggamannya.

Dan benar saja ia langsung masuk dan mencari benda itu diruang tengah, tepatnya di atas sofa .

"Kamu mencari ini Mas? " tanyaku seraya mengangkat benda yang sedang dicarinya sedari tadi.

"Ahh iya, kamu menemukan nya dimana?" balasnya, lalu melangkah mendekat ke arahku, bukannya menjawab aku malah balik bertanya kepada nya.

"Siapa Marsela? " tanyaku dengan sorot mata tak ramah.

Ku lihat air mukanya jadi berubah begitu aku menyebut nama wanita yang aku tidak tahu, ada hubungan apa ia dengan suami ku.

"Ada hubungan apa kamu dengannya? " tanyaku lagi, karena dia diam saja dan hanya menatapku dengan sendu.

"Jawab!! " bentakku.

"JAWAB!!! hiks." aku tak tahan, air mataku luruh begitu saja dari tempatnya, bibir ku bergetar saat aku mempertanyakan seluruh yang ada dalam benakku tentang siapa wanita itu.

"Kal." panggilnya dengan suara lembut, namun bagai belahan pisau yang menyayat kulitku.

"JAWAB Mas!!!! Siapa dia, dan ada apa hubungannya denganmu." balasku, mataku melotot kearah nya, memancarkan sebegitu dalamnya aku dalam kubangan kekecewaan.

"Dia hanya rekan bisnisku Kalisa, " kilahnya.

"Rekan bisnis? Rekan bisnis yang mengajakmu bertemu, dan jika kamu datang terlambat sedikit saja dia akan mengancammu, begitu??? dan dengan bodohnya kamu menuruti semua perintah nya, bahkan merelakan waktumu dengan ku dan keluarga kecil kita, itu yang kamu sebut rekan bisnis? " mulutku mulai mencercau, sebisa mungkin aku keluarkan semua kegundahan yanh ada di dalam dada. Dan aku ingin tahu dia akan menjawab seperti apa.

"Kal, ku mohon, tenanglah dulu, kita bicara baik-baik ya " ucapnya, seraya meraih bahuku, tapi aku bersikeras menolak semua sentuhan tangannya, sungguh aku jijik sekarang, kala pikiranku melayang layang memikirkan tentang pengkhianatan nya dengan wanita bernama Marsela.

"Jadi benar, kamu punya hubungan dengannya? Kamu mengkhianati ku Mas? Kamu menghancurkan kebahagiaan keluarga kecil kita yang sudah kita bina sama-sama? "

"Tidak begitu Kalisa." jawabnya sedikit mengeraskan suaranya.

"Lalu apa? " tanyaku " Hah, dia itu siapa Mas? "

"Maaf." balasnya, tubuhnya ambruk dibawah kakiku, ku dengar dia menangis seraya mulutnya terus mengucapkan kata maaf kepadaku.

Aku tak mampu membalas apa-apa, mulut ku terkunci begitu mendengar kata maaf yang aku artikan sebuah pengakuan bahwa dirinya telah menduakan cintaku, dibelakangku. Ya Tuhan, dosa apa diriku, hingga kau menghukum diri ini sebegitu sakitnya. Sungguh ini benar-benar sakit yang tak berdarah.

"Maafkan Mas Kalisa, maaf." gumamnya seraya terus memegang kakiku dengan erat.

"Kau tau Mas, bukan hanya aku yang akan terluka, tapi buah hatimu juga sama terluka nya seperti aku, melihat kenyataan bahwa ayah yang mereka sayangi, mampu menduakan cintanya hanya karena nafsu semata. " ucapku dengan bibir bergetar, air mata ku terus turun tanpa bisa aku seka, biarkan saja , biar ia jatuh membawa rasa sakit yang ada dalam hatiku itu sampai jauh.

"Aku sadar Kalisa, aku telah mengecewakan kalian, " ujarnya.

"Kamu sadar, tapi kenapa kamu lakukan Mas? Itukah yang kamu sebut sadar dalam kamus mu?" bentakku lagi.

"Maafkan aku Kalisa, aku salah, "

"Oh jelas, kamu dan dia tak ada bedanya, dan sekarang juga aku minta pisah." ucapku tanpa sadar, karena mungkin rasa sakit yang mendorong ku untuk mengucapkan kata-kata itu.

"Tidak!!! Tidak Kal, ku mohon, jangan tinggalkan aku, jangan pergi dari ku Kal, maafkan aku, jika memang bukan karena aku, setidaknya demi anak-anak, apa kamu ingin melihat mereka menderita karena perpisahan kita? "

Pertanyaan bodoh macam apa itu, dia yang melakukan dosa, tapi seakan akan aku yang merusak kebahagiaan dan masa depan anak-anaknya.

