NovelToon NovelToon

Istriku Bad Girl

Tak Kenal Maka Tak Sayang

Gue Alana Pradipta. Umur gue sekarang 25 tahun. Kalau lu melihat gue secara fisik, lu pasti akan berpikir gue itu preman, brandalan dan juga cewek gak bener. Banyak deh sebutan orang buat gue. Yang jelas semua sebutan orang buat gue gak ada bagus - bagusnya.

Gue paham sih, kenapa orang - orang punya stigma negatif ke gue. Tapi gue tidak ambil pusing, karena gue gak merugikan orang lain. Gue juga gak nyusahin mereka.

Sebenarnya muka gue gak jelek-jelek amat. Aslinya kulit gue itu putih, cuman karena pekerjaan gue di lapangan kulit gue jadi kecoklatan, eksotik kalau kata orang bule. Rambut gue sepundak dan bergelombang. Gue itu termasuk cewek tomboy, sehari - hari nih gue sukanya pakai baju kaos longgar yang bagian pundaknya suka gue tarik dan celana jins juga pake sepatu conv**se atau sandal jepit.

Nah yang bikin orang berpendapat gue itu preman adalah karena gue tato dibeberapa bagian tubuh gue. Yang terlihat jelas oleh orang - orang tato di lengan kanan dan kiri. Gue juga merokok. Belum lagi kerjaan gue jagain parkiran di Internasional School punya uwak gue. Jadi gue paham banget lah kenapa orang berpikiran gue itu preman dan cewek gak bener. Gue itu ibarat paket lengkap gambaran seorang preman wanita.

Kok lu gak jelasin aja ke orang - orang?

Males, bos! Masa gue harus jelasin satu - satu ke orang sekampung kalau kerjaan gue halal? Gue berantem kalau memang keadaan yang sangat mendensak. Gue tatoan karena menurut gue tato itu tempat buat mengabadikan kenangan. Tiap tato di badan gue ada maknanya. Kalau merokok emang karena sekitar gue sih...

Gue tidak memakai obat - obatan terlarang. Gue tidak melacur, gue juga tidak mencuri. Gue mengumpulkan rupiah demi rupiah dari menjaga mobil - mobil orang kaya yang anaknya bersekolah di Internasional School.

Hidup itu tidak rumit, yang rumit itu elu. Dengan segala keingintahuan terhadap hidup orang lain. Membicarakan orang lain seolah - olah orang lain pendosa dan kamu yang paling suci.

Jadi biarkan orang menghabiskan tenaganya buat memikirkan gue, gue mau menghabiskan tenaga gue untuk fokus dihidup dan mimpi gue.

*****

Seperti biasa jam setengah enam gue udah siap buat berangkat ke parkiran. Parkiran buka jam enam pagi biasanya sampe jam lima sore. Uwak gue juragan parkiran, nah parkiran di Internasional School di percayain ke gue. Lumayan pembagiannya 60-40. 60% buat gue, 40% buat Uwan Madin.

"Lan, jangan lupa, hari ini waktunya bayar iuran ke sekolah." Uwak Madin nyerahin amplop coklat.

"Siap, wak. Abi udah bilang ke Mr. Ho kita bayar hari ini." Walaupun Uwak Madin yang mengelola parkiran tapi lahan tetep punya sekolah, jadi tiap bulan Uwan Madin tetep harus bayar iuran. Gak banyak cuman buat bayar listrik, air dan Wi-fi.

"Lana berangkat, Wak." gue cium punggung tangan Uwan Madin. Topi hitam nitupin kepala gue biar muka gue gak terlalu terpapar sinar matahari. Bukan masalah jadi hitam, tapi panas bos. Kaca mata hitam gue gantung di kerah baju kaos gue. Sedang amplop dari uwak Madin udah aman di tas pinggang gue.

Dua puluh menit motor matic gue udah masuk ke parkiran. Ternyata sudah Ujang sama Anto udah sampe duluan.

"Udah ngopi aja, lu." gue duduk di sebelah Ujang.

"Lu mau?" tawar Ujang.

Gue ngeluarin sebatang rokok, menghisapnya sambil menyalakan dengan korek gas berwarna hijau. Begitu asap keluar, gue mulai menikmati rokok ditangan gue. "Mau lah, mana enak merokok gak pake kopi, Jang."

Ujang bangkit dari duduknya, "Sekalian gorengan, Jang." Ujang memberikan jempolnya sebagai tanda mengerti.

"Bang Codet kemarin malem nyariin elu, Lan." Anto menghisap rokok kretek nya. "Lu harus hati - hati."

