Tahun Suci 1297, Bulan Kedua.
Kota Athen, Kota Utama Wilayah Margrave Artrez, Kerajaan Vetra.
"Ugh," lirihku kesakitan saat terbaring di tempat tidur.
Setelah aku melihat dengan jelas karena mataku terbuka dengan lebar, aku melihat langit-langit yang tidak kukenal.
Dimana aku?
Hm?
Ketika aku bangkit dari posisi tidurku, aku melihat kamar berdinding putih yang berdesain klasik seperti abad pertengahan.
Tidak ada orang, kah?
Mari mengingat kembali tentang ingatanku terakhir kalinya.
Seingatku, setelah semalaman aku menyelesaikan skrip novelku yang telah memasuki tenggat waktu, aku menghadiri sebuah acara penulisan karya. Kemudian, aku pulang menggunakan mobilku dan memarkirkannya di garasi.
Setelah aku memasuki pintu, aku menaiki tangga dan ingatanku berakhir disitu.
Apakah aku terjatuh dari tangga?
I—itu benar-benar mati konyol bila aku meninggal karena terjatuh dari tangga. Kupikir, aku benar-benar kelelahan secara fisik dan mental.
Aku cukup menyesal karena hanya dapat menyelesaikan 3 volume novelku...
Yah, mari hadapi situasi saat ini.
Namun, ingatan siapa ini?
Aku mengingat pelatihan berpedang dan sihir yang belum pernah kulakukan sebelumnya. Aku ingat menjalaninya dengan guru berotot seperti tentara dan seorang wanita berjubah penyihir seperti yang sering kulihat di televisi.
Saat aku melihat tubuhku, aku menemukan diriku berada di dalam anak berusia sekitar 8 tahun, mungkin?
Hmm, aku ingin melihat bagaimana wajahku.
Namun, jika melihat meja di samping tempat tidurku, aku melihat ada lonceng berwarna emas diatasnya.
Apakah itu digunakan untuk memanggil pelayan?
Oh, apakah aku berada di dalam anak dari orang yang cukup berada?
Cih, aku membenci bocah manja.
Mari keluar dari kamar ini!
Kemudian, aku turun dari tempat tidurku dengan sedikit kesakitan dan menuju pintu. Saat aku membukanya, di samping pintu terdapat 1 pelayan berambut coklat panjang dengan wajah yang cukup imut dan 1 orang seperti ksatria yang memiliki fisik bugar beruban seperti komandan perang.
"Eh?!" ujar pelayan terkejut.
"Tu—Tuan Muda?!" ujar ksatria itu terkejut.
"Hm? Apa?" tanyaku heran.
Jika tidak salah menurut ingatan bocah ini, pelayan itu merupakan pelayan pribadi bocah ini yang bernama Scilla dan ksatria itu merupakan guru berpedangku yang bernama Etole.
"Tuan Muda!" kata Etole lalu memelukku dengan armor full platenya yang membuatku kesakitan.
"Ugh, sakit," kataku lirih.
"Ah—um, maaf," ujar Etole menyesal dengan mengeluarkan beberapa tetes air mata saat melepaskan pelukannya.
"Mengapa kamu menangis?" tanyaku heran.
"Ah, um, tidak apa-apa. Saya hanya senang Anda telah terbangun," balas Etole dengan tersenyum.
"N—namun, mengapa Anda tidak memanggil kami menggunakan lonceng, Tuan Muda?" tanya Scilla gelisah.
"Hm? Aku masih agak bingung," balasku.
Ya, mari mengikuti kebiasaan pendiam bocah ini menurut ingatan yang ada di kepalaku terlebih dahulu. Aku tidak ingin dianggap seperti orang yang berbeda dan dicurigai oleh orang lain.
"A—apakah Anda masih sakit? Mohon untuk beristirahat terlebih dahulu," ujar Scilla gelisah.
"Ah, um, maaf," balasku menyesal.
"Jika begitu, saya akan memanggil Tuan dan Nyonya terlebih dahulu. Mohon izinkan saya untuk memanggilnya," ujar Etole.
"Ah, baik," balasku.
"Terima kasih, Tuan Muda," balas Etole lalu menunduk dan pergi dengan langkah cepat.
Hm?
Jangan berlarian di lorong! Bukankah kamu sudah tua?!
Yah, terserah. Mari masuk kamar kembali.
Aku memasuki ruangan kembali dengan Scilla dan duduk di tempat tidurku lagi.
"Um, apakah Anda merasakan sesuatu yang aneh?" tanya Scilla dengan sedikit takut.
Bukankah sifat bocah ini pendiam? Baik, mari menjadi orang polos untuk saat ini.
"Ya, aku baik-baik saja meskipun aku sedikit merasakan pusing," balasku dengan tersenyum.
"J—jika begitu, saya harap Anda untuk tidur terlebih dahulu," timpal Scilla gelisah dengan tatapan memohon.
"Baik, terima kasih, Scilla," kataku dengan tersenyum lalu berbaring.
"Sudah berapa lama aku tidak sadarkan diri?" tanyaku penasaran.
"Sudah sekitar 5 hari, Tuan Muda," balas Scilla sedikit sedih.
"Um... maaf," ujarku menyesal.
"Selama Tuan Muda baik-baik saja, saya merasa senang," balas Scilla dengan tersenyum.
BRAK!
