Di sebuah pegunungan suci, tinggalah beberapa manusia yang melakukan pelatihan dasar spiritual sampai memasuki tahap surgawi. Disana ada Dewa yang bertanggung jawab atas gunung tersebut, yaitu Dewa kehidupan dan gunung suci itu bernama Melian.
Dewa kehidupan, telah mengadopsi anak wanita dari pasangan manusia tingkat surgawi dan tingkat manusia suci, anak tersebut bernama Te Heya.
Te Heya, telah memasuki pelatihan tingkat wanita suci level 6 yang sekarang juga menjadi guru di pafiliun bangau emas. Gunung Melian terbagi menjadi 2 bagian, yaitu mansion atas dan mansion bawah para pekerja.
Murid Te Heya, yang memiliki bakat alami dari lahir adalah Lobelia, mereka memiliki kedekatan layaknya seperti saudara terlebih lagi Lobelia juga sama seperti Te Heya, yang di tinggal mati oleh orang tuanya.
Lobelia, saat ini telah mencapai tingkat wanita suci tahap awal dan tidak semua murid mampu mencapai tahap tersebut di usia muda tanpa bakat alami dan latihan penuh. Dia juga berbakat dalam seni beladiri serta, menggunakan senjata tajam seperti pedang dan tombak. Dia juga memiliki paras yang cantik, pintar, berani, dan teladan.
Di tempat pelatihan, Te Heya mengambil langkahnya menuju Lobelia.
"Sudah waktunya untuk memilih senjata." Tegurnya dengan suara lembut.
"Kakak... " jawab Lobelia dengan tersenyum.
Begitulah panggilan Lobelia kepada Te Heya, dia tidak memanggilnya guru melainkan dengan sebutan kakak.
Te Heya, yang telah lama memantau perkembangan muridnya dari hari ke hari merasa bangga karena, tidak sia sia semua perjuangan yang telah di lakukan bersama murid berbakatnya itu. Te Heya, berencana melakukan pelatihan selanjutnya sampai tingkat cahaya, tetapi sebelum itu dia harus memastikan perkembangan lebih lanjut untuk Lobelia, agar dia mampu menggantikan gurunya untuk melatih saudara-saudara yang lain pada saat pergi berlatih.
.
.
Menjelang malam Lobelia, berdiri di atas batu pelatihan sambil memandangi langit dimana muncul pemandangan aurora yang cantik.
Batu pelatihan di gunakan untuk berlatih spiritual para murid di mansion atas gunung Melian.
"Perkembangan dari pelatihan kau saat ini cukup memuaskan, mungkin suatu hari nanti kau dapat melampaui ku. " Sahut Te Heya, berjalan mendekati Lobelia.
"Eh... kakak, saya tidak seberbakat kakak dan juga masih memiliki banyak kekurangan," jawab Lobelia, merendah.
"Saya tahu kau akan jawab begitu," balasnya. Te Heya, tersenyum membalikan badan.
"Sudah mau pergi!" seru Lobelia, cepat.
"Hmm.. ya," jawab Te Heya yang menghentikan langkahnya.
"Suatu hari nanti ijinkan saya yang merawat, dan melindungi mu. Maafkan perbuatan murid mu yang masih banyak kekurangan ini." Teriakan Lobelia berjalan mengarah kepada gurunya.
"Saya akan pergi ke tempat Dewa kehidupan untuk tingkat cahaya, sekitar 2 minggu lagi, " Ujar Te Heya.
"Semangat, saya selalu mendukung mu."
"Titip pafiliun ini, dan mansion atas serta berlatihlah bersama yang lain dengan baik. "
Pesan dari Te Heya sembari menghadap ke arah Lobelia.
"Em... " jawaban Lobelia, angguk tersenyum.
Lobelia, setiap hari melatih kemampuanya dengan baik. Dia juga belum pernah melangkahkan kaki untuk berkunjung ke mansion bawah seperti guru dan para pelayan. Seperti yang di katakan orang-orang bahwa, mansion bawah adalah tempat para pekerja. Disana rumornya banyak orang-orang kasar, dan tidak mengerti tentang pelatihan spiritual. Akan tetapi, mereka dari mansion bawah mampu membuat persenjataan untuk mansion atas, sedangkan murid-murid mansion atas tidak mampu melakukanya. Hal yang selalu di lakukan mereka selain belajar dan berlatih, mereka hanya dapat menerima senjata, dan mengisinya dengan kekuatan spiritual masing-masing. Terkadang Lobelia termenung sendiri, memikirkan kenapa gunung ini di bagi menjadi 2 bagian yang berbeda.
