Liliana seorang gadis cantik yang terlahir dalam keluarga kaya raya, pada zaman ini semua orang yang terlahir dari keluarga kaya harus memiliki akar sihir agar kelahirannya diakui oleh keluarga. Namun Liliana memiliki nasib yang sangat malang ia tak memiliki akar sihir sejak ia lahir sehingga anggota keluarga terutama orang tuanya sangat membenci gadis itu.
"Dasar gadis tidak berguna, bagaimana bisa kau lahir dari keluarga terpandang namun tak memiliki akar sihir." ucap ayah dari Liliana yang memandang jijik ke arah putrinya sendiri.
"Kau adalah aib keluarga ini, akan lebih baik lagi jika aku tak melahirkanmu." timpal ibu dari Liliana yang membuat gadis itu semakin terpuruk.
"Cih kau hanyalah sampah keluarga." ucap kakak laki laki Liliana yang juga tak menyukainya.
Dalam kehidupannya kali ini tak ada orang yang mencintainya sama sekali, saat Liliana keluar dari rumah sekedar untuk membeli sesuatu saja banyak orang yang menatapnya dengan hina.
Apa salahnya jika terlahir dalam keluarga terpandang dan kaya raya, apakah ia juga bersalah karna terlahir tanpa akar sihir di dalam tubuhnya. Masih banyak hal yang sangat unggul dari gadis itu namun tak ada yang mau melihatnya.
Bagi mereka semua Liliana adalah gadis pembawa sial yang tak boleh di dekati, dengan nasibnya yang begitu tak beruntung Liliana tak pernah mengeluh dan terus berusaha hingga gadis itu menguasai banyak ilmu pedang ia yakin dengan itu ia bisa membuat bangga keluarganya.
Saat malam hari Liliana ikut makan malam bersama ayah, ibu, dan juga kakak laki lakinya. Liliana menunjukkan penghargaan yang baru saja ia dapatkan karna memenangkan lomba berpedang.
Bukannya bangga atas prestasi yang didapatkan oleh sang anak, ayah dari Liliana langsung merobek penghargaan itu dan membuangnya tepat di depan muka Liliana.
"Kau kira dengan kemampuanmu yang tak seberapa itu kau bisa membangakan kami?." ucap sang ayah yang langsung menampar Liliana dengan keras.
"Makanlah jangan banyak bicara." timpal ibu Liliana yang tak merasa kasihan pada sang anak.
Akhirnya Liliana hanya bisa menundukkan kepalanya dan menahan rasa sakit yang menjalar di hatinya, Liliana benar benar kesal dia marah dan ingin berteriak namun Liliana sadar jika ia melakukan hal itu maka kedua orang tuanya akan sangat marah dan bisa saja mengusirnya dari rumah.
Saat Liliana sedang menyantap makanan tiba tiba saja tubuhnya terasa sangat panas dan tubuhnya seperti mati rasa. Busa mulai keluar dari mulut Liliana gadis itu keracunan makanan yang tengah ia makan. Liliana memandang kearah kedua orang tuanya dan juga kakaknya yang sedang tersenyum senang.
"Tolong tolong aku." ucap Liliana yang meminta tolong pada mereka.
"Selamat tinggal." ucap mereka yang kemudian pergi begitu saja tanpa menghiraukan triakan kesakitan yang Liliana keluarkan.
Semuanya telah selesai hidup Liliana berakhir dengan tragis tak ada yang peduli dengannya hingga kematian gadis itu datang, Liliana mengira bahwa semuanya telah selesai dan ia hanya bisa pasrah saja.
Namun jiwa Liliana yang seharusnya sudah dilebur malah pergi kesuatu pintu berwarna putih. Disana ada seorang wanita yang sangat cantik dengan rambut putih panjang yang terurai dengan indahnya.
"Aku ada di mana?." ucap Liliana yang tak tau dimana ia berada sekarang bukankah seharusnya ia sudah mati lalu mengapa sekarang ia ada di sini.
"Putriku yang cantik, maaf ibunda tak bisa mengubah takdir dari sang pencipta semoga di kehidupanmu yang selanjutnya kau bisa bahagia." ucap wanita itu yang tersenyum manis dihadapan Liliana.
Setelah selesai mengucapkan hal itu tiba tiba jiwa Liliana melesat jauh dan masuk kedalam tubuh seorang bayi perempuan yang sangat lucu. Bayi yang sangat cantik dan juga lucu.
