Kota benteng Clever merupakan kota yang berada di atas bukit Clever, dinding-dinding menjulang tinggi mengelilingi kota benteng Clever.
Terdapat tiga gerbang raksasa yang menjadi jalur keluar masuk kota benteng Clever, yaitu arah barat, selatan, dan timur.
Kota benteng Clever terbagi atas beberapa bagian, arah mata angin timur merupakan tempat tinggal bagi penduduk kota, arah mata angin selatan adalah wilayah industri.
Arah mata angin barat terdapat wilayah militer, arah mata angin utara berdiri kuil Greenstone, dan tepat di tengah-tengah kota terdapat markas Defender sang pelindung kota.
Setiap wilayah dibatasi oleh dinding tinggi, semua wilayah terhubung melalui gerbang raksasa.
Gerbang raksasa berada pada dinding perbatasan tiap wilayah, gerbang raksasa ini menjadi satu-satunya jalur penghubung tiap wilayah bagian.
Kota benteng Clever menganut kepercayaan Green, mereka menyembah batu greenstone sebagai sang pelindung.
Batu greenstone adalah satu dari empat batu sakral di dunia ini.
Setiap batu memiliki kekuatan masing-masing, kekuatan dari batu greenstone adalah daya tahan, pengguna batu ini akan memiliki daya tahan yang luar biasa.
Penghuni kuil Greenstone memainkan peran kekuasaan di kota benteng Clever, mereka menyebut diri mereka sebagai penghubung antara greenstone dan umat manusia.
Pengguna batu greenstone adalah keluarga Greenlight, batu greenstone diwariskan dari generasi ke generasi dalam keluarga tersebut.
Jika batu greenstone digunakkan oleh orang yang tidak memiliki darah Greenlight.
Batu tersebut tidak dapat digunakan dengan maksimal dan bahkan bisa menyebabkan kematian bagi penggunanya.
10 april tahun 1700 kota benteng Clever.
Musim semi pagi hari, terdengar suara nyaring pedang dan sorak sorai.
Suara tersebut berasal dari arena latihan yang berada di wilayah militer kota benteng Clever.
Nampak dua pemuda berzirah besi serta bersenjatakan pedang besi sedang latihan tanding.
Slash, slash ....
Zeel Greenlight melancarkan serangan bertubi-tubi ke arah lawannya.
Zeel Greenlight, pemuda rupawan dengan rambut acak-acakan berwarna cokelat, Zeel berbakat dalam berpedang,
Zeel mudah beradaptasi dengan hal-hal baru, ia juga merupakan anak dari Garmond Greenlight sang Defender.
Sementara itu latihan tanding terus berlanjut, zeel nampak mengontrol jalannya pertandingan.
Kemampuan lawan tanding Zeel jauh berada di
bawah Zeel, hingga membuat sang lawan terjatuh.
“Kamu tidak apa-apa?” ucap zeel sembari mengulurkan tangan kearah lawan tandingnya.
Dengan ekspresi takut dan tangan yang gemetaran sang lawan tanding menerima uluran tangan zeel, “aku tidak apa-apa.”
Tanpa berkata-kata zeel membalas dengan senyum, dan seketika sorak sorai penonton menjadi meriah.
Lalu wasit sebagai pengadil menggengam tangan Zeel kemudian mengangkat tangan Zeel ke atas sebagai simbol kemenangan Zeel.
“Hebat sekali Zeel!”
”Luar biasa Zeel!”
Terdengar teriakan dari kerumunan penonton.
Sore hari tiba, latihan tanding berakhir, Zeel dan
para prajurit lainnya pergi ke gudang senjata militer untuk mengembalikan senjata serta zirah yang mereka kenakan.
Terlihat banyak senjata yang bergantungan di dinding gudang tersebut.
Kemudian Zeel dan para prajurit lainnya mandi di
pemandian militer.
