NovelToon NovelToon

Terpaksa Menikahi Tuan Muda Yang Kesepian

Bab 1

Disebuah rumah terlihat ada seorang anak yang sedang di marahi oleh ayahnya.

"Gisel! Kamu lihat ini, kenapa semuanya seperti ini! Apa kamu bercanda dengan papa saat ini! Kamu lupa iya dengan peringatan yang papa berikan? Atau papa terlalu manja mendidik kamu?" Ucap ayah dari anak yang diketahui bernama Gisel itu.

"Maaf pa, Gisel salah, maafkan Gisel, tolong jangan hukum Gisel." Ucap Gisel sambil menangis memohon ampun pada ayahnya.

"Maaf, kamu lihat ini, nilai kamu semua hancur, kamu disuruh mengerjakan pekerjaan rumah juga tidak ada yang benar, bahkan kemarin terakhir kali kamu papa suruh mengelap mobil, malah yang ada timbul goresan di mobilnya."

"Kamu mau menghancurkan semua barang yang ada dirumah ini iya!" Ucap ayahnya membentak lagi.

"Tidak pa, Gisel tidak sengaja, Gisel tidak bermaksud melakukan itu." Ucap Gisel dengan tangis yang menjadi-jadi, apalagi ketika sang ayah sudah main tangan dengannya.

Seperti itulah kehidupan sehari-hari seorang gadis bernama Gisel Larasati. Dia merupakan putri kedua di keluarga ini, tapi sayangnya nasibnya tidak seberuntung kakaknya, bahkan diusia yang masih 10 tahun Gisel sudah sering mengalami penganiayaan. Bahkan orang tuanya sendiri menyebutnya pembawa sial.

Gisel seperti menjadi tumbal untuk kemarahan kedua orang tuanya dirumah ini. Bahkan bukan hanya sekali melainkan berkali-kali Gisel mendapatkan perlakuan seperti itu.

Gisel kecil tumbuh tanpa kasih sayang dari kedua orang tuanya, dan karena itulah dia menutup diri dari dunia luar, bahkan dia tidak memiliki teman, disaat anak seumurannya harusnya masih banyak bermain, Gisel justru mendapat perlakuan yang berbeda, orang tuanya menyuruh Gisel melakukan pekerjaan rumah, tak jarang Gisel kecil selalu kelelahan. Dan jika dia melakukan kesalahan maka hukuman siap diberikan padanya. Dia bahkan pernah tidak makan seharian karena memecahkan gelas saat hendak menuang air minum.

Gisel memang sangat kurang beruntung, bahkan jika dipikir-pikir, dia sama sekali tidak beruntung, tidak pernah satu kalipun Gisel kecil merasa bahagia, atau diberikan kebahagian oleh kedua orang tuanya, dan Gisel kecil bahkan sering diperlakukan seperti seorang pembantu. Padahal dia masih sangat muda, dan belum seharusnya merasakan hal-hal seperti itu.

Nasib Gisel memang berbeda sekali dengan sang kakak Alina, Alina sangat disayang oleh kedua orang tua mereka, semua keinginan Alina pasti dituruti, tidak pernah sekalipun saat Alina menginginkan sesuatu orang tua mereka tidak menurutinya. Walaupun diperlakukan dengan berbeda, Alina menyayangi Gisel, dia bahkan tidak segan membela Gisel jika orang tua mereka sedang memarahi Gisel.

Umur Alina dan Gisel terpaut 2 tahun. Saat ini umur Alina 12 tahun. Alina juga kadang sangat kasihan dengan adiknya Gisel, sampai sekang dia bahkan belum tau kenapa kedua orang tuanya sangat membeck Gisel, padahal Gisel juga anak mereka.

Alina dan Gisel jika diibaratkan maka mereka seperti summer dan winter. Alina tidak pernah sekalipun kekurangan kasih sayang orang tua mereka, bahkan disaat sibuk mereka masih menyempatkan diri menghubunginya. Sementara Gisel, jangan kan untuk dihubingi, jika orang tuanya menyapanya pun mungkin Gisel akan sangat bahagia.