"Ah sayang sekali ratu melahirkan seorang putri." ucap seaeorang dengan samar dan Liliana bisa mendengarnya.
Liliana mulai mengerjap kerjapkan matanya dan mulai melihat kesekitar, saat ia berusaha untuk mengatakan sesuatu yang terdengar hanyalah tangisan seorang bayi.
"Putri anda menangis? apakah anda merasa lapar." ucap seseorang dengan baju aneh yang membuat Liliana bingung.
Apakah ia telah terlahir kembali? apakah Sang Pencipta membiarkannya hidup lagi dan membenahi semua kesalahan yang pernah terjadi di kehidupan yang sebelumnya. Liliana yang mendapatkan kesempatan kedua dari Sang Penciptapun bertekad bahwa dalam kehidupannya kali ini ia tak akan tunduk atau takut pada siapapun kecuali pada Sang Penciptanya saja.
"Oeeeee oeeeee oeee." hanya itu yang terdengar saat Liliana berusaha untuk berbicara, akhirnya gadis itu pasrah karna ia memang belum bisa bicara.
"Diamlah mengapa bayi jelek ini berisik sekali." ucap seorang pria dengan aura yang agung disekitarnya. Pria itu tak lain dan tak bukan adalah Raja Azvago ayah dari Liliana.
"Apakah ratuku melahirkan seorang bayi perempuan yang lemah ini, ah sungguh sial. Mau bagaimana lagi kau kuberi mama Amerilnya Meztano." ucap Raja Azvago yang kemudian pergi dengan raut wajah tak senang karna mendapati ratunya melahirkan seorang putri.
"Maafkan ayahmu sayang, bukannya dia membencimu namun semua putri yang lahir akan mati setelah mereka berumur dua tahun." ucap Ratu Zivanya yang menatap bayinya dengan tatapan sedih. Kali ini ia ingin putrinya hidup lama jika bisa ia ingin melihat putrinya tumbuh dewasa.
Liliana yang kini memiliki nama baru yaitu Amerilnya Meztano tersenyum senang karna pada kehidupannya saat ini ada seseorang yang mennyayanginya dengan tulus. Melihat putri kecilnya tersenyum senang membuat Ratu Zivanya juga ikut senang.
Setelah kelahirannya Putri Amerilya ditempatkan di istana putri yang terpisah dengan istana yang lainnya. Putri Amerilnya memiliki sepuluh pelayan yang selalu setia melayani ketika bayi kecil itu rewel dan menangis.
Putri Amerilnya kecil sedang melihat langit langit kamarnya yang berwarna pink, ah mengapa semua barang barang yang ia miliki berwarna pink padahal ia tak menyukainya.
"Mereka benar benar bodoh, apakah wanita harus menyukai warna pink." batin Amerilnya yang merasa kesal dengan apa yang ia lihat.
Sedangkan ditempat lain saat ini Raja Azvago sedang berkumpul dengan keluarganya yang lain yang sedang berkumpul karna memang sedang ada acara keluarga.
"Selamat atas kelahiran putri anda." ucap Pangeran Zingo yang merupakan adik pertama dari raja.
Mendapatkan ucapan selamat dari saudaranya tak membuat Raja Azvago merasa seneng karna yang ia inginkan adalah seorang putra. Saat ini Raja Azvago memiliki empat putra dan keempat empatnya memiliki akar sihir yang sangat kuat sehingga mereka akan menjadi penyihir yang sangat hebat di masa depan.
Raja Azvago memiliki keinginan yang belum tercapai hingga saat ini yaitu memiliki seorang putra yang memiliki keinginan untuk belajar berpedang dan mempelajari banyak ilmu pedang sehingga ia menjadi seorang kesatria yang hebat. Namun kehingnanya itu hanyalah tinggal kenangan saja karna anak terakhirnya adalah seorang perempuan yang bahkan tak bisa bertahan setelah ia memasuki usia dua tahun.
"Ibunda tau apa yang sedang raja khawatirkan." ucap Ibu Suri Sinya yang sangat faham dengan kecemasan yang dimiliki oleh putranya itu.
"Saya hanya tak ingin melihat kematian putri saya lagi karna itu sangat menyakitkan." ucap Raja Azvago pada Ibu Suri Sinya.
"Ayah ayah apakah aku bisa bertemu dengan adik." ucap Pangeran Azxo yang merupakan pangeran terkecil dari Kerajaan Matahari.
