NovelToon NovelToon

"Topeng Cinta Sepasang CEO"

Chapter 1 - "Aku Terpaksa"

Malam ini seharusnya menjadi puncak kebahagiaan Iva. Seorang gadis berusia dua puluh tahun yang akan bertunangan dengan Ben, pujaan gadis seisi kota. Siapa yang tidak kenal Ben? Pemuda tampan, gagah, kaya raya. Mobil mewah yang selalu dikendarainya berkeliling kota, membuat setiap mata memandang kagum.

Bukan senyum, bukan pula tawa bahagia yang menghiasi wajah cantik Iva. Hanya ada bulir air mata dan tangis terpendam disana. Ragam bouqet bunga yang tertata rapih di pinggir meja nampak begitu cantik. Secantik wajah Iva apabila ia bisa menghentikan isak tertahannya.

"Va, sudah deh. Kamu harus berhenti menangis. Nanti kalau dilihat ibumu gimana?" Karin menyeka air mata Iva.

Karin, sahabat baik Iva sejak mereka duduk di bangku SD. Apa yang Iva rasakan, bisa Karin rasakan. Ia mengerti sahabatnya sedang patah hati.

"Kenapa harus Ben...!" jerit Iva tertahan. Nafasnya tersengal menahan emosi didalam dada.

"Ya masih mending Ben, daripada sama si Sony. Iiih... perjaka tua. Wajah tidak mendukung meski dana mendukung" seloroh Karin berusaha membuat sahabatnya tertawa.

"Kariiin.... ayolaaah... " Iva melenguh frustasi.

Dipandanginya undangan pertunangan diatas meja. Nama dirinya dan Ben yang tertulis dengan tinta emas. Hanya saja, kebahagiaan itu tidak semudah mengukir sebuah kartu undangan.

Seandainya saja perusahaan orangtua nya tidak menjelang penyitaan aset, tentunya ia tidak akan terjebak dalam situasi seperti sekarang ini.

"Aarav... Aku masih dan selalu cinta dia," tutur Iva lirih. Kali ini tangisnya pecah tidak bisa lagi tertahan.

Karin cepat memeluk Iva. Ia mengetahui bahwa saat Iva menangis berarti beban memang sudah terlalu berat untuk disanggah sendiri.

Aarav, pemuda sederhana yang menemani hidup Iva selama hampir dua tahun terakhir. Pemuda yang akan segera menjadi terlarang bagi Iva.

"Iva.. Sayangku... Please Girl... Hidup keluarga kamu bergantung dengan status hubunganmu dengan Ben. Jadi ayolah hapus air mata itu, pasang senyum yang paling manis, dan jadilah anak baik untuk ayah ibu kamu," ucap Karin meneguhkan hati Iva.

Tersadar bahwa tidak ada lagi yang bisa diperbuat, Iva menuruti ucapan Karin. Perlahan ia hapus air mata dari wajahnya. Dengan dibantu Karin kini riasan wajah Iva sudah kembali seperti semula. Memancarkan wajah cantik bersinar dan memukau.

"Nah.. That's my girl," puji Karin merapihkan ujung gaun pesta Iva.

Mereka berdua keluar dari kamar rias dan bergegas menuju pintu ballroom tempat pesta pertunangan diadakan.

Dress satin Iva yang mengembang untuk acara pertunangannya dirasa semakin berat seiring dengan langkah gontainya menuju ballroom. Semakin ia menuju ujung lorong, semakin nafasnya terasa sesak. Semakin ia merasa terperangkap, terkurung dalam sebuah sangkar emas.

Dan meski sangkar itu terbuat dari emas, kenyataannya ia lebih memilih untuk pergi meninggalkannya.

Siapa yang bisa aku salahkan dalam situasi ini? Tidak ada! Pekiknya dalam hati.

Dari kejauhan ia melihat Ben sedang duduk bersama kedua orangtuanya. Tidak dipungkiri memang lelaki bernama Ben itu ketampanannya seperti tanpa cela. Matanya yang selalu melirik tajam menusuk ke hati semua gadis yang menatapnya.

Tapi semua gadis di kota ini tahu betapa Ben tidak pernah mencintai siapapun selain dirinya sendiri. Bahwa ia tidak pernah menyayangi siapapun selain hatinya sendiri. Dan bahwa semua gadis yang dekat dengan Ben hanya akan berakhir dengan air mata.