Pintu terbuka dengan keras lalu Etole bersama seorang pria muda tampan berambut pirang yang memakai seragam militer seperti jenderal perang dan wanita muda cantik berambut perak panjang dikepang yang mengenakan gaun memasuki ruangan dengan terburu-buru.
Apakah mereka ayah dan ibuku?
Jika begitu, harap pelan saat memasuki ruangan karena anakmu sedang sakit!
"Vex, apakah kau sudah bangun?!" tanya ibu gelisah saat mendekatiku.
Jika aku masih tidur, ibu tidak akan menuju kemari, tahu?
"Apakah kau baik-baik saja?!" tanya ayah gelisah di belakang ibu.
Jika aku baik-baik saja, aku tidak akan berbaring di tempat tidur, ayah!
Jangan bertanya tentang hal yang sudah jelas!
"Ah, um. Maafkan saya, ayah, ibu," ujarku menyesal dengan menunduk.
Ya, aku menyesal karena mengingat diriku yang dengan sombong menantang Etole pertandingan berpedang. Setelah itu, aku terjatuh dan kepalaku terbentur.
Kemudian, ibu memelukku dengan menitikkan air mata, lalu berkata, "Tidak apa-apa selama kamu aman."
Aku sedikit bersyukur karena memiliki keluarga yang harmonis dan orang tua yang baik di dunia ini.
Namun, ada hal yang mengangguku. Bukankah ibu memanggilku Vex?
Aku seperti mengingat sesuatu.
"Um, ayah, ibu. Saya minta maaf karena mungkin melupakan beberapa hal. Namun untuk mengoreksinya, apakah kami merupakan Keluarga Artrez?" tanyaku dengan sedikit takut saat dipeluk oleh ibuku.
Kemudian, ibuku melepaskan pelukanku, dan berkata dengan khawatir, "Itu benar, apakah kamu sedikit melupakan ingatanmu?"
"Um, tidak, Bu. Saya hanya bermaksud memeriksanya," ujarku dengan tersenyum.
"Begitu, tolong beristirahat sampai kamu merasa baik," pinta ibu dengan tatapan memohon.
"Baik, Bu," balasku.
"Jika kamu memiliki masalah, harap mengandalkan Scilla. Dan jika kamu butuh sesuatu, ayah akan berada di kantor untuk hari ini," ujar ayah khawatir.
"Jaga dirimu baik-baik, Sayangku," ujar ibu dengan memelukku lalu melepaskanku.
"Terima kasih, ayah, ibu," ujarku tersenyum.
"Ya," ujar ayah dan ibu serentak tersenyum lalu meninggalkan ruangan ditemani Etole untuk berjaga di luar.
Meskipun aku terlihat sedang tersenyum dan tenang, hatiku berguncang hebat.
Bukankah Vex von Artrez adalah salah satu karakter figuran di novelku, World Fantasy?!
Jika aku memiliki ingatan sejak aku kecil, bukankah itu berarti aku bereinkarnasi ke dunia ini?!
Namun, mengapa novelku sendiri?!
Kuh.
"Um, Scilla. Bolehkah aku meminta waktu sendiri untuk sementara? Aku ingin beristirahat karena kepalaku terasa sedikit pusing," kataku dengan tatapan memohon pada Scilla.
"Baik, Tuan Muda. Jika Anda membutuhkan saya, harap panggil dengan lonceng," ujar Scilla serius.
"Ya," balasku.
Setelah itu, Scilla menunduk lalu keluar ruangan.
Mari ambil suatu kertas atau apapun yang dapat digunakan untuk menulis.
Saat aku membuka laci di samping tempat tidurku, aku terkejut.
Me—mengapa hanya ada perkamen?!
Tidak enak!
Kuh, lain kali bila aku menjadi seorang penulis, aku akan membuat cerita dimana kertas menjadi bahan tulis yang utama!
Kemudian, aku menuliskan cerita menurut apa yang terjadi di novelku dengan bahasa yang hanya aku yang tahu.
Setelah memasuki Akademi pada umur 11 tahun di ibukota, aku akan memasuki arc pertama ceritaku yaitu kisah romansa protagonis dan belajar tentang berbagai hal. Protagonis, Pangeran Pertama Kerajaan ini, akan bertemu dengan beberapa Heroine dan menjadi dekat dengan mereka, meskipun Protagonis sudah memiliki tunangan, yaitu Putri Duke Terra.
Yah, aku menulis ini karena tidak peduli dengan kisah cinta mereka dan lebih berfokus pada pengembangan karakter pribadinya.
Oh, novelku tidak berfokus pada romansa. Ini merupakan novel yang berbasis petualangan setelah kejadian tertentu.
Ya, bila kisah ini berjalan tanpa hambatan hingga sebelum upacara kelulusan kami, akan terjadi pembunuhan terhadap Yang Mulia Raja yang menyebabkan Kerajaan Vetra memulai peperangan antar ras karena kecurigaan dan hasutan para bangsawan.
Meskipun Protagonis akan berperang dengan mereka, nantinya dia akan membuat negara netral dimana tiap ras dapat berdamai dan tentram.
Namun!
Volume ketiga dan skrip awal volume keempat yang telah kutulis hanya sampai pada pelarian Protagonis dan Heroinenya karena takut pada ancaman dan hasutan para bangsawan.
Jadi, aku tidak tahu bagaimana cerita yang akan terjadi.
