NovelToon NovelToon

Asa Lara Narendra

Sinopsis dan Alasan

Salam dari saya penulis,

Ini novel kedua saya, berjudul Asa Lara Narendra. Semoga dapat dinikmati.

Sinopsis

Kematian sang istri karena mengalami Postpartum Syndrome (Depression) pasca melahirkan putrinya. Mengharuskan seorang Abraham Narendra menjadi single parent di usia muda.

Baginya membesarkan anak seorang diri bukanlah sesuatu yang mudah. Di mana dirinya harus merangkap tiga profesi sekaligus sebagai dokter anak, ayah, dan juga ibu bagi putrinya.

Belum lagi harus menyembuhkan traumanya sendiri saat menemukan istrinya tergeletak overdosis di rumah mereka.

Asa Aurora adalah perempuan yang terpaksa menjadi single parent, karena kekasihnya yang sekaligus ayah dari anak yang di kandungnya pergi begitu saja di hari pernikahan mereka.

Namun dengan kekuatan dan dukungan penuh dari keluarga, Asa mampu melewati setiap fase kehidupannya.

Pertemuannya dengan Narendra, bermula dari kesehatan anak Asa yang mengidap penyakit jantung bawaan karena kelahiran premature.

Keadaan anaknya memaksa seorang Asa untuk bolak-balik ke rumah sakit demi kesehatan sang anak.

Bagi seorang Asa, anak adalah segalanya baginya. Akankah Narendra mampu menyelamatkan nyawa anak Asa?

Dan akankah seorang Asa mampu membuka hati dan penyembuh luka Narendra?

Alasan

Cerita ini saya dedikasikan bukan hanya untuk semua wanita melainkan juga untuk semua lelaki / suami. Bahwa depresi dapat menyerang siapa saja, bahkan mungkin tanpa kita sadari selama ini.

Kisah ini menceritakan bagaimana perjuangan seorang wanita yang selama ini dinilai kuat, namun ternyata menyimpan berbagai kisah pilu dalam kehidupan mereka, bahkan tidak sedikit wanita yang mengalami depresi secara tak kasat mata.

Salah satunya depresi perubahan bentuk tubuh selama kehamilan hingga pasca melahirkan dapat membawa ketakutan yang teramat dalam bagi orang-orang yang mengalami trauma di masa lalu.

Belum lagi tekanan dari orang-orang sekitar, semakin mampu membuatnya takut kalau suaminya jatuh ke pelukan wanita lain, hanya karena perubahan bentuk tubuhnya.

Sehingga membuatnya berusaha keras menjaga badan agar tetap ideal, dengan cara-cara yang tidak wajar.

Begitu pun perjuangan Asa, seorang wanita yang melakukan kesalahan, hamil di luar nikah dan lelaki yang harusnya bertanggungjawab justru pergi begitu saja sehari sebelum pernikahan.

Apalagi hidup di daerah, membuat tekanan mental semakin parah karena menjadi bahan pergunjingan oleh lingkungan sekitar.

Banyaknya tekanan saat kehamilan, memaksa dirinya kembali mengalami kisah pilu, melahirkan bayinya di usia kehamilan yang belum matang.

Bahkan anak yang dilahirkannya mengidap penyakit jantung bawaan, yang memgharuskan dirinya mondar-mandir ke rumah sakit dengan peran ganda yang ia mainkan menjadi seorang ibu sekaligus ayah bagi anaknya.

Namun ternyata trauma ataupun depresi tidak hanya dialami oleh seorang wanita. Bahkan depresi dapat menghampiri sesosok pria tampan dan sukses secara materi.

Merasakan trauma mendalam karena istri yang dicintainya mengidap mommyrexia (anoreksia pasca melahirkan) tanpa ia ketahui.

Bagaimana dirinya yang berprofesi sebagai dokter sampai tidak mengetahui istrinya mengidap mommyrexia? Itulah kalimat yang selalu berputar di otaknya hingga saat ini.

Bahkan melihat sang istri meninggal tergeletak overdosis obat-obatan karena hanya demi memperoleh tubuh yang ideal, bukanlah sesuatu yang dapat ia lupakan seumur hidupnya.

Di sini kita akan melihat apakah itu depresi, alasannya, dan dampaknya yang akan dikemas di dalam sebuah cerita.

Semoga cerita ini dapat memberikan nilai positif bagi kita semua.

Terimakasih,

Salam 💋

margaretha.chi

Kejadian Itu...