Perbedaan gadis-gadis itu dengan Iva adalah bahwa, ia memulai semua dengan air mata. Entah berakhir dengan apa, setelah diawali dengan air mata. Iva terus mengisi relungnya dengan berbagai pemikiran yang semakin membuatnya tertekan.

"Iva, kamu sudah ditunggu, di meja depan panggung ya," suara MC mengarahkan Iva menuju meja keluarganya. Iva mengangguk pasrah. Ia mencoba tersenyum dan menyembunyikan kepedihan hanya untuk dirinya sendiri.

Saat ia berjalan menuju panggung, mata Ben tidak berhenti menatapnya lekat. Terus dan terus menatap.

Ben dalam hatinya tentu juga tidak bisa memungkiri bahwa Iva sungguhlah cantik. Sinaran senyumnya terpancar seperti berlian menyinari ruangan.

Undangan beramai-ramai berdiri dan bertepuk tangan menyambut kedatangan Iva dalam ruangan. Gemerlap lampu sorot semakin memulas kemolekan gadis yang telah berhasil menyembunyikan air mata dan kepedihan hanya untuk dirinya sendiri.

"Karin, jangan kemana-mana.." pinta Iva menggenggam tangan sahabat yang sudah dirasa sangat dekat, seperti saudara kandung.

"Mejaku ada di belakangmu. Apapun yang kamu butuh cukup panggil aku," ucap Karin menenangkan.

Pertunangan ini tidak pernah Iva ataupun Ben inginkan. Namun takdir telah mempertemukan mereka di ruangan ini. Dan mereka harus menjalankan skenario yang telah ditetapkan padanya.

Ben dan Iva kini duduk berdampingan, tanpa menatap satu sama lain. Sama-sama membuang mata, dan sama-sama mengingkari keberadaan satu sama lain.

"Ben, Iva disapa dong," bisik ayahnya.

"Halo, Iva, " sapa Ben setengah hati.

"Malam Ben, Om Henry, Tante Dian," jawab Iva manis.

"Kamu cantik sekali malam ini sayang," puji Bu Dian, mama Ben. "Ben sampai tidak berkedip menatap kamu," lanjutnya.

"Iiih mama.. Aku wajar saja tadi menatap Iva. Banyak cewek aku yang lebih cantik dari dia," sanggah Ben sewot.

"Ben!!" hardik Pak Henry.

"Bercanda he he he," kelit Ben santai.

Kini tiba prosesi tukar cincin. Ivo, adik lelaki Iva membawakan cincin ke atas panggung.

"Ben, apa yang membuat kamu jatuh cinta pada Iva? Dan Iva, apa yang membuat kamu mau menerima lamaran Ben?" tanya MC memeriahkan suasana.

Ben dan Iva sama-sama bingung. Mereka melirik pada orangtua mereka yang juga tergugup dengan pertanyaan MC.

"Eh.. Hmmm... Ben mencintai aku dengan cara yang sangat romantis. Bunga, hadiah, kata mesra dan semacamnya sering ia berikan. Akhirnya aku pun menerima lamarannya," beber Iva mencoba sealami mungkin. Jawaban yang menyelamatkan semua orang diatas panggung.

"Iva, dia cantik dan pintar. Dan terlebih, dia sangat disayang oleh papa mamaku. Jadilah aku melamarnya, " timpal Ben mengikuti Iva.

Hadirin kembali bertepuk tangan dengan meriah. Bagi mereka, pertunangan ini adalah benar merupakan penyatuan dua anak manusia yang sedang jatuh cinta.

Cincin emas putih bertahtakan berlian mungil disematkan Ben pada jari manis Iva. Dan Iva pun melakukan hal yang sama. Jantung mereka masing-masing berdegup kencang.

Emosi yang membuncah. Menyesak sampai ke tenggorokan menyulitkan mereka untuk berbicara satu sama lain. Kebebasan yang terancam untuk berakhir, itulah yang masih terpatri di benak Ben dan Iva.

