"Zahra... Zahra"
Seorang guru matematika mencoba membangunkan Zahra yang selalu tertidur di dalam kelasnya.
Zahra mendongak dengan mata yang masih mengantuk.
"Kenapa ibu, bukankah sekolah adalah rumah kita yang ke-2, saya lelah melihat semua angka yang terjejer di papan tulis itu" rengeknya lalu kembali tertidur.
"Bukan seharusnya kamu berbicara seperti ini, sekarang kamu keluar dan pergi semau kamu, ibu sudah lelah menghadapi sikap kamu yang pemalas ini" dengan nada jujur dan tegasnya sambil menunjuk ke arah pintu keluar.
Zahra membawa tasnya dan pergi ke kantin, namun ia di cegat oleh guru Agama nya.
"Mau kemana kamu, ikut bapak sekarang"
dengan nada kesal, guru agama itu lalu menariknya menuju ke lapangan basket.
Zahra berdiri menghadap matahari yang panas. Sekitar 30 menit dia di hukum. Dia selalu di hukum dan tidak keberatan dengan hal itu jadi waktu 30 menit baginya itu belum apa-apa.
"Sekarang minumlah" ucap sang guru agama dan memberikan satu botol air kepadanya.
"Sebaiknya aku pura-pura pingsan saja, aku ke UKS terus kabur" gumam Zahra dalam hatinya.
Zahra memegangi kepalanya dan kemudian berpura-pura pingsan di hadapan guru agama itu.
"Bapak tau akting kamu Zahra, sebaiknya kamu bangun, sebelum kamu benar-benar pingsan nanti" ucap guru agama tersebut karena tau Zahra hanya berakting.
Zahra tidak berkutik mendengar ucapan guru agama itu dan masih berakting di hadapannya walaupun masih ada perasaan kesal menghampirinya.
"Pake nggak percaya segala." batin Zahra yang masih diam di atas tanah berpaving itu.
Hanan yang sudah tak tahan karena aktingnya yang terlalu lama akhirnya menyiram seperempat air botol yang dipegangnya ke wajah Zahra, lalu meninggalkan nya.
"Sial, gue di tinggal lagi, dasar guru sialan, muka gue jadi basah begini kan. Kenapa si aku pikir guru SMK beda sama guru SMP ternyata sama aja.. huh nyebelin" umpatnya kemudian berdiri dari duduknya.
"E-eh.. kok kepala gue jadi pusing banget"Zahra bergumam dalam hati sambil memegangi kepalanya yang sakit, tiba-tiba Zahra benar-benar pingsan. Semua anak basket yang melihatnya langsung berjalan ke arahnya.
"Dek.. bangun " ucap salah satu Kaka kelasnya dengan panik.
"Dek.." ucap kakak kelas yang lain sambil menepuk pipi Zahra.
Semua anak berkerumun untuk melihat Zahra yang pingsan, mereka malah diam tidak membawanya ke UKS. Pak Hanan yang melihatnya langsung berjalan ke arah kerumunan. Dan dia kaget bahwa Zahra benar-benar pingsan di tempat.
"Lagi-lagi anak ini" gumam guru yang tak lain adalah Hanan.
"Kenapa kalian malah diam tidak membawanya ke UKS, biar saya yang bawa ke UKS, kalian lanjutkan tugas kalian, dan untuk petugas PMR tolong ikuti saya" ucap Hanan sambil membopong tubuh Zahra.
Keadaan Zahra benar-benar pucat, namun pak Hanan tidak bisa berlama-lama di sana dan menyuruh 2 anak anggota PMR untuk menjaga nya.
Beberapa saat Zahra terbagun, dia memegangi kepalanya yang masih sakit.
"Nih makan dulu, setelah itu minum obat" Hanan menyodorkan sebungkus makanan dan juga minuman serta obat yang harus diminum Zahra.
"Apa peduli bapak, kenapa bapak peduli dengan saya? saya adalah murid termalas, jangan mencoba mengubah saya" ucap Zahra dengan kesalnya.
Zahra paling tidak suka dengan sikap guru agamanya yang seperti sedang mengincarnya. Walaupun benar atau tidak, tetapi dia mencurigainya.