"Adikmu sedang berada di istana putri sebaiknya kau tak kesana." ucap Raja Azvago yang menghalangi putranya untuk menemui sang adik yang baru saja lahir itu.
Haripun berlalu dengan cepat hari ini tepat satu bulan Amerilnya terlahir di dunia antah brantah yang tak ia kenali itu. Anehnya setelah ia masuk ke istana putri tak ada seorang anggota kerajaan yang datang untuk melihatnya kecuali sang ibu. Ibunya begitu menyayangi Amerilya dan itu sudah cukup untuknya.
"Lihatlah putriku sangatlah cantik, rambut putihmu ini mungkin berbeda dengan raja namun mata tajammu sangat mirip dengannya." ucap Ratu Zivanya yang sedang menimang nimang Amerilnya.
"Seperti inikah rasanya disayang oleh seorang ibu?." hanya kata kata itu yang ada di dalam otak Amerilnya kecil. Kehidupan masa lalunya yang begitu berat membuat gadis itu tak bisa melupakannya. Hingga di kehidupan keduanya itu ia bisa mengingat semua kejadian yang ia alami.
"Jangan sedih ibu yakin putri ibu yang cantik ini pasti akan bisa bertahan." ucap Ratu Zivanya yang mencium pipi Amerilnya kecil kemudian meletakkannya kembali kedalam box bayi. Ratu Zivanya harus pergi karna ada beberapa hal yang harus ia urus.
Hai hai semua aku buat cerita baru nih jangan lupa ya buat di like like, komen supaya aku tau tanggapan kalian, gift hadiah apapun, rate bintang lima, dan share ya.
Saat Amerilya ingin memejamkan matanya tiba tiba ada yang membuka pintu kamar bayi itu dan terlihat seorang anak laki laki yang tengah mengendap endap masuk kedalam kamar. Amerilya yang hendak tidurpun mengurungkan niatnya dan mencoba untuk melihat kearah anak laki laki itu namun Amerilnya belum sanggup untuk tengkurap sehingga ia tak bisa melakukan apa apa.
"Wah lihatlah bayi kecil yang lucu ini apakah dia adikku." ucap Pangeran Azxo yang diam diam menyelinap masuk ke istana putri untuk melihat adiknya dari dekat.
Amerilnya memandang anak laki laki itu dengan kebingungan, jadi anak laki laki yang sedang ada dihadapannya itu adalah kakak laki lakinya. Apakah ia datang untuk membunuhnya atau menculiknya? apa yang anak laki laki itu ingin lakukan padanya.
Pangeran Azxo menggenggam tangan mungil milik Putri Amerilnya ia terlihat sangat gemas pada bayi mungil yang ia lihat.
"Perkenalkan namaku Pangeran Azxo kakak laki lakimu yang keempat, aku adalah kakak laki lakimu yang paling tampan." ucap Pangeran Azxo yang sedang membanga banggakan dirinya. Amerilya kecil hanya bisa tertawa dan menggerak gerakkan tangan dan kakinya.
"Aaaa adikku ini sungguh menggemaskan." ucap Pangeran Azxo yang ingin mencubit pipi adiknya namun tangannya tak sampai.
Seorang pelayan istana masuk kedalam kamar Putri Amerilnya dan ia melihat Pangeran Azxo yang sedang bermain main dengan adikya. Pelayan itu sedikit terkejut dan juga takut jika hal seperti ini sampai diketahui oleh raja maka putri dan pangeran akan dalam bahaya.
"Pangeran Azxo sebaiknya anda kembali ke istana pangeran, akan sangat berbahaya jika sampai Yang Mulia Raja mengetahui hal ini." ucap pelayan itu yang meminta Pangeran Azxo untuk kembali ke istananya.
Pangeran Azxo hanya bisa pasrah karna ia juga masih sangat kecil, dan jika karnanya adik perempuannya akan dihukum Pangeran Azxo akan merasa sangat sedih.
"Kakakmu yang tampan ini akan mengunjungimu dilain hari." ucap Pangeran Azxo yang kemudian pergi dari kamar sang putri.
Sedangkan ditempat lain saat ini Raja Azvago sedang sibuk dengan dokumen dokumen yang menggunung yang harus segera ia selesaikan, rasa penat dan jenuh sungguh membuat sang raja merasa kesal.