Setelah selesai prosesi tukar cincin, Ben dan Iva duduk kembali bersebelahan. Iva dapat melihat Ben memutar-mutar cincin di jarinya. Bahkan sesekali melepasnya, kemudian memakainya lagi. Berulang kali melakukan hal yang sama, menunjukkan ketidaknyamanan Ben saat ini.

Hati Iva semakin pedih. Mendapati bersanding dengan pemuda yang tidak mencintainya, sama saja seperti selalu ditolak seribu kali oleh lelaki yang sama. Sementara lelaki yang memujinya, harus tertinggal di masa lalunya.

Ben melihat guratan kesedihan di mata Iva. Dengan pelan ia berkata, "Hadapi saja, kita stuck berdua. Dan tolong pahami bahwa aku, masih ingin bebas. Jadi tolong jangan kamu campuri urusan aku."

Iva terkejut. Memang Ben terkenal blak-blakan dalam gaya berbicaranya. Hanya saja, perkataan sekasar itu tidak ia sangka muncul dari Ben.

"Tolong juga pahami, bahwa aku bahagia dengan pacarku sendiri sebelum aku masuk dalam sangkar emas ini bersama kamu. Jadi tolong kamu jangan bicara yang menyebalkan kepadaku," balas Iva sengit.

Ben menoleh kaget pada Iva. Dalam hatinya ia heran dengan Iva yang berani melawan kata-katanya. Selama ini, para gadis selalu merajuk dan bermanja-manja apabila ia melontarkan kalimat-kalimat pedas.

Iva membalas tatapan Ben dengan mata sinis.

Aku terpaksa duduk disini bersama kamu demi ayahku!! Umpat Iva dalam hati.

Aku terpaksa menerima pertunangan ini demi papaku!! Gerutu Ben dalam hati.

*****

***Teaser Next Chapter :

Ben dan Iva, kalian kami jodohkan saat ini demi untuk tercapainya hal-hal baik dikemudian hari. Ben jika sudah menikah nanti, dia ada yang menemani di rumah, sehingga bisa jadi dia tidak berpesta lagi tiap malam," ujar Pak Henry kepada Ben dan Iva.

"Dan Iva, dengan adanya Ben, pasti Aarav akan berhenti mengejar-ngejar kamu," tambah Bu Lelly membenarkan ucapan Pak Henry***

*****

Chapter 2 - "Awal Perjodohan"

Ben Tjipta Putra, seorang pemuda berusia dua puluh satu tahun yang super tampan, kini duduk termenung di depan sebuah meja bersama Iva, tunangan nya.

Ayah Ben bernama Henry Tjipta. Ibunya bernama Dian Tjipta. Nama akhir Tjipta selalu membuat mata mereka yang mengerti arah uang, menjadi berbinar.

Bagaimana tidak, nama itu yang selalu muncul di setiap ulasan majalah ekonomi keuangan dengan segala kesuksesan dan kemewahan asetnya.

Menjadi anak tunggal membuat Ben biasa dimanja oleh ibunya. Kecelakaan membuat ibu Ben tidak bisa memiliki anak lagi, sehingga hanya Ben nantinya mewarisi seluruh kekaisaran bisnis sang ayah.

Perusahaan ayah Ben tidak hanya ada di Indonesia. Tapi sudah sampai ke Singapura, Cina dan Italia. Dan semua akan diwariskan pada Ben bila saatnya tiba.

"Pa, aku terlalu muda untuk masuk ke bisnis. Aku. masih butuh bersenang-senang." tolak Ben saat Pak Henry mengharuskan ia mulai mengambil alih kepemimpinan.

Kemewahan bersanding dengan kemanjaan menjadikan Ben seorang pemuda yang tidak memikirkan masa depan sama sekali. Setiap harinya hanya diisi dengan bersenang-senang dan berpindah dari pelukan gadis satu ke gadis yang lain.

Bermain dengan mobil mewah silih berganti. Menghamburkan uang dengan berpesta tiap malam.

Ben sering menyewa satu klub malam untuk berpesta bersama teman-temannya. Tidak cukup puluhan, kadang ratusan juta ia hamburkan begitu saja dalam satu malam.

Kebiasaan buruk Ben selalu menjadi pemikiran berat orangtuanya. Terlebih setahun lalu, Pak Henry divonis menderita kanker getah bening stadium dua.