Kota benteng Clever berdiri di atas bukit, tak heran terdapat sumber air panas, termasuk pemandian militer.
Pemandian militer menyerupai kolam, cukup luas namun dangkal, tepian kolam dibatasi nampak dibatasi dengan bebatuan.
Malam hari tiba, seluruh prajurit berada kantin
militer untuk makan dan minum, tidak ada yang spesial dari kantin militer.
Meja dan kursi kayu yang nampak tertata rapi, koki yang sedang memasak, serta cahaya lilin yang menerangi seisi ruangan.
Seperti prajurit lainnya Zeel nampak duduk menikmati makanan.
Tiba-tiba ada seorang prajurit datang kearah Zeel sambil membawa makanan.
Kemudian prajurit itu duduk di kursi kosong yang berada di samping Zeel.
“Hei Zeel,” kata prajurit tersebut.
“Eh Delmon, ada apa?” ucap Zeel sambil menatap ke arah prajurit tersebut.
“Zeel kamu sebaiknya jangan terlalu keras terhadap anak baru,” kata Delmon.
“Oh, maksudmu lawan latihan tandingku tadi?” balas Zeel.
“Iya, kasihan dia nampak ketakutan begitu, bagaimana kalau ia trauma dan berhenti menjadi prajurit?” kata Delmon sembari memasang
wajah khawatir.
Delmon adalah sosok teman dekat bagi Zeel, ia
merupakan bagian dari unit pemanah, Delmon terkenal dengan akurasi panahnya yang sangat baik serta kecerdasannya.
Secara usia Delmon dua tahun lebih tua di bandingkan Zeel.
“Berarti hanya sebatas itu keinginan dia menjadi
prajurit,” balas Zeel sambil beranjak dari meja makan.
Setelah beranjak dari meja makan, Zeel menyusuri lorong panjang ditemani lilin yang berjejer di sepanjang dinding lorong.
Terbuat dari kayu, lorong tersebut nampak sudah cukup tua, sisi kiri dan kanan lorong terlihat banyak pintu.
'104 Zeel' tertulis pada pintu ruangan yang ada
dihadapan Zeel.
Ia mengambil kunci yang ada di sakunya kemudian membuka pintu ruangan itu.
Sreeet ....
Pintu ruangan tersebut terbuka, lalu Zeel masuk ke dalamnya.
Ruangan itu adalah kamar Zeel, kamar Zeel adalah satu dari sekian banyak kamar yang berada di asrama militer Clever.
Ranjang beserta kasur untuk satu orang, lemari kecil, dan sebuah lilin diatas meja, sebuah ruangan kecil dengan jendela yang menghadap
barat.
Itulah kamar Zeel, malam itu Zeel tertidur dengan lelap.
Tepat di tengah malam, Zeel terbangun dari tidur
lelapnya, Zeel memandang keluar jendela.
Bulan terlihat terang pada malam itu, nampak
cahaya bulan menerangi kamar Zeel.
Zeel bangkit dari kasur, kemudian mengambil pedang kayu yang ia taruh dibawah ranjangnya.
Bersama pedang kayunya Zeel pergi ke arena
latihan.
Tidak nampak aktivitas orang lain pada malam itu, hanya keheningan malam dan cahaya bulan.
Syuut, syutt ....
Nampak Zeel mengayunkan pedang kayunya ke berbagai arah.
Dalam peraturan militer kota benteng Clever, penggunaan senjata tajam dan zirah hanya diizinkan ketika latihan militer atau ketika terjadinya pertempuran.
Izin khusus penggunaan senjata tajam di berikan kepada prajurit penjaga gerbang serta prajurit yang sedang dalam tugas patroli.
Di luar dari pada perizinan tersebut seluruh senjata serta zirah akan terkunci di gudang senjata militer.
Pedang kayu adalah bentuk inisiatif Zeel sendiri, agar ia dapat tetap berlatih diluar jam latihan militer.