"Harusnya kamu berpikir, jika kamu memang tidak mau merusak kebahagiaan mereka, kamu pun jangan merusak kepercayaan ku, jangan yang kamu pikirkan itu hanya hatimu, tanpa melihat aku, selama ini aku tak pernah menuntut apa-apa dari mu Mas, aku terima semua nafkah yang kamu berikan berapapun dan apapun bentuknya, aku selalu setia bahkan menerima kamu apa adanya, tapi inikah balasan yang aku dapat? Hah? Kurangnya aku ini apa? Hiks, hika. "

"Nda, Ayah."

**********

Ini nyambung sama cerita CINTA LELAKI BIASA yaa...

Hatur tengkyuuuu ❤

Mas Hendri

Mba Kalisa

Mencoba Ikhlas

Sesaknya dada tak dapat aku lukiskan, sakitnya, perihnya tak tergambarkan walau hanya seupik abu, dunia ku terombang ambing, lbagai dihantam ribuan ombak badai yang menerjang karang.

Kenyataan apa ini? Rasanya seperti mimpi, karena saat ku cubit tanganku pun rasanya mati rasa, dan itu semua karena kekecewaan ku terhadap cinta orang yang ada dihadapanku. Setega inikah dirimu membalas pengabdianku?

Setelah ku giring anak-anakku untuk pergi ke rumah neneknya. Ya ke rumah ibu Mas Hendri, mertuaku. Aku memutuskan untuk berbicara berdua dengan mas Hendri, tentunya dirumah kami.

Aku duduk di sofa berseberangan dengannya.

Aku terisak-isak di tempatku, masih merasa tak percaya.

"Kal." panggilnya dengan suara masih bergetar menahan tangis, mungkin ia menyesal, tapi apalah daya, nasi sudah menjadi bubur, dan itu semua harus ku telan, meskipun hanya rasa pahit yang ku terima.

"Bicaralah." Balasku singkat, aku tak mau mendengar omong kosong lagi kali ini. Biar saja sakit sekalian. Tidak perlu setengah-setengah.

"Dia—" ucapannya terbata, seperti didalamnya mengandung cambuk yang siap memecut tubuhku.

"Dia hamil Kal. " lanjutnya, lalu menunduk dan terisak dalam tangisnya.

"Hamil? " gumamku. Ya Allah, benarkah suamiku sudah melakukan hal menjijikkan itu, rasanya aku begitu tak percaya dengan semua ini, orang yang telah menemaniku dari nol, selama 8 tahun ini, menghamili wanita lain?

Dia merusak semua kepercayaan ku, bahkan ia melanggar sumpahnya sendiri untuk tidak mengkhianati ku. Kamu kemanakan Mas akal sehatmu? Apa kamu tidak memilikinya lagi?

"Dia hamil anakku Kal, Maafkan Mas Kalisa, Mas bodoh, maaf." cercaunya sambil terus terisak diatas sofa.

Air mataku berlinang. Membasahi lagi pipiku yang terasa panas karena tertampar kenyataan.

Ya Allah benarkah ini, benarkah aku tidak sedang bermimpi?

Aku menarik nafas dalam-dalam, lalu membuangnya secara perlahan, berharap aku bisa merasa sedikit lebih tenang.

"Lalu aku harus apa Mas? Apalagi yang kamu minta dariku? Hatiku, cintaku, sayang dan kasihku sudah kamu punya, bahkan kepercayaan ku sudah kamu dapatkan, tapi kamu yang menghancurkan nya sendiri karena egomu, lalu aku? Aku harus apa menurutmu? " tanyaku sambil terus bercucuran air mata, karena bukan bahagia lagi yang ku punya, tapi sebuah luka, luka yang bahkan tidak ada obat nya.

"Mas mencintaimu Kal, Mas tidak mau kamu meninggalkan Mas sendiri." ujarnya menatapku dengan nanar, dan memohon agar aku tak pergi dari sisinya. Tapi haruskah aku bertahan? Lalu bagaimana dengan hatiku? Siapkah aku untuk itu? Untuk menerima bahwa bukan hanya aku lagi dihati suamiku. Melainkan ada nama wanita lain dihatinya.

"Kamu tidak sendiri, kamu bersamanya Mas, dan harusnya kamu menyadari bahwa aku yang tersisihkan disini." ucapku, ingin sekali aku tertawa, menertawai panggung sandiwara dunia ini, yang memberikan takdir sangat pahit untuk diriku yang lemah ini.

