Namaku Dito, kalian semua pasti sudah tahu kan, bagaimana dulu aku mendapatkan cinta seorang gadis bernama Nayla dan akhirnya aku memutuskan untuk melamarnya, bukan apa-apa sih tapi karena aku sangat takut dia menjadi milik orang lain, akhirnya aku putuskan untuk menikah dengannya.
Menurut banyak orang menikah di usia muda sangat merepotkan dan membosankan. Benar nggak sih? Tapi aku merasakan hal yang sebaliknya. Aku sangat bahagia ketika dia menerima lamaranku.
Begitu banyak lika-liku kehidupan yang aku lalui untuk mendapatkan cintanya. Gadis bernama Nayla membuatku otak-ku menggila, kalau kata orang sih jual mahal. Eits, tapi dia tidak seperti itu kok, justru dia adalah gadis yang sangat berpegang pada prinsipnya. Aku suka dengan gadis seperti Nayla. Dia mandiri, tegas, berwibawa, tapi kalau sudah manja, aku menyerah semua keinginannya harus dituruti kalau tidak kelar deh duniaku. Hehehe, tidak juga sih. Intinya dia gadis yang baik, tulus dan cantik pastinya.
Masih tidak menyangka saja kalau dia sekarang sudah sah menjadi istriku. Terkadang aku merasa geli ketika menatap wajah polosnya yang lagi tertidur di alam mimpinya. Kenapa? Sampai detik ini pun aku belum menyangka sudah menjadi suaminya.
Jika aku mengingat kembali kenangan itu, aku terkadang ingin tertawa sendiri. Kami dekat tapi aku tidak bisa memilikinya, aku begitu menginginkan dirinya tapi aku tidak tahu apa perasaan yang ada di hatinya.
Pernah ada cowok yang memaksanya menjadi cowoknya lebih tepatnya menjadi pacarnya. Tapi dia menolaknya, alasannya apa mungkin karena aku kali yah, dih, kepedesan Lu Dit,
Maka ku pergunakan kesempatan itu untuk menjadi kekasih bohongan berharap jadi nyata, tapi aku sangat senang dengan begitu aku semakin dekat dengannya. Ia terus menanggapi perasaanku tanpa tahu isi hatinya. Jujur aku tidak bisa menebak apa yang dia pikirkan, aku tahu dia punya perasaan terhadapku, tapi ia berusaha untuk tidak memperlihatkan padaku. Gemas jangan tanya, pasti pake banget.
Hingga suatu hari aku dijebak oleh cowok yang juga suka padanya. Tapi aku bersyukur dengan jebakan murahan itu aku bisa lebih dekat dengannya. Tapi aku merasa tidak percaya diri dengan hatiku hingga aku putuskan untuk menjauhi dia sesaat namun membuatku semakin jauh darinya. Bukannya mengejar ku tapi dia malah menjauh, sakit tahu rasanya.
Dan akhirnya aku tahu perasaannya yang sebenarnya kalau dia sayang dan cinta sama aku. Betapa bahagianya diriku ketika aku tahu dia membalas perasaanku ini.
Hari demi hari terus kami lalui bersama hingga akhirnya ia menerimaku sebagai suaminya. Aku sangat berharap dia tetap selalu di sisiku. Sekarang kami sudah tamat SMA. Memang orang bilang masa SMA itu adalah masa yang paling indah.
Betul tidak!
Begitu banyak kenangan ku bersamanya, dan berharap dia akan tetap selalu berada di sisiku sampai maut menjemput ku.
Sekarang aku akan melanjutkan studi bersamanya. Aku memaksanya untuk satu jurusan bersamaku, memang sedikit menekannya tapi itu aku lakukan agar aku bisa bersamanya.
Bucin haahaaa.. itulah diriku, semenjak bersamanya aku menjadi tak bisa mengendalikan diriku sendiri untuk membahagiakan dia, mau salah atau benar aku selalu mengalah untuknya. Tapi dia pun selalu melakukan hal yang sama padaku, menuruti semua keinginanku. Yah.. itu yang dia lakukan menjadi istri yang kelewat sempurna di mataku.
Ekh.. kok aku jadi curhat nih.. hehehehe..Ok. Sekarang silahkan kalian ikuti yah cerita selanjutnya antara kisah ku bersama Nayla ku. Gadis yang paling aku sayangi dan cintai setelah Mamaku.
Ekh.. lupa aku bukan bersama Nayla saja, ada kehidupan lainnya seperti Gank Bekicot dan Gang Macan Haahaaa.. Kami selalu menghabiskan waktu bersama saling melengkapi satu sama lain sebagai sahabat.
Aku berharap satu hal dihidupku yaitu..
Nayla.. semoga kita akan bersama selamanya.
*****
"Cinta..." Aku memanggil Nayla dengan panggilan kesayangan untuknya.
Aku menunggunya di ruang tamu depan kamarku, sambil memainkan ponselku.
"Ya.. Hubby" jawabnya dengan manja dari dalam kamar.
"Cepat dong cinta, nanti kita bisa telat ke kampus" ucapku masih sibuk dengan ponselku dan melirik sejenak jam tangan di lenganku.
