Suamiku Tak Terlihat
Part 1 👉
Vanesa menggeliat sebelum membuka mata, lalu meraba ke sebelah kanan tempat tidur. Ternyata, sang suami sudah tidak ada di sampingnya.
"Kebiasaan deh suka ngilang aja pas bangun tidur," gumamnya lirih sambil mengucek mata dan beranjak ke kamar mandi.
Setelah mandi dan bersiap berangkat kerja, dilihatnya di atas meja makan sudah terhidang roti bakar dan segelas susu hangat.
"Suamiku emang super baik dan pengertian," batinnya. Sambil tersenyum sendiri, ia melahab habis segelas susu dan dua potong roti bakar selai keju kesukaannya itu.
"Dia tahu saja kalo aku lagi pengen sarapan roti bakar keju," gumamnya lagi sambil melangkah menuju pintu dan ternyata tukang ojek online pesanan sudah menunggu di depan pagar rumah.
Sesampainya di kantor, segera diletakkan tas di atas meja dan langsung duduk menghadap laptop karena ada tugas kantor yang tertunda kemarin.
"Selamat pagi Vanesa cantik. Udah sarapan belum, Sayang?" Affan menghampiri meja Vanesa sambil tersenyum ramah.
Vanesa tak menghiraukan kehadiran sang rekan kerja yang selalu menggodanya setiap hari itu. Ia tetap menyibukkan diri sambil mengetik di atas laptop.
"Ya elah, dicuekin lagi. Ya udah, ini buat kamu, Sayang." Affan meletakkan setangkai mawar dan sekotak brownis kesukaan Vanesa kemudian berlalu dengan kecewa karena lagi-lagi dicuekkan oleh sang pujaan hati.
Vanesa sudah berkali-kali menjelaskan pada pria berambut ikal dengan kulit kuning langsat itu, kalau dirinya sudah punya suami. Jadi, jangan pernah menggoda dirinya lagi. Namun, Affan tetap tidak mau mengerti dan tidak percaya kalau Vanesa bukan wanita single lagi. Karena menurutnya, itu hanya keberbohong karangan Vanesa saja, agar ia menjauh.
Jam 12.00, ponsel Vanesa berdering tanda panggilan masuk. Terpampang di layarnya, 'Suamiku Sayang'.
Dengan cepat ia langsung menyentuh tombol hijaunya.
"Iya sayang," sapa Vanesa sambil tersenyum. Hatinya langsung berbunga-bunga.
"Sayang, aku tunggu di parkiran ya! Aku bawa makan siang untuk kamu." Suara suami Vanesa terdengar begitu lembut di telinga Sang istri.
"Oke, Sayang. Bentar lagi aku ke sana. Tunggu, ya!" Vanesa langsung bergegas menuruni tangga dan berlari menuju parkiran.
"Kok repot-repot sih, Sayang? Kan, aku bisa makan di kantin," ucap Vanesa manja ketika menghampiri suaminya. Ia langsung bergelayut manja di lengan pria tinggi itu.
"Nggak repot kok, Sayang. Nanti dihabiskan ya makannya!" ucap suaminya lembut sembari membelai pipi mulus Vanesa.
"Makasih ya, Sayang. I love you," bisik Vanesa sambil memeluk erat tubuh sang suami.
Mereka berpelukan layaknya sepasang kekasih yang sudah lama tidak berjumpa tanpa menghiraukan orang-orang di parkiran yang memperhatikan Vanesa dengan tatapan aneh.
Vanesa merengut, " Kenapa sih, mereka? Yang kupeluk suamiku sendiri kok!" gumamnya dengan dongkol.
"Aneh ya, kok bicara sendiri?" Begitu bisikan teman-teman kantornya yang melihat kelakuan Vanesa.
"Dia suamiku!" ujar Vanesa ketus sambil menoleh ke arah suaminya.
Tapi teman-temannya tetap memandang risih pada dirinya. Sebab, semua yang lewat hanya melihat Vanesa seorang diri saja.
Tiba-tiba, suami Vanesa menghilang tanpa permisi lagi padanya. Ia tak menyadari kapan kepergian sang suami. Ia celingukan mencari sosok yang tadi dipeluknya.
