Pagi ini Fauzan sedang bersiap untuk berangkat kerumah sakit
"Selamat pagi mah, pah" Ujar Fauzan menyapa kedua orang tuanya saat hendak sarapan sambil menarik kursi di dekat papanya
"Pagi Zan. Papa dengar kamu sedang menangani pasien penting ya?" Tanya ayah Fauzan, Adlan Stevano
"Ya, aku sedang menangani salah seorang putri pejabat, tapi dia sangat merepotkan. Papa tenang saja, aku akan melakukan usaha terbaik ku untuk menyembuhkan penyakitnya. Karena sejauh yang kulihat dia itu anak manja. Ayahnya selalu menemani dia" Jawab Fauzan dengan nada yang dingin
"Kalian ini apa tidak bosan membicarakan pekerjaan? Yang kalian bahas selalu saja pasien dan obat. Kapan kalian akan membahas calon mantu mama? Semua temanmu sudah menikah Zan, kapan kamu akan menikah?" Ujar ibu Fauzan, Renita Stevano yang sudah sangat ingin memiliki menantu
Fauzan dan Adlan saling menoleh satu sama lain. Mereka tahu betul kalau ini tidak akan berakhir
"Benar Zan kata mamamu. Kapan kamu akan menikah, papa juga ingin segera memiliki cucu" Sang ayah pun ikut menggoda Fauzan dengan senyum diwajahnya
"Haah ... Aku sudah terlambat, ada operasi yang harus ku lakukan pagi ini. Pah, aku duluan ya!. Sampai jumpa ma" Fauzan pun meraih jas dan tas kerjanya kemudian segera berangkat untuk menghindari perbincangan yang tak akan pernah ada habisnya
"Selalu saja lari. Dia itu sudah 30 tahun. Kapan dia akan menikah? Teman sebayanya semua sudah menikah" Sang Ibu terus saja menggerutu di hadapan suaminya
"Sabar lah mah, mungkin memang dia belum menemukan tambatan hatinya. Pada saatnya nanti dia pasti akan menikah" Adlan berusaha menenangkan sang istri agar tidak emosi berkepanjangan
"Tapi kapan? Fauzan selalu menghabiskan waktunya dirumah sakit kapan dia memiliki kesempatan untuk bertemu dengan gadis pujaan hatinya?" Renita terus saja mengeluhkan perihal anaknya yang gila kerja
"Sayang, aku juga harus berangkat sekarang. Ada kunjungan dari departemen kesehatan yang akan meninjau rumah sakit. Sampai jumpa sayang" Adlan mengecup kening sang istri kemudian mempercepat langkahnya meninggalkan sang istri. Dia tahu betul kalau istrinya tak akan ada hentinya mengeluhkan perihal anak mereka
"Kalian ayah dan anak sama saja. Saat aku sedang bicara kalian akan pergi meninggalkanku" Gerutu Renita kesal pada suami dan anaknya
***
Fauzan baru saja tiba dirumah sakit. Dia melangkahkan kaki menuju rumah sakit setelah memarkirkan mobilnya. Postur tubuh yang tinggi dan tegap, kulit putih bersih. wajah tampan dan hidung mancung mampu menarik perhatian semua orang yang melihatnya. Dilengkapi dengan setelan jas rapih dan rambut yang ditata rapi membuatnya semakin terlihat gagah
"Selamat pagi dok" Sapa setiap suster yang melihat Fauzan lewat
"Selamat pagi" Fauzan menjawab mereka dengan wajah datarnya, dia lantas kembali melangkahkan kaki menuju keruang kerjanya. Di pintu ruang kerjanya tertulis dr. Fauzan Stevano,Sp.JP
Fauzan segera melepas jasnya dan menggantinya dengan Snelli/ jas putih dokter miliknya
Tok tok tok
"Masuk!" Baru saja Fauzan mengenakan snelli miliknya pintu sudah diketuk. Setelah dia memberikan izin masuk, terlihatlah seorang suster cantik yang membawa dokumen ditangannya berjalan mendekati meja kerja Fauzan
"Ini daftar pasien yang sudah membuat janji periksa hari ini dok. Anda juga ada operasi hari ini" Ujar suster Cindy yang merupakan asisten Fauzan