Pada momen itu barulah ia tersadar bahwa hidup sepertinya akan segera berlalu, dan bahwa putra semata wayang nya tidak dapat diandalkan untuk meneruskan perjuangan bisnisnya.

Pikiran Pak Henry semakin kalut karena ia kini harus fokus dengan penyembuhan penyakit kankernya.

Bertekad untuk merubah Ben, maka ia memutuskan bahwa Ben harus menikah dengan seorang perempuan yang memiliki sifat bertolak belakang dengan Ben. Mereka percaya bahwa pernikahan mampu membuat Ben menjadi seorang lelaki yang bertanggung jawab.

"Kamu harus menikah dengan gadis pilihan papa dan mama! Sudah waktunya kamu berhenti bermain-main Ben! Papa ini sedang sakit! Kalau. kamu tidak mau menikah, keluar dari rumah Papa!!" bentak Pak Henry penuh emosi.

Ben terdiam. Keluar dari rumah sama saja bunuh diri. Bagaimana ia akan membiayai hidup mewahnya? Sesekali Ben melirik pada ibunya. Namun Bu Dian cepat memalingkan wajah berusaha menguatkan diri agar tidak jatuh dalam belas kasihan yang salah pada Ben. Seperti yang sudah ia lakukan selama dua puluh satu tahun terakhir ini.

Pilihan mereka jatuh pada Iva. Seorang gadis jelita yang pintar, ceria, penuh kehangatan serta menatap masa depan dengan penuh ketelitian. Ayah Ben dan ayah Iva merupakan sahabat sejak kecil. Mereka berjuang bersama dan sukses bersama.

Bastian Hadiningrat, itulah nama ayah Iva, juga seorang pengusaha yang cukup disegani. Meski kekayaannya tidak sampai setengah kekayaan Pak Henry, tetap ia merupakan keluarga terpandang. Sementara Bu Lelly, ibunda Iva, merupakan putri dari seorang Gubernur bertahun-tahun lalu di kota.

Yang terjadi adalah, ayah Iva baru saja ditipu secara masif dan mengakibatkan aset perusahaannya akan segera disita oleh bank. Pak Bastian diberikan waktu selama enam bulan oleh bank untuk menjual asetnya, atau mencari dana entah darimana untuk menutup hutangnya di bank tersebut.

Iva saat itu menjalin kasih dengan Aarav, anak seorang pedagang toko sepatu. Hubungan ini selalu ditentang oleh keluarga Iva. Ayah dan Ibu Iva menganggap Aarav tidak tulus dan hanya mengincar kekayaan mereka saja. Apalagi Aarav bisa masuk ke kampus mahal dan bergengsi tempat Iva kuliah berdasarkan beasiswa. Bukan karena ia mampu untuk membayar SPP disana.

"Ayah dan Ibu salah... Aarav memang tidak sekaya kita, tapi ia tulus mencintai aku," bela Iva saat ayah dan ibunya mencemooh Aarav.

"Kamu tahu apa soal cinta? Kamu baru dua puluh tahun. Bau kencur soal Cinta," bantah Bu Lelly, ibunda Iva.

"Ibumu benar Iva. Lagipula kamu harapan keluarga ini. Adikmu Ivo masih terlalu kecil untuk dimintai apapun. Jadi hanya kamu harapan ayah ibu," tambah Pak Bastian, ayah Iva.

Saat ayah Ben menawarkan untuk menggabungkam salah satu perusahaannya dengan perusahaan ayah Iva, menolak adalah kata yang sangat tidak mungkin terucap. Apalagi mereka telah berteman sekian puluh tahun dan ancaman penyitaan aset didepan mata.

Pak Henry hanya akan mau membayarkan hutang-hutang Ayah Iva, apabila Iva bersedia menjadi menantunya. Karena dengan menjadi menantu, berarti mereka akan menjadi keluarga. Dan dengan menjadi keluarga, kepercayaan akan lebih mudah didapat.

"Kalau dua perusahaan kita bergabung, bayangkan sekuat apa kita di dunia bisnis!" usul Pak Henry suatu malam kepada Pak Bastian.

"Betul Hen, aku sudah bisa membayangkan kerajaan bisnismu akan semakin megah!" sahut Pak Bastian memuji sahabatnya.

Maka munculah perjodohan antara Ben dan Iva. Dengan harapan masing-masing keluarga bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan.