"Iya.. iya.." jawabnya keluar dengan dress casual cantik dan pas di tubuhnya membuat otakku mendidih.
Aku berdiri perlahan menatapnya tanpa berkedip. Yah.. dia sangat cantik pagi ini. Meskipun selalu tampil sederhana tapi dia selalu saja membuatku terpana.
"Ayo.. kita berangkat" Ajaknya sambil menggandeng mesra lenganku.
Nayla menatapku yang masih terpana dengan penampilannya. Memang tidak ada yang berubah dia selalu tampil sesuai dengan gayanya tanpa mengikuti siapapun. Itu yang aku suka darinya. Apa adanya bukan ada apanya.
"Hei.. hello" Dia menjentikkan jarinya yang lentik tepat di wajahku. Aku pun tersadar dan menarik nafas pelan.
"Kok bengong Bby.." ucapnya manja.
Aku tersenyum dan mengecup bibirnya karena tidak tahan dengan bibir ranum miliknya. Ia melotot ke arahku tapi aku tidak peduli tetap saja kunikmati bibir yang sudah membuatku candu. Ia pun membalasnya dan mengalungkan kedua tangannya di leherku, membuat ciuman kami semakin dalam dan hangat.
"Aaakkhhh..." ia mendesah pelan ketika aku melepas kecupanku dan tersenyum manis padanya sambil meletakkan dahiku di dahinya. Ia pun tersenyum dan mengecup sesaat bibirku.
"Yuk.. Bby.. tadi nyolot-nyolot" ucapnya cemberut dan manja sambil bergelayut kembali di lengan kekarku.
"Habisnya kamu cantik banget hari ini cinta" ucapku mencubit dagunya dengan mesra membuat wajahnya merona.
"Apaan sih.. gombal banget" ucapnya cemberut menepis lembut tanganku dan tertawa
"Ya udah yuk.. kita sarapan dulu setelah itu kita berangkat" ucapku mengajaknya turun menuju ruang makan. Ia pun menurut dan melangkah sambil bergelayut manja di lenganku.
"Pagi Ma.. Pagi Pa.." sapaku pada Mama dan Papaku.
"Pagi juga" balas Mama dan Papa bersamaan.
"Pagi Ma.. Pa.." Sapa Nayla lembut
"Pagi sayang" balas Mama dengan senyum khasnya.
"Pagi.. " balas Papa.
Aku sering iri padanya karena semenjak kedua orangtuaku mengenalnya mereka memperlakukan Nayla seperti anaknya sendiri, aku pun merasa senang dengan hal itu. Naylaku bisa menempatkan dirinya dengan siapa saja, membuatku nyaman membawa dia kemanapun aku mau.
"Jadi kalian hari ini akan mendaftar di satu kampus?" tanya Mama tersenyum
"Iya ma" jawab Nayla sambil menyiapkan sarapan untukku
"Nggak jadi masuk jurusan untuk atlet kamu Nay?" tanya Papa sambil melirik ke arahku
"Nggak Pa.." ucap Nayla tersenyum dan juga menatapku, "Ntar ada yang marah lagi Pa" lanjutnya sambil melirikku.
Papa dan Mama tertawa mendengar ucapan Nayla. Aku menggerutu kesal lalu menatap Nayla yang masih melayaniku menyiapkan sarapan.
"Ada yang nggak senang tuh Nay" Goda Mama
Nayla tertawa "Dibuat senang aja Ma, nanti ngambek, Naya susah bujuknya" ucap Nayla
"Bisa aja kamu Nak, nanti ngambek benaran loo" Goda Papa
"Makanya Pa, Naya berusaha untuk yang terbaik saja" ucapnya setelah selesai menyiapkan sarapan untukku.
Aku mulai menyantap sarapanku tanpa menghiraukan canda Mama, Papa, dan juga Nayla.
"Dito.. gimana kerjaan kamu?" tanya Papa
"Lancar Pa, sejauh ini aman dan terkendali" ucapku
"Baguslah Papa bangga dan senang kamu mulai dilirik oleh perusahaan lain" ucap Papa
"Iya.. Terima kasih atas dukungannya, berkat Papa juga kolega Dito semakin banyak" ucapku tersenyum
"Semoga sukses untuk kalian berdua" ucap Mama
"Ya Ma" sahutku bersamaan dengan Nayla.
Aku dan Nayla menghabiskan sarapan kami, setelah selesai aku dan dia pamit kepada Mama dan Papa.
"Sudah selesai sarapan cinta?" tanyaku
"Sudah Bby.." ucap Nayla tersenyum
"Yuk kita berangkat" ucapku mengajak Nayla
"Ayo.." balasnya. "Ma.. Pa.. kami berangkat dulu" ucap Nayla
"Iya.. Hati-hati di jalan" jawab Papa
"Jangan ngebut loh Dit" ucap Mama
"Iya Ma.. tenang aja" ucapku sambil mengerlingkan mataku pada Mama
"Dasar kamu Dit.." ucap Mama menggeleng dan tersenyum
Aku tertawa lepas setelah menggoda Mama. Dengan mesra aku meraih pundak Nayla dan merangkulnya.