"Kalau begitu kita akan melihat sejauh mana kondisi mereka. Pasien bernama Aureli itu bagaimana? Apa konsidinya sudah mulai membaik setelah operasi sebelumnya?" Fauzan bertanya sambil memeriksa dokumen yang dibawa Cindy
"Keadaannya sudah mulai membaik dok. Jantungnya sudah mulai berdetak normal dan kemungkinan dalam beberapa hari pasien Aureli bisa dipulangkan" Jawab suster Cindy menerangkan
"Kalau begitu kita periksa keadaan mereka sekarang" Ujar Fauzan yang kemudiann berdiri dan melangkahkan kaki lebih dulu, di ikuti suster Cindy dibelakangnya
Terlihat para suster dan pasien berbisik ketika Fauzan lewat diantara mereka. Namun dia mengabaikannya dan terus melangkah menuju ruang perawatan satu persatu
tok tok tok
Fauzan mengetuk pintu dulu sebelum dia masuk
"Selamat pagi pak. Bagaimana kondisi anda sekarang?" Tanya Fauzan begitu dia memasuki ruang pasien serangan jantung
"Saya sudah mulai membaik. Dada saya juga tidak terasa sakit lagi. Dokter, kapan saya bisa meninggalkan rumah sakit ini?" Tanya pasien itu pada Fauzan
"Biar saya periksa dulu ya" Fauzan mulai memeriksa pasien dengan stetoskop milinya, sementara suster Cindy memeriksa tekanan darah, selang infus dan yang lainnya
"Sejauh ini sudah mulai membaik. Jika anda meminum obatnya secara rutin, saya yakin beberapa hari lagi, anda sudah bisa pulang" Fauzan memberitahu pasien dengan senyum tipis diwajahnya
Drrt drrt drrrt
"Kalau begitu saya permisi pak. Semoga anda lekas sembuh" Ujar Fauzan pada pasien karena dia mendapatkan panggilan telepon. Setelah keluar dari ruang pasien, Fauzan menerima telepon tersebut yang ternyata dari sang ibu
"Halo mah, ada apa?" Sapa Fauzan begitu menerima telepon dari ibunya
"Zan, nanti siang tolong kamu temui seseorang ya di restoran dekat rumah sakitmu. Namanya Anita" Ujar sang ibu pada Fauzan
"Lagi? mah, ini sudah kesekitan kalinya mama berusaha menjodohkanku dengan anak kenalan mama" Ptotes Fauzan dengan nada yang kesal
"Sayang, kamu temui saja dulu. Nanti kalau kamu tidak suka, tidak perlu kamu teruskan" Bujuk Renita pada sang putra
"Tapi mah ..."
"Tidak ada tapi-tapi. Nanti mama kirimkan fotonya!"
"Ma ma!"Fauzan berusaha menolak ibunya namun sepertinya tidak berhasil, ibunya langsung mengakhiri telepon Fauzan tanpa menunggu tanggapan darinya
"Haah..."
"Maaf dok, kita harus memeriksa pasien lain" Suster Cindy yang sedari tadi menunggu Fauzan selesai dengan teleponnya akhirnya mendekat setelah melihat dia selesai
"Ayo!" Fauzan dan suster Cindy pun kembali melangkahkan kaki menuju kamar pasien lain.
"Itu... Bukankah itu ... Cathleen?" Langkah kaki Fauzann terhenti ketika melihat seorang gadis yang cukup familiar diingatannya "Sus, kamu duluan saja, nanti saya menyusul" Fauzan langsung berlari setelah melihat gadis itu
"Tapi dok! Dok!" Suster Cindy terus berteriak memanggil Fauzan namun diabaikannnya
"Kemana perginya? Tadi dia dari ruangan itu. Disitu adalah ruangan dr Irgi. Dia seorang psikolog. Kenapa dia menemui psikolog? Apa dia mengantar rekannya?" Batin Fauzan terus bertanya-tanya mengenai Cathleen yang menemui dr Irgi
"Ah sudahlah. Lebih baik aku kembali memeriksa keadaan pasienku" Fauzan pun kembali menemui suster Cindy untuk kembali memeriksa pasiennya yang lain
Setelah Fauzan selesai memeriksa semua pasien, bayangan Cathleen kembali melintas dipikirannya. Dia terus dipenuhi rasa penasaran tentang apa yang sebenarnya gadis itu lakukan dengan psikolog
"Sebenarnya ada apa dengan Cathleen? Kenapa dia menemui psikolog? Ah Sial! Kenapa aku terus memikirkan dia?"