.
.
.
Oke, guys. Thank you, sudah berkunjung untuk membaca novel pertama ku. Maaf jika masih banyak kekurangan, saya baru pertama kalinya membuat novel, jadi terkesan amatiran. Jika ada adegan kekrasan di bab-bab berikutnya, pembaca HARAP BIJAK!
Terimakasih, buat kalian yang sudah bantu LIKE & KOMENTARNYA 🤗
Sebelum di mulai, silahkan kasih saranya di novel pertamaku. Selamat menikmati chapter berikutnya.
.
.
.
Pagi itu Te Heya, mendapatkan pesan dari Dewa Kehidupan agar dia segera datang ke tempatnya karena, ada hal penting yang akan Dewa sampaikan sebelum dia memulai berlatih ke tahap selanjutnya.
Te Heya, bergegas pergi ke tempat Dewa Kehidupan.
Setelah 1 hari perjalanan menggunakan burung bangau spiritualnya, dia pun sampai ke tempat sang Dewa.
"Sujud hamba kepada Dewa Kehidupan. Te Heya mendapat titah untuk segera ketempat sang Dewa."
Salam Te Heya, dengan posisi sujud jari kanan menutup jari kiri.
"Bangunlah, anak ku," ucap sang Dewa.
"Baik... " jawab Te Heya, dengan lembut.
Te Heya, bangun dari sujudnya dengan posisi duduk melipat kedua kakinya.
"Dewa, memanggil kau untuk sebuah amanat yang mulia," ucap sang Dewa kepada Te Heya.
"Terimakasih, Dewa."
Te Heya, menundukan kepala senyum syukur.
"Sebagai Dewa kehidupan, saya akan memberikan kau gelar sebagai wanita suci Dewi kebijaksanaan dari gunung Melian, sebagai hadiah kau telah menjaga dan merawat gunung itu untuk para Dewa."
"Hamba, mengucapkan terimakasih untuk sang Dewa. Hamba, akan menjaga amanat ini dengan baik kedepanya." Ucap Te Heya.
"Dewa juga, akan memberikan kau pedang kabut es ini. Jaga dia dengan baik, dan berlatihlah sampai kau memasuki tahap surgawi, " pinta sang Dewa.
"Hamba...! hamba sangat berterimakasih dewa. Hamba, akan berlatih dengan baik."
Te Heya, kaget karena dia tidak menyangka bahwa dia akan diberikan hadiah sebesar ini olehnya. Dia tetap menundukan kepalanya. Dia tiba tiba teringat muridnya, Lobelia. Dia pun mengajukan permohonan kepada Dewa Kehidupan.
"Hamba... juga ingin mengajukan permohonan pada dewa," pintanya.
"Apa itu, anak ku. " Tanya sang Dewa padanya.
"Hamba memohon, engkau juga memberikan gelar kepada murid hamba yang bernama, Lobelia. Dia adalah wanita cantik yang berbakat dan rajin. Tahun ini dia telah mencapai tingkat wanita suci tahap awal, Lobelia juga mahir menggunakan persenjataan," ungkapnya.
"Baik, jika itu permohonan kau. Tapi ketauhilah Dewa, tidak bisa memberikan dia senjata layaknya pada kau." Jawaban dari Dewa Kehidupan kepada anak didiknya tersebut.
"Izinkan hamba yang memberinya, Dewa. Ini adalah bentuk apresiasi hamba untuknya karena, telah membantu hamba menjaga gunung dan melatih murid murid di sana. "
"Sesuai keinginan kau anak ku, kembalilah bersama Amor untuk membawa titah dari ku," balas Dewa kehidupan.
"Baik Dewa, terimakasih untuk hari ini," jawab Te Heya.
Dia pun berdiri, dan bergegas kembali bersama Amor sang Dewa untuk titahnya. Te Heya kembali dalam keadaan berbunga, dan memikirkan senjata apa yang cocok untuk muridnya.
__________________________
Di pafiliun bangau emas.