Aku mengajaknya menuju mobil favorit Nayla, entah kenapa ia sangat menyayangi mobilku. Aku berniat untuk menggantinya namun ia selalu menolak dengan alasan mobil itu penuh kenangan. Mobilku melaju dengan kecepatan rata-rata menuju universitas tempat kami mengukir cerita selanjutnya.
****
"Akhirnya loo sampai juga Dit, sampai karatan gue sama yang lain nunggu loo berdua" ucap Andre.
Aku tersenyum dan masih menggandeng mesra pundak Nayla.
"Maaf tadi rada macet" ucapku pada Andre.
"Macet atau mencet sih loo?" tanya Andre ketus
Aku tertawa mendengar ucapan Andre.
"Dua-duanya sih" ucapku seenaknya membuat Nayla mencubit perutku. "Duh.. sakit cinta.." ucapku meringis sambil mengusap bekas cubitan sayang dari istriku yang sebenarnya tidak sakit.
"Alay loo" ucap Andre.
"Yuk kita ke loker pendaftaran" ajak Darma dan kami pun mengikutinya.
"Tumben loo Nay, milih jurusan yang sama dengan si Bekicot ini?" tanya Andre ketika kami berjalan menuju loker pendaftaran.
"Terpaksa Ndree" jawab Nayla seenaknya membuatku membelalakkan mataku menatapnya.
Nayla meresponku dengan tawa khasnya.
"Maksud loo?" tanya Andre
"Daripada dia ada yang godain" ucap Nayla. "Ntar rumah tangga gue hancur lagi" ucapnya lagi
Mendengar ucapan Nayla aku dan lainnya tertawa lepas.
"Astaga kamu sampai punya pikiran seperti itu cinta" ucapku mengelus lembut puncak kepalanya.
"Mencegah lebih baik kan dari pada mengobati" ucap Nayla membuatku semakin gemas dengannya.
"Ekh.. Gank Macan kuliah di mana sih?" tanya Andre.
"Febby kan udah loo tau, Cicin juga sudah. Kalau Naning dia lebih memilih akuntansi perbankan, karena dari dulu dia pengen banget jadi pegawai Bank. Jojo di pasti udah tahu kan?" tanya Nayla
"Ow.. yang gue nggak tahu tuh Naning" ucap Andre. "Berarti loo berdua pisah" ucap Andre
"Nggak juga, Kami masih sering bagi kabar. Dia juga ambil Akuntansi perbankan di sini juga kok" ucap Nayla
"Ow.. baguslah jadi bisa ketemu dia" ucap Andre
"Nanti siang jadi kita lunch kan?" tanya Nayla
"Kita nongkrong di cafe Andre aja" ucap Dodit
"Boleh.." ucapku dan Darma bersamaan.
"Ayo cepat mumpung sepi" ucap Nayla mengajak kami segera mendekat ke loker pendaftaran ulang.
"Pagi Bu" sapa kami hampir bersamaan.
"Pagi, silahkan ambil nomor antrian dulu ya de"
"Baik"
Kami mengambil nomor antrian dan menunggu untuk dipanggil. Setelah menunggu kami pun maju satu persatu menyerahkan kelengkapan berkas setelah daftar secara online.
"Terima kasih sudah mendaftar kembali, untuk info selanjutnya nanti silahkan pantau di link kami dan grup yah"
"Baik Bu" ucapku kembali berkumpul bersama Nayla dan lainnya.
"Sudah Dit.." tanya Andre
"Iya sudah.." ucapku
"Yuk kita ke cafe Andre. Eddy juga sudah otewe ke sana" ucap Darma
"Yuk.."
Kami pun bergegas menuju mobil masing-masing dan pergi ke cafe milik Nadre yang tidak jauh dari kampus.
***
Ketika memasuki cafe milik Andre tidak jauh dari kampus Febby, Cicin, dan Eddy sudah menunggu mereka.
"Kalian sudah di sini?" tanya Nayla
"Iya baru aja nyampe" ucap Eddy
"Naning mana?" tanya Nayla
"Tadi katanya sudah di jalan" ucap Eddy
"Dia nggak regis?" tanya Cicin
"Nggak tau juga" ucap Nayla. "Hanya saja katanya mo regis lagi tapi nggak tahu kapan" lanjut Nayla.
"Positif Thinking sajalah" ucap Febby
"Ekh.. Jojo mana Dar..?" tanya Cicin
"Ini lagi dihubungi nggak diangkat-angkat" ucap Darma sibuk dengan ponselnya.
"Awas loo Dar.. kecantol sama Kakak tingkat " goda Cicin
"Apaan sih?" Jawab Darma ketus membuat mereka tertawa geli dengan sikap Darma.
"Noh.. bini loo" ucap Andre menunjuk Jojo yang datang buru-buru. Semua menoleh dan tersenyum menatap Darma yang kesal.
"Hai semua.." sapa Jojo lalu duduk di samping Darma.
"Dari mana aja sih? Di telepon kok nggak diangkat-angkat" ucap Darma ketus
"Maaf Han.. tadi itu karena buru-buru mau regis ke kampus makanya hape aku ketinggalan" ucap Jojo
"Alasan loo Jo' mana tahu loo sengaja sembunyikan hape loo" Goda Andre
"Ekh.. nggak usah kompor deh" ucap Jojo kesal. "Benar Han, hape aku ketinggalan, aku bangun kesiangan jadinya nggak sempat beritahu kamu untuk jemput, terus aku minta si Takur deh Han.. untuk anterin aku" ucap Jojo memberi penjelasan kepada Darma.