"Ah karna bayi perempuan itu aku tak bisa mengerjakan semua ini dengan tenang." ucap Raja Azvago yang menyalahkan Amerilnya karna ia telah mengusik fikiran sang raja.
Tok tok tok
Suara pintu ruang kerja Raja Azvago yang diketuk oleh seseorang, Raja Azvago mempersilahkan orang itu untuk masuk kedalam ternyata ia adalah perdana mentri Jito.
"Salam Yang Mulia Raja saya datang untuk menghadap." ucap Perdana Mentri Jito yang ingin melaporkan sesuatu hal.
"Ada kepentiangan apa hingga kau menemuiku." ucap Raja Azvago yang masih fokus dengan tumpukan dokumen yang ada di hadapannya.
"Banyak pihak yang meminta agar tuan putri segera diuji apakah memiliki akar sihir ataupun tidak." ucap Perdana Mentri Jito yang menyampaikan asumsi dari banyak pihak. Walau kelahiran seorang putri kerajaan bukanlah hal yang bisa dibanggakan namun bayi perempuan tak berdosa itu pantas mendapatkan haknya sebagai seorang tuan putri.
"Sampaikan pada mereka itu tak perlu karna putri akan meninggal ketika ia berusia dua tahun. Jika ia bisa bertahan lebih lama dari itu maka saya sendiri yang akan menguji kekuatannya." ucap Raja Azvago yang memang tak ingin bertemu dengan Putri Amerilnya.
Perdana Mentri Jito hanya bisa menerima keputusan dari sang raja karna apapun tuntutan dari orang orang, rajalah yang akan menentukan hasil akhirnya. Perdana Mentri Juto memohon ijin untuk pamit karna aura ruang kerja Raja Azvago benar benar suram.
Waktu berjalan dengan begitu cepat kini Putri Amerilya sudah berumur satu tahun, wajah cantik sang putri mulai terlihat lebih jelas yang lebih mengejutkan lagi di umurnya yang baru menginjak satu tahun itu ia sudah bisa berdiri dan mulai belajar untuk berjalan. Jenius dari para jenius yang ada di Kerajaan Mataharipun tak bisa melakukan itu ketika mereka masih bayi namun Putri Amerilnya menunjukkan bakatnya yang begitu luar biasa.
"Bagaimana ini bisa terjadi, tuan putri masih berumur satu tahun namun ia sudah bisa berjalan walau sesekali ia akan terjatuh." ucap salah seorang pelayan yang begitu bangga dan senang karna tuan putri mereka yang cantik itu tumbuh dengan cepat.
"Namun sayang sekali Baginda Raja tak pernah menjenguk putrinya, bukankah ia akan sangat bahagia memiliki putri yang sangat cantik." ucap pelayan yang lainnya. Seandainya sang raja mau menemui putrinya sekali lagi mungkin ia akan jatuh cinta dengan putrinya yang cantik dan manis.
"Apakah putri ingin berjalan jalan di taman." tawar seorang pelayan yang merasa bahwa sang putri mungkin saja merasa bosan karna sudah satu tahun ia ada di dalam istana dan tak keluar kemanapun.
Dengan senang hati Putri Amerilnya menerima ajakan dari pelayan itu, ia kira bahwa ia keluar hanya dengan satu pelayan namun tanpa di duga sepuluh pelayan yang selama ini menjaga dan merawatnya juga ikut.
Putri Amerilya kecil sangat senang berlarian kesana kemari, di taman yang dipenuhi bunga matahari itu sang putri sedang bermain dengan para pelayannya hingga tanpa di sadari Putri Amerilya terlalu jauh berjalan. Ia sampai kesebuah taman yang berbeda kali ini taman itu dipenuhi oleh bunga mawar, Putri Amerilya melihat kesana kemari karna tubuhnya yang mungil dan pendek ia kesulitan untuk menemukan jalan kembali ke istana putri.
Putri Amerilnya melihat seorang wanita tua yang sedang duduk di sebuah kursi panjang, wanita itu menggunakan mahkota yang sangat indah. Hanya dengan melihat mahkota yang ada di kepala sang wanita tua Putri Amerilya sudah tau bahwa itu adalah ibu suri. Tanpa ada rasa takut sama sekali Putri Amerilnya menghampiri ibu suri yang nampak sedih itu.
"Nene nene uwaa." racu Putri Amerilnya yang belum bisa mengucapkan sesuatu dengan fasih.