Semuanya tetap berlatih dengan baik di bawah bimbingan Lobelia. Dia sedikit kecewa dengan Te Heya karena pergi begitu saja tanpa pamit, bahkan dia pun tidak tau kemana perginya Te Heya.
Setelah pelatihan selesai, dia pergi ke ruang baca dimana dia sering datang bersama gurunya untuk mempelajari buku buku di sana.
"Hmm... sudah sehari berlalu, kemana perginya kakak," gumamnya.
Lobelia, pun menutup bukunya dan duduk sambil menatap keluar jendela. Dia masih memikirkan bagaimana dengan kondisi di luar mansion yang dia tempati salah satunya adalah mansion bawah. Dia mencari sejarah gunung Melian di ruang baca, tapi tidak ada yang menceritakan tentang kenapa gunung ini terbagi 2 bagian. Saat dia masih dalam kondisi termenung, datanglah Te Heya dengan utusan sang Dewa. Lobelia, yang melihat dari ruang baca pun seketika segera keluar, dan ikut berkumpul dengan yang lain untuk menyambut gurunya.
"Selamat datang kembali guru."
Salam dari para murid pafilun bangau emas, membungkuk menyambut kedatangan gurunya, Te Heya.
"Ucapkan salam juga kepada Tuan Amor, beliau adalah utusan dari Dewa kehidupan," perintah Te Heya pada mereka.
"Selamat datang di mansion atas gunung Melian, hormat kami pada tuan Amor." Ucap para murid, hormat.
"Semoga kehidupan yang sejahtera untuk kalian semua dan bangunlah tidak perlu kalian berlama lama membungkuk," jawab Amor.
"Amor datang kemari untuk titah sang Dewa. Dia membawakan perintah untuk salah satu murid berbakat kita, Lobelia. " Umum Te Heya di ikuti senyum bangga kepada muridnya.
Serentak para murid yang awalnya menundukkan kepala, seketika mengarahkan pandangan mereka pada Lobelia.
"Sa... saya kak. Ah...! maksutnya guru." Lobelia, kaget sontak saja ketika namanya di sebut oleh gurunya untuk sebuah titah yang berharga dari Dewa kehidupan.
''Kemarilah nak, ini adalah perintah dari Dewa Kehidupan. Tuan Amor silahkan bacakan titahnya," perintah Te Heya, mempersilahkan.
Lobelia, berjalan kedepan sedikit mendekati gurunya. Amor, langsung membacakan isi pesan dari surat tersebut yang menyatakan bahwa, Lobelia telah di beri gelar sebagai wanita suci putri kecantikan dari gunung Melian. Amor, juga memberi perintah kepada Te Heya untuk berdiri sejajar dengan Lobelia, dan segera membacakan persyaratan saat memakai gelar masing masing di kemudian hari.
"Dengan ini, keduanya telah di berikan gelar yang pertama sebagai Dewi Kebijaksanaan dari gunung atas Melian dan yang ke dua sebagai Putri Kecantikan dari gunung atas Melian. Sebagai tingkat Wanita suci dengan gelar masing masing keduanya mampu untuk tidak menjalani hubungan asmara, terkecuali pada lelaki yang telah mencapai tingkat spiritual manusia surgawi. " Isi perintah yang di bacakan Amor kepada kedua wanita suci tersebut. Lalu berkata, "Apakah kalian sanggup menjalankanya?" sambung Amor.
"Kami sanggup menjalankan perintah tersebut di kemudian hari dan akan bertanggung jawab atasnya. Terimakasih kepada Dewa Kehidupan."
Jawaban dari Te Heya, dan Lobelia sambil membungkuk.
Hari yang penuh bahagia itu pun berlalu, dan semuanya kembali menjalankan kegiatan di mansion seperti biasanya.
.
.
.
.
Gimana nih sampai sini masih penasaran kenapa gunung itu terbagi 2 bagian, yang masih penasaran tetap standby dan like, komentarnya 😊
"Kira kira ada apa di mansion bawah ya, apa benar orang orang dari sana seperti yang di rumorkan ?" gumam Lobelia yang tidak melihat bahwa, gurunya telah di sampingnya.
"Sedang memikirkan apa ?" tanya Te Heya.
"Ah... kakak. Em, itu menurut kakak bagaimana sesuatu di luar sana ?" balas Lobelia.
"Sesuatu ?" jawabnya. Te Heya menatapnya seolah olah sedang membaca apa yang ada di fikiran muridnya.