"Tidak Kal, aku tidak mencintainya, Mas hanya mencintaimu, Mas khilaf waktu itu, "

Khilaf katanya, khilaf yang akhirnya membawa malapetaka, kehancuran jiwa bahkan keselamatan keluarga kami taruhannya. Oke semua kesalahan memang bisa termaafkan, tapi tidak untuk perselingkuhan. Ya Tuhan aku harus apa?

Aku mencoba berpikir, benarkah ini jalan keluarnya? Haruskah aku melakukan ini semua? Demi kedua anakku. Ya, sepertinya cukup demi mereka alasannya.

"Nikahi dia." ucapku. Membuatnya mendongak dan menatap wajahku dengan matanya yg memerah. Kepalanya menggeleng.

"Tidak mau! " tolaknya mentah-mentah.

"Kamu yang sudah membawanya dalam kehidupan kita, kamu yang sudah berbuat dosa dengannya, dan kamu tidak mau bertanggung jawab dengan apa yang sudah kamu perbuat?" balasku mencoba ikhlas dengan benang takdir yang begitu kusut. Yang memilihku untuk merasakan sakit yang luar biasa.

"Tapi Kal—"

"Bayi itu tidak berdosa, yang berdosa adalah kalian yang menjadi ayah dan ibunya." ucapku, lalu pergi meninggalkan Mas Hendri yang mematung ditempat nya.

Aku berlari ke kamar Sikecil, ku tumpahkan semuanya disana, aku menjerit dalam hatiku, biar, biar aku saja yang mendengarnya. Ku pukul-pukul dadaku karena serasa ada yang menghimpit disana, membuatku merasa sesak walau hanya sekedar untuk bernafas dengan lega. Akankah kekecewaan ini berubah indah pada waktunya?

"Aaakhhhhh... Ya Allah. Sebegitu sayangnyakah engkau pada hamba, hingga ujian dan cobaan seperti ini yang kau berikan untuk hatiku yang rapuh, aku tak sanggup Ya Allah, sungguh sakit, sangat sakit. "

Aku memeluk tubuhku sendiri, karena tak ada yang mampu untuk menenangkan seorang aku selain dari pada diri ini. Tidak ada lagi kehangatan, semuanya terasa sunyi seperti hati ini.

"Buat hamba ikhlas Ya Allah..... Dan biarkan hati ini mati rasa saja padanya."

************

Jangan lupa tinggalkan jejak yaaaaa ❤❤❤

Kekuatan

Waktu sudah menunjukan pukul delapan malam, dan tepat setelah aku sholat Isya, Maya adik Mas Hendri mengantarkan anak-anakku pulang.

"Nggak mampir dulu Sya?" tanyaku, dia memang lebih akrab dipanggil seperti itu. Tapi aku juga suka memanggilnya dengan sebutan Maya, jika aku sedang lupa. Hehe maklum udah tua.

"Nggak deh Mba, Ibu sendiri soalnya." balasnya.

"Oh yaudah, kamu atiati pulangnya ya dan salam buat Ibu. " ujarku seraya mengusap bahunya.

Gadis cantik itu mengangguk, lalu berlalu meninggalkan aku dan keponakan kesayangannya.

Setelahnya aku mengajak Reyhan dan May ke kamar. Baru juga duduk Reyhan sudah menanyakan keberadaan ayahnya.

"Ayah kemana Nda? " tanya Reyhan kepadaku.

"Ayah udah berangkat lagi, tadi balik cuma buat ambil hp nya yang ketinggalan kok. " balasku sambil mengulum senyum ke arah dua buah hatiku. Permata yang selalu akan aku jaga, walau aku harus bertaruh dengan nyawa.

"Tapi Ayah sama Nda baik-baik ajakan? " tanyanya seakan mengerti bahwa hubungan orang tuanya kini dalam keadaan renggang. Tapi sebisa mungkin aku akan menyembunyikan ini semua dari mereka. Kelak aku ingin menjelaskan pada Reyhan dan May dengan perlahan, agar mereka bisa mengerti dan menerima semua ini.

Aku usap kepala Reyhan, menyalurkan ketenangan.

"Nda sama Ayah gapapa kak, kamu gausah khawatir ya." balasku seraya menyeka air mata yang tak sengaja mengalir begitu saja.

"Tapi Nda kok nangis? " tanya nya, sambil menatap kearah ku dengan matanya yang jernih itu. Mata indah yang mirip sekali dengan suamiku.

Ya Tuhan, sanggupkah aku? Lagi-lagi pertanyaan itu muncul, berkelebat dalam benakku.

"Nda gapapa kakak." ujarku, lalu tangannya yang mungil terulur membantu menyeka bulir-bulir bening yang mengalir memabasahi pipiku. Sentuhan hangat yang tak pernah aku dapatkan dimana pun.