Gisel kecil tumbuh dengan amarah dan siksaan dari orang tuanya, tidak pernah sehari pun dia tidak menangis karena dipukuli jika melakukan kesalahan, jika saja yang melakukan kesalahan itu adalah Alina, maka semuanya akan selesai hari itu juga, bahkan detik itu juga. Tapi jika Gisel yang melakukannya, bahkan sehari pun tidak cukup untuk menghukumnya.

Walaupun begitu, tidak ada orang luar yang menyadari perlakuan buruk kedua orang tua Gisel padanya. Yang orang itu tau adalah Gisel juga bagian dari keluarga itu, tentu saja perlakuan kepada Gisel sama saja. Padahal sangat berbeda.

Gisel kecil hanya bisa menerima itu semua. Apakah Gisel nanti akan bisa mendapatkan kebahagian seperti yang Alina dapatkan, atau sampai kapan pun Gisel akan hidup seperti itu, dan tidak akan ada kebahagiaan untuknya.

Suatu ketika kejadian buruk menimpa keluarga mereka, perusahaan yang dikelola oleh ayahnya mengalami kerugian yang sangat besar, sampai-sampai menyebabkan perusahaan itu bangkrut. Sang ibu yang memang tidak bisa untuk hidup susah pun menyuruh Sang kepala keluarga itu untuk menjodohkan anak mereka, tentu saja itu Gisel. Gisel menjadi tumbal untuk menaikan kembali perusahaan keluarga mereka.

Gisel ingin menolak, tapi tidak bisa, sang ibu bersikeras ingin dia membayar semua balas budi yang sudah diberikan oleh keluarga itu untuknya. Dia harus mau dijadikan tumbal untuk menebus semua huang-hutang milik perusahaan ayahnya. Gisel harus menikahi pria kaya raya yang bisa menyelamatkan keluarga mereka. Dia dipaksa untuk menikah dengan sorang tuan muda yang membantu menyelamatkan perusahaan ayahnya. Dan tentu saja dia tidak boleh memberitahu semua itu kepada kakaknya, Alina. Orang tua mereka tidak mau Alina menghalangi rencana mereka.

Gisel yang tidak bisa menolak pun, mau tidak mau terpaksa menerima pernikahan itu. Dia akan masuk kedalam kehidupan baru yang tidak pernah dia ketahui bahkan dia bayangkan selama ini. Apakah tempat baru itu akan menjadi surga untuknya atau malah menjadi neraka yang perlahan akan membunuhnya.

Kehidupannya yang semula memang tidak pernah damai pun menjadi tambah kacau, mulai dari kuliahnya yang tidak dia lanjutkan, pertemanannya yang hancur, dan pandangan semua karyawan di perusahaan suaminya kepadanya. Gisel harus bertahan menghadapi semua itu, ditambah lagi ternyata pria yang menikah dengannya adalah orang yang disukai oleh sang kakak. Pria dingin dan arogan yang memiliki pamor sangat menyilaukan.

Awalnya Gisel berpikir jika dia terus bersikap baik, maka pria dingin itu akan luluh, tapi nyatanya tidak, pria itu hanya mendekat dengannya, tapi bukan untuk memberinya kebahagian, melainkan untuk memberinya siksaan yang begitu amat kejam, membuat Gisel seperti merasa terperangkap didalam sangkar besi yang sudah dipanaskan sebelumnya.

Bab 2

7 tahun kemudian.

Gisel kecil kini sudah tumbuh menjadi gadis remaja berumur 17 tahun, tidak ada yang istimewa dari hidupnya, malah terkesan biasa saja dan tidak ada yang spesial spesialnya. Setiap harinya hanya ada cacian dan hinaan dari kedua orang tuanya pada Gisel.

Gisel kecil tumbuh tanpa kasih sayang, bahkan sehari pun tidak pernah ada kasih sayang untuknya. Dulu Gisel selalu merasa sakit karena perlakuan itu, tapi semakin kesini, hatinya pun sudah semakin terbiasa, dan bahkan dia seperti sudah kebal dengan semua cacian dan hinaan oleh orang tuanya. Dan yang lebih parahnya lagi, Gisel seperti mati rasa, tidak ada air mata yang jatuh saat dirinya mengalami siksaan, jika dulu waktu kecil dia sering menangis memohon ampun, kini Gisel hanya diam dan pasrah menerima keadaan tanpa mencoba untuk memohon agar diberi belas kasih.