Tidak ada yang spesial dari pedang kayu Zeel, hanya pedang kayu biasa, ia selalu berlatih diam-diam di malam hari, berlatih lebih keras dari siapapun.
29 april tahun 1700 wilayah militer kota benteng Clever.
Dua hari terakhir di setiap bulan merupakan hari libur bagi para militer Clever.
Pagi itu, Zeel nampak terburu-buru mengemas pakaian kedalam tasnya.
Zeel berlari menuju gerbang perbatasan wilayah militer dan wilayah industri, setibanya di gerbang perbatasan.
Zeel melihat Delmon sedang berdiri di sisi lain gerbang.
“Zeel!” teriak Delmon sembari melambaikan tangan.
“Ah Delmon, selamat pagi,” balas Zeel dengan suara ngos-ngosan.
Dengan ekspresi kesal Delmon berkata, “jam berapa ini? kenapa kamu baru bangun? prajurit lain sudah berangkat.”
“Maaf,” ucap Zeel dengan senyum tanggung.
Setelah itu mereka berjalan menuju wilayah penduduk, melewati wilayah industri.
Jalan pasir mereka lewati, kiri kanan sisi jalan terlihat rerumputan dan pagar kecil sepanjang jalan.
..."Menyerah hanya karena kekalahan, seorang prajurit tidak seperti itu."...
...-Zeel Greenlight-...
Tiga puluh menit berlalu semenjak mereka meninggalkan perbatasan wilayah militer dan wilayah industri.
Mulai nampak banyak pohon-pohon besar pada sisi kanan jalan, iron tree nama pohon besar tersebut.
Sebagian ranting pohon iron tree yang patah nampak berserakan di jalan yang Zeel dan Delmon lalui.
Krak, krak, krak ....
Terdengar suara langkah kaki Zeel dan Delmon yang menginjak sejumlah ranting pohon.
Iron tree merupakan pohon penghasil kayu terbaik di dunia ini.
Selain terkenal dengan keawetannya iron tree juga terkenal dengan kekokohannya.
Sayangnya kayu ini cukup langka, selain wilayah bukit Clever pohon ini sulit ditemukan.
Konon katanya dinding-dinding yang
mengelilingi kota benteng Clever terbuat dari kayu pohon tersebut.
Sisi kiri jalan mulai terlihat pabrik kayu, para
pekerja pabrik terlihat sibuk.
Mereka bekerja secara terorganisir, setiap orang mengerjakan bagiannya masing-masing.
Kebanyakan pekerja disana adalah pria, di pabrik inilah berbagai kerajinan berbahan dasar kayu dibuat.
Mereka biasa melayani kebutuhan penduduk kota benteng Clever.
Sembari di perjalanan, Zeel dan Delmon berbincang.
“Zeel, pasti si dia sedang menunggu kamu,” kata Dalmon dengan pandang lurus kejalan.
“Yup, mungkin dia sedang menunggu sambil memasang wajah cemberut,” balas Zeel.
“Bagaimana denganmu?” tanya balik Zeel.
“Ah, kita sudah tiba di depan pabrik industri kain,” ucap Delmon seolah-olah menghindari pertanyaan Zeel.
“Oh iya, kalau begitu kita berpisah sampai di sini,” balas Zeel.
“Ayo-ayo sana cepat … si dia pasti sedang menunggumu,” kata Delmon sembari mendorong Zeel ke pintu gerbang pabrik kain.
“Baiklah-baiklah … Delmon hati-hati di jalan,” balas Zeel.
“Sebaiknya kamu khawatirkan dirimu sendiri,” ucap Delmon sembari melambaikan tangan kemudian membelakangi Zeel.
Perjalanan mereka terpisah, Delmon melanjutkan
perjalanannya menuju wilayah penduduk.
Sementara Zeel ingin menemui seseorang di pabrik industri kain.