"Nda jangan nangis, kalo ada yang nyakitin Nda sekalipun itu Ayah, Nda harus bilang sama kakak, karena kakak akan belain Nda, Kakak sayang banget sama Nda, Kakak gamau liat Nda nangis pokoknya. " ucapnya menenangkan ku, yang malah membuat ku semakin terharu.

Ku peluk tubuh mungil keduanya. Begitu erat seperti esok aku dan mereka takan bertemu lagi, pokoknya tidak ada yang paling menenangkan selain seperti ini. Mereka lah kekuatanku sesungguhnya.

Tapi setelah itu tiba-tiba ponselku berdering dengan nyaring. Ku raih ponselku yang tadi aku taruh diatas nakas.

" Ibu? " gumamku. Entah ada angin apa, Ibu tiba-tiba menghubungi ku, inikah yang disebut ikatan batin antara ibu dan anaknya.

"Hallo, Assalamualaikum? " ucapnya disebrang sana.

" Waalaikumussalam, ada apa Bu? " balasku .

"Kamu baik-baik saja kan Lis?" tanyanya, seperti tahu bahwa aku sedang ada masalah, ibu dan keluarga memang memanggil ku Lisa, Tak seperti disini, kerap memanggil ku dengan nama depan saja.

"Aku baik bu." jawabku bohong, mencoba menyembunyikan sesuatu yang memang seharusnya keluarga ku tidak perlu tahu, karena ini urusan pribadi ku bersama suamiku.

"Yang lain? Anak atau suamimu? Mereka baik-baik saja juga kan? " tanyanya lagi seperti tidak mempercayai apa yang aku ucapkan.

"Semuanya baik-baik saja Bu." balasku, dengan suara yang masih serak. Tapi aku berharap Ibu tidak menyadari itu.

"Lis, kamu tidak sedang berbohong kan?"

Deg!

Sebisa mungkin aku menguasai diri, agar tidak terpancing dengan pertanyaan Ibu.

"Ibu ini bicara apa? Aku tidak sedang membohongi siapa-siapa Bu."

Ku mohon percayalah Bu. gumamku.

"Perasaan Ibu ngga enak dari tadi Lis, tapi syukurlah kalo kamu dan keluarga tidak papa, Ibu tutup ya... salam buat cucu-cucu Ibu dan juga suamimu. " ujarnya mengakhiri perbincangan kami.

Alhamdulillah. Aku bernafas dengan lega karena ibu akhirnya percaya padaku juga.

"Iya nanti Lisa salamkan pada mereka, salam juga buat Ayah yah Bu, Assalamualaikum?"

Lalu ku tutup panggilanku bersama ibu .

"Kakak, Adek tidur yuk. " ajakku pada anak-anak. Aku tak ingin terlihat lemah didepan mereka, aku kuat bersama dengan senyum mereka yang selalu ada untuk ku, dekapan kecil mereka yang selalu menghangatkan hatiku.

Setelah mereka benar -benar terlelap, aku termenung mengingat kembali masalahku, ya masalahku dengan Mas Hendri. Dikamar ini aku tidur bertiga dengan anak-anakku. Tapi mengapa rasanya begitu sunyi tanpa kehadiranmu Mas?

"Apa kurangnya aku sampai kamu setega ini, Mas. Apa kamu tidak ingat siapa yang selalu ada untukmu di saat kamu susah. Di saat kita masih belum punya apa-apa, adakah dia diantara kita?"

"Selama ini, kamu selalu mengeluh hanya padaku Mas. Kamu selalu meminta semangat dan doa mu itu juga padaku. Semua kesakitanmu selalu aku yang ada disampingmu, tapi kenapa? Kebahagiaan itu tidak kamu bagi juga untuk ku?"

"Setelah semua susah dan payah itu berlalu dan mulai berganti dengan suka, kenapa hanya rasa pahit yang ku terima? Dan sekarang wanita lain yang menikmatinya? Kenapa bukan aku Mas? Kenapa tak hanya aku yang kamu izinkan untuk selalu menemanimu. Berada disampingmu. Bahkan istana megah yang kau bangun untukku, kamu juga yang menghancurkan nya, apa kamu benar-benar lupa dengan janji kita? Lupa bahwa aku hanyalah satu-satu nya ratu yang kamu punya?"

Aku terisak sendiri dalam sepi, aku tak peduli lagi dengan rasa lelahku menangisi takdir ini. Hingga pagi hampir menyapa aku baru saja terlelap. Terbuai dalam mimpi buruk yang pastinya akan panjang.

**********

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!