"Kak Alina, sarapnnya sudah siap." Ucap Gisel sambil mengetuk pintu kamar kakaknya.

"Kenapa kamu yang membuatnya, kan kakak sudah bilang suruh bi ijah saja." Ucap Alina sambil keluar dari kamarnya. Gisel hanya diam, karena jika dia tidak melakukannya, maka orang tua mereka akan menghukumnya.

Gisel berjalan mendahului Alina dan menuju ruang makan. Sesampainya di ruang makan ternyata disana sudah ada orang tua mereka. Dimeja makan itu sudah duduk Devan dan Melinda yang merupakan ayah dan ibu dari Alina dan Gisel.

"Pagi sayang." Sapa Melinda pada Alina.

"Pagi ma." Ucap Alina kembali menyapa. Setelah itu dia duduk di kursi untuk sarapan.

Sementara Gisel dia langsung duduk saja tanpa menyapa, dia bukannya tidak sopan, hanya saja dia tau sapaannya tidak akan dibalas oleh orang tuanya.

"Kamu berangkat dengan mama iya, soalnya mama ada rapat pagi ini, dan kebetulan itu searah dengan kampus kamu." Ucap Melinda.

"Ah, tapi Alina pergi dengan Gisel ma, kasihan jika dia harus naik angkot." Ucap Alina mencoba menolak.

"Kenapa harus kasihan, dia juga sudah biasa naik angkot, kamu tidak perlu khawatir. Dan kamu! Jangan terlalu manja dengan kakak mu ya, kamu sudah cukup dewasa, jadi jangan bertingkah seperti anak kecil." Caci Melinda pada Gisel.

"Ma, Gisel masih muda, aku tidak mau terjadi apa-apa dengannya, lagi pula aku tidak masalah mengantarnya, mama kan juga sudah biasa pergi sendiri." Ucap Alina yang mencoba membela Gisel.

"Alina cukup! Kamu berani melawan mama, dengar kan perkataan mama, kamu pergi ke kampus dengan mama, tidak ada penolakan." Ucap Melinda lagi.

"Ma, Alin juga sudah biasa pergi ke kampus sendiri, dan lagi, untuk apa fasilitas di rumah ini ada jika Gisel tidak bisa menikmatinya, dia juga anak kalian, cukup memperlakukannya seolah dia itu adalah musibah bagi keluarga ini!" Ucap Alina yang terlihat kesal karena perlakuan kedua orang tuanya pada Gisel.

"Alina!"

"Kenapa! Kalian tidak bisa memungkiri kalau Gisel adalah anak kalian, kalian yang seperti ini terlihat seperti orang kehilangan akal, kalian.."

Plak, satu tamparan keras dari Melinda tepat di pipi sebelah kiri Alina.

"Melinda!" Ucap sang kepala keluarga.

"Alina, maaf, mama tidak sengaja sayang." Ucap Melinda yang menyesali perbuatannya.

"Cukup! Kalian berdua lebih baik lanjut makan." Ucap Devan pada istri dan anaknya.

Gisel hanya diam, baginya pertengkaran seperti ini sudah biasa dan bahkan sering dia dengar, sang kakak yang mencoba membelanya dan orang tuanya yang tidak terima jika dia dibela. Sebanarnya Gisel juga masih bingung, kenapa orang tuanya sangat membencinya, padahal dia tidak pernah melakukan kesalahan, tapi tetap saja orang tuanya tidak menyukainya.

Melinda kembali duduk, sementara Alina, dia masih berdiri dan memegang pipinya yang tadi ditampar oleh ibunya.

"Kenapa selalu begini, kenapa kalian selalu marah jika kita membahas ini, ada apa dengan kalian, kalian ingin aku menjadikan kalian contoh, tapi kalian sendiri bersikap kekanakan seperti ini."

"Sudahlah, aku sudah kehilangan nafsu makan ku, ayo Gis, kakak antar kamu." Ucap Alina yang kemudian berjalan pergi dari ruang makan. Gisel langsung bangun dari duduknya dan pergi menyusul Alina.