"Makan dulu, baru saya jelaskan, nanti siang pelajaran saya, jika kamu tidak datang, kamu saya hukum untuk membaca 10 jus di dalam Al-Qur'an" ancam Hanan .
Zahra memutar bola matanya malas, lalu mengangguki perkataan gurunya itu. Dan dia pun membuka bungkus nasi tersebut dan segera memakannya.
"Saya sudah melakukan perkataan bapak untuk makan, jadi saya harus pergi" ucapnya padahal baru makan satu sendok.
"Kamu belum meminum obatmu, sekarang minum dulu" cegah Hanan sambil membuka obat yang di pegangnya dan memberikannya kepada Zahra.
Zahra menerimanya lalu meneguknya dengan kasar hingga ia tersedak.
"uhukk .uhukk...uhukk" Zahra memegang tenggorokannya yang terasa sakit
"Inilah akibat orang yang selalu mengekang dan tidak suka di nasihati, baca bismillah dulu kalau berbuat sesuatu agar semuanya berkah" Hanan memberikan minuman kepada Zahra, dan Zahra langsung meneguknya.
"Jangan sok alim deh pak, saya tau bapak guru agama, tetapi apakah pantas jika bapak terus mendekati saya" ucap Zahra ketus setelah meneguk minuman darinya.
"Saya hanya membantumu menuju ke jalan yang benar dan saya akan merasa gagal menjadi guru jika ada murid yang bersikap seperti ini" ucap Hanan tegas.
"Kenapa bapak sangat peduli dengan saya? Saya bisa berjalan ke arah yang saya mau, bapak tidak ada hak mengatur saya. Jika bapak merasa gagal, lebih baik bapak berhenti saja jadi guru, gampang kan" jawab Zahra dengan nada kesalnya.
"Terserah kamu Zahra, tetapi jika kamu terus bersikap seperti ini, saya akan berusaha keras untuk membantu kamu agar menjadi lebih baik, dan Ingat dengan izin Allah SWT saya rela melakukan apapun"
Hanan pasrah dan berdiri lalu langsung keluar dan menutup pintu UKS. Hanan beristighfar saat keluar dari ruangan UKS. Zahra yang masih diam di tempat menopang dagunya sambil menatap ke arah perginya guru agamanya itu.
"Kenapa pak Hanan selalu mengikuti ku dan ingin sekali menuntunku ke jalan yang benar, apakah mungkin dia menyukaiku"
Zahra tak sadar bahwa di tersenyum sekilas saat bergumam, lalu memukul kepalanya dengan pelan saat sudah sadar dia tersenyum.
"Ah tidak mungkin, aku bukan perempuan yang terlalu bodoh, dan aku juga pasti bukan tipe dari guru agama itu. Lalu kenapa aku peduli, yang aku incar sekarang adalah ka Leon. Sudahlah lebih baik aku ke kelas sekarang daripada nanti aku di hukum "
Zahra berbicara kepada dirinya sendiri di dalam hatinya. Dia beranjak dari ranjangnya dan menuju ke ruang kelasnya.
"Ra, Lo nggapapa, tadi katanya Lo pingsan" ucap Alvero, salah satu teman Zahra.
"Lo ngga pura-pura kan Ra" ucap Fany salah satu teman Zahra yang menghadangnya saat di kelas.
"Ngga lah, tapi ngga tau deh kenapa tiba-tiba gue bisa pingsan, udah ah gue mau duduk" keluhnya dan mengibas-ibaskan tangannya agar teman-temannya menyingkir dari hadapannya.
"Tumben Ra, gue penasaran sama Lo, kenapa Lo ngga pernah menghindar dari pelajaran agama" tanya Fany bingung karena Zahra tidak pernah satu kali pun menghindari pelajaran agama sambil perlahan mundur memberinya jalan.
"Hhmm gitu deh, pak Hanan selalu mengancam untuk membaca 10 jus di dalam satu Al-Qur'an dalam waktu satu hari, dari pada gue baca, ya lebih baik gue ikut" jawab Zahra mengeluh sambil duduk di tempatnya.