"Gak usah takut, To. Uwak Madin make lahan ini resmi. Udah ijin sama pihak sekolah. Tiap bulan dia bayar iuran. Jadi Bang Codet gak bisa macem - macem."

"Tetep aja, Lan. Bang Codet yang pegang daerah ini. Kalau bisa lu low profile aja." saran Anto.

"Gak keselek lu ngomong low profile?" gue terkekeh.

Gak lama Ujang dateng dengan segelas kopi susu panas dan sepiring gorengan. Isi tenaga dulu sebelum mobil para orang tua mulai berdatangan dan matahari mulai membakar kulit.

Maggie Lindemann as Alana Pradipta

...🌼🌼🌼 Masukin Favorit, ya kak biar dapet notif kalau ada update., Like dan komen, biar makin semangat nulisnya🥰🥰 🌼🌼🌼...

Follow IG Mak Othor @bydarl.2021

Peri Kecil

Jam setelah tujuh mobil pengantar siswa sudah mulai berdatangan. Ujang dan Anto mulai sibuk mengatur mobil yang keluar masuk ke area parkir, sedang gue menyapa beberapa orang tua yang gue kenal. Mereka yang gue kenal rata - rata anaknya udah lama di sekolah ini karena sekolah ini lengkap mulai dari PG sampai SMA ada.

Gue juga kenal beberapa baby sitter yang nungguin anak majikannya dan supir yang mengantar mereka. Beberapa orang tua siswa yang sibuk menyerahkan urusan anter jemput anak mereka kepada sopir.

Gue juga punya kenalan mama - mama sosialita. Umumnya mereka ibu rumah tangga yang tidak bekerja. Di rumah mereka tidak ada kegiatan, jadi mereka berkumpul cafe depan sekolah. Ada yang cuman ngobrol berfaedah dan tidak berfaedah sampe arisan. Kehidupan orang banyak duit ya... Enak bener.

Kalau gue?

Kalau gue gak kerja ya gak dapet duit, gue gak bisa nabung buat buka distro impian gue.

Gerbang sekolah sudah hampir tertutup saat mobil mewah berkecepatan tinggi yang masuk ke parkiran. Udah ngebut parkir mobilnya juga sembarangan.

Pria berjas keluar dari mobil. Pria asing, gue rasa keturunan Korea, wajahnya mirip oppa - oppa di drakor yang sering di tonton Marlin, sepupu gue.

Pria itu memutari mobilnya, membuka pintu disebelah pengemudi. Sedetik kemudian keluar seorang gadis kecil yang sangat cantik. Wajahnya cantik, imut, menenangkan dan menggemaskan sekaligus. Gue rasa kalau ini anak jadi peran peri cocok banget.

Gue yakin mereka bapak dan anak.

Bergegas mereka berlari melewati gerbang sekolah yang nyaris ditutup sama babang satpam. "To, biarin aja. Paling bentar lagi juga pergi tu mobil." Anto mendekati mobil BMW X6 berwarna putih milik si oppa Korea itu.

Anto kembali ke tempatnya. Benar aja, sepuluh menit kemudian oppa Korea itu sudah keluar lagi dan pergi meninggalkan sekolah.

Gue menyalakan rokok kedua gue dihari ini sambil mainkan ponsel gue yang berlogo buah apel digigit. Tabungan gue enam bulan, gue pake buat beli hp ini untuk bisa nunjang kerjaan gue bikin design gambar kaos. Pengenya gue beli Laptop atau komputer dengan dengan logo ini juga, sayang tabungan gue belum cukup

Gue denger bel istirahat bunyi. Kalau udah mainin ponsel waktu suka gak kerasa. "Jang, gue ke tempat Mr. Ho dulu."

"Siap bos." Ujang menempelkan tangan di keningnya kayak orang lagi hormat.

"Bang, gue mau ketemu Mr. Ho." Gue berenti dulu di pos satpam.

Gue jalan melewati lapangan basket. Masuk ke lobi dengan pintu kaca yang kebuka otomatis. "Mba, saya mau ketemu Mr. Ho."

Salah seorang resepsionis mengantarkan gue ke ruangan Mr. Ho setelah menghubungi Mr. Ho lewat telepon.

Resepsionis yang gue kenal bernama Sapta, mengetuk pintu ruangan Mr. Ho kemudian mempersilahkan gue masuk.

"Good morning, Mr. Ho." gue menyapa duluan. Mr. Ho seorang keturanan Cina Hongkong yang sudah Lima tahun bekerja di Indonesian. Gue pake bahasa Inggris bukan sok - sok an, tapi beliau memanggil lebih suka diajak ngomong dengan bahasa Inggris.