Sekarang tinggalah pasangan suami istri itu diruang makan.

"Jangan pernah lagi aku lihat kamu menggunakan kekerasan pada Alina." Ucap Devan dengan penuh penekanan.

Devan memang sangat menyayangi Alina, baginya anak yang dia miliki adalah Alina, tidak ada yang lain.

"Aku terlalu emosi, salahnya kenapa selalu membela anak itu, dia tidak tau saja siapa anak itu." Ucap Melinda lagi.

"Aku tidak peduli, kamu emosi atau apalah itu, yang pasti jika lain kali aku melihat kamu berbuat kasar pada Alina, kamu akan bernasib sama dengan anak itu." Ancam Devan.

"Kenapa kamu jadi menyalahkan ku, aku kan hanya terbawa emosi." Ucap Melinda yang terlihat kesal.

"Cukup! Jangan berdebat dengan ku, bagi ku Alina adalah segalanya, bahkan kamu tidak akan bisa mengalahkan posisinya." Ucap Devan tegas.

"Devan, aku ini istri mu, bagaimana bisa posisi ku dan anak ku berbeda. Kamu." Perkataan Melinda terpotong.

"Dengar, sejak hari itu, hubungan kita sudah berakhir, aku bertahan disini karena anak ku, Alina, bukan karena aku menyukai mu, atau masih mencintai mu." Ucap Devan yang kemudian langsung pergi.

"Devan! Devan!." Teriak Melinda memanggil Devan, tapi Devan tidak mendengarkannya dan pergi ke kantor.

"Ini semua karena anak sial itu, ini semua salahnya."

"Akh, harusnya dia tidak pernah ada, harusnya dia ikut mati saja dengan ibu." Maki Melinda.

"Lihat saja, aku akan memberinya perhitungan." Ucap Melinda lagi. Kemudian dia langsung mengambil tasnya dan pergi.

****

"Kamu jangan terlalu mendengarkan ucapan mama." Ucap Alina ditengah perjalanan mereka ke sekolah Gisel.

"Hm." Jawab Gisel.

"Hei, kenapa kamu sangat irit bicara." Ucap Alina yang kesal dengan sifat adiknya ini.

"Lalu apa yang harus ku ucapkan, kamu sendiri sudah tau seperti apa aku bersikap selama ini." Ucap Gisel. Alina terdiam, dia memang selama ini terus memperhatikan Gisel, karena dia merasa tidak ada orang yang perhatian dan sayang pada adiknya selain dirinya. Dulu Gisel memang sering mengeluh padanya, tapi saat ini, semakin hark, Gisel seperti tidak perduli dengan semua itu, dia seperti sudah mati rasa, rasa sakit itu seperti sudah kebal bagi dirinya, dia bahkan sama sekali tidak pernah lagi terlihat ssdih ketika orang tua mereka memberi perhatian hanya pada Alina.

"Tenang saja, aku akan selalu membela mu, jadi kamu jangan takut, biar pun manja, kakak mu ini bisa kamu andalkan." Ucap Alina percaya diri.

"Kamu saja tidak bisa mnejaga diri mu sendiri, bagaimana bisa kamu menyuruh ku mengandalkan mu." Ejek Gisel. Walaupun dia dingin, tapi kalau sudah bersama Alina, dia bisa menunjukan sifatnya yang lain.

"Kamu ini, aku kan kakak mu, tentu saja kamu adalah prioritas utama ku, aku akan melindungi mu dari orang-orang yang ingin bersikap jahat pada mu, kamu tenang saja, selagi kamu benar, maka berjuanglah, sisahnya biar aku yang urus." Ucap Alina percaya diri. Gisel hanya diam, tidak menanggapi ucapan Alina, hingga mobil yang mereka kendarai sampao didepan gerbang sekolah Gisel. Gisel langsung turun tanpa pamit, tapi dia mengucapkan terimakasih. Alina pun tidak mempermasalahkan itu, dia tau sifat adiknya itu. Alina langsung mengendarai mobilnya menuju ke kampus.