"Kenapa Lo ngga suka baca Qur'an Ra, Al-Qur'an itu wajib untuk kita baca loh Ra" ucap Alvero, teman Zahra satu-satunya yang cowo.
"Jangan sok suci loh, belum tentu yang sudah baca Al-Qur'an itu suci, dan lebih baik gue jujur apa adanya dari pada mendekati Allah SWT karena ada maunya doang, itu juga ngga bener kan" bijak Zahra.
"Namanya sholat itu udah kewajiban Ra, Lo harus menambahkan itu dalam jadwal waktu-waktu Lo, Lo ini mau jadi orang sesat ya" Alvero terus terang dan duduk di meja Zahra.
"Ngga kok, semalas-malasnya gue, gue ngga pernah ninggalin sholat dan inget di setiap absen gue di pengabsenannya pak Hanan itu selalu full, jadi jangan meremehkan gue" ancam Zahra sambil mengangkat tangannya siap meninju.
"Apa aja yang Lo lakuin sama pak Hanan di UKS?" tanya Fany penasaran.
"Dia hanya membawakan makanan dan juga obat, karena ini juga kesalahannya sudah membuatku pingsan seperti tadi. Udah ah.. jangan di bahas gue males tau, udah kalian pergi dari hadapan gue, sumpeg" keluh Zahra sambil mendorong kedua temannya.
Zahra menaruh tasnya kasar di mejanya dan menaruh kepalanya di atasnya. Hatinya menjadi merasa gundah dengan percakapan nya barusan. Dia pun juga tidak tau hal apa yang membuatnya gundah, tetapi yang pasti ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.
//**//
Hai selamat datang di novelku yang kedua, gimana? seru? belum ya?
Tinggalkan jejak kalian.. aku menunggu mu..
Salamku
Dewi M
Tak lama kemudian, Hanan pun datang. Semua siswa dan siswi nya memberi salam dengan sopan. Setiap pelajaran agama, pasti selalu membaca Asmaul Husna bersama dan setelahnya Hanan memulai pengasenan dan pembelajaran. Zahra yang tidak terlalu memperhatikan dan melamun tidak tersadar bahwa namanya telah di panggil.
"Zahra.." panggil Fany sambil melirik ke arah meja guru.
"Hadir pak 5" ucapnya dengan nada yang malasnya.
"Zahra, hari ini kamu piket, silahkan ambil buku di perpustakaan" ucap Hanan sambil membuka buku paket yang dibawanya.
"Iya pak" jawabnya dan langsung berdiri meninggalkan kelas.
Zahra keluar dengan malasnya. Langkahnya pelan hingga di tarik oleh Fany yang setia menemaninya mengambil buku di perpustakaan yang cukup lumayan jauh.
"Jalan yang cepet dong, ntar dimarahin sama pak Hanan" ucap Fany sambil menggandeng lengannya.
Zahra mencoba melepaskan tangan Fany. "Ishh.. apaan si, kaga usah narik-narik kan bisa, sakit tau tangan gue" keluhnya.
"Ya maap, lagian kenapa si, setiap berangkat sekolah selalu aja males, mending kaga usah sekolah kan gampang" Fany melepaskan tangannya.
"Gampang, gampang pala Lo pe*ng, Lo si iya ngomongnya gampang, gue yang ngejalaninnya susah" keluh Zahra lagi.
"Dih lah terus kenapa, kepala Lo masih pusing?" tanya Fany dengan ketus.
"Nggak Fan, udah mendingan kok" jawabnya lembut karena malas terus ditanyai seperti seorang selebriti yang sedang diwawancarai oleh wartawan.
"Dih ngapain kalau jadwal gue piket selalu dia inget, gue murid apaan si, padahal guru yang lainnya juga kagak.. Aaarrrrggghhh.. nyebelin banget si" gumam Zahra dalam hatinya sambil berjalan mendahului Fany.
"Eh malah di tinggal, dasar anak aneh." gerutu Fany sambil berjalan menyusulnya.
Setelah mereka mengambil buku paket, mereka langsung kembali ke kelas. Zahra meletakkan buku paketnya di meja dekat pintu lalu mengambil satu untuknya sendiri dan langsung duduk di tempatnya. Hanan yang melihatnya hanya menggelengkan kepalanya.