Ibu Suri Sinya yang sedang sedihpun merasa sedikit terkejut ketika ada suara anak kecil yang sedang memanggilnya. Ibu suri menunduk kebawah dan menemukan seorang anak perempuan dengan rambut berwarna putih dan mata yang tajam.
"Bagaimana kau bisa sampai kesini? bukankah seharusnya kau ada di istana putri lagipula umurmu baru menginjak satu tahun." ucap Ibu Suri Sinya yang langsung menggendong Putri Amerilya, jika dilihat lebih lekat lagi wajah sang putri sangat mirip dengan putranya yaitu Yang Mulia Raja Azvago hanya saja rambut sang putri berwana putih seperti mendiang suaminya.
"Ya ilya melilya." ucap Putri Amerilya yang berusaha memperkenalkan diri pada ibu suri. Melihat tingkah lucu dari Putri Amerilnya membuat kesedihan Ibu Suri Sinya menghilang.
"Semoga kau bisa terus hidup, saya sangat mengharapkan seorang cucu perempuan yang cantik sepertimu." ucap Ibu Suri Sinya yang sepertinya sangat menyukai Putri Amerilnya.
Tiba tiba saja sepuluh pelayan yang tadinya sedang bermain dengan sang putri datang, mereka merasa sangat khawatir karna tiba tiba putri kecil mereka menghilang begitu saja. Untung Putri Amerilnya tersesat di taman yang biasanya digunakan oleh ibu suri.
"Maaf Ibu Suri Sinya kami telah lalai menjaga Putri Amerilya." ucap semua pelayan yang meminta maaf atas kesalahan mereka.
"Lain kali jaga putri dengan baik, untung saja ia menghampiri saya." ucap Ibu Suri Sinya yang masih ingin memangku cucu perempuannya itu. Namun ia mendengar beberapa langkah kaki dan suara yang terdengar seperti suara Yang Mulia Raja Azvago.
Dengan sangat cemas Ibu Suri Sinya meminta para pelayan untuk membawa Putri Amerilya pergi, dengan secepat mungkin sepuluh pelayan itu membawa sang putri.
Benar saja setelah putri dan para pelayannya pergi tibalah Raja Azvago dan juga Pangeran Zingo. Pangeran Zingo adalah adik pertama dari sang raja, sepertinya ia sengaja datang kesana untuk menemui keponakannya.
"Salam pada ibunda." ucap Raja Azvago dan juga Pangeran Zingo yang sedang memberi salam pada wanita yang telah melahirkan dan merawat mereka.
"Salam." jawab Ibu Suri Sinya.
"Apa yang sedang ibu lakukan di sini sendirian, lebih baik ibu beristirahat di kamar." ucap Raja Azvago yang sangat menyayangi ibunya.
"Saya datang untuk menjenguk ibunda dan melihat keponakan saya." ucap Pangeran Zingo yang sangat ingin melihat bagaimana wajah sang putri.
"Lebih baik kau urungkan niatmu, dia tak akan lebih cantik dari putrimu sendiri." ucap Raja Azvago yang belum pernah menatap lebih dekat wajah putrinya sendiri.
"Hey hey bagaimana kau bisa mengatai putrimu sendiri." ucap Pangeran Zingo yang tau bahwa kakak laki lakinya itu hanya tak siap saat mengetahui sebuah fakta banwa putrinya akan segera tiada.
Hai hai semuanya aku buat cerita baru nih semoga kalian suka ya, jangan lupa like like like, komen buat ninggalin jejak, vote juga boleh, rate bintang lima, share ke temen temen kalian.
Saat ini Putri Amerilya sedang berbaring di atas tempat tidurnya, para pelayan telah pergi karna kabarnya satu minggu lagi adalah hari ulang tahun Ibu Suri Sinya.
"Cungguh membocankan." ucap Putri Amerilya yang tak dapat pergi kemana mana, walau ia masih berusia satu tahun namun jiwa yang ada di dalam tubuhnya itu adalah jiwa dari gadis remaja yang sangat senang dengan kebebasan.
Karna merasa bosan sang putri memutuskan untuk turun dari tempat tidur dan mulai berjalan untuk membuka pintu, saat tangan mungil Putri Amerilya berhasil membuka pintu tiba tiba saja ada seorang pria yang masuk kedalam kamarnya dan membuat Putri Amerilya kecil terjungkal kebelakang. Pria yang tak sengaja juga ikut mendorong pintupun juga merasa terkejut.