"Mungkin dia malu dengan orang-orang yg memperhatikan kami tadi. Ya sudahlah," lirihnya sambil tersenyum sendiri sambil memeluk bekal makanan dari suaminya.
Bersambung ....
Suamiku Tak Terlihat
Part 2 👉
Vanesa kembali ke meja kerjanya sambil menenteng bekal makanan yang di antar Sang suami tadi. Hati wanita berambut panjang itu begitu berbunga-bunga, sambil senyum-senyum sendiri, ia memeluk kotak makan berwarna pink.
Taklama berselang, Affan datang lagi ke meja pujaan hati yang selalu menganggapnya tak ada itu.
"Makan siang bareng yuk Vanesa", tawar Affan dengan senyum yang dibuat semanis mungkin tapi menurut Vanesa gak ada manis-manisnya sama sekalu, sebab senyum termanis hanya milik suamimya.
"Sorry, aku udah diantar makan siang sama suami," jawab Vanesa sambil mempamerkan bekal makanannya.
"Oh, ya? Emang kapan suamimu ke sini?" Affan mengerutkan dahinya seperti tak percaya.
"Masa mesti lapor kamu dulu kalau suamiku mau datang ke sini?" Vanesa mulai sewot melihat tingkah Affan.
"Gak juga mesti lapor, tapi lain kali kalau suamimu datang lagi ke sini ... aku pengen kenalan gitu, Van."
"Oke, nanti aku kenalin kamu dengan suamiku."
Kemudian Affan pun berlalu menuju kantin yang letaknya berada di lantai dasar. Ia sedikit kecewa, namun semangat untuk menaklukkan hati Vanesa masih selalu menggebu sebab ia yakin wanita itu adalah jodohnya.
Vanesa mulai menikmati makan siang yang diantar suaminya tadi.
"Kelihatannya enak sekali. Ada nasi berbentuk hati, ayam bakar, sayur onseng wortel+jagung, sambal udang dan tempe bacem," gumamnya dengan wajah berbinar-binar.
Beberapa teman-teman kantor yang melewati meja Vanesa saling berbisik-bisik satu sama lain. Ada yang memandang aneh, dan ada juga yg terbengong-bengong.
"Kenapa sih mereka? Kayak gak pernah liat orang makan saja!" gerutu Vanesa dongkol melihat sikap teman-temannya.
Sebenarnya Vanesa tidak pernah menganggap mereka teman, hanya sebatas rekan kantor saja. Karena ia tidak pernah mau berteman dengan siapa pun, sebab menurutnya mereka itu hanya suka ngegosip gak penting dan kepo dengan urusan orang lain. Ia sungguh tidak menyukainya. Urusan Vanesa di kantor hanya fokus dengan pekerjaan saja, ia malas bergaul dan membaur dengan karyawan kantor lainnya.
Jam pulang kantor tiba, lagi-lagi si Affan mencoba mencari perhatian Vanesa lagi.
"Pulang bareng yuk, Van!" Lelaki berambut ikal itu menghentikan motornya di depan Vanesa.
"Nggak deh, suamiku mau jemput," tolak Vanesa sinis.
"Oh, ya? Kalau gitu aku temani kamu nunggu dia sampai datang." Affan tersenyum jahil kemudian turun dari motornya.
"Gak usah repot-repot deh Affan, makasih. Pulang aja duluan!" Vanesa mulai jengah melihat senyum ejekan dari Affan.
"Nggak repot kok, kebetulan aku pengen kenalan dengan suamimu." Affan berdiri di samping Vanesa sambil melirik gadis berponi itu.
Vanesa malas beladen dengan Affan, jadi ia lebih memilih diam sambil sibuk dengan ponselnya.
"Dia selalu begitu, sepertinya tidak mau menerima kalau aku ini emang benaran sudah punya suami," batin Vanesa dengan wajah masam.
Namun, sampai hari hampir magrib, suami Vanesa belum belum menampakkan batang hidungnya juga. Affan lagi-lagi tersenyum mengejeknya.