Tring
Saat Fauzan tengah bergelut dengan pikirannya sendiri, sebuah pesan masuk ke ponselnya. Dia segera melihatnya dan ternyata pesan itu dari sang ibu yang mengirimkan foto seorang gadis
"Fauzan, ini foto gadis yang akan kamu temui hari ini. Ingat! Kamu harus datang dan jangan sampai terlambat! Dia memakai dress pink muda" Tulis sang ibu di pesannya
"Lagi-lagi mama menjodohkanku. Mama tidak ingat apa kalau semua yang dikenalkan padaku tidak ada yang membuatku nyaman?"
Pikiran Fauzan kembali melayang mengingat semua kenalan sang ibu yang pernah ditemuinya. Mulai dengan gadis berkepang dua. Gadis dengan make up tebal. Gadis dengan pakaian seksi. Semuanya sama sekali tidak benar menurut Fauzan
"Sekarang gadis seperti apa lagi?"
"Maaf bu, hari ini jadwal ibu untuk bertemu dengan dr Irgi. Dan di luar juga ada nyonya Maudy yang menunggu untuk bertemu dengan ibu" Ujar Mery, asisten Cathleen
"Ada apa lagi tante ku datang kemari? Aku harus menyiapkan penutup telinga" Ujar Cathleen dengan nada bicaranya yang dingin dan sinis
"Cathleen!" Belum kering mulut Cathleen, ternyata tantenya sudah masuk keruangannya sebelum dia memberikan izin untuk masuk
"Kamu sengaja membiarkan tante menunggu diluar?! Kenapa kamu tidak membiarkan tante masuk?!" Maudy, tante Cathleen masuk dengan putrinya dan mulai membuat keributan
"Bukankah tante sudah masuk? Untuk apa lagi memerlukan izinku?" Cathleen menjawab dengan sinis dan acuh tak acuh
"Sebentar lagi Arya akan pulang kemari, tante ingin kamu memasukkan Arya ke perusahaan ini dan menjadikan dia sebagai salah satu manajer disini!" Ujar Maudy dengan sinis dan kesal
"Arya? Si pemabuk dan suka membuat masalah itu? Silahkan buat surat lamaran dan ikuti wawancara, akan ku tempatkan dia sesuai dengan kemampuannya!" Cathleen menjawab dengan nada sinis dan senyum mencibir
"Dasar gadis gila! Kamu tidak ingin memasukkan sepupumu sendiri ke perusahaan ini? Perusahaan ini milik kakekmu dan belum diwariskan padamu. Masih ada hak kami disini!" Maudy semakin kesal dan terus berteriak pada Cathleen
"Jika mau protes, katakan pada kakek. Bukan padaku!" Cathleen tidak menggubrisnya dan tetap fokus pada dokumen ditangannya. Dia mengepal keras dokumen itu ketika sang tante mengatakan kalau dia gila.
Mery yang hanya diam di samping Cathleen terus mengawasi ekspresi sang atasan. Dia tahu betul bagaimana perasaan Cathleen
"Dasar gadis sombong! Harusnya kamu tetap diluar negri untuk menerima pengobatan! Kamu hanya mengacaukan kehidupan kami disini!"
"Mah! Sudahlah, jangan membuat keributan disini! Ini kantor" Nura berusaha menenangkan sang ibu untuk bisa menahan emosinya
"Huh, dasar!" Maudy yang kesal pun meninggalkan ruangan Cathleen diikuti Nura dibelakangnya
"Bu Cathleen, apa anda baik-baik saja?" Tanya Mery dengan raut wajah khawatir
"Ya, saya baik-baik saja" Cathleen menjawab dengan raut wajah murung namun tangannya masih mengepal dokumen dengan keras
"Bu, sudah waktunya kita pergi kerumah sakit" Ujar Mery mengingatkan Cathleen
"Oh, baiklah. Kita berangkat sekarang!" Cathleen pun segera merapikan barangnya dan bergegas pergi kerumah sakit menemui dr Irgi
Mery mengendarai mobilnya dan Cathleen memejamkan mata selama perjalanan. Sesekali Mery melirik Cathleen dari kaca spion. Dia hendak memastikan kalau atasannya baik-baik saja.