Selamat Datang di dunia Asa Narendra !

Ceritanya ini mungkin terasa lebih berat dari cerita Ararya, karena cerita ini lebih ke arah perjalanan hidup usia dewasa, namun bukan konten dewasa.

Namun, alangkah lebih baiknya sebelum membaca cerita ini, baca dulu cerita Yogyakarta dan Ararya karena akan lebih paham alur dan sebab akibat dari masalah yang ada di sini ya readers.

Dan saya masih terus meminta dukungannya selalu untuk novel

❤ Yogyakarta dan Ararya

❤ Asa Lara Narendra

Jangan lupa vote, like, comment, dan favorite nya ya..

Terimakasih.

Salam,

margaretha.chi

(ig : margarethaachi)

.....................................

......................................

tiikk..tookk..tiikk..tookkk..

Suara ruangan itu saat ini cukup sunyi, hanya terdengar suara jam berdetak.

Mata pria itu tampak terlihat membuang pandangannya ke arah kiri atas, berusaha mengingat setiap kejadian saat hari itu.

Pria itu menghela napasnya untuk kesekian kalinya, entah sudah berapa kali dirinya mencoba melepaskan rasa sesak di dadanya.

Matanya kembali berkaca-kaca dan bibirnya begetar.

"Ceritakan semuanya kepadaku Rendra, aku hanya ingin menjadi pendengarmu." ucap wanita yang duduk di depan Rendra dengan mencondongkan tubuhnya ke arah depan, sambil menatap lekat wajah pria itu.

Rendra mendongakkan kepalanya dan menyandarkannya di bagian atas kursi, kemudian memejamkan matanya sejenak, kemudian kembali menghela napasnya.

Terlihat masih begitu banyak beban yang ada di dalam dirinya.

*FLASHBCAK O**N*

1 TAHUN YANG LALU

Rendra

Saat itu hujan sangat deras mengguyur kota Yogyakarta. Dirinya melajukan mobilnya membelah ramainya Yogya pada Jumat malam itu.

tuuttt...tuuttt..tuuttt..

"Nomor yang anda....."

"Kamu lagi apa sih yang, daritadi jam 5 nggak bisa dihubungi.." gerutunya dalam hati.

Entah alasan apa, perasaannya tidak nyaman daritadi siang. Ada sesuatu yang terasa sesak, namun apa diapun tidak tahu. Padahal hubungan dengan istrinya pun baik-baik saja.

Setelah mampir membelikan martabak manis kesukaan istrinya, ia kembali melajukan mobilnya menembus derasnya hujan malam itu.

Dengan sedikit tertimpa tetesan hujan di kemejanya, tangannya pun berhasil membuka pintu pagarnya.

Mobil BMW seri X hitam pun telah terparkir sempurna di carport rumahnya. Mobil milik istrinya pun juga berada di sampingnya.

Ia pun kembali melangkah ke pintu pagar untuk menutupnya, kemudian menuju pintu samping rumahnya.

Gelap, bahkan sangat gelap kondisi rumahnya saat itu. Entah alasan apa, sampai istrinya tidak menyalakan satu pun lampu di rumahnya.

Sayup-sayup terdengar suara tangis Prisha. Tangannya pun segera memutar handle pintu itu.

Suara tangis Prisha semakin jelas terdengar, bahkan suara tangis yang sudah terlihat lelah.

Namun, tak ada suara istrinya yang tampak sedang kerepotan menenangkan. Hatinya semakin tidak tenang.

Segera dilepas sepatunya dan ditaruh ke tempatnya. Kemudian menyentuh saklar lampu yang terletak di atas rak sepatu. Langkahnya mendarat di meja makan untuk menaruh martabak manis yang telah dibelinya.

Sambil tergesa langkahnya berlari kecil menuju kamarnya, dengan tangan yang menyambar beberapa saklar lampu yang sudah sangat ia hafal letaknya.

Dibukanya pintu kamar dan menyalakan ruangan itu yang tampak sangat gelap. Segera diraih putrinya yang berusia empat belas bulan ke dalam dekapannya.

Matanya mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru kamar itu, tidak menemukan istrinya. Kakinya memutuskan untuk melangkah menuju kamar mandi dengan pintu yang sedikit terbuka, namun tetap gelap.

Ditariknya pintu kamar mandi itu selebar mungkin, dengan satu tangan yang masih menggendong Prisha.

"Sayang.... !!!!!!"