"Astaga apa yang kau lakukan keponakanku? bagaimana caramu turun dari tempat tidur yang sangat tinggi itu." ucap Pangeran Zingo yang tak habis fikir bahwa keponakan barunya itu adalah seorang bayi yang sangat aktiv.
Hal aneh lainnya bukankah Putri Amerilya masih berusia satu tahun bagaimana ia bisa berjalan dan membuka pintu dengan jari jari mungilnya itu. Mendengar sang pria memanggilnya dengan sebutan keponakan tentu saja Amerilya tau bahwa pria itu adalah salah satu adik dari ayahnya.
"Man pangelan?." ucap Putri Amerilya dengan logat bayi yang sangat lucu dan menggemaskan. Pangeran Zingo tak menyangka bahwa ia memiliki keponakan yang sangat cantik, lucu, dan juga pintar.
Bagaimana kakak laki lakinya yang bodoh itu menyebut bahwa Tuan Putri Amerilnya itu jelek padahal pada kenyataanya ia sangat cantik, ataukah sang raja belum pernah melihat wajah putrinya dari dekat.
Dengan sigap Pangeran Zingo menggendong Putri Amerilya dan membawanya keluar dari kamar.
"Baiklah putri kecil ingin pergi kemana?." tanya Pangeran Zingo yang ingin mengantar Putri Amerilya untuk berjalan jalan.
"Ukican, kuac, kanpac, catail." racu Putri Amerilya yang membuat Pangeran Zingo merasa bingung. Untuk apa keponakannya itu meminta alat alat untuk melukis bukanlah ia masih terlalu muda untuk melakukan hal itu.
"Apakah keponakanku ini ingin melukis?." ucap Pangeran Zingo yang berusaha menebak apa yang diinginkan oleh keponakan kecilnya itu. Dengan segera Putri Amerilya menganggukkan kepalanya.
"Baiklah paman akan membawakan alat lukis terbaik untukmu." ucap Pangeran Zingo yang terus mengajak Putri Amerilya untuk berbicara dan berjalan jalan di sekitar istana putri hingga para pelayan yang biasa merawat sang putri kembali.
Hari sudah mulai sore dan Putri Amerilya tertidur dalam gendongan Pangeran Zingo karna kelelahan, Pangeran Zingo menatap wajah putri kecil itu dengan rasa cemas.
"Semoga kali ini ada keajaiban. Paman tak ingin kehilangan keponakan yang sangat menyenangkan sepertimu." ucap Pangeran Zingo yang kemudian masuk kembali ke dalam kamar Putri Amerilya dan meletakkan bayi itu di atas tempat tidur.
"Trimakasih karna Pangeran Zingo bersedia menjaga tuan putri." ucap beberapa pelayan yang baru saja kembali dari istana utama.
"Keponakanku sangatlah lucu bagaimana bisa raja mengacuhkannya." ucap Pangeran Zingo yang meracu sendiri karna ia merasa sangat kesal pada kakak laki lakinya.
Dengan kesal Pangeran Zingo pergi dari istana putri dan pergi menuju istana utama untuk menemui Raja Azvago. Sang raja sedang berbincang bincang dengan beberapa pangeran dan juga perdana mentri. Suara pintu ruang utama di buka dan pandangan semua orang terarah pada Pangeran Zingo.
"Saya kira Pangeran Zingo sudah kembali ke kerajaanmu." ucap Raja Azvago yang menatap adik laki laki pertamanya dengan tatapan dingin.
"Bagaiman kau bisa menelantarkan putri cantik seperti itu ha." ucap Pangeran Zingo dengan kesal sambil menatap tajam kearah Raja Azvago penuh dengan rasa kesal.
"Siapa yang kau maksut?." ucap Raja Azvago yang tak merasa memiliki seorang putri mungkin ia lupa pada Putri Amerilya.
"Sudahlah terserah kau saja, jangan pernah menyesal jika putrimu tak pernah menganggapmu sebagai ayahnya." ucap Pangeran Zingo yang merasa sangat kesal dan ingin memukul pria yang sedang duduk di singgasana raja.
"Lagipula satu tahun lagi dia akan tiada." ucap Raja Azvago yang terlihat tak peduli apapun yang terjadi pada Putri Amerilya.