"Fany berhenti, biar Zahra yang membagikannya, saya menyuruh Zahra bukan kamu" perintah Hanan kepada Fany yang sedang membagikan buku paket tersebut.
Fany pun berhenti dan duduk di bangkunya, sedangkan Zahra memutar bola matanya malas, menghentakkan kakinya kemudian pergi untuk membagikan bukunya hingga buku yang terakhir sampai di teman-temannya dan setelahnya Zahra kembali ke tempat duduknya setelah selesai membagikan namun langkahnya terhenti karena Hanan kembali memanggilnya.
"Zahra" panggilnya singkat.
"Kenapa lagi pak, saya sudah mengambilkannya, dan sudah membagikannya sesuai dengan keinginan bapak. Sekarang apa lagi pak, apakah saya perlu berdiri lagi di lapangan hingga pingsan" ucapnya dengan menahan rasa kesal yang terpendam dalam hatinya.
"Sebenarnya kamu ikhlas atau tidak. Ini semua sudah menjadi kewajiban kamu sebagai petugas piket, saya hanya menginginkan tugas kamu saja" ucap Hanan sambil mengerutkan dahinya.
"Kenapa bapak harus memerintahkan saya, masih ada banyak anak yang piket hari ini. Apakah hanya nama saya yang ada di otak bapak sekarang ini?" jawab Zahra yang sudah kesal.
Hanan berdiri lalu memandang Zahra dengan wajah marah namun belum sampai ubun-ubunnya.
"Sekarang kamu ikut saya, wudhu dan sholat dan semua anak juga ikut wudhu yang tidak ikut wudhu bisa mengerjakan buku paket halaman 152-156" ucapnya sambil menutup bukunya dengan kasar lalu bergegas menuju ke musholla yang tersedia di sekolahnya.
Zahra memandang teman-teman perempuannya. Dahinya berkerut karena merasa heran dengan teman-teman perempuannya yang masih diam di tempat.
"Kenapa kalian diam, tadi dengar kan kata pak Hanan" tegas Zahra.
"Kami semua sedang berhalangan hari ini" jawab salah satu temannya.
Zahra melongo tidak percaya, melihat sekitar 10 siswi yang tetap duduk di kursinya. Zahra kesal dan menghentakkan kakinya kasar dan langsung keluar dari kelasnya.
"Aaarrrrggghhh menyebalkan sekali, kenapa semua orang berhalangan hari ini, aahhh sial" gumamnya dengan kesal dan menghembuskan nafasnya dengan kasar.
Zahra berwudhu dan setelahnya langsung masuk ke musholla dan memakai mukena. Zahra duduk sambil membaca Al-Qur'an. Pak Hanan datang dan tersenyum saat melihat Zahra membaca Al-Qur'an.
Seorang siswa mengumandangkan komat, dan pak Hanan sebagai imam. Zahra berdiri setelah komatnya selesai. Mereka sholat dengan khidmat bersama-sama. Seperti biasa Zahra meminta doa setelah menyelesaikan sholatnya.
"Ya Allah, ampunilah dosaku Dan kedua orang tuaku, perlancarlah rezeki mereka ya Allah.. Dan ya Allah apakah engkau tau, pastinya engkau tau bahwa orang yang sekarang jadi imamku ini sangatlah menyebalkan. Kenapa engkau mempertemukan ku dengan guru sepertinya ya Allah. Mengapa dia datang untuk memaksaku ya Allah, tolong bantulah aku agar aku di jauhkan olehnya. Aku mohon ya Allah.. Amin..." ucap doa Zahra dalam hatinya.
"Ya Allah semoga murid yang sekarang menjadi makmum ku ini segera menutup auratnya dan berubah menjadi lebih baik ya Allah, tolong bantulah aku agar dia bisa lebih dekat dengan mu dan bisa masuk di surgamu ya Allah... Amin ya rabbal alamin.." ucap doa Pak Hanan dalam hatinya.
Zahra melipat mukena dan sajadah yang telah di pakainya lalu meletakkan kembali ke tempatnya. Zahra akan keluar dari musholla dan juga pak Hanan, namun mereka menghentikan langkahnya karena saat berpapasan.