Gut.
Kemudian, aku tanpa sengaja melihat bayangan diriku yang terpantul dari kaca jendela kamarku meskipun itu hanya terlihat samar. Itu terlihat seperti seorang anak tampan yang memiliki rambut pirang yang rapi dan memiliki mata berwarna merah.
Jika dilihat, aku merupakan karakter figuran yang berada di kelas yang sama dengan para pemeran dan hanya bergabung dengan percakapan untuk berbicara "Ya" dan "Baik."
Ya, aku hanya merupakan pemanis dan korban bagi tingkah laku Protagonis.
Aku, Vex von Artrez, merupakan putra tunggal sekaligus pewaris dari Margrave Artrez yang memiliki wilayah di barat Kerajaan Vetra. House of Artrez memiliki peran untuk membendung ancaman dari para monster dari Hutan Monster, suku bar-bar yang berada di barat laut kerajaan, serta Kekaisaran Dormus yang berada di barat hingga barat daya Kerajaan Vetra.
Jadi, rumah ini hanya berfokus pada militer baik itu pertempuran interpersonal maupun pertempuran dengan monster. Singkatnya, militer kami adalah yang terbaik diantara para bangsawan Kerajaan Vetra.
Kami hampir tidak memiliki pengaruh apapun di dalam politik kerajaan sehingga aku menjadi karakter "yes-man" di dalam novel.
Aku tidak memiliki saudara karena ibuku yang mandul setelah melahirkanku. Ayah juga tidak menikahi wanita lain atau selir karena sangat menyayangi ibuku. Karenanya, kedua orang tuaku sangat menyayangiku.
Yah, aku mengambil setting seperti itu karena Vex merupakan karakter yang tidak penting di dalam novelku.
"Apa yang harus aku lakukan?" ujarku bertanya-tanya saat aku selesai menulis.
"Jika aku mengikuti ini, apakah aku harus merubah alurnya?" tambahku dengan sedikit rumit.
"Terserah, mari jalankan skrip apa adanya dan sesuaikan bila itu tidak sesuai dengan apa yang kuinginkan," ujarku dengan tersenyum bahagia.
Ya, ini merupakan harapan terbesar bagi penulis untuk menjalani apa yang dituliskan olehnya.
Baik, mari jalani hidup sebagai Vex dan lakukan apapun yang kuinginkan.
...----------------...
Tahun Suci 1297, Bulan Kedua.
Aula Latihan, Barak Ksatria Margrave Artrez.
"Lambat!" teriakku mengejutkannya saat mengayunkan pedang secara vertikal dari belakang Etole.
KLANG!
B—bagaimana bisa?!
Padahal, aku menebasnya dari titik butanya!
Saat aku masih tercengang, tiba-tiba Etole berbalik ke arahku dengan mengarahkan pedang kayunya, dan berteriak, "Kamu menjadi lebih baik, Tuan Muda!"
"Ugoh," ujarku saat terpental terkena pedang kayu.
Kuh, pengalaman seorang bocah dan mantan orang biasa sangatlah berbeda jauh dengan jenderal perang yang sebenarnya.
Sejak aku merasakan keadaanku yang lebih baik, aku memaksakan diri untuk berlatih berpedang bersama Etole meskipun dia sedikit menolakku karena kondisiku yang masih kurang baik.
Aku bersikeras melakukannya karena aku hanya memiliki jangka waktu selama 3 tahun. Dalam 3 tahun ini, aku harus memiliki kekuatan yang setara dengan Jenderal Utama Margrave Artrez sehingga aku mampu mendukung cerita yang akan berlangsung.
Aku berlatih dengan Etole karena dia merupakan mantan tangan kanan kakekku, Margrave Artrez terdahulu, dalam beberapa perang yang telah berlangsung diantara Kekaisaran Dormus dan pihak kami sehingga Etole memiliki pengalaman yang berlimpah.
Kemudian, Etole mengulurkan tangannya kearahku, lalu berkata, "Nantinya bila Tuan Muda telah mendapatkan kekuatan yang cukup, saya percaya Tuan Muda dapat bersanding dengan Kakek Anda. Gahaha."
Aku menerima uluran tangannya untuk bangkit, dan membalas, "Terima kasih telah selalu menerima permintaan egoisku, Etole."
"Sebagai satu-satunya penerus Margrave, Anda memang diharapkan untuk menjadi seperti ini, Tuan Muda," timpal Etole dengan tersenyum.
Jika aku melihat diriku selama pelatihan ekstrim dari beberapa hari yang lalu, bukankah tubuh ini cukup mampu?
Bahkan, aku memulai pelatihan sejak pagi tadi dengan berlari mengelilingi barak dengan keliling sekitar 3 kilometer sebanyak 20 kali.
Lagipula tidak ada gadget di dunia ini, jadi aku menghabiskan waktuku dengan melakukan pelatihan dan pembelajaran. Namun, aku menjadi cukup bosan karenanya.
Nah, mari beristirahat untuk saat ini.
Aku sangat lelah.
Kemudian, aku menuju pinggir lapangan dengan Etole untuk duduk. Setelah aku duduk di kursi yang tersedia, Scilla mendekatiku dan berkata, "Terima kasih atas kerjasamanya, Tuan Muda," sembari memberikan handuk basah dan air kepadaku dengan tersenyum.