Darma diam tidak memberi komentar, terlihat rahangnya yang terkatup rapat menggertak.
"Maaf Han.. Aku nggak bermaksud untuk sengaja ninggalin hape aku" ucap Jojo dengan suara bergetar, Darma diam tidak menjawab dan asyik memainkan ponselnya.
"Han.. kok aku dicuekin sih" ucap Jojo
"Udahlah Dar.. nggak baik loo cuekin calon bini" ucapku berusaha meredam emosi Darma.
"Benar tuh Dar.. Jo.. kalau dia ngambek nggak usah kasih jatah malam pertama" ucap Andre membuat Darma melotot kepada Andre.
"Asal bunyi loo" ucap Darma ketus membuat kami tertawa kecil
"Bukan asal bunyi tapi kenyataannya begitu, biasanya nih kalau cewek ngambek pasti nggak dikasih jatah. Betul nggak Nay?" tanya Andre
"Iya betul" ucap Nayla menyebabkan aku menatapnya geli, sedangkan yang lain tertawa dengan tingkahku
"Berarti loo pernah nggak ngasih jatah kepada Dito dong?" tanya Andre
"Iya.." jawab Nayla singkat membuatku gemas dan mengacak rambutnya.
"Wuaaa.. tapi Dito maksa nggak?" tanya Andre disela tawanya.
"Apaan sih loo Cot..? Itu privasi tau" ucapku ketus
"Jawab Nay?" tanya Andre tanpa memperdulikan tatapanku
Nayla menatapku dan aku pun menatapnya, beberapa detik kemudian Nayla tertawa membuatku tidak nyaman.
"Yah.. gitu deh Ndre.. nanti loo bakalan tau sendiri" ucap Nayla tersenyum
"Nay.." panggil Febby
"Ada apa?" tanya Nayla
"Itu sakit nggak?" tanya Febby
Nayla yang paham pertanyaan Febby tersenyum.
"Apanya..?" tanya Nayla pura-pura tidak tahu maksud pertanyaan Febby
"Itu.. " ucap Febby terlihat resah
"Itu apa?' tanya Nayla menggoda Febby
"Ikh.. masa kamu nggak ngerti sih wik..wikan" ucap Febby ketus membuat kami tertawa
"Astaga.. ngomong apa sih darling?" ucap Andre
"Yah.. aku cuma pengen tahu aja, kata orang sakit pas baru pertama gituan" ucap Febby dengan polosnya
"Nggak kok.. nikmat malahan" ucap Nayla membuat mereka histeris. Aku kembali mengacak rambutnya dengan gemas
"Masa sih..?" tanya Febby
"Iya.. nanti loo rasain sendiri" ucap Nayla tertawa
"Nggak yakin aku Nay" tanya Febby mengelus tengkuknya
"Kenapa?" tanya Nayla
"Yiii.. nggak akh" ucap Febby semakin membuat mereka tertawa geli.
"Sudah santai aja.. sakit diawal tapi nanti juga nggak lama-lama" ucap Nayla.
"Ngomong apa sih Cinta.." ucapku
"Aku kan cuma kasih tahu yang sebenarnya" ucap Nayla
"Tapi nggak harus diceritakan juga semuanya cinta" ucapku
"Nggak kok, kalau cerita semua pasti dari awal sampai akhir kan" ucap Nayla membuat mereka tertawa geli
"Pada ngomong apaan sih, kayaknya rame banget" ucap Naning tiba-tiba di hadir diantara kami.
"Anak di bawah umur nggak perlu tahu" ucap Andre.
"Sotoy loo, ambilin gue minum gih.." perintah Naning sambil menarik kursi di samping Eddy.
"Dih.. siapa loo?" tanya Andre ketus. "Datang-datang main perintah-perintah" ucap Andre membuat yang lain tersenyum.
"Yah gue raja di sini, you know pembeli adalah raja. Loo mau gue fitnah cafe loo biar bangkrut" ucap Naning tidak kalah ketusnya dengan Andre.
"Njrriitttt... aneh loo" ucap Andre ketus lalu melambaikan tangannya kepada pramusajinya.
"Ya tuan.."
"Ambilkan air obokan" ucap Andre membuat mereka tertawa geli
"S*Alan air obokan" ucap Naning ketus sambil melempar botol saos plastik di depannya, dengan sigap Andre menangkapnya dan tertawa.
"Loo.. mau minum apa?" tanya Andre
"Apa aja deh, yang penting seger" ucap Naning merapikan rambutnya ke belakang.
"Samain aja yah sama yang lain" ucap Andre, yang dijawab anggukan oleh Naning.
Andre berbicara sesaat dengan pramusaji dan mengatakan beberapa pesanan makanan dan minuman untuk Naning, setelah itu pramusaji meninggalkan meja dan menyiapkan minuman untuk Naning.
"Kalian sudah pada Regis belum?" tanya Naning
"Sudah.." jawabku bersamaan dengan yang lainnya.