"Bapak duluan" ucap Zahra mempersilahkan.
"Kamu duluan, kamu yang lebih muda" jawab Hanan sambil menunjuk pintu.
"Bapak duluan karena yang lebih tua"ucap Zahra lagi.
"Kamu duluan karena wanita selalu di utamakan" jawab Hanan lagi.
"Bapak yang berhak terlebih dahulu karena bapak imam yang selalu di depan wanita" pinta Zahra sekali lagi dengan penuh kesabaran.
"Tetaplah wanita yang didahulukan" jawab Hanan lagi yang sudah membuat Zahra kesal.
Zahra merasa sakit kepala jika harus berdebat dengan guru agama yang menurutnya menyebalkan begitu, hingga ia keluar terlebih dahulu dan langsung berlalu dari musholla.
Zahra di kelas tidak memakai sepatunya lagi, dia sengaja tidak menggunakannya.
"Zahra, pakai sepatu kamu" ucap pak Hanan kemudian saat masuk ke dalam kelasnya.
"Hem... iya pak... tapi jangan saya doang pak, lihat tuh keturunan bapak yang adam-adam juga sama ngga pakai sepatu. Harus di perintahkan juga dong, seakan akan hanya saya yang bersalah dalam hal ini" ucapnya dengan kesal sambil memakai sepatunya dan menunjuk ke arah laki-laki.
Zahra tidak sadar kalau Hanan sudah ada di depannya, lalu ia mendongakkan kepalanya setelah mengikat kedua tali sepatunya. Hanan meletakkan tangannya di meja Zahra dan menatapnya.
"Jika sedang berbicara dengan orang yang lebih tua, harus dengan sikap dan nada bicara yang sopan. Ini bukan sekolah orang tua kamu. Orang tua yang punya sekolah ini pun sikapnya tidak keterlaluan seperti kamu, jadi kamu harus jaga sikap." ancam Hanan dengan suara beratnya.
"Loh iya memang pak, mereka orang punya harus menjaga image mereka, saya orang yang tidak punya jadi bebas mau melakukan apapun, dan yah, belum tentu orang yang punya hatinya tidak sebaik orang miskin" ucap Zahra sambil menatap pak Hanan dan mendekatkan wajahnya.
Zahra langsung menghempaskan pandangannya kasar lalu memperbaiki duduknya dan mulai mengerjakan tugasnya.
Semua orang memandang arah keributan, memandang keributan yang berbeda, tidak seperti keributan layaknya seorang guru dan murid, namun seperti seorang kekasih, itulah yang dipikirkan oleh otak sebelah kiri teman-temannya. Dan otak sebelah kanannya mengatakan tidak mungkin jika mereka adalah sepasang kekasih karena sikap dan sifat nya yang saling berlawanan.
"Sudah jangan di hiraukan, kalian lanjutkan saja tugasnya dan nanti jika sudah selesai kita koreksi bersama" perintah Hanan kepada anak muridnya.
"Baik pak" jawab semua murid kecuali Zahra yang masih acuh.
"sabar ya Zahra, semua guru memang menyebalkan" gumam dalam hatinya dan kembali fokus dalam pelajarannya.
//**//
Detik-detik mulai tumbuh nih...
like,.komen, vote atau apapun aku tunggu.
terimakasih
Salamku
Dewi M
"Guru apaan dia, memang ada yang bersikap seperti itu terhadap muridnya. Dasar guru menyebalkan"gerutu Zahra saat masuk kerumahnya.
"Masuk bukannya memberi salam malah menggerutu, ada apa hmm" tanya ibunya penasaran.
"Assalamualaikum udah kan.."
"Terus kenapa kok kesal gitu"
"Udah deh mah, aku cape, aku langsung istirahat"
Zahra langsung pergi menuju kamarnya. Rumahnya sederhana dan tidak bertingkat. Zahra memang orang sederhana, namun banyak yang menyukai nya karna kecantikannya.
Zahra bergegas mandi setelah meletakkan tasnya di kamarnya. Setelah nya ia kembali ke kamarnya dan tidur dengan pulasnya.