Tak berselang lama mereka tiba dirumah sakit. Setelah memarkirkan mobil Mery dan Cathleen langsung beranjak masuk kerumah sakit dan menuju ruang dr Irgi
Tok tok tok
Mery mengetuk pintu ruang dokter karena telah membuat janji sebelumnya
"Masuk!" Kata sang dokter mempersilahkan
"Permisi dok" Ujar Mery dengan sopan
"Oh Mery, Cathleen. Kalian sudah datang? Kemarilah! Silahkan duduk!" dr Irgi mempersilahkan Mery dan Cathleen untuk duduk kemudian dia pun mendekat dan duduk di sofa bersama dengan Mery dan Cathleen
"Bagaimana kabarmu Mer?" Dokter Irgi menyapa Mery terlebih dahulu
"Saya baik dok, terimakasih" Mery menjawab dengan lembut dan sopan
"Kamu Cathleen. Bagaimana kabarmu? Apa kamu merasa ada sesuatu yang kamu keluhkan?" Dokter Irgi bertanya dengan sangat hati-hati pada Cathleen, dia tidak ingin Cathleen merasa tertekan
"Entahlah. Aku merasa semua sama saja. Aku masih tetap tidak bisa tidur tanpa obat. Mereka selalu menghantuiku" Jawab Cathleen dengan sinis dan raut wajah panik
"Tenanglah, tenang. Kita akan mulai kembali terapinya. Aku yakin kalau perlahan, kamu akan bisa menerima kenyataan dan melupakan kenangan buruk itu" Ujar dokter Irgi dengan senyum lembutnya
"Aku tidak menjamin kalau kali ini akan berhasil. Ini sudah bertahun-tahun tapi sama sekali tidak ada perubahan" Cathleen menjawab dengan nada yang sinis dan sikap yang acuh tak acuh. Dia bahkan tidak menatap wajah dokter Irgi saat bicara.
Terlihat raut wajah sedih dari wajah doktr Irgi dan juga Mery. Mereka tidak tahu lagi harus melakukan apa pada Cathleen. Setelah beberapa lama akhirnya percakapan mereka selesai.
"Kalau begitu kami permisi dok" Mery pamit dengan sopan
"Ya, kalian hati-hati di jalan dan Mery jangan lupa untuk memberikan obat padanya!" Pinta dokter Irgi pada Mery
"Jangan perlakukan aku seperti anak kecil. Kalian bertingkah seperti keluargaku saja" Ujar Cathleen dengan sinis yang kemudian beranjak pergi dari ruang dokter Irgi
"Maaf dok. Permisi" Mery dengan langkah cepat mengejar Cathleen yang telah meninggalkan ruang dokter Irgi lebih dulu
Cathleen dengan langkahnya yang elegan berjalan menyusuri lorong, sesekali dia menoleh kesana kemari, dan dari balik kerumunan pasien dia seperti melihat seseorang yang dikenalnya
"Itu ... wajahnya terlihat familiar. Siapa ya? Sudahlah, tidak penting juga" Sesaat Cathleen saling bertemu pandang dengan seorang pria yang ternyata itu Fauzan, namun Cathleen tidak menyadarinya sama sekali dan kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan rumah sakit
"Setelah ini kita memiliki rapat dengan perusahaan Darma" Mery mengingatkan Cathleen selagi mereka berjalan menyusuri lorong rumah sakit
"Lupakan itu untuk sekarang! Kita cari restoran dulu. Sepertinya aku ingin meminum coklat panas" Ujar Cathleen dengan acuh tak acuh
"Tapi bu ... "
"Ini diluar kantor. Berhenti memanggilku seperti itu!" Mery hanya tersenyum menanggapi Cathleen. Meskipun nada bicaraya sinis namun Mery cukup senang melihat Cathleen yang seperti itu
***
Direstoran saat makan siang.
Fauzan baru saja tiba di restoran untuk menemui gadis yang akan bertemu dengannya hari ini. Dia memasuki toko dengan memegang ponselnya untuk mencari seorang gadis yang mirip dengan foto yang ada di ponselnya dan mengenakan dress pink muda, sesuai dengan apa yang dikatakan sang ibu.