"Baguslah kalau begitu" ucap Naning tersenyum senang.
"Andaikan kita bisa sejurusan ya Nay.." ucap Jojo
"Nggak apa-apa yang penting kita masih satu kampus" ucap Nayla. "Lagian kuliah juga bukan untuk ikutan-ikutan kali" ucap Nayla
"Iya sih" jawab Jojo lirih
"Kan masih bisa ketemuan di sini, pokoknya cafe Andre kita buat jadi basecamp-nya Gank Bekicot dan Gank Macan" ucap Cicin. "Setuju nggak?" tanya Cicin
"Good Idea" ucap Darma
"Setuju pake banget" ucap Jojo
"Tapi jangan gratisan melulu, tekor gue" ucap Andre membuat semua tertawa
"Pelit loo" ucap Naning
"Bukannya pelit essss... tapi gue bangun cafe ini dengan usaha gue sendiri" ucap Andre, "Nggak pake ngemis ke bokap" ucapnya.
"Bagus dong, mandiri" ucap Nayla
"Maka dari itu Nay, gue juga pengen dapat untung" ucap Andre
"Kan sekali-kali aja kita nongkrong Ndre" ucap Naning
"Sekali-kali kalau sering bukan sekali-kali namanya" ucap Andre
"Mmm.. pelit loo" ucap Naning membuat kami tertawa.
"Habis di sini kita mau ke mana?" tanya Jojo
"Kemana emang?" tanya Cicin
"Hangout bareng nonton kek, atau kemana?" tanya Jojo
"Loo bukannya mau siapin pernikahan loo, malah jalan nggak jelas" ucap Andre
"Betewe.. loo sudah nyiapin buat acara resepsi loo berdua nggak?" tanya Naning pada Nayla.
"Haaa'.." Nayla terperangah
"Sementara Ning, tunggu selesai urusan kampus Regis dan sebagainya" ucapku mengalihkan perhatian Nayla yang terlihat terkejut.
"Kalian berdua siapin aja pernikahan kalian, gue nyusul" ucapku sambil menggenggam tangan Nayla.
"Iya juga yah.." ucap Jojo dan Febby
"Terus acara loo kapan?" tanya Andre khawatir.
"Gue.. setelah selesai kalian berdua aja" ucapku
"Ow.. ya sudah" ucap Andre dan Darma bersamaan.
"Moga lancar sampai hari H yah" ucap Nayla kepada kedua sahabatnya.
"Iya.. Nay.. thanks atas dukungan kalian" ucap Jojo
"Iya semoga langgeng" ucap Naning dan Cicin hampir bersamaan
"Amin.." ucapku dan lainnya.
Begitulah kebersamaan kami di cafe Andre. Memang akhir-akhir ini kami sering kumpul di cafe Andre untuk sekedar minum kopi dan mengobrol bersama.
*TBC*
Aku duduk di teras samping rumah sambil menikmati suasana sore yang cerah, sambil memperhatikan pergerakan perekonomian yang ada melalui tabletku.
Yah semenjak lulus SMA dan sekarang mulai kuliah di tingkat pertama aku sudah fokus dalam dunia bisnis.
Aku sangat senang semua keluarga mendukung semua yang aku lakukan untuk pekerjaan. Apalagi aku bukan seorang lelaki bujang yang sibuk menikmati hidup.
Hidupku sekarang kunikmati dengan hadirnya Nayla dalam hidupku. Untunglah dia selalu mendampingi diriku memberi support dalam segala hal, yang membuat hidupku lebih berwarna.
Aku menghembuskan nafas pelan ketika semua pekerjaan yang aku kerjakan sudah selesai. Ponselku berdering, sejenak aku mengernyitkan dahiku karena nomor yang tak ku kenal. Perlahan aku menggeser ikon berwarna hijau untuk menerima panggilan tersebut.
"Halo.."
"Dito yah" jawab suara di seberang sana yaitu suara perempuan
"Yaa..." aku menjawab seadanya dan tidak memberi pertanyaan lanjutan
"Dito.. ini kak Tasya"
"O..iya Kak" aku langsung merespon penelepon yang tidak lain adalah kakak ipar ku.
"Dito kamu bersama Naya?"
"Iya.. Kak.. Naya lagi di kamar" jawabku. "Mau bicara dengan Naya kak?" tanyaku sambil berlari kecil menuju kamar.
"Iya.. Dit.. tadi Kakak berusaha meneleponnya, tapi ponselnya nggak aktif" ucap Tasya
"O.. baik Kak.. bentar ya Kak ini saya sudah sampai di kamar, saya cari Naya dulu" ucapku sambil mencari Naya yang tidak di kamar.
"Ok.. Dit.."
Aku mencari Nayla sambil membuka kamar mandi.
"Loh.. mana Naya.. perasaan dia di kamar tadi pada saat aku ke bawah dia di kamar" ucapku bingung mencarinya.
"Cinta..." aku perlahan memanggil Nayla.
"Cinta..." panggilku sekali lagi mencari Nayla tapi tidak ku temukan.
"Bentar ya kak.. Saya cari Naya dulu, tadi dia di kamar, tapi ini malah nggak ada" ucapku memberi tahu Kak Tasya bahwa Nayla tidak di kamar.