* Selamat pagi Mr. Ho*

"Lana, good morning. Sit down." Mr. Ho menunjuk kursi yang ada depan meja kerjanya.

**Lana, selamat Pagi. Silahkan duduk.

"Thank you, Mister. I'm here to give you the parking retribution ." Gue ngeluarin amplop coklat pemberian uwan Madin.

* Terima kasih, mister. Saya datang untuk memberikan retribusi parkir*.

"Always on time." Mr. Ho tersenyum ramah. Gue ikut senyum membalas beliau. Kami berbincang sebentar sebelum akhirnya gue pamit. Sebentar lagi jam pulang anak PG dan TK.

**Selalu tepat waktu

Ujang dan Anto sedang sibuk mengatur mobil yang baru dateng buat jemput anak - anaknya. Di sisi lain parkiran gue liat Bang Codet dan beberapa anak buahnya.

Lee Min Ho as Richard Lee

as Angel Lee

...🌼🌼🌼 Masukin Favorit, ya kak biar dapet notif kalau ada update., Like dan komen, biar makin semangat nulisnya🥰🥰 🌼🌼🌼...

Keributan

Gue tidak memperdulikan Bang Codet dan anak buahnya yang sedari tadi berdiri di gerbang parkiran. Fokus gue saat ini membantu Ujang dan Anto yang sedang mengarahkan mobil yang keluar masuk parkiran. Jangan sampai terjadi kemacetan karena mobil - mobil yang mau menjemput anaknya.

Ujang memberikan kode ke gue kalau ada Bang Codet melalui matanya. Gue menjawab kode dari dari Ujang dengan isyarat dua jari yang menunjuk ke mata dan ke mobil. Tanda bahwa Ujang harus fokus pada mobil yang sedang lalu lalang.

Anto sibuk membantu anak - anak yang akan masuk ke mobil yang menjemput mereka sedang Ujang mengatur lalu lintas setelah melihat kode yang gue berikan tadi.

"Lan, bang Codet belum pergi juga." Anto mendekati gue setelah membantu Cathrine masuk ke mobil Innova yang menjemputnya.

"Udah, tenang aja." Gue menjawab sambil berlalu menjauhi Anto. Gue mendekati beberapa penjemput dan mengarahkan mereka ke gerbang sekolah. Bahasa Inggris gue yang belepotan lumayan nolong lah kalau situasi gini.

Satu jam kami bertiga sibuk dengan mobil dan para penjemput. Kami akhirnya bisa bernapas lega setelah semua selesai. Parkiran sudah mulai sepi, hanya ada beberapa mobil lagi yang masih terparkir rapi.

Gue, Ujang dan Anto menuju ke base camp. Bangunan yang kami sebut base camp adalah bangunan semi permanen dengan tinggi tembok satu meter, sehingga kami bertiga masih bisa mantau keadaan area parkir. Tempat ini juga menjadi tempat untuk kami istirahat dan berlindung dari panas dan hujan.

Gak berselang lama Bang Codet datang ke base camp. "Lana" Sapanya dengan senyum genit yang tercetak dibibirnya.

"Rokok bang." gue meletakan kotak rokok gue di depan Bang Codet. "Jang, pesen kopi." Ujang menurut, ia bangkit dari duduknya meninggalkan gue dan Anto bersama Bang Codet dan dua anak buahnya.

Bang Codet duduk di sebelah gue, karena gue ngerasa duduk dia duduk terlalu dekat, jadi gue bergeser memberikan jarak.

"Ya elah, Lan gak usah takut gitu." asap keluar dari mulutnya. Mata Bang Codet bergerilya memperhatikan keadaan base camp.

Gue tersenyum kaku. Gue bukan takut, gue hanya gak mau aja bang Codet ambil kesempatan buat nyenggol - nyenggol gue.

"Abang nyariin gue?" gue to the point aja. Basa basi nya cukup dengan ngasiin rokok gue

"Gue liat parkiran tambah rame, Lan." Bang Codet, Pria berbadan besar, berkulit gelap karena terbakar matahari. Pakaian khas preman, kaos hitam dengan gambar seram, celana jins robek dan juga bertato. Sama seperti penampilan gue. Hanya saja kulit gue lebih glowing.

"Sesuai sama murid sekolah aja, bang." Gue menghisap rokok yang terselip dijari gue.

"Gue mau lu bayar iuran keamanan ke gue." Anak buah Bang Codet yang sedari tadi berdiri di belakang gue melangkah maju lebih dekat dari sebelumnya. Gue tahu Bang Codet sedang ingin pamer kekuatannya ke gue.