Mata Fauzan menyapu setiap sudut restoran mencari gadis tersebut. Kemudian, pandangannya terkunci pada seorang gadis yang duduk di satu sudut restoran dan menatap ke jalan. Fauzan langsung melangkahkan kaki mendekatinya
"Permisi. Anda nona Anita Hara?" Fauzan bertanya dengan sangat sopan namun sikapnya terlihat dingin karena tidak ada senyum sedikit pun di wajahnya
"Benar, saya Anita. Anda dokter Fauzan?" Anita balik bertanya pada Fauzan dengan senyum lembut diwajahnya
"Benar. Boleh saya duduk?" Tanya Fauzan sebelum dia duduk
"Ya, ya. silahkan duduk!" Anita mempersilahkan Fauzan duduk kemudian melambaikan tangan untuk memanggil pelayan restoran dan memesan makanan
Disudut lain restoran, Cathleen sedang duduk bersama Mery. Mereka sedang menikmati makan hingga terdengar suara keributan
Golombreng
Sebuah nampan yang dibawa pramusaji jatuh bersama dengan minuman dan makanannya
"Kamu bisa bekerja dengan baik tidak sih?! Membawa ini saja tidak becus! Lihat sepatu dan gaun ku jadi kotor karena kamu!" Salah satu pelanggan restoran berteriak kesal karena roknya terkena ciparatan dari jus yang tumpah
"Maaf, maafkan saya. Saya tidak sengaja. Biar saya bersihkan!" pegawai restoran itu hendak memberiskan rok gadis itu namun ditepisnya
"Ah!" karyawan restoran itu terhempas hingga dia terjatuh ke lantai dengan sedikit luka karena pecahan gelas
Cathleenn yang sebelumnya tenang dengan makanannya kini mulai terusik. Dia berdiri dan berjalan mendekati sumber keributan itu
"Cathleen. kamu mau kemana?" Tanya Mery dengan wajah bingung
Cathleen berjalan seakan hendak melewati tamu itu namun kemudian dia menyenggolnya
"Oh, maaf aku tidak sengaja. Apa sakit?" Tanya Cathleen dengan senyum tipis
"Kamu! Apa-apaan kamu?!" Teriak gadis itu semakin kesal
"Aku hanya ingin kamu tahu rasanya jatuh. Apa itu sakit? Kamu kelihatannya orang yang sangat kaya, sampai kamu memperlakukan pelayan itu begitu rendah. Dia juga merasakan hal yang sama seperti kamu saat dia jatuh. Sama-sama sakit" Cathleen berkata dengan senyum sinis di bibirnya
"Kamu tidak kenal aku? Aku Thalita Aditama, putri dari pemilik perusahaan Aditama" Ujar si gadis itu dengan sangat sombong
"Oh, kamu putri pak Aditama? Kalau begitu sampaikan salamku padanya. Aku Cathleen Safaniya Gazelle"
Thalita dan temannya yang duduk di bangku yang sama merasa terkejut mendengar nama Cathleen. Keluarga Gazelle adalah keluarga terkaya ke 2 di negara ini setelah keluarga Stevano. Keluarga Stevano bergerak dibidang farmasi sedangkan keluarga Gazelle dibidang properti
"Oh, jadi ... kamu direktur dari perusahaan Gazelle saat ini?" Tanya Thalita dengan raut wajah yang terlihat panik
"Oh senang kamu mengenalku" Cathleen menjawab dengan senyum tipis yang terlihat sombong kemudian dia berjalan mendekati Thalita yang telah berdiri
"Tentu kamu tahu kan orang seperti apa aku? Aku bisa saja melemparkan gelas ini kewajah cantikmu" Bisik Cathleen pada Thalita dengan sedikit senyum dibibirnya. Thalita dibuat gemetar karenanya, kemudian dia berbalik pergi dan meninggalkan Cathleen
"Huh, ayo pergi dari sini! Restoran ini sungguh tidak bagus" Ujar Thalita pada teman-temannya
Mery yang sejak tadi diam saja kini mendekati Cathleen
"Sudah cukup membuat masalahnya? Sekarang kita kembali ke kantor!" Ujarnya sambil menarik tangan Cathleen