"Ah, terima kasih, Scilla," ujarku saat menerimanya.
Saat aku melihatnya dengan seksama, bukankah Scilla terlihat seperti gadis yang baru lulus sekolah menengah dan akan bekerja?
Umurmu sekitar 18 tahun, bukan?
Nah, mari tidak bertanya tentang umurnya.
"Jika begitu, mari cukupkan pelatihan untuk hari ini. Tulang tua saya juga sudah cukup lelah untuk menghadapi semangat muda. Gahaha," ujar Etole riang dengan tertawa seperti kakek-kakek.
"Ah, terima kasih, Etole. Mari lanjutkan besok," balasku setelah meminum air.
"Baik, Tuan Muda. Saya menantikan hari esok," timpal Etole tersenyum lalu membungkuk dan pergi.
Setelah melihat Etole pergi, Scilla berkata dengan hangat, "Tuan Muda, Nyonya memanggil Anda untuk makan siang bersamanya."
B—begitu.
Yah, bukannya aku malu untuk berkumpul dengan ibuku.
Dia pasti khawatir setelah aku tidak sadarkan diri selama 5 hari.
"Baik, mohon bimbing aku, Scilla," ujarku menyetujuinya.
"Silakan ikut dengan saya, Tuan Muda," balas Scilla.
Namun, aku masih bau. Mari bersihkan terlebih dahulu.
"Tunggu sebentar, Water Magic: Cleanse," ujarku dengan merapal mantera agar tubuhku bersih.
"Eh?! Apa yang Anda lakukan, Tuan Muda?!" tanya Scilla terkejut.
"Hm? Aku hanya membersihkan diriku," balasku heran.
"N—namun, bukankah Anda belum dapat menggunakan sihir?" timpal Scilla gelisah.
Heh?!
Sial, aku lupa!
Aku bersyukur bahwa hanya ada aku dan Scilla di tempat ini. Karena dia merupakan pelayan dan orang biasa, pendidikannya tidak setinggi itu.
Mari berikan alasan acak agar dia percaya kepadaku!
"Um, sebenarnya itu merupakan sihir yang baru-baru ini kupelajari dari buku. Aku menyembunyikan kemampuan sihirku ini untuk mengejutkan ibu dan ayah!" balasku berpura-pura riang.
"Oh, begitu. Seperti yang diharapkan dari Tuan Muda!" timpal Scilla bangga.
I—itu berhasil!
Ak—aku tidak menyangka dia akan percaya dengan alasan acak seperti itu.
Mari tambahkan asuransi untuk keamanan diriku!
"Jadi, aku harap kamu tidak mengatakan apapun tentang kemampuan sihirku kepada siapapun, oke?!" ujarku memaksanya.
"Baik, Tuan Muda! Saya berjanji!" balas Scilla dengan senang.
Sukses!
Ya, aku akan lebih berhati-hati di masa depan karena aku karakter figuran!
"Um, jadi tolong bimbing aku menuju ibuku," ujarku mengalihkan topik.
"Baik, Tuan Muda," balas Scilla lalu mulai berjalan memanduku.
Kemudian, aku dibimbing menuju taman bunga untuk makan siang bersama ibuku.
Mengapa ibu makan di tempat seperti ini?
Ayahku juga sangat toleran, bukan?
Saat kami mendekatinya, terlihat bahwa ibu berada di dalam gazebo dan ditemani oleh Ayah.
Kuh, me—mengapa aku harus makan siang dengan melihat mereka saling menggoda?!
Jiwa dewasaku tidak cukup kuat menanggungnya.
"Tuan Roxes, Nyonya Anna, saya telah membimbing Tuan Muda menuju tempat ini," ujar Scilla untuk memanggil orang tuaku dari luar gazebo.
"Oh, Vex, kamu telah datang," ujar ayah bahagia.
Gut.
Kemudian, aku memasuki gazebo dan duduk bersama dengan orang tuaku.
Sesaat setelah aku duduk, ibu berkata dengan mata berkaca-kaca, "V—Vex, apakah kamu telah memasuki masa pemberontakan?"
Hm?
"Apa yang ibu maksudkan?" tanyaku penasaran.
"Rambutmu dalam keadaan yang tidak rapi," balas Ibu seolah sedih.
Ya, aku mengacak-acak rambutku karena sebal dengan penampilan orang polos seperti itu.
"Um, i—itu..." balasku bingung.
"Tidak apa-apa, kurasa tren yang berkembang saat ini adalah model rambut yang seperti itu. Kurasa Vex melakukannya agar menarik perhatian para gadis," balas ayah dengan hangat.
"B—begitukah?" timpal ibu terkejut.
Ku!
"Ah, um, iya..." balasku dengan bingung.
Kemudian, ibuku mendekatiku dan memelukku sembari berkata, "Uuu, tidak terasa kamu sudah besar, kan?"
H—hentikan!
Aku malu!
Lihat, Scilla sedang melihatku!
"A—ah, i—iya, Bu," balasku dan menjauhkannya.
"Eehh?!" timpal ibu dengan mata seolah akan menangis saat aku menjauhkannya.
"S—saya sudah besar, Bu," kataku malu.
"O—oh, ya, kurasa ibu jarang menghabiskan waktu denganmu sehingga tidak mengetahui kamu telah tumbuh," balas ibu sedih.