"Bukannya gue gak mau bang, cuman ini kan yang ngelola uwak Madin, dan ini tanah sekolah jadi mendingan lu ngomong langsung ke uwak Madin. Kalau uwak Madin bilang bayar, gue pasti bayar." Gue jawab santai sambil tetap waspada dengan laki - laki yang berdiri dibelakang gue.

"Halah gak usah lewat Madin. Lu langsung bayar ke gue." Bang Codet mulai emosi.

"Gak berani gue bang, yang ada uwak Madin ngamuknya ke gue." Keadaan menjadi tegang, karena gue tahu Bang Codet tidak menerima penolakan.

Tiba - tiba gue ngerasa ada tangan di pundak gue, gue secara spontan langsung memegang tangan itu, menarik dan memelintirnya dengan kuat.

"Aauuwww... " gue bisa denger rintihan orang sakit dari belakang gue.

Brak!

Bang Codet memukul meja dihadapannya. "Lu berani sama gue?!" gue ditunjuk - tunjuk.

Gue lepasin tangan yang gue pelintir. "Sorry bang, gue reflek. Gue kira ada yang mau kurang ajar ke gue." gue jawab dengan santai.

"Aauuww!!" bang Codet narik rambut gue dari belakang. Gue pegang tangan yang menarik rambut gue agar tidak menarik rambut gue lebih kencang lagi. Bang Codet maksa gue berdiri dengan narik rambut gue, memaksa gue berjalan ke arah tembok. Gue tahu, dia mau membenturkan kepala gue ke tembok, tapi sebelum itu terjadi, gue lebih dulu menginjak kaki kanannya.

Begitu Bang Codet lengah karena kakinya sakit, satu tinjuan melayang ke pipi kirinya. BUG! "Ba**sat!" makinya. Bang Codet terhuyung kebelakang sambil memegangi pipinya.

"Lu liat hukuman dari gue, Lana!"

Bang Codet melayangkan pukulannya. Gue berhasil menghindar beberapa kali, begitu ada celah, gue tangkep tangan Bang Codet. BUG! gue mendaratkan lutut gue diperutnya.

Anto sudah dalam posisi siaga. Dia berdiri dan memasang kuda - kuda bersiap menerima serangan dari anak buah Bang Codet.

Dua anak buah Bang Codet mendekat, satu ditangani Anto, satu lagi bagian gue. Gue pasang kuda - kuda. Mata gue gak lepas dari setiap gerakannya. Gue mau ini cepat selesai, jangan sampai sekolah tahu kalau ada keributan diparkiran.

Tangan yang mau memukul gue, gue tangkap. Gue pelintir dan gue kunci di punggungnya. "Aauuwww!!!" Teriaknya.

BUG!! Gue pukul tengkuknya dengan siku tangan gue yang masih bebas bergerak.

"Abang pergi sekarang sebelum gue panggil polisi." gue ngancam Bang Codet yang masih tergolek dilantai.

Bang Codet memerintahkan anak buahnya untuk pergi. Begitu semua aman, gue duduk lagi di sofa. Sofa lama bekas di rumah uwak Madin.

"Lah pada kemana?" Ujang datang dengan nampan berisi beberapa gelas kopi. Matanya mencari - cari tamu tidak diundang yang tadi membuat onar.

"Lu beli kopi dimana, hah? Lama amat." Anto mengambil segelas kopi.

"Rame, Nyet. Bang Codet udah pergi?"

Gue juga mengambil segelas kopi, "Udah. Sisanya lu bawa ke pos satpam sana."

"Demen banget lu nambahin kerjaan gue." walaupun mengeluh tapi Ujang tetap pergi mengantarkan kopi ke pos satpam.

Gue kembali menyalakan sebatang rokok. Pandangan gue mengarah ke parkiran, mata gue berhenti pada sosok oppa Korea yang tadi pagi mengantar Peri Kecil. Matanya menatap tajam ke base camp. Sepertinya tadi dia melihat perkelahian yang terjadi. Pandangan kami bertemu selama beberapa detik, sampai akhirnya si oppa Korea melanjutkan langkahnya menuju gerbang sekolah.

Tak lama, oppa Korea kembali masuk parkiran dengan menggandeng tangan peri kecil. Senyum gadis kecil itu sungguh manis. Wajah peri kecil terlibat bahagia. Ia tidak berhenti tersenyum selama berbicara dengan ayahnya

Hayo... like, komen dan mawarnya jangan dikasi kendor ya...

follow IG emak, yuk @bydarl.2021

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!