"Terimakasih nona, terimakasih banyak" Pelayan yang sejak tadi diam akhirnya berterimakasih pada Cathleen yang mulai melangkah keluar restoran bersama Mery
Disudut lain Fauzan terus memperhatikan Cathleen
"Apa dia masih belum berubah? Yang aku ingat, dia itu memang selalu bersikap dingin, tapi aku tidak ingat kalau dia kasar seperti itu?" Fauzan terlihat bingung dengan sikap Cathleen yang baru saja dia lihat
"Zan? Fauzan"
"Ah maaf. Tadi aku sedikit melamun" Fauzan tersadar dari lamunannya setelah Anita berkali-kali memanggilnya
"Apa kamu sangat sibuk atau ada pasien yang memang sedang kamu khawatirkan?" Anita bertanya dengan nada yang lembut dan senyum yang manis sambil menikmati makan siang mereka
"Tidak ada. Hanya ... sepertinya aku melihat seorang teman lama, tapi ternyata itu salah orang" Fauzan menjawab dengan nada yang tenang dan sedikit canggung namun tatapannya terus mengarah pada jejak kepergian Cathleen
***
"Kenapa kamu membuat keributan seperti itu? Aku sudah sering memperingatkanmu untuk menahan emosimu dan tidak membuat keributan!" Mery terus mengomeli Cathleen yang sedang menutup mata dalam perjalanan kembali ke kantor
"Mery ... lebih baik kamu kembali ke mode asisten saja. Agar kamu tidak berani mengomeliku seperti itu!" Cathleen menjawab dengan sikap sinis dan acuh tak acuhnya
"Cathleen, kamu sendiri yang mengatakan kalau di luar kantor kita ini teman, jadi aku akan tetap bersikap seperti ini padamu" Jawab Mery dengan sikap tenang dan tegasnya
"Terserah padamu saja!" Cathleen tetap menjawab Mery dengan nada yang yang sinis
"O ya. Tuan besar memintamu kerumahnya malam ini. Katanya akan ada makan malam keluarga" Mery sedikit ragu-ragu menyampaikan pesannya pada Cathleen. Dia sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi disana
"Haah ... untuk apa dia memintaku datang? Aku yakin kalau tanteku dan kedua anaknya ada disana" Ujar Cathleen dengan nada mengeluh malas
"Ya, mau bagaimana lagi? Kamu tetap harus datang kesana" Mery menjawab dengan sikap datar
***
Fauzan sudah kembali ke rumah sakit. Dia sedang duduk diruangannya sambil membaca rekap medis pasien yang dia tangani, namun pikirannya tetap tertuju pada Cathleen yang hari ini dia temui dan membuatnya dihantui rasa penasaran yang tinggi
"Sebenarnya apa yang terjadi dengan Cathleen? Dua kali aku melihatnya hari ini, namun aku seperti merasa ada sesuatu yang aneh dengannya. Apa yang harusnya aku lakukan? Dan kenapa aku terus saja memikirkannya?" Setelah memikirkannya beberapa lama, akhirnya dia memutuskan menemui dokter Irgi untuk menanyakan perihal Cathleen padanya
"Dokter, anda mau kemana? Anda masih memiliki rapat sebentar lagi untuk mendiskusikan penanganan pasien jantung koroner" Tanya suster Cindy begitu dia melihat Fauzan keluar dari ruangannya
"Saya harus menemui dokter Irgi sebentar" Jawab Fauzan yang langsung berjalan pergi meninggalkan suster Cindy
"Ada apa dengan dokter Fauzan ya? Hari ini dia terlihat aneh" Gumam suster Cindy melihat kepergian Fauzan
"Apa dokter Irgi ada didalam?" Tanya Fauzan pada suster Mita, asisten dokter Irgi
"Oh dokter Fauzan. Ada, beliau ada di dalam. Anda bisa langsung masuk ke dalam" Jawab Mita dengan sneyum yang ramah
"Kalau begitu saya langsung masuk ke dalam ya?"
"Ya, dok. Silahkan" Jawab Mita lagi dan Fauzan langsung mengetuk pintu dokter Irgi
Tok tok tok
"Masuk!"