"Gini aja.. Dit.. kalau bertemu Naya kasih tau Papa masuk rumah sakit" ucap Tasya
"Astaga.. Papa sakit apa kak?" tanyaku terkejut
"Nggak tahu Dit, ini masih di ruang ICU, tadi mendadak jatuh pingsan, dan sekarang kami masih menunggu hasil pemeriksaan dokter" ucap Tasya
"Okay.. Kak.. Saya akan segera ke sana bersama Naya, tapi di rumah sakit mana ya Kak?" tanyaku sambil mencari Nayla di setiap ruangan yang ada di rumahku.
"Rumah sakit Cipto Junaedy, kami masih di ICU" ucap Tasya
"Ok.. Kak.. Saya dan Nayla akan segera ke sana" ucapku masih mencari Nayla dan Kak Tasya pun mengakhiri panggilannya.
"Kemana sih?" ujarku kesal karena aku sudah mengitari seluruh ruangan tapi aku tidak menunjukan Naylaku.
"Awas ketemu kamu Cinta, kuhukum biar nggak bisa turun dari ranjang sekalian" ucapku kesal dan masih mencarinya.
Ketika aku masih sibuk mencarinya tiba-tiba No Iyam menyapaku.
"Aden.." ucap Bi Iyam
"Ekh.. Bibi.. pas banget, liat Naya nggak bi?" tanyaku tanpa basa-basi berharap Bi Iyam tau keberadaan Nayla
"Oo.. Neng Nayla bersama Ibu di taman belakang lagi ngurus bunga Den" ucap Bi Iyam
Tanpa berkomentar aku segera menuju taman belakang rumah menemui Nayla.
"Cinta.." panggilku ketika melihat Nayla bersama Ayra dan Mama asyik bersenda gurau.
"Yaa.." jawab Nayla sambil menatapku
"Cinta.. urgen.." ucapku berlari kecil menghampiri Nayla
"Urgen kenapa Bby..?" tanya Nayla mengernyitkan dahinya
"Papa Raka masuk rumah sakit" ucapku langsung ke inti
"Papa masuk rumah sakit?" tanya Nayla terkejut dan membelalakkan matanya
"Iya.. Cinta.." ucapku, "Tadi kak Tasya menelepon kamu cinta, hanya saja ponselmu nggak aktif" lanjutku
"Kapan dan di rumah sakit apa?" Tanyanya dengan perasaan khawatir
"Rumah sakit Cipto Junaedy" ucapku.
"Ayo Bby.." ucap Nayla menggandeng lenganku
"Hey.. tapi cuci dulu tangan kamu cinta" ucapku
Nayla sudah tidak menghiraukan ucapan ku, ia segera berlari entah kemana aku hanya bisa melihat punggungnya sudah menghilang.
"Sakit apa sih Dit?" tanya Mama
"Kata kak Tasya tiba-tiba pingsan, penyebabnya apa mereka masih menunggu hasil pemeriksaan medis" ucapku.
"Mama Dito pergi dulu" ucapku pamit dan meninggalkan Mama yang masih ingin bertanya namun tidak aku hiraukan
"Iya sayang, hati-hati di jalan, kabari Mama ya sayang" ucap Mama dengan suara keras.
"Iya.." sahutku segera menyusul Nayla.
***
Nayla terisak di dalam kamar sambil mencari tas selempang yang sering ia kenakan. Aku masuk dan mendekatinya yang dalam keadaan panik.
"Cinta..." panggilku lembut dan meraih pinggangnya ke arahku.
"Papa Bby.." ucapnya langsung memelukku dengan sangat erat.
"Iya cinta, tenangkan dirimu yah" ucapku sambil membelai rambutnya dengan lembut.
Nayla diam tidak menjawab ia masih terus terisak. Aku membiarkan dia menangis untuk meluapkan kesedihan yang ia rasakan.
"Berdoa ya Cinta, semoga keadaan Papa baik-baik saja yah. Kita doakan yang terbaik untuk Papa" ucapku namun Nayla hanya diam dan meresponnya dengan isak tangis.
Nayla meregangkan pelukannya di tubuhku, ia menundukkan wajahnya dengan mata yang sembab. Aku mengusap air matanya.
"Udah yah.. nggak usah nangis, ntar cantiknya hilang loh Nyonya Dito" Godaku berharap hatinya membaik.
Ia mengerucutkan bibirnya dan memukul lembut dada bidangku.
"Aw.. sakit cinta" Godaku pura-pura kesakitan.
"Lebay kamu Bby.." ucapnya lalu tersenyum.
Aku tersenyum melihat senyumnya mengembang di bibirnya. Aku mengecup kening Nayla dengan sangat lembut. Ia memejamkan matanya yang ku tahu ia menikmatinya.
"Ayo kita ke rumah sakit sekarang" Ajakku ketika melihat ia tenang, ia mengangguk pelan.
"Bby.." panggilnya dengan suara serak habis menangis.
"Ya Cinta.." ucapku membelai pipinya.
"Lihat tas selempang aku nggak Bby?" tanya Nayla sambil memperhatikan keadaan sekitar dan membiarkan tanganku masih di pipinya.