Dengan jantung yang berdegup kencang dan pikiran kacau, ia pun menurunkan Prisha dari gendongannya dan mendudukannya di lantai kamar mandi yang kering dan dingin.

"Duduk sini dulu sayang, ayah mau periksa mama dulu ya.." Prisha pun tampak bisa diajak kompromi saat itu.

Diraihnya pergelangan tangan istrinya, sudah tak ada denyut nadi yang ia dapatkan. Kemudian dua jarinya menuju ke leher istriya, hasilnya sama.

Dengan gerakan cepat ia memiringkan kepala istrinya ke arah samping dan mengangkat dagu istrinya, berharap jalan napasnya terbuka. Namun, masih tak ada hasil.

Suhu tubuh istrinya sudah mulai menurun. Saat ini secara logikanya, istrinya sudah meninggal sekitar 3 jam yang lalu. Namun, hatinya sebagai seorang suami mengalahkan logikanya sebagai seorang dokter.

Bahkan saat itu juga matanya menangkap beberapa obat yang tercecer di sekitar tubuh istrinya.

FLASHBCAK OFF

Rendra

"Masih terasa berat Rendra? Lepaskan semuanya yang kamu simpan." ucap psikolog yang ada di depannya.

Tangannya kemudian bergerak ke sudut matanya untuk menyusut air matanya.

"Bagaimana bisa aku sebagai seorang dokter sampai tidak tahu kalau istriku mengkonsumsi obat amfetamin selama satu tahun? Seteledor itukah aku tidak bisa menjaga istriku?" ucapnya dengan suara berat dan bergetar.

Matanya mulai memerah, terlihat masih menahan emosi dan kekecewaan di dalam jiwanya.

"Jujur saat ini aku lelah, namun aku harus selalu siap untuk Prisha. Dia tidak tahu apa-apa, dia tidak salah apa-apa, akulah yang salah selama ini." ucapnya kembali setengah menangis.

"Prisha adalah hidupku saat ini dan selamanya, dia adalah jantungku. Cuma dia yang mampu membuatku bisa sampai saat ini. Aku lah yang salah selama ini, karena ternyata aku tidak mengenal istriku dengan baik."

Bibirnya selalu mengeluarkan kalimat-kalimat penyesalan bahkan terkesan menyalahkan diri sendiri atas apa yang terjadi menimpa istrinya.

"Semua bukan salah kamu Rendra, berhentilah menyalahkan dirimu sendiri." ucap wanita yang ada di depannya.

"Belajarlah menerima kenyataan, pelan-pelan semua butuh waktu. Tapi aku yakin kamu bisa." wanita itu kembali menatap lekat matanya dan menggenggam pergelangan tangannya.

"You can! (Kamu bisa!)"

"Apakah yang kamu sukai? Hobi kamu?" tanya wanita itu kepadanya.

Semenjak kepergian istrinya, dirinya sudah tidak pernah menjalani hobinya selain berolahraga. Waktunya telah habis untuk pekerjaannya dan bersama putri semata wayangnya.

"Golf? Bola?" tanya wanita itu kembali, namun tak ada sambutan darinya.

"Motor? Musik?"

Dirinya pun akhirnya mengangguk dan wanita itu pun tersenyum.

"Ambil waktumu saat kamu libur untuk dirimu sendiri. Titipkan Prisha ke orangtuamu atau mertuamu. Kamu butuh waktu untuk bersama dirimu, mengenal dirimu kembali."

"Aku kira saat pertemuan kita minggu depan, aku akan bisa melihat kamu sudah mulai mengenal dirimu kembali." ucap wanita itu sambil tersenyum dan menatap dirinya.

"Ingat Rendra, penerimaan! Semua memang sudah harus terjadi, nggak ada yang salah dari kejadian ini."

"Ambil gitarmu, mainkan nada sesuai hatimu. Tulis semua yang kamu rasakan. Buka penutup motormu, panaskan motormu, ajak dia kembali bersamamu. Raih kembali duniamu ! Prisha butuh ayah hebat seperti kamu, Rendra!" tegas wanita itu masih dengan senyum di wajahnya dan tatapan yang lekat ke matanya.

"Semua demi dirimu dan juga Prisha. Kalau kamu mau Prisha sehat, kamu harus sehat. Kalau kamu mau Prisha bahagia, kamu harus bahagia."

Kalimat itu mampu membuatnya tersenyum, walaupun tipis.

......................