Bab 3

Gisel berjalan masuk kedalam sekolahnya. Ini adalah tahun terakhirnya di sekolah ini, dan sampai saat ini, tidak ada hal yang berarti terjadi padanya.

Sebenarnya bukan tidak ada, hanya saja Gisel terlalu malas untuk menganggap itu berarti. Selama 2 tahun lebih dia bersekolah disini, sudah sangat banyak siswa di sekolah ini yang menyatakan perasaannya pada Gisel. Tapi Gisel selalu menolaknya, dan tidak mau mengambil pusing.

Gisel memiliki perawakan yang cantik, mata biru, hidung mancung, rambut lurus dan kulit yang putih mulus, serta bentuk tubuh yang membuat semua siswi disekolah ini iri. Prestasi akademiknya pun tidak perlu diragukan, Gisel seperti kutu buku yang otanya dipenuhi dengan semua materi. Jadi wajar saja banyak siswa yang jatuh hati padanya.

Bukan hanya pernyataan cinta yang terjadi pada Gisel. Tapi juga kasus pembulian, selama ini dia selalu menjadi target pembulian, dia tidak pernha melawan, karena memang semua yang dikatakan oleh teman sekolahnya benar. Dia seperti anak haram dirumahnya sendiri. Bukan hanya sekali Gisel dibully, melainkan sudah berkali-kali.

Semua murid sepertinya selalu menargetkannya. Seperti saat ini, ketika ada salah satu siswa yang cukup populer menyatakan perasaannya pada Gisel didepan umum.

"Aku menyukai mu." Ucap siswa itu. Gisel menghentikan langkahnya, dan melihat kearah siswa itu.

"Maaf, aku tidak menyukai mu." Jawab Gisel. Siswa itu terlihat marah. Bukan hanya dia, tapi para penggemarnya juga ikut marah dan kesal pada Gisel, biasa-bisanya orang seperti itu di tolak. Pikir semua orang yang ada disana.

"Hei! Belagu sekali kamu jadi orang, sudah untung ada orang yang menyukai mu, tidak sadar diri sekali." Caci siswa itu. Gisel hanya diam, hal seperti ini sudah biasa baginya.

"Dengar, kamu itu sangat menyebalkan, kamu pikir akan ada orang yang menyukai mu dengan sikap mu yang seperti ini, dan lagi, seharusnya kamu bersyukur karena aku menyukai mu, karena seharusnya, sampah seperti mu tidak pantas untuk disukai."

"Kamu hanya anak haram yang tidak diinginkan di keluarga mu, dan kehadiran mu disini pun sepertinya cukup mengganggu banyak orang!"

"Jadi, bersikap lah layaknya sampah, jangan pernah mencoba menjadi berlian atau pun emas, karena kamu sangat tidak pantas." Ucap siswa itu yang kemudian peegi dari sana. Dasar wanita menyebalkan. Caci siswa itu dalam hati.

Semua orang disana menatap Gisel dengan tatapan jijik dan merendahkan, mereka semua ikut menjadi juri dalam sikap yang Gisel tunjukkan. Tapi ada beberapa juga yang merasa iba, sayangnya mereka tidak mau menunjukannya, karena perbandingan yang suka dan benci itu sangat tidak berimbang.

"Hei anak haram." Ucap seorang siswi yang datang bersama teman-temannya menghampiri Gisel.

Gisel hanya diam, dia masih tidak mau membuka mulutnya.

"Hei, aku berbicara dengan mu! Apa sekarang mulut mu juga bisu!" Ucap siswi itu lagi. Gisel masih tetap diam, karena memang seperti itulah dia sekarang. Semua cacian yang dia terima selama ini telah mengubah Gisel menjadi orang yang sangat dingin dan mati rasa, dia seperti menutup mata dan telinganya dengan semua hinaan orang-orang terhadapnya. Dan lagi, dia juga tidak tau, kenapa semua orang bilang dia anak haram, padahal mereka hanya dengar Gisel tidak mendapat kasih sayang sama sekali. Tapi mereka langsung menyimpulkan Gisel adalah anak haram, anak pembawa sial, dan yang lainnya. Karena orang tuanya yang memiliki nama besar, tentu saja membuat kehidupan keluarga itu selalu menjadi topik panas jika diberitakan.