"Narohnya di mana kemarin?" tanyaku lembut
"Lupa Bby.." jawabnya manja sambil mengangkat kedua pundaknya.
"Astaga kok bisa lupa cinta.." ucapku menatapnya dalam gemas dengan tingkah manjanya.
Nayla melepas tanganku dengan lembut dan mencari tas selempangnya. Aku mematung dan menatapnya yang masih sibuk, sambil menyilangkan kedua tanganku di depan dada.
Aku teringat biasanya Nayla sehabis jalan bersamaku dia langsung melempar tasnya di dalam lemari pakaian.
Aku berjalan dan membuka lemari dan benar saja tas selempang miliknya berada di tumpukan bajuku yang tertata rapi.
"Cinta..." panggilku sambil menutup lemari.
"Ya.. Bby.." sahutnya sambil memeriksa ke arah bawa ranjang, aku tersenyum dengan tingkahnya.
"Ayo berangkat" ucapku
"Bentar Bby.." ucapnya ketus menyebabkan aku tertawa kecil.
Aku berjalan ke arahnya dan melepaskan tas selempang tepat di wajahnya seperti menghipnotis seseorang.
Ia bangkit dan tersenyum dan mengambil tas selempang tersebut.
"Nemunya di mana Bby?" tanyanya tersenyum
Aku gemas dengan tingkahnya "Makanya kalau nyari pakai mata cinta" ucapku menyentil lembut keningnya.
"Cik.. sakit Bby" ucap Nayla bersungut-sungut manja dan mengelus keningnya.
"Ayo berangkat, ponselnya jangan lupa" ucapku sambil menunjuk ke arah ponselnya yang sementara di charge dalam keadaan off.
Ia berlari kecil menuju nakas dan langsung menarik lenganku dengan tergesa-gesa.
"Pelan-pelan cinta.." ucapku mengikuti langkahnya, seketika aku menahan tangannya.
"Cepatan Bby.." ucap Nayla
"Tanpa kunci mobil kita nggak bisa jalan cintaku" ucapku mengacak puncak rambutnya dengan gemas.
Ia pun berhenti dan menungguku, aku masuk ke kamar mengambil dompet dan kunci mobil serta jaket. Setelah siap aku menemuinya dan mengajaknya ke rumah sakit.
Aku memacu laju mobil dengan kecepatan rata-rata, terlihat ia sangat gelisah. Aku meraih tangannya dengan lembut.
"Cinta..." ucapku ia menoleh dengan wajah yang aku tahu sangat khawatir.
"Jangan sedih dong" hiburku padanya, ia menundukkan wajahnya yang kutahu berusaha menahan bulir bening yang akan lolos dari kedua sudut matanya.
"Aku takut Bby.." ucapnya dengan suara bergetar.
"Positif thinking ya cintaku" ucapku mengecup punggung tangannya. Ia mengangguk pelan, ia memejamkan matanya dan menarik nafas dalam-dalam berusaha menetralkan perasaannya.
***
Keadaan di rumah sakit tegang. Tasya, Adnan, dan Nadira di dampingi oleh pasangan masing-masing terlihat cemas menunggu Raka yang sementara diperiksa oleh Dokter.
Detik berikutnya pintu ruang ICU terbuka dan keluarlah dokter yang sudah melepas maskernya.
"Keluarga Raka Darmawan"
"Ya Dok.." Adnan dan lainnya mendekat ke arah dokter.
"Gimana keadaan papa saya dokter?" tanya Nadira cemas
"Pak Raka sekarang keadaan sudah baik-baik saja. Hanya saja pesan saya untuk keluarga mohon dikontrol konsumsi gula yah, karena kadar gula darah pak Raka naik, sehingga menyebabkan Pak Raka pingsan" ucap Dokter
"Jadi papa saya mengidap diabetes ya Dokter?" tanya Adnan memastikan kepada dokter
"Iya Mas. Jadi himbauan saya mohon diperhatikan yah untuk konsumsi yang manis-manis. Kalau bisa mengkonsumsi makanan yang mengandung kadar gula rendah"
"Baik Dok.."
"Pak Raka sudah bisa dipindahkan ke ruang inap, nanti perawat akan membantu memindahkan Pak Raka"
"Ya Dok" ucap Adnan.
"Saya tinggal dulu, kalau ada apa-apa nanti hubungi saya"
"Ya Dok..Terima kasih" ucap Adnan
"Ya Mas"
Dokter pun pergi meninggalkan keluarga Raka Darmawan. Tak lama kemudian Raka keluar dengan ranjang dorong dalam keadaan yang masih tidak sadarkan diri.
"Kak Tasya..." panggil Adnan
"Ya.. Ada apa?" tanya Tasya
Tasya membiarkan Nadira dan lainnya mendampingi Raka menuju ruang inap.
"Sudah menghubungi Naya?" tanya Adnan
"Sudah, tapi lewat nomor Dito. Nomornya tidak aktif" ucap Tasya
"Ok ka.. baiklah. Aku ke bagian administrasi dulu ya Kak" ucap Adnan
"Ok" ucap Tasya lalu mengusul Nadira dan lainnya yang sudah terlebih dahulu menuju ruang inap Raka.