Prisha Nismara Arkadewi

Prisha Nismara Arkadewi

Bidadari cantik penerang keluarga yang penuh cinta dan ketenangan

Rendra

Ia mengelus wajah cantik putrinya yang sedang tertidur lelap. Bulu mata lentik itu mengingatkannya pada istrinya.

Dicium kening putrinya dan satu tetes air mata telah menetes jatuh di rambut putrinya.

"Kita berjuang bersama ya nak, ayah akan selalu ada untuk kamu." Matanya kemudian memandang bingkai foto mereka bertiga yang tertempel di dinding kamar masa lajang istrinya dulu.

Kakinya melangkah ke depan bingkai foto itu, menatap lekat wajah cantik istrinya dan tersenyum rindu.

"Tenang di sana sayang, aku akan berjuang untuk Prisha."

tookkk..tookk..tookk..

Tangannya memutar handle pintu berwarna putih itu.

"Iya pak?" bapak mertuanya telah berdiri di depan pintu.

"Bapak tunggu di halaman belakang ya Ndra, kita ngobrol-ngobrol." ucap bapak Andreas kepadanya.

"Iya pak, habis ini Rendra ke belakang."

Mereka berdua telah duduk di sofa yang mgehadap halaman belakang yang tampak asri. Dua cangkir kopi dan sepiring snack telah ada di depan mereka.

"Ndra, bapak ini kan juga masih jadi bapak kamu kan? Jadi boleh dong bapak ngobrol sesuatu sama kamu." tanya Pak Andreas dengan mengedarkan pandangan ke hijaunya rerumputan.

"Iya dong pak, selamanya bapak akan jadi bapak Rendra. Ada apa pak?"

Pak Andreas menyilangkan kaki dengan rapat, dengan tangan menepuk paha beberapa kali.

"Gimana keadaan hati kamu saat ini Ndra?"

Pak Andreas menatap wajahnya.

"Ini sudah hampir satu setengah tahun lho Ndra, bapak lihat kamu menyibukkan waktumu buat bekerja dan Prisha."

Mulutnya masih terdiam tak mengeluarkan satu kata pun. Matanya menatap ke arah kiri bawah, mengingat percakapannya dengan psikolognya dua hari yang lalu.

Pak Andreas menyeruput kopi, kemudian menaruh kembali ke atas meja, lalu menatap dirinya lagi yang masih terdiam.

"Kamu harus punya waktu untuk menyusun kembali hidupmu. Kamu butuh cinta, kamu butuh seseorang kembali dalam kehidupan kamu Ndra."

"Kamu pria yang memiliki segalanya, tapi kamu kehilangan cinta, kehilangan dirimu sesungguhnya. Prisha butuh ayah yang hebat. Hebat bukan berarti kamu bisa sendiri mengurus Prisha. Bukan itu..bukan.."

Matanya menatap mertuanya,

"Tapi Prisha hidup Rendra pak, Rendra sudah cukup memiliki Prisha."

Pak Andreas kemudian menggelengkan kepala.

"Selamanya Prisha akan menjadi bagian dalam hidup kamu. Tapi bukan berarti Prisha adalah hidup kamu. Kamu harus punya kehidupan sendiri, selain anakmu."

"Kamu masih terlalu muda untuk menjadi single parent. Prisha nanti akan semakin dewasa yang membutuhkan sosok ibu untuk berbagi cerita. Kamu juga semakin tua, butuh tempat untuk berbagi cerita."

"Bukalah hati kamu, yang lalu biarlah berlalu Rendra. Berhenti menyalahkan dirimu sendiri, jadikan masa lalu pelajaran. Bapak yakin kamu bisa mencari sosok yang terbaik buat kamu dan Prisha. Bapak dan ibu akan merestuimu,Ndra." ucap Pak Andreas seraya menepuk-nepuk pelan pundaknya.

Rendra menganggukkan kepalanya.

"Baik pak, Rendra berusaha tapi Rendra nggak mau memaksakan diri." ucapnya sambil memandang cangkirnya.

"Semua itu proses, yang penting bukalah hatimu. Berdamailah dengan dirimu sendiri. Pergilah sendiri sekali-sekali, titipin Prisha di sini atau di rumah orangtuamu." ucap Pak Andreas dengan tersenyum kemudia meninggalkannya sendiri di sofa itu.

................

Yogyakarta, Sabtu Siang

Rendra

"Ayah..Prisha tidur di akung Eas kan?" tanya Prisha yang berumur 30 bulan.

Tangannya masih sibuk menguncir rambut lebat anaknya itu menjadi dua bagian kanan dan kiri.