"Ya udah, aku antarin pulang aja yuk, Van! Suamimu sibuk kali," bujuk Affan lagi, ia masih belum menyerah.
"Nggak deh, duluan aja! Suamiku pasti datang kok, mungkin ia sedang terjebak macet." Vanesa berkilah dengan tampang was-was.
"Hemmm ... atau jangan-jangan ... suamimu itu emang nggak ada Van, kamu cuma bohong aja kali selama ini!" Affan menatap serius wanita di sampingnya.
"Jaga ucapan mu ya, Affan! Beraninya kamu bilang gitu!" bentak Vanesa mulai emosi mendengar ocehan Affan.
"Kalau kamu emang benaran udah punya suami, apa buktinya?" balas Affan dengan nada suara tinggi.
"Oke, besok aku bawakan foto pernikahan kami!" Vanesa menatap sinis, hatinya dikuasai kemarahan.
"Oke, aku tunggu!" Affan naik ke motornya, sebenarnya ia tak tega sudah membuat Vanesa marah.
"Kamu jangan coba gangguin aku lagi kalau udah tahu kebenarannya nanti!" ancam Vanesa masih dengan suara tinggi kemudian berjalan meninggalkan Affan. Ia melambai sebuah taxi dan langsung berlalu dengan hati yang panas.
********
Setelah mandi, Vanesa menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur. Hatinya masih kesal.
"Hari ini benar-benar menjengkelkan, aku semakin benci dengan pria yang bernama Affandi Pratama itu," ujarnya pelan.
Taklama kemudian, seorang lelaki membuka pintu kamar itu dan berjalan menghampirinya.
"Katanya mau jemput?" sambut Vanesa dengan wajah cemberut.
"Maafkan Aku ya sayang, tadi agak sibuk," ujar lelaki berkulit kuning langsat itu sambil memeluk dan mengecup dahi wanita di hadapannya.
Hati Vanesa langsung luluh mendapati perlakuan manis itu. Kemarahannya langsung sirna seketika, hanya rasa cinta menggebu yang menguasai hatinya.
********
Keesokan harinya, seperti biasa, suami Vanesa sudah tidak ada lagi di tempat tidur. Karena ia sudah terbiasa, jadi ia tak pernah mempermasalahkan hal itu.
Vanesa segera bersiap berangkat ke kantor. Tidak lupa ia mengambil foto pernikahannya di album foto sebagai bukti ke Affan kalau dirinya benar sudah menikah.
Sesampainya di kantor, Affan langsung menghampiri Vanesa ke mejanya. Tanpa menunggu lelaki tengil itu bicara, ia langsung mengeluarkan foto tersebut.
"Ini lihat!" Vanesa menyerahkan foto itu ke depan wajah Affan.
Affan terlihat mengerutkan dahi menatap foto di tanganya.
"Ini cuma foto kamu sendiri aja Vanesa. Suamimu mana?" Affan memperlihatkan foto itu ke arah Vanesa.
Vanesa langsung meraih foto itu dari tangannya lelaki berlesung pipi itu.
"Loh ... kok ... Suamiku gak ada di foto ini?" Vanesa terbengong.
"Nah, kan ... sekarang kamu ketahuan kalau selama ini suamimu hanya bohongan saja!" Lagi-lagi Affan menunjukkan senyum ejekan pada Vanesa.
Vanesa mencoba mengingat-ingat, benar sekali foto yang dibawanya tadi jelas sekali foto ia bersama sang suami. Tapi kenapa, sekarang hanya foto ia seorang diri saja yang di foto itu? Suaminya ke mana?
Affan berlalu dari meja Vanesa dengan hati puas, hatinya bersorak girang mengetahui hal ini. Ia lega sekarang, ternyata dugaannya benar, itu hanya kebohongan Vanesa agar ia menjauh.
Vanesa terduduk lemas di depan meja kerjanya sambil memutar otak tentang kejadian hilangnya sang suami dari foto itu.
Bersambung ....
Suamiku Tak Terlihat
Part 3
Sejak kejadian tadi pagi, pikiran Vanesa jadi kacau. Sehingga ia tidak bersemangat melanjutkan pekerjaan. Ketika jam istirahat tiba, ia putuskan untuk izin pulang saja.