Selain pabrik kayu, wilayah industri kota benteng
Clever juga memiliki pabrik industri kain.
Pabrik ini memproduksi kain serta kerajinan berbahan dasar kain lainnya.
Sama seperti pabrik kayu, pabrik kain juga memenuhi kebutuhan penduduk kota benteng Clever.
Tepat di seberang pabrik kain, merupakan peternakan domba terbesar di kota benteng Clever.
Daging domba dari peternakan ini nantinya di jual ke pasar Clever,
Bulu domba dari peternakan ini biasanya di jual ke pabrik kain.
Bulu domba ini nantinya dimanfaatkan pabrik kain sebagai bahan dasar pembuatan kain.
Siang hari tiba, Zeel langkah demi langkah masuk ke pabrik kain.
Kemudian ia masuk ke salah satu bangunan besar yang berada di dalam pabrik kain.
Bentuk bangunan tersebut terlihat seperti sekolah, di sepanjang lorong bangunan itu Zeel menjadi bahan perbincangan orang-orang yang berpapasan dengannya.
“Siapa pemuda itu? apa mungkin ia prajurit?”
“ia terlihat kuat,”
“tampan sekali pemuda itu,”
Terdengar dari gadis-gadis yang berpapasan dengan Zeel.
Setelah menelusuri lorong yang cukup panjang, Zeel terlihat sedang berdiri di depan pintu salah satu ruangan.
Nampak di hadapan Zeel sebuah ruangan dengan pintu terbuka, meja dan kursi tertata rapi di dalam ruangan itu.
Di dalam ruangan tersebut terlihat sosok seorang gadis yang sedang duduk di kursi yang berada di dekat jendela.
Dengan memasang wajah cemberut pandangan gadis tersebut tertuju keluar jendela.
Tok, tok, tok ....
Zeel mengetuk pintu ruangan.
“Clare … maaf aku terlambat,” lalu Zeel menggaruk kepala dengan tangannya.
Gadis tersebut menoleh kearah Zeel, seketika
ekspresinya berubah dari yang tadinya cemberut menjadi berbinar-binar.
Namun dengan seketika ekspresi gadis tersebut kembali cemberut.
Gadis tersebut berjalan mendekati Zeel, kemudian ia menggengam tangan Zeel.
“Yaudah … ayo kita berangkat,” kata gadis tersebut dengan ekspresi cemberutnya.
Clare merupakan kekasih Zeel sekaligus teman masa kecil Zeel, ia sosok gadis yang ceria dan ekspresif, apapun perasaanya terlihat jelas pada ekspresi wajahnya.
Namun sosok ceria itu hanya ia tunjukkan pada orang yang dekat baginya, termasuk Zeel.
Clare secara fisik agak berbeda dengan penduduk Clever kebanyakan, rambut dan matanya berwarna hitam.
Masa lalu yang kelam, membuat Clare di kucilkan
seluruh penduduk kota, hanya Zeel yang selalu berada di sisinya.
Berkat bakatnya dalam dunia kerajinan kain
Clare dapat bersekolah di pabrik kain.
Karena bakat dan masa lalu yang kelam, banyak orang yang iri hati dan benci kepada Clare.
Sembari bergenggaman tangan Zeel dan Clare berjalan sepanjang lorong kelas.
Terpancar aura iri hati dan benci pada gadis-gadis yang berpapasan dengan mereka sepanjang jalan.
“Bukankah itu pemuda tampan tadi? kenapa ia bersama Clare?”
“monster itu pasti mengancamnya,”
Terdengar bisik-bisik sepanjang jalan.
Clare yang mendengar ucapan tersebut, berubah ekspresi dari yang tadinya cemberut, menjadi seperti anjing yang menjaga tuannya.
Sorot matanya yang tajam seolah-olah berkata siap menggigit kapan saja.
Ekspresi anjing yang menjaga tuannya hilang ketika mereka berdua sampai di wilayah penduduk.