Dulu Raja Azvago selalu merasa bahagia jika ratunya melahirkan seorang anak perempuan dan selalu menemani mereka hingga ajal menjemput, namun kali ini Raja Azvago sangatlah berbeda ia tak ingin menghabiskan waktu dengan Putri Amerilya dan sang raja hanya pernah melihat wajah putrinya sekali saja. Ia merasa tak ada gunanya membangun hubungan dengan putri kecilnya itu jika nanti ia akan ditinggalkan sendirian.
"Kali ini putrimu itu akan bertahan dan jika ia tak mau berinteraksi denganmu maka jangan pernah menyalahkan orang lain selain dirimu sendiri." ucap Pangeran Zingo yang kemudian keluar datri ruangan utama dengan membanting pintu. Semua yang ada di sana tentu saja merasa terkejut.
"Apa yang terjadi pada paman Zingo?." ucap Pangeran Mixo yang tak mengerti dengan jalan fikiran pamannya namun ia juga sangat ingin melihat bagaimana wajah sang adik perempuan.
"Sudahlah pasti ia hanya marah sesaat saja." ucap Raja Azvago yang sebenarnya juga merasa heran.
Saat ini hari sudah sangat larut semua orang yang tinggal di istana Kerajaan Matahari sudah terlelap dalam tidur mereka masing masing kecuali beberapa prajurit, dan pelayan yang masih harus menjalankan tugas mereka.
Putri Amerilya terbangun dari tidurnya, bayi itu mengerjap kerjapkan matanya dan meregangkan tubuhnya yang terasa sangat kaku. Putri Amerilya turun dari tempat tidur dan mulai berjalan ke taman yang ada di istana putri, kali ini bayi itu tak akan tersesat lagi karna ia sudah sedikit hafal dengan jalan.
"Umm bocan cekali." ucap Putri Amerilya yang menendang sebuah batu kecil yang ada di hadapannya. Tanpa sengaja batu kecil itu mengenai seseorang yang sedang mengendap endap di antara bunga bunga.
Putri Amerilya melihat ke arah sumber suara di sana ada seorang pemuda yang sedang memegangi kepalanya.
"Ah siapa yang melemparkan batu padaku." ucap Pangeran Mixo sambil melihat kesana kemari hingga sebuah tawa kecil menyita perhatiannya.
Pangeran Mixo melihat ke arah Putri Amerilya dengan binar mata yang sangat cerah, ia terlihat begitu senang karna bisa melihat adik perempuannya.
"Pangelan?." ucap Putri Amerilya yang membuat Pangeran Zingo hampir saja pingsan karna tak tahan dengan kelucuan sang adik.
"Ah iya perkenalkan aku adalah Pangeran Mixo, putra pertama dari Raja Azvago dan merupakan kakak tertuamu." ucap Pangeran Mixo yang mendekat ke arah Putri Amerilya.
"Amelilya." ucap Putri Amerilya yang belum bisa menyebut namanya dengan benar.
"Ah bagaimana bisa adik perempuanku kali ini sangat lucu." ucap Pangeran Mixo yang langsung menggendong Putri Amerilya dan membawanya masuk kedalam istana putri.
Udara malam tak sehat untuk seorang bayi kecil yang lucu seperti adik perempuannya itu. Pangeran Mixo mengajak Putri Amerilya untuk pergi ke perpustakaan yang ada di istana putri.
"Hey adikku bagaimana bisa kau keluar sendirian bukankah kau masih sangat kecil untuk bisa berjalan sendiri." ucap Pangeran Mixo yang sedang mengintrogasi adiknya. Namun Putri Amerilya hanya diam dan menatap dengan lekat wajah kakak laki lakinya itu.
"Uwaaa." ucap Putri Amerilya yang tanpa sadar terpesona dengan pesona yang dimiliki oleh kakak laki lakinya itu.
"Hey adikku apakah kau tak mendengar apa yang ku katakan." ucap Pangeran Mixo yang mencibit pipi Putri Amerilya dengan gemas hingga sang putri meringis karna merasakan sedikit sakit.
"Cakit." ucap Putri Amerilnya yang memanyunkan bibirnya dengan lucu.
"Hais kau sangat imut." ucap Pangeran Mixo yang juga tak tahan dengan pesona yang dimiliki oleh adik perempuannya itu.
...Hai hai aku update lagi nih jangan lupa like, komen buat ninggalin jejak, gift hadiah apapun, rate bintang lima, share juga ya....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!