Ia bangun 2 jam setelahnya. Ia bangun dan melewatkan makan siang. Bapak nya juga sudah pulang dari tadi.
"Zahra, ayo makan nak" ucap sang ibu.
Zahra keluar dengan muka yang cemberut dan malas.
"Zahra kamu kenapa, kok cemberut mukanya" tanya Bapak penasaran.
"Udah deh, Zahra tuh lagi pusing, Zahra males sekolah sekarang. Guru agama Zahra nyebelin"
"Ya ngga boleh gitu, guru kan membagikan ilmunya"
"Sama aja pak, Zahra bosen. Guru agama kok songong amat"
"Sudah pak, biarkan Zahra makan. Nanti dia mogok makan lagi kalau sampai marah"
Zahra tidak menghiraukan ucapan kedua orang tuanya yang menurutnya hanya membuang waktunya saja. Zahra makan dengan lahapnya. Lalu langsung masuk ke dalam kamarnya dan membuka buku untuk mengecek apakah ada tugas atau tidak.
"Syukurlah tidak ada tugas" ucapnya.
"Zahra.. guru kamu datang" teriak ibu Zahra.
Zahra yang sedang berbaring di kamarnya langsung kaget dan memakai pakaian yang sopan namun tidak berjilbab.
"Heran, siapa yang datang dah.. malam malam begini juga.."
Zahra kaget bukan kepalang karena yang datang adalah guru yang menurutnya menyebalkan yaitu pak Hanan.
"Begini pak,Bu saya ke sini mau menitipkan tugas untuk anak murid saya besok karena saya ada kepentingan, dan kebetulan saya lewat sini jadi langsung mampir ke rumah" ucap pak Hanan.
"Tidak apa pak Hanan" ucap bapak Zahra sambil menerima tumpukan tugas.
"Baik, kalau begitu saya pamit pak,Bu"
"Kok buru-buru amat pak" tanya ibu Zahra.
"Saya sedang buru-buru jadi saya tidak bisa lama-lama di sini" ucapnya sambil berdiri.
"Saya permisi, assalamualaikum"
"Wa'alaikumsalam"
Zahra tidak merespon lalu kembali ke kamarnya namun langkahnya terhenti saat bapaknya memanggilnya.
"Zahra"
"Kenapa pak" jawabnya malas.
"Ini, masa bapak yang bawa, bapak kan ngga sekolah"
Zahra menerimanya dan langsung menaruh dalam tasnya. Zahra mendapatkan ide untuk mengerjakan tugas itu terlebih dahulu agar ia bisa bebas di sekolahnya besok.
Namun tindakannya terhenti saat mendapat notifikasi chat dari nomor yang tidak dikenal.
0885*******1
Jangan mencoba untuk mengerjakannya terlebih dahulu.
^^^Zahra^^^
^^^Bapak mengintai saya atau bagaimana?? terserah saya dong kan sudah resiko kalau diberikan kepada saya.^^^
0885*******1
Kamu jangan mencoba menghindari pelajaran saya.
^^^Zahra^^^
^^^Terserah saya, kan bapak besok tidak berangkat, bebas dong 😝^^^
0885*******1
Sekarang kamu tidur, jangan sampai tugas itu ketinggalan, besok harus sudah dikumpulkan di meja saya.
Zahra tidak merespon, dia tetap melancarkan aksinya dan segera menyelesaikannya dan langsung menaruhnya di dalam tasnya agar tidak ketinggalan.
Zahra menopang dagunya dan memandang langit malam.
"Gue heran, kok pak Hanan tau rumah gue, nomor handphone gue, dari mana ya? Terus kenapa tugas harus dititipin ke gue, masih banyak guru di sekolah, dan kebanyakan guru kan ngasihnya ke guru yang lain, lah ini dititipin sama muridnya maksudnya apaan coba. Atau jangan-jangan para guru sudah merencanakan ini semua. Aaarrrrggghhh.. b*do amat lah kesel banget si. Okeh gue nyimpen nomornya kagak ya.. emmm... simpen aja deh" gumamnya sambil mengotak atik ponselnya.
"Namanya apa ya" ucapnya lirih.