Vanesa mengeluarkan ponsel dan mencari kontak 'Suaminya'.
"Halo sayang, ada apa?" sambut suaminya dari seberang sana dengan suara lembut.
"Sayang di mana? Jemput aku sekarang, dong! Bete nih di kantor," rengek Vanesa dengan suara manja.
"Maaf, Sayang, aku gak bisa jemput. Kita ketemuan gitu aja di mana kek .... " usul sang suami.
"Ya udah, kita ketemuan di Borneo City Mall saja," kata Vanesa dengan menyebutkan salah satu nama Mall yang ada di kotanya.
"Oke, Sayang. Aku otw ke sana, I love you. Muahc .... "
Vanesa senyum-senyum sendiri mendengar suara kecupan suaminya lewat ponsel. Seperti biasa juga, teman-teman kantornya langsung berbisik-bisik melihat tingkah aneh gadis penyendiri itu.
"Astaga, heran deh liat mereka, suka banget ngomongin aku," omel Vanesa dalam hati saat menyadari dirinya sedang menjadi sorot perhatian. "Ah, biar saja. Toh, aku tidak pernah menggannggu mereka."
Setelah izin pulang duluan karena mengaku kurang enak badan, Vanesa menuruni tangga menuju lantai dasar. Dilihatnya Affan mengejar dari belakang.
"Vanesa, aku dengar dari Vita kamu mau izin pulang karena sakit, aku antar ya!" ucap Affan dengan napas yang memburu.
"Nggak usah deh Affan, aku bisa pulang sendiri," jawab Vanesa ketus tanpa menoleh ke arah pria berambut ikal itu.
Affan hanya bisa menarik napas kecewa, diusapnya wajah dengan kasar. Perlakuan Vanesa kepadanya memang selalu begitu, tak pernah sekali pun mau bersikap manis.
Taxi online pesanan Vanesa sudah menunggu di depan kantor. Tanpa menunggu lama lagi, ia langsung minta diantar ke Mall tempat janjian dengan sang suami.
Sesampainya di Mall, Vanesa langsung menelpon suaminya. Namun, nomornya malah tidak aktif. Ia celingukan dan mengedarkan pandangan ke segala arah mencari sosok sang kesayangan.
Tiba-tiba, ada seseorang yang menutup mata Vanesa dari belakang.
"Siapa sih? Pasti sayang nih .... " Vanesa tersenyum sembari meraba tangan itu. Ia langsung memutar badan dan benar saja, itu suaminya tersayang.
Vanesa langsung memeluk sosok yang selalu dirindukannya itu, suami penyayangi yang selalu bisa membuat hatinya selalu berbahagia. Apa pun kesusahannya, kalau sudah melihat wajah sang suami semuanya sirna. Yang ada hanya kebahagian karena pancaran cintanya yang begitu besar sehingga membuatku mabuk kepayang.
Orang-orang yang lewat di sekitar Vanesa, memandang aneh kepadanya. Ada yang geleng-geleng kepala, ada yang bisik-bisik, dan ada juga yang tersenyum prihatin.
"Kenapa sih tuh orang-orang? Kayak gak pernah liat suami istri lagi jatuh cinta aja," gumamnya mulai dongkol.
"Biar saja, Sayang. Jangan di gubris orang-orang itu! Yang penting kita bahagia dan tidak mengganggu mereka," ujar suaminya dengan sambil membelai pipi putih Vanesa.
Vanesa tersenyum dan mengikuti langkah sang suami yang mengajaknya mencari tempat untuk makan. Mereka masuk ke salah satu restoran makanan tradisional dan langsung duduk berhadapan.
"Mau pesan apa, Mbak?" tanya seorang waiter menghampiri Vanesa sambil menyodorkan daftar menu.
"Nasi goreng seafood satu, sate kambingnya satu, dan orange juice dua," ucap Vanesa sambil tersenyum ke arah suaminya.
Waiter itu terlihat mengeryitkan dahi sejenak dan menatap sekilaswanita di hadapannya kemudian buru-buru mencatat pesanan.