"Um, nanti saya akan lebih sering meluangkan waktu bersama ibu dan ayah," kataku untuk menghilangkan suasana kusam ini.
"Begitu, janji, oke?!" balas ibu memaksa.
"Ah, iya. Baik, Bu," timpalku dengan tersenyum paksa.
Saat kami berbicara, ayah hanya menatap kami dengan hangat, lalu dia berkata, "Baiklah, mari menyantap hidangan bersama."
Setelah itu, kami makan bersama dengan suasana yang hangat dan tentram.
...----------------...
Kamar Pribadi Vex, Kastil Margrave Artrez, Kota Athen.
Malam Hari.
Aku memikirkannya sejak tadi.
Apa yang harus aku lakukan agar cerita ini berjalan dengan lancar?
Singkatnya, aku membutuhkan suatu kelompok pendukung. Aku juga membutuhkan pendanaan yang besar agar tidak ada yang mengintervensi cerita ini.
Namun, melihat kembali sikap orang tuaku yang seperti itu, aku menilai bahwa aku tidak dapat melakukannya secara terang-terangan.
Apalagi, bila ibuku mengetahui aku melakukan perbuatan aneh, pasti aku tidak akan lepas dari ceramahnya yang berlangsung hingga berjam-jam.
Jadi, mari melakukan eksplorasi di malam hari saat semua orang telah tidur. Setelah itu, aku juga akan membuat perusahaan perdagangan untuk mendanai apa yang akan aku lakukan.
"Stealth: Night Walker," ujarku merapal mantera.
Aku juga cukup heran, mengapa aku dapat melakukan casting mantera aneh ini meskipun semua orang di dunia ini hanya dapat melakukan sihir seperti emisi?
Yah, mari jangan memikirkannya.
Kemudian, aku mengambil belati beserta jubah hitam dan membuka jendela lalu melompat keluar. Ketika aku mencapai tanah, rumah ini terlihat besar dan cukup terang, bukan?
Tiba-tiba aku mendengar suara langkah kaki yang mendekatiku.
Siapa?! Penjaga?!
Kemudian, aku melompat untuk bersembunyi di balik semak-semak dengan skillku yang masih aktif.
"Kevin, apa yang kau lakukan tadi siang?" tanya seorang penjaga muda yang sedang berpatroli.
"Hah? Aku hanya berlatih pedang," balas Kevin.
Hmm? Mengapa kalian tidak memperhatikanku?
Skill ini luar biasa, bukan?
Yah, aku authornya.
Kemudian, aku mendekati mereka yang sedang berjalan dan melambaikan tanganku di bidang penglihatan mereka.
Bagus, mereka tidak melihatnya!
Mereka juga tidak mendengar suara langkah kakiku yang aku hasilkan.
Saatnya menyelinap!
Aku datang ke pintu utama rumahku dan menyelinap dengan aman tanpa ketahuan ke luar tembok di bawah bukit. Tapi, bila kulihat kembali, rumahku ternyata seperti kastil di atas bukit, bukan?
Bahkan, di luar pintu Kastil Artrez juga terdapat tembok yang mengelilinginya.
Jika dibandingkan dengan duniaku sebelumnya, rumahku terlihat seperti Kastil Hohensalzburg dengan dikelilingi tembok di bawah buktinya. Juga, barak ksatria yang kudatangi saat pelatihan biasa ternyata berada di dalam tembok yang mengelilingi bukit.
Luar biasa.
Bahkan, Kota Athen yang mengelilingi Kastil Artrez yang kulihat saat perjalananku menuruni bukit juga sangat luas dan dikelilingi oleh 3 lapisan tembok.
Aku cukup terkejut karena aku hampir tidak menuliskan apapun tentang Vex kecuali keluarganya.
Nah, mari fokus dengan urusanku.
Aku memasuki Kota Athen yang tidak pernah tidur dan menyelinap menuju distrik kumuh.
"Search: Terrain Map," ujarku merapal mantera lalu di bidang penglihatanku muncul lingkaran berbentuk seperti radar yang berisi titik-titik berwarna kuning.
Apakah tanda ini berarti orang?
Mari kita periksa.
Kemudian, aku mendekati tanda kuning yang memiliki banyak orang itu dan menemukan sebuah rumah lusuh.
Hm?
Aku cukup penasaran.
"Non-elemental Magic: Body Strengthening," ujarku merapal sihir penguatan dan melompat menuju jendela di loteng.
"Hup," ujarku saat menggapai jendela dan mengangkat tubuhku untuk memasukinya.
Mari buat asuransi untuk kabur jika aku berada dalam bahaya.
"Stealth: Eliminate Presence, Stealth: Magic Cloak, Stealth: Assassinate," ujarku merapal mantera.
Kemudian, aku mengeluarkan belatiku dan mengendap-endap tanpa kehadiran dan tanpa reaksi mana keluar dari loteng lalu menemukan banyak orang yang sedang mabuk dan ditemani banyak wanita.
Apakah ini guild gelap?
Cih, kalian membuatku kesal. Mengapa kalian bertingkah sesuka kalian di dalam area kekuasaanku?
Tidak, aku masih pewaris.
Tapi!
Aku sangat kesal.
Lalu, aku turun dan dengan cepat menebas leher semua orang yang ada di dalamnya.
"Ugoh," ujar beberapa orang yang telah terkena belatiku.
"Kyaaa!" teriak beberapa wanita ketakutan.