Zahra mengetikkan sebuah nama yang menurutnya sangat pas dengan sifatnya. Apalagi kalau bukan guru menyebalkan, yah... itulah namanya.
*****
Pak Hanan menjalankan mobilnya dari rumahnya. Dia mendapatkan nomor handphone Zahra dan alamatnya dari sebuah berkas biodata para siswa siswi yang ada di lemarinya di sekolahnya tadi siang.
Kebetulan besok Pak Hanan harus membantu saudaranya di Bandung, sehingga ia bisa menitipkan tugas kepada Zahra.
Tak ada alasan untuk tidak menghindari nya, namun tatapan yang berbeda bisa di lihat dari matanya.
Tak lama dia sampai di rumah Zahra. Dia kaget rumahnya sangat sederhana dari yang ia kira. Ia segera bergegas turun dari mobilnya dan tidak lupa membawa beberapa lembar kertas.
"Assalamualaikum" ucapnya
Ibu Zahra membuka pintunya dengan menjawab salam.
"Ada apa ya pak" tanyanya kemudian.
"Saya guru agama Zahra, apa benar ini rumah Zahra" tanyanya dengan sopan.
"Oh mari pak masuk" ucapnya.
Pak Hanan mengangguk dan mengikuti ibu Zahra.
"Silahkan pak duduk, maaf ya rumahnya berantakan dan tidak seperti rumah lainnya"
"Tidak apa Bu, yang terpenting rumah itu dapat memberikan kenyamanan dan kesejahteraan"
"Zahra.. guru kamu datang" teriak ibu Zahra.
Bapak yang sedang menonton tv sambil meminum kopi langsung menuju ke sumber suara dan membawa kopinya. Ibu Zahra juga mengambilkan kopi untuk pak Hanan.
Tak lama Zahra keluar dengan pakaian sopan dan hanya mematung di depan kamarnya dengan ekspresi kaget yang sangat jelas terpampang di wajahnya.
"Begini pak,Bu saya ke sini mau menitipkan tugas untuk anak murid saya besok karena saya ada kepentingan, dan kebetulan saya lewat sini jadi langsung mampir ke rumah" ucap pak Hanan.
"Tidak apa pak Hanan" ucap bapak Zahra sambil menerima tumpukan tugas.
"Baik, kalau begitu saya pamit pak,Bu"
"Kok buru-buru amat pak" tanya ibu Zahra.
"Saya sedang buru-buru jadi saya tidak bisa lama-lama di sini" ucapnya sambil berdiri.
"Saya permisi, assalamualaikum"
"Wa'alaikumsalam"
Pak Hanan keluar dan langsung melajukan mobilnya. Dia berhenti di pinggir jalan dan mulai mengetikkan sebuah pesan untuk Zahra.
^^^Pak Hanan^^^
^^^Jangan mencoba untuk mengerjakannya terlebih dahulu.^^^
Zahra
Bapak mengintai saya atau bagaimana?? terserah saya dong kan sudah resiko kalau diberikan kepada saya.
^^^Pak Hanan^^^
^^^Kamu jangan mencoba menghindari pelajaran saya.^^^
Zahra
Terserah saya, kan bapak besok tidak berangkat, bebas dong 😝
^^^Pak Hanan^^^
^^^Sekarang kamu tidur, jangan sampai tugas itu ketinggalan, besok harus sudah dikumpulkan di meja saya.^^^
Sekian lama dia menunggu namun hanya read yang di dapatkannya. Dia kembali melajukan mobilnya yang terparkir sembarangan cukup lama, dan kembali ke rumahnya.
Segulir senyum juga terukir dalam wajahnya. Mengingat chat nya dengan Zahra.
"Astaghfirullah, aku ngga boleh seperti itu pada anak muridku sendiri, aku harus membuang jauh-jauh rasa itu, aku hanya membantunya agar ke jalan yang lebih benar lagi" ucapnya.
Dia mempercepat laju mobilnya dan meninggalkan desa yang sedikit sepi.
//**//
..."*Raut muka memang tidak bisa di tebak, namun pancaran mata bisa di tebak karena mata tidak bisa menyembunyikan rasa di dalam hati seseorang."...
...~quote*~...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!