"Apa Mbak sedang menunggu seseorang?" tanyanya agak ragu.
"Tidak." Vanesa menggeleng, tangannya tak lepas dari genggaman sang suami.
"Oh begitu. Mohon ditunggu sebentar, pesanannya akan segera diantar," jawab si waiter agak kikuk dan segera berlalu.
Sepuluh menit kemudian, seorang Waitress mengantar pesanan Vanesa.
"Selamat menikmati, Mbak," ucapnya ramah dan menatap sedikit heran kepada Vanesa.
Vanesa mulai menikmati nasi goreng dan sambil sesekali menyeruput orange juice pesanannya tadi.
"Cantik-cantik kok makannya rakus," bisik pengunjung resto lainnya sambil menatap meja Vanesa.
"Mungkin dia sedang menunggu seseorang," balas yang lainnya.
Vanesa mengedarkan pandangan ke orang-orang yang sedang memperhatikannya. Seketika mereka mengalihkan pandangannya.
"Jangan hiraukan omongan orang tentang kita sayang, mereka hanya iri saja melihat keromantisan kita," ujar suamiku sambil meremas jemari tangan Vanesa.
Vanesa tersenyum lalu saling suap-suapan makanan dengan suaminya, terkadang sang suami menyuapkan sate kambingnya kepada dirinya, kemudian ia lagi yang membelas menyuapkan nasi goreng.
"Cantik-cantik kok gila ya, kasian!" lagi-lagi terdengar selentingan yang mengarah padanya. Namun, ia sudah tidak perduli dengan pandangan aneh orang-orang. Yang penting ia bahagia dan tidak mengganggu mereka.
Setelah makan, Venasa dan suami berencana menonton film di bioskop. Ia menyodorkan dua buah tiket kepada petugas penjaga tiket.
"Satu aja mbak!" ujar petugas itu hanya dan hanya mengambil satu saja tiket dari tangan Vanesa.
Belum sempat Vanesa menjelaskan kepada penjaga tiket kalau ia bersama suami, tp si suami sudah menarik tangannya masuk ke dalam.
"Sayang, tiketnya baru di ambil satu," ujar Vanesa pada suami sambil menoleh ke penjaga tiket.
"Ya sudah, ayo kita cari tempat duduknya," ajak suaminya.
Setelah menonton film di bioskop, tangan Vanase ditarik suaminya masuk ke butik yang juga berada di Mall itu. Sang suami memilihkan beberapa baju dan menyuruhnya untuk mencoba. Dan lagi-lagi, orang-orang yang berada di butik memandang aneh padanya.
Namun, Vanesa cuek saja akan gunjingan dan pandangan aneh itu sebab kalau sedang bersama suaminya dunia hanya milik mereka berdua saja, yang lainnya hanya numpang. Begitulah pikirnya.
Setelah memilih beberapa pakaian yang iasuka, suaminya menyerahkan dompet dan menyuruh Vanesa membayarnya ke kasir.
Mereka pulang ke rumah saat jam sudah menunjuk ke pukul 21.00. Vanesa begitu senang bisa berjalan-jalan dengan sang suami seharian ini.
Vanesa membaringkan tubuhnya di tempat tidur setelah meletakkan barang belanjaannya. Pandangannya beradu dengan sang suami. Keduanya mendekat dan begitu larut dalam kebahagian. Tiada malam yang terlewatkan tanpa bersama.
Setelah kelelahan bercinta, Vanesa membaringkan kepala di dada suaminy yang bidang dan berbulu itu.
"Sayang, aku ingin hamil. Hamil anak kamu, hasil buah cinta kita," ucapnya lirih sambil membelai bulu dada sang suami.
"Benaran kamu ingin hamil, Sayang?" tanya suaminya sambil mengecup kening Vanesa.
"Iya sayang."
"Apa kamu tidak akan menyesal hamil dariku?"
"Tentu tidak, Sayang. Justru aku bahagia dan berharap sekali."
"Baiklah. Kalau begitu, aku akan berdoa agar benihku bisa segera tumbuh di rahimmu, istriku sayang."
Bersambung ....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!