"Ben dan Iva, kalian kami jodohkan saat ini demi untuk tercapainya hal-hal baik dikemudian hari. Ben jika sudah menikah nanti, dia ada yang menemani di rumah, sehingga bisa jadi dia tidak berpesta lagi tiap malam," ujar Pak Henry kepada Ben dan Iva.

"Dan Iva, dengan adanya Ben, pasti Aarav akan berhenti mengejar-ngejar kamu," tambah Bu Lelly membenarkan ucapan Pak Henry.

Ben bisa berubah menjadi lelaki yang matang dan meneruskan perusahaan. Itulah harapan orangtua Ben.

Iva bisa menyelamatkan aset perusahaan dan menjadi menantu salah satu orang terkaya di kota. Itulah harapan orang tua Iva.

Hanya saja orang tua Ben dan Iva melupakan bahwa cinta tidak bisa datang begitu saja. Bahwa Ben dan Iva memiliki karakter yang sangat bertolak belakang, dan belum tentu bisa saling menyesuaikan satu sama lain dalam waktu singkat.

Dan kini, Ben termenung meratapi masa depan yang dianggapnya suram. Sementara Iva menatap sekelilingnya dengan malas. Kemeriahan dan kemewahan segala sesuatu yang ada malam ini hanyalah semu. Semuanya tidak ada yang nyata.

"Seharusnya kita menolak sejak awal," gumam Iva pelan kepada Ben.

"Aku dijodohkan dengan kamu, sekedar supaya kamu lepas dari si dekil Aarav. Seorang Ben Tjipta Putra, telah direndahkan sedemikian rupa?" sahut Ben menggelengkan kepala.

"Aarav dekil? Kamu lebih dekil dari dia! Hatimu itu dekil!!" balas Iva berapi-api. Mendapati lelaki tercintanya dihina, Iva tidak bisa tinggal diam.

"Berisik!! Kamu tahu? Aku sebenarnya sekarang sedang pacaran dengan Tiara. Kamu tahu Tiara? Dia foto model super sexy. Tidak seperti kamu yang berbody tidak jelas begini," cibir Ben membalas Iva.

"Eeeeh...!! Body sexy bakal jadi tua. Tapi hati, semakin tua akan semakin baik kalau memang dasarnya baik! Tidak seperti kamu! Aku bingung sebenarnya dimana hatimu?"

"Cukup kalian berdua! Berhenti bertengkar!" perintah Pak Henry menengahi.

Ben dan Iva langsung terdiam. Mereka saling bertatapan... dengan penuh kebencian.

***

***Teaser Next Chapter :

Ben melingkarkan tangan kanannya di pinggang Iva, kemudian tangan kirinya membimbing jemari Iva bertengger di pundaknya. Dengan satu tarikan, tubuh Iva dibawa mendekat, bersentuhan dengan dada bidang Ben.

"I Found A Girl, Beautiful and sweet.." Ben ikut berdendang menirukan lirik lagu sambil menatap mata Iva tajam. Seolah hendak mengatakan bahwa Iva-lah yang telah ia temukan.

Jantung Iva seperti genderang perang yang ditabuh oleh sepuluh prajurit. Berdetak kencang tidak karuan menanggapi perilaku Ben yang mendadak manis dan sangat gentleman***.

Chapter 3 : Ben "The Player"

Hadirin ramai bertepuk tangan menyaksikan acara demi acara lamaran Ben dan Iva yang sangat meriah. Dekorasi bunga berwarna warni di seluruh ruangan terlihat syahdu tertimpa cahaya lampu-lampu pesta.

Tua muda menjadi satu berbahagia bersama merayakan bersatunya dua anak manusia dalam sebuah judul "PERTUNANGAN".

Ada mata-mata yang menatap Iva dengan iri karena telah resmi menjadi tunangan Ben. Banyak pula mata-mata yang menatap Ben dengan nakal seolah mengajak pemuda itu untuk pergi meninggalkan acara dan semua tanggung jawabnya.

"Ada apa sih Kristin itu ngelirik kamu terus? Genit amat jadi perempuan. Kamu juga, harusnya kamu hargai sedikit orang tua kita. Jangan main mata sama perempuan lain," protes Iva jengkel pada Ben.