"Hei!" Ucap siswi itu yang kemudian melayangkan tamparan ke wajah Gisel.

Plak.

Gisel tidak bergeming dengan tamparan itu, bahkan dia sama sekali tidak meringis kesakitan. Semua orang yang disana terkejut, tapi tidak ada yang ingin melerai pertengkaran itu.

Siswi tadi lalu mendorong Gisel, hingga Gisel terjatuh. Gisel masih tetap diam, dia seperti menerima saja semua perlakuan orang-orang itu padanya.

"Hei! Dengar, ini peringatan, jangan pernah merasa paling cantik, kamu itu sama sekali tidak cantik, malah muka mu itu membuat ku jijik, kamu yang seperti ini benar-benar menyebalkan." Caci siswi itu, yang kemudian berdiri dan pergi meninggalkan Gisel yang masih terduduk di lantai.

Orang-orang masih memperhatikannya, karena kulitnya yang putih, pipi Gisel ymg terkena tamparan tadi memerah. Gisel manarik nafas, kemudian dia berdiri dan berjalan menuju kelasnya, terlihat orang-orang yang menyaksikan kejadian tadi menertawakannya.

"Lihat, dia sangat bodoh, bagaimana bisa dia menjadi juara kelas."

"Benar, kalau aku jadi dia, aku sudah tidak punya muka untuk datang kesekolah."

"Dasar, sifatnya benar-benar membuat ku jijik."

Begitulah perkataan yang terdengar dari mulut orang-orang itu. Dan seperti yang dikatakan tadi. Gisel menutup telinganya dan tidak memperdulikan semua cacian dan hinaan itu.

Begitulah kehidupan seorang Gisel, tidak dirumah, tidak disekolah dia selalu dicaci, awalnya Gisel memang sering membalas, tapi lambat laun, Gisel bersikap biasa saja, mungkin karena hal tersebut sudah sering terjadi, jadi dia tidak peduli lagi, dan membiarkan orang-orang itu membullynya.

Gisel bersekolah di salah satu sekolah elit di kawasannya, awalnya dia ingin menolak, tapi sang kakak tidak memperbolehkannya. Dia bahkan menentang kedua orang tua mereka yang ingin menyekolahkan Gisel disekolah biasa. Dia sampai mogok makan, karena orang tua mereka sangat menyayangi kakaknya, jadi keinginan kakaknya pun di kabulkan.

Sebenarnya dari segi kepintaran, Alina dan Gisel sangat jauh berbeda. Kemampuan Gisel bisa dibilang lebih tinggi dari Alina, tapi dari dulu tetap saja Alina yang di puji.

Disekolah Gisel sama sekali tidak mempunyai teman, dan lagi dia juga sangat tidak berbaur, dia hanya datang kesekolah, menerima cacian dan hinaan, belajar dan belajar. Bahkan saat jam istirahat pun dia hanya pergi ke perpustakaan untuk membaca, tidak pernah sekali pun Gisel pergi ke kantin untuk membeli makanan. Dan sekali lagi dia dihina karena tidak mempunyai uang.

Semua yang dilakukan Gisel di sekolah selalu saja salah di mata orang-orang itu. Mereka menghakimi Gisel seolah Gisel adalah manusia paling hina disana. Hidup Gisel tidak pernah tenang, bagi mereka sehari saja tidak melihat Gisel di bully rasanya ada yang kurang lengkap.

Para guru disekolah itu sebenarnya sudah mengambil tindakan untuk kasus pembulian Gisel, tapi sayangnya karena sekolah ini merupakan sekolah swasta, para murid yang orang tuanya menjadi donatur terbesarlah yang berkuasa. Sehingga walaupun mereka bertindak, itu tidak akan berpengaruh. Jadi mereka hanya bisa memberi dukungan moril untuk Gisel, agar dia kuat dan tabah, lagi pula perjuangannya hanya tinggal sebentar lagi, karena beberapa bulan lagi murid kelas 12 akan mengikuti uas, dan setelah itu Gisel bisa terlepas dari orang-orang yang membullynya itu. Kiranya seperti itulah harapan guru-guru yang kasihan pada Gisel.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!