Ceklek
Fauzan langsung melangkahkan kaki memasuki ruangan dokter Irgi
"Oh dr Fauzan. ada perlu apa sampai anda datang ke ruangan saya?" Sambut dokter Irgi begitu dia melihat Fauzan yang masuk keruangannya
"Silahkan duduk!" Pinta dokter Irgi mempersilahkan Fauzan duduk di sofa. Diapun beranjak dari kursinya dan berjalan mendekati Fauzan untuk duduk bersamanya di sofa
"Maaf, kalau saya mengganggu anda dok" Ujar Fauzan dengan sangat sopan meskipun pembawaannya tetap dingin
"Tidak papa dok, saya hanya terkejut karena anda datang keruangan saya. Apa yang membawa anda sampai datang kemari? Apa anda memiliki sesuatu untuk dikonsultasikan dengan saya?"
Sebagai psikolog tentu dokter Irgi sangat ramah pada setiap orang, dia juga bisa membaca mimik wajah dengan jelas untuk menebak suasana hati yang sekiranya orang itu rasakan saat ini
"Sebenarnya saya hanya ingin menanyakan masalah yang berhubungan dengan pribadi saya. Apa dokter mengenal gadis bernama Cathleen? Cathleen Sanafiya Gazelle?" Fauzan terlihat sedikit ragu dengan apa yang dia tanyakan sendiri pada dokter Irgi
"Anda juga kenal dengan Cathleen?" Tanya dokter Irgi pada Fauzan dengan dahi berkerut karena heran
"Dia teman sekolah saya ketika SMP. Saya hanya terkejut ketika melihat dia pagi ini disini. Rasanya sudah cukup lama saya tidak pernah melihat dia. Yang saya dengar terakhir kali dia ikut dengan orang tuanya keluar negri" Fauzan menjelaskan apa yang dia ketahui mengenai Cathleen
"Oh anda teman lamanya. Akan lebih bagus jika kalian kembali berkomunikasi. Tapi maaf, saya tidak bisa menceritakan tentang kondisi pasien saya pada orang lain" dokter Irgi menolak dengan senyum disertai gelengan kepala perlahan
"Pasien anda? Anda bilang Cathleen pasien anda?" Terlihat Fauzan sangat terkejut ketika dokter Irgi membenarkan kalau Cathleen adalah pasiennya
"Kalau dokter Fauzan ingin mengetahui lebih jelasnya. Sebaiknya anda tanyakan langsung padanya. Saya senang karena Cathleen masih memiliki teman lain selain Mery" Ujar dokter Irgi dengan senyum.
Fauzan semakin dibuat bingung setelah menemui dokter Irgi
"Dia pasien dokter Irgi? Kenapa dia jadi pasien psikolog? Apa karena temperamennya yang sekarang mudah marah? Cahleen, sebenarnya orang seperti apa kamu sekarang?" Fauzan terus saja memikirkan Cathleen
"Sudahlah. Aku kembali kerja saja!" Fauzan berusaha keras untuk tidak memikirkan masalah Cathleen lagi hingga tanpa terasa sekarang sudah wantunya untuk dia pulang, karena tidak ada jadwal operasi lagi
"Anda sudah mau pulang dok?" Tanya suster Cindy pada Fauzan yang baru saja keluar dari ruangannya
"Ya, saya akan pulang sekarang, lagipula sudah tidak ada psein yang harus tangani kan?" Fauzan menjawabnya dengan sikap dingin, lalu kembali melanjutkan perjalanannya menuju rumah
Tak berselang lama, begitu Fauzan masuk kedalam rumahnya. Suara sang ibu kembali menyambutnya
"Sayang, kamu sudah menemui gadis mama katakan sebelumnya? Bagaimana pendapat mu tentang gadis itu? Anita cantik kan?" Renita terus bertanya pada putranya yabg baru saja pulang kerja
"Aku sudah menemuinya" terlihat senyum lebar Renita mendengar Fauzan sudah menemui Anita
"Tapi aku tidak ingin lagi menemuinya" Lanjut Fauzan yang membuat wajah ibunya seketika ditekuk kesal. Kemudian dia melangkahkan kaki menuju kamarnya
"Fauzan! Kenapa kamu pergi begitu saja? Kenapa tidak ingin menemuinya lagi? Apa yang kurang darinya?" Renita terlihat penasaran dengan alasan Fauzan tidak ingin lagi menemui Anita, namun langkah kakinya sangat cepat hingga dia tidak bisa mengejar Fauzan yang langsung masuk ke kamar
"Haah... kalau begini terus, kapan aku punya cucu?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!