Tiba-tiba Clare memeluk Zeel dengan
erat, Zeel nampak kaget.
“Aku kangen …” ucap Clare pelan.
Zeel tersenyum, “aku juga.”
Dua menit berlalu semenjak mereka berpelukan, Clare nampak tidak ingin melepaskan pelukannya pada Zeel.
“Clare bisa lepaskan aku … napasku mulai sesak,” Zeel nampak tersengal-sengal.
“Maafkan aku … maafkan aku …” kemudian Clare melepaskan pelukannya.
“Ada tempat yang ingin kamu kunjungi?” tanya Zeel.
“Ada,” balas singkat Clare.
‘Pasar Clever’ tertulis pada sebuah portal, toko-toko berjejer sepanjang pasar, terlihat berbagai macam dagangan.
Mulai dari kebutuhan pokok hingga berbagai macam kerajinan, suasana pasar nampak ramai,
banyak orang lalu lalang.
Pasar Clever merupakan pusat perdagangan di kota benteng Clever, berbagai aktivitas perdagangan berlangsung di sini.
Umumnya produk yang di jual merupakan produk lokal penduduk kota benteng Clever, namun ada juga yang berasal dari luar.
Aktivitas jual beli di pasar Clever menggunakan koin mora sebagai alat tukar.
Koin mora merupakan alat tukar yang telah di sepakati dan di gunakan oleh anggota perserikatan sebagai alat tukar.
Termasuk kota benteng Clever sebagai salah satu anggota perserikatan, koin mora berbahan dasar logam mulia.
Penamaan koin mora berdasarkan salah satu nama dewa dalam perang besar.
Bangunan pedagang tempat para pedagang berjualan bukan milik pribadi, melainkan milik kuil Greenstone.
Para pedagang harus membayar biaya sewa, jika ingin berjualan di pasar Clever.
“Clare genggam tanganku,” ucap Zeel dengan wajah sedikit memerah.
Clare nampak kaget mendengar ucapan Zeel, dalam hubungan mereka, tidak biasanya Zeel berinisiatif duluan.
Biasanya Clare yang memulai lebih dahulu.
“Ternyata agresif juga kamu ya,” goda Clare sambil menyikut pelan Zeel.
“Aku tidak mau kita terpisah di keramaian, nanti kan bisa repot,” balas Zeel.
“Baiklah,” balas singkat Clare disertai senyuman
kecil.
Setelah masuk ke pasar, Zeel dan Clare mampir ke salah satu toko bunga, aroma harum bunga tercium dari toko tersebut.
Terlihat banyak berbagai jenis bunga beserta potnya dengan warna yang beragam.
Tersedia juga berbagai jenis benih-benih bunga siap di tanam.
Sosok sang pemilik toko bunga tersebut terlihat cukup misterius, jubah hitam menutupi seluruh tubuhnya, hanya mulut yang nampak.
..."Aku kangen."...
...-Clare-...
“Permisi ... selamat siang,” ucap Clare.
“Siang … ah ternyata Clare, apa kabarmu?” tanya pemilik toko.
“Baik … bagaimana denganmu?” tanya balik Clare sambil tersenyum kecil.
Clare nampak berbincang akrab dengan pemilik toko bunga.
Melihat hal tersebut membuat Zeel merasa senang.
Dengan masa lalunya yang kelam, ternyata masih ada orang selain dirinya yang menerima Clare.
Tak ingin menjadi penggangu, Zeel memutuskan untuk pergi meninggalkan toko sementara.
“Aku ingin membeli roti … Clare mau rasa apa?” tanya Zeel.
“Apa saja boleh kok,” balas Clare dengan senyuman.
“Baiklah … aku akan segera kembali,” kata Zeel.
Clare berkata, “hati-hati ….”
Sementara Zeel pergi membeli roti, Clare dan pemilik toko bunga asik ngobrol.