"E,em... seperti sesuatu hal yang indah! mansion bawah misalnya ?" balas Lobelia, bertanya pada Te Heya.
"Kau tidak perlu berpikir tentang itu, berlatihlah terus dengan baik." Jawab tegas Te Heya pada muridnya yang kemudian pergi meninggalkan Lobelia.
.
.
.
#Flashback On.
Awal mula Dewa kehidupan yang masih di tahap pelatihan spiritual sebelum di angkat menjadi Dewa di nirwana. Dia adalah manusia yang saat itu telah mencapai tahap level cahaya yang namanya adalah Morpha. Manusia level cahaya ini berada di satu tingkat dari level manusia suci. Tahapan level manusia spiritual di gunung Melian dari tahap spiritual dasar, tahapan menengah level 1 sampai 8 yin yang, tahap level rainbow, spiritual level manusia suci tingkat 1 sampai 10 ajna, tahapan manusia tingkat cahaya di level 1 sampai 7 ajna, dan yang terakhir tingkat manusia syurgawi. Namun, jika mereka mampu melampaui semuanya serta, selalu melakukan kebajikan maka dapat diangkat menjadi Dewa jika mereka menjadi manusia yang terpilih.
Kala itu banyak manusia dari dataran manapun yang belajar pelatihan spiritual dan beladiri di sana, salah satunya adalah kedua orang tua dari Te Heya.
Ayah Te Heya, bertemu dengan ibunya saat masing masing telah di beri gelar oleh Dewa di nirwana hingga, keduanya menikah dan lahirlah Te Heya. Orang tua Te Heya, yang juga seorang jendral di bawah pimpinan Morpha, dia telah mencapai tingkat syurgawi dan istrinya mencapai tingkat wanita suci. Mereka di perintahkan untuk melawan kerjaan wilayah Thebes, yang kala itu berusaha akan menguasai gunung Melian.
Dalam pertempuran tersebut keduanya terluka parah, mereka mengorbankan diri untuk melindungi gunung dan Morpha, yang mendengarnya saat itu pun ikut turun tangan untuk membantu mereka. Namun naas, dia terlambat dan mereka menghembuskan napas terakhirnya di medan perang. Selanjutnya, Morpha melawan Raja tersebut dan keduanya imbang karena, di kerjaan tersebut dari generasi ke generasi memiliki kekuatan dari blood storm dan Morpha, mengeluarkan pedang kabut es nya yang mampu melumpuhkan blood storm milik Raja Thebes. Dari pertempuran keduanya Morpha memenangkanya, dan Raja Thebes terluka parah yang akhirnya tidak mampu untuk melawan lagi. Sebelum Raja Thebes mati, dia mengikrarkan sumpahnya.
"Raja berkata, bagi siapapun yang turun dari gunung Melian, akan di musnahkan sampai ke generasi berikutnya. Dengarkanlah perintahku untuk seluruh penerusku, Melian adalah gunung terakhir yang belum kita kuasai. Uhuk..uhuk!" sumpah sang Raja yang murka di hadapan Morpha.
"Itu tidak akan pernah terjadi. Melian, tetaplah Melian yang akan menjadi gunung suci selamanya, dan membawa kesejahteraan bagi rakyat di bumi," jawab Morpha.
"Sraat... Crash."
Suara tebasan pedang terkahir dari Morpha untuk Raja Thebes.
Setelah kejadian itu Morpha, mengumukan bagi siapa pun tidak boleh turun gunung, dan menutup akses untuk membuka progam belajar di gunung Melian kecuali, bagi mereka yang sudah tinggal. Kala itu Te Heya, berumur 5 tahun yang sudah belajar pelatihan spiritual bersama murid murid yang lain.
.
.
17 tahun berlalu setelah pertempuran besar itu Morpha, menjadi manusia yang terpilih dan diangkat menjadi Dewa kehidupan dan menempat di nirwana.
"Te Heya, kau sudah saya anggap seperti putri sendiri. Tolong, jagalah gunung Melian untuk saya, dan untuk warga gunung Melian. Saya kedepanya akan tinggal di nirwana, kau tetaplah berlatih dan pilihlah beberapa murid untuk kau ajari kelak. Saya akan menjaga kalian dari jauh, jangan lupa untuk selalu aktifkan kemampuan telephati mu. Jika ada apa apa, saya akan selalu membantu mu. Mansion atas ini saya serahkan padamu, jika kau butuh apa apa mintalah bantuan pada paman Baron dari mansion bawah." Pesan Morpha pada anak asuhnya.