Hmm, meskipun aku barusan membunuh, aku tidak merasakan apa-apa.
Apakah jiwaku yang telah berasimilasi dengan keadaan dunia ini?
Kemudian, aku mendekati para wanita dan berkata, "Oi, kalian tidak apa-apa?"
"Hiiii, m—maaf!" ujar seorang wanita ketakutan.
"D—Dewa Kematian!" teriak wanita yang lain ketakutan.
"Cih, pergilah," balasku kesal.
Para wanita itupun pergi meninggalkan rumah dengan langkah yang terburu-buru.
Mengapa kalian bersikap seperti itu?
Aku menyelamatkan kalian, tahu?
Kemudian, aku tanpa sengaja melihat bayangan diriku yang terpantul melalui sebuah perisai yang ditinggalkan.
Hm?
Aku melihat seorang anak kecil memakai jubah hitam namun wajahnya tidak terlihat. Ya, hanya terlihat mata merahku yang menyala.
Sial!
Bukankah aku menakuti mereka?!
Ah, tidak masalah.
Kemudian, aku mendekati lantai atas dan menemukan satu tanda kuning di dalam ruangan.
Siapa?
Tanpa berpikir panjang, aku menyelinap masuk dan mengarahkan belatiku di leher seorang pria paruh baya berambut coklat seperti preman yang sedang membaca catatan dan duduk di bangku dengan meja di tengah ruangan.
Kemudian, aku membatalkan sihirku, dan berkata, "Mati jika berbuat aneh."
"Eh?!" ujar pria paruh baya terkejut.
"S—sejak kapan?!" tambah pria itu gelisah.
"Hmm? Sejak tadi?" balasku heran.
"Gut, siapa kau?!" tanya pria itu dengan keras.
Tidak ada yang berniat memperkenalkan diri saat sedang menyusup, kau tahu?
"Oi, apa yang kau inginkan?" tanyaku balik acuh tak acuh.
"Apa maksudmu?!" balas pria itu gelisah.
"Oi, jadilah kaki tanganku. Jika kau menginginkannya, aku akan memberikan apapun yang kau inginkan," ujarku dengan riang.
"Hah?!" balas pria itu bingung.
"Ya, pikirkan baik-baik terlebih dahulu. Aku akan menemuimu besok saat tengah hari di tempat ini," balasku acuh tak acuh lalu dengan cepat menyelinap pergi.
"Oi, siapa kau?!" balas pria itu namun aku telah beranjak pergi.
Ya, langkah pertama telah dilakukan untuk mendukung ceritaku yang akan berlanjut.
Mari kita perbanyak dukungan dan berlatih keras untuk saat ini.
Aku tidak sabar melihat bagaimana ini berlanjut.
...----------------...
^^^| Sudut Pandang Celine von Terra |^^^
Tahun Suci 1297, Bulan Kedua.
Kamar Pribadi Celine, Kastil Duke Terra, Kota Newroa.
Ketika aku membuka mataku, aku melihat langit-langit yang tidak kukenal.
"Dimana..." ujarku pusing saat aku terbangun.
Kemudian, aku berusaha bangkit untuk duduk di tempat tidurku. Saat aku telah dapat melihat dengan jelas, aku menemukan diriku berada di kamar yang tidak kukenal.
"Ugh," lirihku kesakitan dengan memegangi kepalaku karena ingatan yang tiba-tiba memasuki pikiranku secara deras.
Ingatan siapa ini?
Krieet.
Pintu kamar kayuku terbuka secara perlahan dan seseorang pelayan wanita memasuki ruangan dengan berkata, "Permisi, Putri. Saya datang untu—"
BRAK!
Kemudian, pelayan itu menjatuhkan nampan yang berisi mangkuk air saat melihatku dan bergerak mendekatiku dengan cepat.
Mengapa kamu bersikap seperti itu?
Harap berhati-hati.
"Putri Celine!" teriak pelayan wanita saat mendekatiku dengan mata seolah akan menangis.
Hm? Celine?
Aku seperti pernah mendengarnya. Dimana?
Pelayan itu datang ke samping tempat tidurku dan memegang tanganku yang lemas sembari berkata dengan gelisah, "P—Putri, apakah Anda baik-baik saja? Apakah Anda merasa ada yang salah dengan kondisi Anda?"
"Um, tidak..." balasku lemas karena tubuhku yang kurang bugar.
"Baik, mohon maaf, Putri. Namun, saya akan memanggil Nyonya terlebih dahulu," ujar pelayan dan menundukkan kepala lalu pergi meninggalkan kamar dengan langkah cepat.
"Ugh," lirihku kesakitan saat pelayan itu pergi.
Jika aku mengingat ingatan yang masuk ke dalam kepalaku, pelayan itu merupakan pelayan pribadiku yang bernama Flora, bukan?
Aku mengingatnya karena dia selalu bersamaku semenjak kecil.
Ketika aku melihat kembali diriku, aku memiliki rambut panjang yang berwarna rami dan tubuhku kecil seperti anak berusia 8 tahun, mungkin?
Mari ingat kembali sebelum aku terbangun di tempat ini.
Aku merupakan mahasiswa yang sedang pulang ke rumahku karena sedang menjalani liburan. Saat aku menaiki kereta api, ingatanku berakhir disitu.
Apakah kereta api yang kunaiki mengalami kecelakaan?