“Siapa pria itu?” tanya pemilik toko bunga.
“Kekasihku,” balas singkat Clare dengan ekspresi malu.
Di tengah obrolan Clare dan pemilik toko bunga, Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki.
Suara tersebut terdengar dari arah pintu masuk toko bunga.
Terlihat sosok tiga orang pria masuk ke dalam toko, postur ketiga pria tersebut cukup tinggi.
Badan mereka mereka kekar, masing-masing dari mereka membawa pisau besi.
Salah satu dari tiga pria misterius tersebut berdiri membelakangi pintu masuk toko bunga dari sisi dalam toko bunga.
“Ada yang bisa saya bantu?” tanya pemilik toko bunga.
Tak satupun dari tiga orang pria tersebut menjawab.
Seolah-olah mereka tidak mendengar ucapan pemilik toko.
Mata ketiga pria itu tertuju pada dagangan di dalam toko.
Tanpa alasan yang jelas, tiga pria tersebut
dengan sengaja menjatuhkan pot-pot bunga kemudian menginjaknya.
Mereka menghamburkan semua benih-benih bunga yang ada di toko, toko bunga yang tadinya rapi sekarang menjadi berantakan.
“Gadis ini boleh juga bos,” ucap salah satu pria misterius sambil menatap Clare.
“Harga gadis ini di pasar budak pasti cukup tinggi … cepat tangkap dia!” ucap pria misterius lainnya.
Clare bingung harus berbuat apa, tanpa kemampuan bela diri mustahil ia melindungi dirinya.
Tak ada jalan untuk melarikan diri, satu-satunya pintu untuk melarikan diri di jaga oleh salah satu
dari ketiga pria misteruis tersebut.
“Sepertinya kalian bukan tamu baik-baik,” ucap pemilik toko bunga dengan nada rendah.
Kemudian sang pemilik toko bunga menyembunyikan tangan kanannya dibalik tubuhnya.
Ia membuka telapak tangan kanannya, tiba-tiba muncul tetes-tetes air melayang di telapak tangan kanannya.
Kemudian secara cepat air-air tersebut
seketika memadat menjadi es, terlihat tipis namun juga terlihat tajam.
Bentuknya terlihat seperti tombak kecil, namun tajam di kedua sisi.
Tok, tok, tok ....
Tiba-terdengar dari arah pintu suara ketukan.
“Maaf … toko ini sedang tutup,” ucap pria misterius yang sedang menjaga dari balik pintu.
Tok, tok, tok, tok, tok, tok ....
Tempo ketukan pintu yang awalnya pelan perlahan menjadi cepat, suara ketikan perlahan bertambah nyaring.
Hal ini memicu kemarahan pria misterius yang menjaga pintu.
Pria misterius penjaga pintu berkata “Sudah
aku bilang toko ini sedang tutup!”
Clare nampak kaget mendengar bentakan pria
misterius tersebut, dari arah pintu tiba-tiba terdengar suara nyaring.
Pintu yang awalnya tertutup dan nampak kokoh itu roboh dengan keadaan menindih pria misterius penjaga pintu.
Pancaran cahaya silau mucul dari arah pintu, terlihat sosok pria masuk secara perlahan ke dalam toko bunga, pria tersebut adalah Zeel.
“Sialan kau!” ucap salah satu pria misterius.
Tanpa basa-basi Zeel menghajar para pria misterius tersebut, dengan tangan kosong melawan dua orang bersenjata pisau.
Dengan latar belakang militer Clever bukan sesuatu yang sulit bagi Zeel.
“Clare kamu ga papa?” tanya Zeel cemas.
Clare berlari ke arah Zeel kemudian memeluk
tubuh Zeel.
Dengan tangis kecilnya Clare berkata, “Aku
gapapa”.
Clare menangis kecil di pelukan Zeel, tangan Clare bergetar.