"Eeeeh.. suka-suka aku mau main mata sama siapa aja. Salahmu sendiri kenapa mau dijodohin sama aku? Udah tahu aku ini kalau ada makhluk cantik, mana bisa diem aja??" jawab Ben cuek dengan pandangan sinis dan merendahkan.

"Ih...! Asal kamu tahu ya, aku tidak akan pernah mau dijodohin sama kamu! Aku ini terpaksa!! Terpaksa!" Mata Iva berkaca-kaca menahan emosi. Bayangan Aarav kembali melintas. Bahkan matanya kerap mencari wajah Aarav diantara tamu undangan meski ia tahu bahwa ia tidak akan pernah menemukannya.

"Senyuuum laaaaah kalian berdua! Jangan ribut diatas panggung begini!" potong Bu Dian menengahi pertengkaran kecil Ben dan Iva.

Cekrik..!! Cekrik..!! Cekrik..!!

"Sesi foto selesai sudah, dan keluarga dipersilahkan menuruni panggung," ucap MC kepada mereka yang berada diatas panggung.

Iva menuruni panggung dengan tergesa-gesa karena sudah tidak tahan berdampingan dengan Ben. Baginya lelaki macam Ben sangat tidak ada nilainya.

Meski nilai hartanya selangit, tetapi nilai moralnya tidak lebih tinggi dari seonggok pohon kaktus.

"Aduh!" Iva spontan mengaduh saat kakinya tersangkut karpet dan hampir jatuh.

Ben yang ada di depannya menoleh dan dengan gerak reflek memakai kedua tangannya untuk menahan tubuh Iva.

Mata mereka bertatapan. Wajah mereka menjadi sangat dekat. Satu centi lebih dekat lagi maka bibir mereka akan bersentuhan.

Selama beberapa detik keduanya terpaku. Mendapati wajah mempesona di depan mata masing-masing.

"Iva sayang, kamu tidak apa-apa nak?" Bu Lelly tergopoh mendatangi putrinya.

Iva dan Ben terhenyak. Sama-sama merasa aneh dengan kejadian barusan. Keduanyan berbarengan memalingkan wajah dari satu sama lain.

"Iva baik-baik aja Bu.. Cuma tadi hampir jatuh. Itu saja," tutur Iva menenangkan ibundanya.

"Untung ada saya, Tante," celoteh Ben tersenyum nakal.

"Ya baguslah Ben. Kamu sudah mulai memikirkan orang lain selain dirimu sendiri," canda Pak Henry menepuk bahu anak lelakinya.

Iva tersenyum puas melihat candaan calon ayah mertuanya kepada Ben. Sebuah canda yang sangat menohok.

Ben yang mendapati Iva tersenyum puas, menjadi emosi. Tanpa pikir panjang ia berjalan menuju Kristin. Dengan sekejap kini mereka berdua telah melantai di dance floor diiringi hentakan lagu pengiring pesta.

Sontak perilaku Ben menjadi sorotan para hadirin tamu undangan. Didepan tunangannya sendiri, Ben berani asik berdansa dengan gadis lain. Hal ini seolah menunjukkan bahw Ben masihlah Ben yang dulu.

Dan Kristin, gadis pendulang kesempatan, entah apa yang ia pikirkan? Berani-beraninya membuat kegaduhan di acara keluarga terhormat Pak Henry?

Iva hanya bisa menatap nanar dari pinggir lantai dansa. Menyesali, menangisi dalam hati mengapa harus lelaki seperti Ben yang menjadi tunangannya. Ia tahu Ben sengaja melakukan ini semua untuk menyakiti hatinya.

Pak Henry memerintahkan Bryan, sepupu Ben, untuk membisikkan sesuatu kepada MC.

Bryan berjalan cepat mendatangi MC dan membisikan sesuatu. Dengan cekatan MC mendekati DJ, dan mendadak lagu disco tadi segera berhenti dan berganti dengan lagu yang sangat pelan.

"Bapak ibu para tamu sekalian, marilah kita saksikan dansa pertama Ben dan Iva yang baru saja bertunangan. Sesuai judul lagu yaitu Perfect by Ed Sheeran. Mari kita doakan mereka akan menjadi sempurna untuk satu sama lain."