"Mansion bawah, guru ?" tanya Te Heya.
"Ya, paman Baron lah yang menjadi penanggung jawab di sana. Pergilah jika kau ingin mengumpulkan persenjataan, pergilah jika kau ingin memesan atau di buatkan pakaian, dan pergilah kau jika itu hal yang penting dan mendesak. Dia akan menerima kau dengan baik tapi, jangan sekali kali kau menyinggungnya tentang mansion bawah. Kau tidak perlu mengetahui sesuatu yang tidak perlu kau ketahui. Ini adalah perjanjian di antara kami. "
Itu adalah pesan tambahan darinya untuk Te Heya, agar selalu menjaga privasi satu dengan yang lain.
"Baik, guru!" jawab Te Heya, patuh.
Te Heya, sampai dengan hari ini selalu memegang teguh pesan dari gurunya yaitu, Morpha sang Dewa Kehidupan. Dia tetap melakukan kegiatan pelatihan spiritual tiap harinya bersama murid murid yang telah dia pilih, salah satu dari muridnya yang memiliki bakat alami adalah Lobelia. Selisih umur keduanya hanya 5 tahun, dan sampai sekarang gunung melian tidak pernah menerima peserta didik dari luar seperti dulu. Mereka hanya mengajar murid murid yang tersisa dan tinggal di sana sepanjang hidupnya.
#Flashback Off
.
.
"Swosh...sring,sreng...trang,trang...tring,sring."
Suara pedang Lobelia yang tengah berlatih dengan murid yang lain.
Te Heya, menghampirinya dan mengambil sembilah pedang kemudian, dia tiba tiba menggantikan posisi pasangan berlatih Lobelia.
"Wuushh... sriiiing"
Te Heya, terbang dengan mengayunkan pedangnya lalu memulai pembicaraan sembari menemani Lobelia berlatih.
"Sudah lama kita tidak berlatih." Ujarnya dengan mengayunkan pedang pada Lobelia.
"Sriiing... Itu karna kau sibuk sendiri!" jawab Lobelia, terus melanjutkan.
"Trang, trang, sriing... Jadi, kau marah pada guru mu ?" balasnya.
"Saya tidak berhak." Jawaban Lobelia, tetap melanjutkan.
"Hmm...kau tidak perlu tau tentang mansion bawah lagi, itu bukan sesuatu hal yang bisa kau singgung," sambungnya mengfokuskan dari pembicaraan Lobelia kemarin.
"Kenapa begitu, bukankah kita semua sama." Jawab Lobelia tegas, dan makin mempercepat ayunan pedangnya.
"Trang, trang, sring, sreng... kita berbeda dengan mereka, kau cukuplah berlatih dengan giat. Kita tidak pernah tahu, kapan kejahatan akan muncul entah, kejahatan dari diri sendiri atau dari luar." Tegur Te Heya, menatap tajam.
"Kalau begitu, bagaimana dengan kondisi di luar gunung ini ?" tanya Lobelia yang menghentikan ayunan pedangnya.
"Kau tidak perlu mengetahui sesuatu hal yang tidak perlu kau ketahui."
Te Heya kemudian pergi meninggalkan Lobelia di tempat.
Lobelia, yang kemudian tetap melanjutkan pelatihnya sendiri, dia merasa bahwa gurunya tidak mempercayainya sehingga, bungkam dan tidak mau bercerita.
Lobelia, yang dalam keadaan kecewa, akhirnya tidak berbicara dengan gurunya selama 3 hari. Dia mengingat bahwa minggu depan gurunya akan pergi berlatih ke tempat Dewa kehidupan. Jadi, dia menahan amarahnya agar tetap stabil emosionalnya dan bisa berlatih spiritual dengan tenang di atas batu pelatihan serta, tidak meluapkanya pada murid murid yang lain pada saat dia di tinggal pergi berlatih.
.
.
.
.
.
.
________________________
Sudah di chapter 3, terimakasih bagi yang sudah mau berkunjung di novel pertamaku. Kira kira ada siapa saja di mansion bawah, tetap standby, jangan lupa like 👍 dan komentarnya.👌
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!