Ini membuat perasaanku sedikit rumit.
Namun, bukankah dia menyebut namaku Celine?
Kemudian, pintu terbuka lalu Flora beserta ibuku menurut ingatan yang kudapat memasuki ruangan. Ibuku adalah seorang wanita cantik yang bernama Ellen.
Ibuku memiliki fitur tubuh yang ideal, rambut berwarna rami, mata coklat, serta menujukkan aura yang sangat keibuan.
"Celine!" ujar Ellen saat berlari menuju ke arahku dan memelukku diikuti oleh Flora.
"Um, ibu..." balasku lirih.
"Apakah kamu baik-baik saja?" tanya Ellen khawarir.
"Ah, i—iya..." balasku.
"Um, saat ini, kami berada dimana?" tanyaku bingung.
"Kami berada di kamarmu, Celine. Di dalam Kastil Duke Terra," balas Ellen dengan tersenyum lembut dan membelai rambutku.
Eh?!
"O—oh, iya..." balasku lirih.
"Apakah kamu masih merasakan sakit? Kamu telah tertidur selama lebih dari empat hari," ujar Ellen khawatir.
Lama sekali! Pantas saja tubuhku sangat lemah!
"Um, mengapa aku bisa tidur selama itu, Bu?" tanyaku memastikan.
"Um..." balas Ellen gelisah.
Mengapa ibu bersikap seperti itu?
"Tidak apa-apa, Bu. Aku harap aku dapat mendengarnya," timpalku dengan tersenyum untuk menenangkannya.
"Sebenarnya... kamu telah didorong oleh kakakmu sehingga jatuh dari tangga," balas Ellen lirih dengan meneteskan air mata.
"Um..." ujarku bingung.
"Maafkan ibu, Celine..." kata Ellen dengan menangis.
"Ah, um. Tidak apa-apa, Bu! Kupikir, ibu perlu beristirahat terlebih dahulu," balasku seolah meringankan suasana.
"N—namun, ibu masih ingin bersama denganmu," balas Ellen sedih.
Guh.
"B—baik," ujarku kalah.
Setelah itu, ibu duduk di sampingku dan hanya membelai kepalaku saat aku membaringkan kepalaku di pangkuannya. Kami ditemani oleh Flora yang berdiri di samping kami dan menatap kami dengan tatapan hangat.
Seingatku, aku pernah membaca novel kakak laki-lakiku ketika dia mengunjungi asramaku di dekat universitas. Dia membawa 3 volume dari seri novel "World Fantasy."
Karena waktu luangku, aku menghabiskan waktu dengan membaca novel kakakku. Saat aku membacanya, entah mengapa aku menjadi sangat tertarik dan berakhir membaca keseluruhan dari 3 volume.
Saat itu, diceritakan bahwa Celine, yang merupakan tunangan pangeran, memiliki pelayan pribadi bernama Flora. Celine juga menjalani hidup yang menyakitkan karena dia diasingkan oleh keluarganya sebab dia merupakan anak dari selir Duke Terra.
Namun, Celine tetap mendapatkan kasih sayang dari ibunya.
Karena tidak memiliki seorang putri dari istri sah, Duke Terra bermaksud untuk memanfaatkan Celine, seorang putri dari selirnya.
Keluarga Terra mengangkatnya menjadi putri sah dan membuatnya menjadi tunangan pangeran. Setelah itu, perlakuan yang diterima oleh Celine secara berangsur-angsur membaik.
Namun saat berada di Akademi, Celine sangat cemburu kepada pangeran karena dia didekati oleh beberapa wanita. Salah satunya adalah wanita yang berasal dari golongan rakyat jelata.
Meskipun dia hanya dapat menggunakan sihir suci, mengapa kamu mendekati Pangeran?
Itu terjadi karena Pangeran sebenarnya tidak mencintai Celine. Saat itu, Pangeran dan Celine juga hanya memiliki interaksi yang sangat sedikit.
Namun, mengapa Celine sangat menyukainya?!
Aku tidak memahaminya!
Jika dipikirkan kembali, bukankah setelah raja terbunuh, Duke Terra saat itu menghasut pangeran untuk memulai peperangan dengan negara lain dengan tujuan untuk menguasai kerajaan ini sehingga menyebabkan pangeran melarikan diri?!
Meskipun Celine belum mati, jika aku bereinkarnasi menjadi dia, bukankah aku akan memasuki Death Flag?!
Apa yang harus aku lakukan?!
Jika aku memikirkannya, aku tidak dapat menghentikan pembunuhan raja apapun yang terjadi!
Bahkan, tidak ada yang akan mempercayaiku saat aku mengatakan itu karena aku adalah anak kecil dan seorang wanita!
Kuh, jika aku dapat bertemu penulisnya, aku akan memukul kepalanya!
...----------------...
^^^| Sudut Pandang Renne |^^^
Tahun Suci 1297, Bulan Kedua.
Distrik Kelas Bawah, Kota Lomb, Wilayah Baron Zerkis.
"Aduh!" ujarku saat terjatuh karena tertimpa buah yang jatuh dari pohon.
Tiba-tiba, aku mendapatkan ingatan orang lain yang masuk ke dalam kepalaku dengan deras.
"Apakah kamu tidak apa-apa, Renne?" tanya seorang gadis muda berambut oranye ikal bernama Ina yang sedang bermain denganku.