Riuh tepuk tangan undangan sama riuh nya dengan isi dada Iva. Ia tidak mau berdekatan apalagi harus berdansa dengan Ben. Baginya hal itu sama saja mengkhianati janji kasih sucinya dengan Aarav.

Iva terbuyar dari lamunannya saat jemari Ben menariknya menuruni tangga lantai dansa.

Entah apa yang diniati oleh Ben saat tiba-tiba ia mengecup tangan Iva dan menundukkan badannya seperti pemuda jaman kerajaan saat menghormati seorang wanita. Yang jelas perilaku ini semakin membuat Iva tidak nyaman.

"I Found a love for me.. Oh darling just dive in, follow my lead... " suara lagu mulai terdengar.

Ben melingkarkan tangan kanannya di pinggang Iva, kemudian tangan kirinya membimbing jemari Iva bertengger di pundaknya. Dengan satu tarikan, tubuh Iva dibawa mendekat, bersentuhan dengan dada bidang Ben.

"I Found A Girl, Beautiful and sweet.." Ben ikut berdendang menirukan lirik lagu sambil menatap mata Iva tajam. Seolah hendak mengatakan bahwa Iva-lah yang telah ia temukan.

Jantung Iva seperti genderang perang yang ditabuh oleh sepuluh prajurit. Berdetak kencang tidak karuan menanggapi perilaku Ben yang mendadak manis dan sangat gentleman.

Wajah tampan Ben dengan hidung mancung dan bibir tipisnya terpajang jelas di depan wajah Iva.

"Ben... kamu... " Iva tersipu dan tidak mampu meneruskan kata-katanya. Ia tidak menginginkan momen ini, namun inilah yang terjadi.

"Jangan kira aku menyukaimu. Aku hanya tidak ingin pergi dari rumah dan kehilangan semuanya," cibir Ben sambil tetap berwajah riang dan tersenyum manis.

Iva merasa kehilangan akal. Makhluk apa yang ada di depannya ini??? Pandai sekali bersandiwara.

Pandai sekali mengusik dan menyakiti hati seorang gadis. Tak heran teman-temannya menjuluki dia Ben "The Player."

"Kamu pikir aku bodoh? Rasa suka dan cinta tidak akan bisa dirasakan oleh orang seperti kamu. Dua perasaan itu terlalu suci dan sakral. Kamu tidak pantas merasakannya!" Iva merangkai kalimat yang tidak kalah pedasnya untuk membalas hinaan Ben.

"Tapi kamu cantik malam ini, aku suka kamu. Bagaimana selanjutnya?" kilah Ben mulai memperlihatkan kepiawaian dalam merayu.

"Selanjutnya? Selanjutnya adalah kita pulang ke rumah masing-masing dan berharap orang tua kita sadar lalu membatalkan perjodohan konyol ini," tangkas Iva tidak memperdulikan rayuan Ben.

Ben tertawa mendengar harapan Iva.

"Tidak semudah itu. Papaku kalau sudah berkehendak, tidak akan ada yang bisa merubahnya sekalipun ada gunung meletus," seloroh Ben masih terus berdansa dengan mendekap Iva.

"Ben, jangan dekap aku seperti ini! Risih aku!" Iva mendorong Ben sedikit mundur.

"Bayangkan saja aku adalah Aarav. Pacar kutu buku yang kamu cintai itu," olok Ben menatap Iva dengan sangat menjengkelkan.

Iva memilih diam. Melanjutkan pembicaraan dengan Ben sepertinya tidak ada guna dan hanya semakin menambah keruwetan, pikir Iva dalam hatinya.

*****

***Teaser Next Chapter :

Baru kali ini ada seorang perempuan berani marah bahkan menamparnya. Biasanya, perempuan manapun akan bertekuk lutut dan bersedia diperlakukan seperti apapun olehnya.

"Dasar perempuan gila!!" Ben mencengkram kedua pergelangan tangan Iva sembari mengguncang-guncangkan tubuh tunangannya.

"Minta maaf sama aku!!" bentak Ben menarik tubuh Iva dengan kasar. "Cepaaaattt...!!!" hardik Ben kembali.

Iva menjerit dan mengaduh. Ia berusaha melepaskan diri dari cengkraman Ben. "Lepaskan aku...!!" jerit Iva***.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!