"Iya sayang, tapi Prisha janji jadi anak baik ya. Nurut sama akung sama uti. Oke?" tanyanya sambil melongokkan kepalanya dari belakang.

"Siap ayah! Ayah kapan kita ketemu sama mas Genta sama Mbak Arsya?" tanya Prisha kembali dengan tangan yang terus memasukkan biskuit kecil berbentuk kupu-kupu ke dalam mulut.

"Besok ya, ini nanti ayah mau ketemu sama bapak ibunya mas Genta, terus ayah bundanya mbak Arsya juga. Nanti ayah tanyain dulu ya.." jawabnya sambil mengakhiri ikatan kuncir Prisha.

"Oke ayah. Terimakasih ayah! Ayah memang hebat!" ucap Prisha membalikkan badan dan menghambur ke pelukannya kemudia mengecup kedua pipinya.

Bibirnya melengkung ke atas dengan sempurna.

"Kamu yang hebat Prisha, kamu anak hebatnya ayah!" gumamnya sambil memeluk erat anaknya.

"Yukk berangkat !"

Gadis kecil berkuncir dua itu tampak lincah dan lucu dengan dress berwarna putih dan sneakers berwarna senada, serta tas punggung berbentuk unicorn berwarna baby pink.

"Hati-hati Prisha, jalan aja. Nggak usah lari." titahnya dengan setengah berteriak.

Mobil pun telah melaju membawa mereka ke rumah Pak Andreas. Sebenarnya orangtuanya saat ini juga menginginkan Prisha tidur di rumah mereka, namun karena weekend kemarin mereka sudah ke rumah Eyangkung dan Eyangti, maka hari ini akung dan utinya lah yang mendapat giliran.

Ibu Nela

"Uhhm.. selamat datang cucu uti..! Nanti bobok sama uti ya..tapi nanti kita jalan-jalan ke mall dulu ya sama akung juga.." Dirinya menyambut kedatangan cucu dan menantunya, kemudian menggendong Prisha.

"Kamu udah makan Ndra? Ibu habis masak urap sama tempe mendoan, sama ayam goreng juga. Makan dulu sebelum pergi." titahnya sembari berjalan menuju ruang makan.

"Boleh bu, Rendra juga lapar. Tadi baru sarapan roti. Tapi kalau Prisha sudah makan tadi bu." jawab menantunya sambil menarik kursi makan.

"Makanya buka hati Ndra, biar ada yang ngurus kamu. Apa perlu ibu kenalin sama anaknya teman-teman ibu, siapa tahu ada yang cocok."

Matanya melirik ke arah menantunya, namun Rendra tersenyum.

"Rendra coba cari sendiri dulu saja bu."

"Oke, yang penting berusaha! Siapa tau ada penyembuh luka jiwamu. Ganteng-ganteng nggak boleh punya trauma, harus sembuh." godanya sambil mencolek lengan menantunya.

Pasalnya dirinya mengerti Rendra menggunakan jasa psikolog untuk menangani trauma yang terjadi setelah kejadian itu.

Dirinya tidak ingin nasib sang menantu sama seperti anak bungsunya yang meninggal karena depresi.

................

Rumah Pak Darma

Clara

"Mas Genta dicari Om Rendra itu, katanya Dek Prisha mau ketemu mas.." panggilnya ke anak sulungnya yang berusia 6 tahun.

Genta pun berjalan ke arah Rendra,

"Mana Prisha kok nggak diajak om?"

"Prisha ini bobok di rumah akung sama uti, mas Genta mau bobok di sana juga gimana?"

Genta menggelengkan kepalanya,

"Nanti Genta mau ke rumah eyang Artono, mau main PS di sana."

"Anaknya sepupuku pada kumpul di rumah Ndra, biasa janjian main PS bareng.." jawab Arya yang muncul dari kamar sambil menggendong Naras.

"Halo ponakan om yang cantik..baru bangun tidur ya sayang? Sini sama om.."

Dan balita cantik bermata bulat seperti ibunya itu tampak senang dengan kehadirannya, bahkan langsung menghambur ke pelukannya.

"Persis Clara ya mata sama bibirnya..lucu banget sih kamu.." ucap Rendra sambil mendusel Naras.

Dirinya dan Arya pun tergelak.

"Ini kita ke tempat Ayu dulu kan baru kita ke resort? " tanyanya sambil menyiapkan cemilan untuk anak-anaknya.

Rendra pun mengangguk dan tersenyum.

......................

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!