***
Aku dan Nayla segera menuju ruang ICU, tapi keadaan ruangan tersebut sudah sepi.
"Loh.. kok nggak ada Bby" ucap Nayla resah
"Bentar aku tanya dulu yah cinta" ucapku menuju resepsionis di bagian ICU, Nayla mengikuti dari belakang.
Di saat aku akan bertanya tiba-tiba seseorang menyapaku bersama Naya.
"Naya.. Dito.." kami berdua refleks menoleh ke arah suara.
"Kak Adnan" ucapku bersamaan dengan Nayla.
"Syukurlah kalian sudah di sini" ucap Adnan
"Papa mana Kak?" tanya Nayla
"Papa sudah dipindahkan ke ruang inap" ucap Adnan
"Keadaan Papa gimana kak?" tanya Nayla
"Papa mengidap gula darah Naya" ucap Adnan
"Kok bisa kak, setahu Naya Papa nggak suka makan yang manis-manis" ucap Nayla
"Itu juga yang Kakak, Kak Tasya, dan Kak Nadira nggak habis pikir. Kami sama terkejutnya dengan kamu Naya" ucap Adnan
"Terus Papa di ruang inap mana?" tanya Nayla
"Ayo.. kita ke sana" ucap Adnan
"Ayo kak" ucap Nayla yang mengikuti Adnan menuju ruang inap.
Aku, Nayla dan Kak Adnan menuju ruang inap Papa Raka.
"Papa sudah sadar Dira..?" tanya Adnan kepada Nadira yang berada di ruangan bersama suaminya.
"Belum Kak.." ucap Nadira
"Kak Tasya mana?" tanya Adnan
"Ke apotik kak, tadi suster ke sini, memberikan resep untuk papa yang harus diminum Papa kalau sudah sadar" ucap Nadira, Adnan mengangguk dan melepas nafasnya dengan pelan.
"Kamu nggak kuliah Nay?" tanya Nadira
"Masih awal-awal kak, jadi belum terlalu aktif" ucap Nayla
"Nggak ada pengenalan kampus gitu?" tanya Nadira
"Ada kak, hanya saja belum ada pemberitahuan untuk mahasiswa baru berkumpul" ucap Nayla
"Sukses selalu yah buat kalian berdua" ucap Nadira tersenyum sambil mengelus punggung Nayla. "Dan semoga cepat dapat momongan" ucap Nadira seketika membuat raut wajah Nayla berubah
Aku melepas nafas pelan "Amin kak.." ucapku tersenyum
"Kalian nggak menunda kan?" tanya Nadira, Nayla hanya diam tertunduk.
"Nggak kok kak, tinggal masalah waktu saja" ucapku mendekati Nayla dan memegang pundaknya. "Iya kan cinta?" tanyaku duduk di pegangan kursi yang diduduki oleh Nayla
Nayla memaksakan dirinya untuk tersenyum dan mengangguk, aku tahu ada rasa getir di hatinya ketika sanak saudaranya menanyakan perihal anak. Keluarganya tidak tahu kalau ia pernah mengalami keguguran dan hanya papa Raka yang tahu perihal tersebut.
"Seru loh Dit, kalau sudah punya anak. Dunia berasa lengkap. Rasa penat terlepas ketika menatap mereka sedang tertidur lelap dengan wajah polos mereka, entah apa yang mereka mimpikan" ucap Nadira tersenyum
Kulihat Nayla menelan salivanya berusaha menahan sesak di dadanya.
"Iya kak, semua orang berharapnya seperti itu" ucapku lalu mengecup pelipis Nayla
"Tapi kalian masih muda, nikmati saja dulu lah, kalau sudah merasa tepat untuk memperoleh momongan baru deh ikut program. Apalagi kalian masih ingin kuliah dan menggapai mimpi. Jadi yang terbaik saja buat kalian berdua. Kakak akan bahagia jika kalian damai dan langgeng" ucap Adnan tersenyum kepada Nayla
"Iya Kak, saya masih ingin menikmati pacaran dulu bersama Naya" ucapku membuatnya melirikku kesal
"Apa sih cinta? Segitunya menatapku" ucapku tersenyum padanya
"Asal bunyi kamu Bby.." ucap Nayla ketus
"Loh emang benar kan kita seperti orang pacaran" ucapku mengalihkan perasaannya.
"Mmm.." sungut Nayla membuatku tertawa kecil dan sekali lagi mengecup pelipisnya dengan mesra.
Aku sadari hubunganku bersama Nayla tidak selayaknya suami istri. Banyak yang menyangka kalau kami bukan sepasang suami istri melainkan sepasang kekasih.
Aku merasa nyaman menjalin hubunganku bersama Nayla seperti ini. Kami saling melengkapi satu sama lain. Aku tahu dia sangat berharap cepat mendapat momongan, tapi aku tidak ingin merusak hubunganku bersamanya dengan meminta anak darinya.
Keyakinanku besar kelak suatu saat keinginan Nayla akan terwujud. Aku tidak berharap lebih padanya, asalkan dia sudah disampingku itu sudah cukup dan membuatku nyaman bersamanya.
***To Be Continue***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!