Zeel mengelus kepala Clare perlahan, berusaha menenangkan Clare.
“Sudah tidak apa-apa,” ucap Zeel halus.
Setelah peristiwa itu, Zeel dan Clare pulang bersama menuju wilayah pemukiman.
Jaraknya tak begitu jauh dari pasar Clever, kurang lebih satu kilometer.
Suasana jalan cukup sepi, tak banyak penduduk yang lalu lalang.
Sisi kiri kanan jalan di penuhi hutan yang di barasi dengan pagar kayu sederhana.
Matahari sore bersinar, Zeel dan Clare tiba di pemukiman.
Suasana pemukiman sangat tenang, angin berhembus dengan sejuk.
“Perlu aku antar sampai rumah?” tanya Zeel.
Clare berkata “Aku udah gapapa kok.”
“Hati-hati ya di jalan,” ucap Zeel.
“Kamu juga,” balas Clare singkat.
Clare tersenyum kecil sembari melambaikan
tangannya pada Zeel, kemudian Zeel membalas dengan hal yang serupa.
Di bawah sinar matahari sore itu Zeel dan Clare pulang menuju rumah mereka masing-masing.
Malam hari tiba, Zeel sudah tiba di halaman
rumah.
Tempat tinggal keluarga Zeel agak lebih jauh dari pemukiman penduduk lainnya.
Rumah keluarga Zeel di kelilingi hutan, tak banyak rumah penduduk lain di dekatnya.
Tok, tok, tok ....
Nampak Zeel sedang mengetuk pintu
“Ibu,” ucap Zeel.
“Siapa?” terdengar suara dari dalam rumah.
Zeel berkata “Ini anakmu Zeel.”
Pintu rumah secara perlahan terbuka, perlahan cahaya dari dalam rumah mulai memancar melalui pintu.
Nampak sosok wanita membuka pintu tersebut.
Nama wanita tersebut adalah Hannah, ia merupakan sosok ibu kandung Zeel, secara fisik Hannah memiliki kemiripan dengan Zeel.
“Zeel!” ucap ibu Zeel tersebut dengan nada tinggi.
Ibu Zeel kemudian memeluk Zeel erat.
“Ayo Zeel masuk … ibu sudah memasak makanan favoritmu,” ucap ibu Zeel.
Zeel masuk ke dalam rumah menuju meja makan, terlihat seorang pria dewasa sedang duduk di meja makan.
Pria itu berbadan kekar dengan rambut belah tengah.
Sosok itu adalah Garmond Greenlight sang Defender sekaligus ayah kandung Zeel.
Sama seperti anaknya, Garmond juga sedang libur.
“Selamat datang Zeel, bagaimana dengan latihanmu?” ucap ayah Zeel.
Sembari ingin duduk Zeel menjawab, “berjalan lancar ayah.”
“Syukurlah,” balas singkat ayah Zeel.
Zeel bertanya, “ bagaimana pekerjaan ayah?”
“Tenang saja, selama ada greenstone dan shield defender, kota kita akan baik-baik saja,” jawab santai ayah Zeel.
Shield defender merupakan alat kuno yang
mampu melindungi seluruh wilayah kota benteng clever dari serangan luar.
Hanya pengguna batu greenstone yang dapat mengaktifkan kekuatan alat kuno tersebut.
Shield defender berada tepat di tengah markas defender, tempat ayah Zeel berjaga.
Setelah menutup pintu rumah, ibu Zeel
bergabung ke meja makan.
Ibu Zeel nampak antusias dengan kepulangan Zeel dan suaminya.
Ia sudah menyiapkan hidangan sup kaldu domba untuk Zeel, sup ini merupakan makanan khas kota benteng Clever.
Berbahan dasar daging domba, kentang dan wortel, bahan di potong-potong kemudian di rebus dalam satu wadah.
..."Waktu bersama keluarga adalah sesuatu yang berharga."...
...-Hannah-...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!