"Ayo, berdiri!" ujar seorang anak lelaki berambut hitam pendek bernama Toru yang sedang bermain denganku lalu mengulurkan tangannya kepadaku.
"Um..." ujarku kebingungan dan mengambil ulurannya untuk berdiri.
Aku mengingat bahwa aku memiliki kehidupan sebelumnya. Aku adalah seorang gadis yang masih bersekolah di sekolah menengah dan meninggal karena terjebak dalam kebakaran.
Aku mengingat rasa sakit karena kekurangan oksigen dan panasnya api saat aku terjebak di dalamnya.
Jika melihat diriku saat ini, aku adalah seorang gadis muda yang berumur sekitar 8 tahun yang memiliki penampilan lusuh dengan rambut merah muda panjang.
"Apakah kamu masih pusing? Ayo sudahi dan kembali ke panti asuhan terlebih dahulu," ajak Ina khawatir.
"Um, maafkan aku..." ujarku yang masih bingung.
Setelah itu, kami kembali menuju ke panti asuhan Kota Lomb yang telah mengasuh kami semenjak kecil. Panti asuhan ini dekat dengan lokasi kami bermain dan terlihat sangat lusuh bila dilihat dari luar.
"Oh, mengapa kalian sudah pulang?" tanya seorang wanita tua yang sedang menjahit di depan teras dengan tersenyum.
"Renne tertimpa buah yang jatuh dari pohon lalu kepalanya kesakitan," ujar Ina jujur.
"Ahahaha," tawa anak-anak yang lain.
"Hanya karena itu kamu kesakitan?" ejek seorang anak laki-laki.
"Sudahlah, kalian. Ayo kembali ke tugas-tugas kalian," ujar wanita tua itu lalu mereka semua pergi.
"Um, terima kasih, Nenek Selly," ujarku.
"Tidak apa-apa. Apakah kepalamu masih sakit? Jika begitu, beristirahatlah terlebih dahulu," ujar Selly dengan lembut.
"Um... baik. Terima kasih," ujarku lalu pergi dengan langkah cepat menuju kamar para gadis.
Setelah aku memasuki kamar, terlihat banyak tempat tidur lusuh tingkat berjejer di dalam ruangan. Tembok dan atap di dalam panti asuhan ini juga terlihat akan hancur.
Setelah itu, Ina memasuki kamar dan berkata, "Apakah kamu baik-baik saja?"
"Ah, i—iya," balasku gelisah.
"Um... jika kamu membutuhkanku, aku ada di teras untuk membantu Nenek Selly menjahit," ujar Ina khawatir.
"Terima kasih, Ina," balasku senang.
"Baik, beristirahatlah," ujar Ina dengan tersenyum lalu meninggalkan ruangan.
Kemudian, aku duduk untuk memilah-milah kembali ingatanku.
Di kehidupan yang keduaku ini, aku terlahir sebagai yatim piatu dan telah ditinggalkan oleh orang tuaku semenjak aku kecil. Aku mengetahui hal itu karena pengasuhku memberitahuku.
Namun, aku tidak terlalu bersedih karena aku memiliki teman-teman baik di panti asuhan ini dan selalu bergantian dalam merawat anak yang lebih muda. Kami juga berbagi tugas dalam bersih-bersih pakaian dan membersihkan bangunan dan halaman panti asuhan.
Aku sangat bersyukur bahwa aku dikelilingi oleh orang-orang yang baik meskipun kami hidup dalam kekurangan.
Jika aku mengingatnya, aku dikelilingi oleh orang tua yang selalu memarahiku dan memukuliku di dunia sebelumnya.
Ketika aku mendapatkan nilai jelek, ibuku akan memarahiku dan selalu mengejekku. Ayahku bahkan hanya pulang ketika mabuk dan selalu memukuliku.
Aku bahkan tidak dianggap oleh keluarga besarku karena aku difitnah merupakan anak selingkuhan ibuku dengan pria lain.
Ketika aku berada di sekolah, aku dijauhi dan dibully oleh beberapa anak di kelasku. Bahkan, aku tidak luput dari kemarahan para guruku.
Jika aku mengingatnya kembali, tanpa sadar aku telah meneteskan air mata.
Aku senang karena telah bebas dari kehidupan neraka itu.
Apakah karena ini, aku telah diberkahi dengan kehidupan yang kedua?
Jika begitu, aku sangat bersyukur menjalani kehidupanku yang kedua ini. Meskipun aku tidak memiliki apa-apa, namun aku sangat bahagia.
Jadi, aku akan mensyukuri hidupku yang kedua ini dengan menjalani hidupku dengan sebaik-baiknya.
...----------------...
Catatan :
Celine sangat berfokus dengan romansa karena dia hanya membaca 3 volume Novel "World Fantasy" yang baru terbit. Tiga volume awal tersebut sangat berfokus pada kehidupan akademi pemeran dan belum melakukan petualangan secara penuh walaupun terdapat banyak adegan aksi.
Celine berbicara kepada ibunya dengan tidak formal menggunakan "aku" karena belum memiliki sikap sebagai bangsawan. Sedangkan Vex, selalu mengatakan "saya" saat berbicara dengan orang tuanya.
Renne merupakan gadis yang dapat menggunakan sihir suci dan tidak pernah membaca Novel "World Fantasy."
...----------------...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!