NovelToon NovelToon

Bagaimana Dengan Ku?

Ayu

Kisah ini bermula ketika seorang gadis bernama Ayu Anindita, atau Ayu yang saat ini sedang menunggu pengumuman kelulusannya, memutuskan untuk merantau.

Ayu adalah nama yang cukup umum di lingkungan tempat tinggalnya. Sebuah desa kecil di daerah Jawa Tengah.

Ayu selama 10 tahun hanya tinggal dengan nenek Rodiyah, ibu dari ayah Ayu. Terus, kemana orang tua Ayu?

Kedua orang tua Ayu meninggal dalam kecelakaan maut di tanjakan ular di sebuah objek wisata di daerahnya. Beruntung, saat itu Ayu tidak ikut.

Malam itu hujan turun dengan lebatnya,

(alert!!! Ayu, nenek Rodiyah dan Yudi berbicara dengan logat medok dan ngapak ya readers😁)

GUBRAG!!!!

MMMMEEEEEEEOOOOOOOAAAAUUUUUNNGGGGGG!!!!!!

"Astagfirullah! Apa sih?" (Astagfirullah, apa itu?) kata Ayu yang terbangun dengan kaget.

Ayu keluar kamarnya dengan sempoyongan sebab saat itu dia sedang tertidur dan bangun gara-gara suara berisik tadi.

"Ono opo Yu? (ada apa Yu?)" tanya Neneknya.

"Duko Mbah, Ayu medal riyin (ga tau mbah, Ayu keluar dulu)," jawab Ayu.

Pas Ayu membuka pintu, tiba-tiba ada seekor kucing yang melompat dari atap rumahnya.

"Asem! Jebule koceng! (sialan, ternyata kucing). mung kucing gelud Mbah (cuma kucing berantem mbah)," kata Ayu ke Neneknya.

"Oh…yo wes, mlebu Yu! tidur si'! ( oh…ya sudah, masuk Yu! tidur dulu!)" kata Nenek.

Ketika Ayu masuk kamar,

"Yah! kok bocor sih?" gumam Ayu sendiri

Diambilnya baskom seadanya dan diletakkan diatas tempat tidurnya.

.

.

.

.

Keesokan paginya,

"Ayu! Ayu!" panggil Nenek. "Nang ndi ki bocah? (dimana ini anak?)" katanya lagi karena yang dicari tidak ada.

"Ayu teng ngriki Mbah! (Ayu disini, Nek!)" teriak suara dari arah luar.

"Yu, ngendi kowe Yu? (Yu, kamu dimana Yu?)" tanya Nenek lagi karena yang dicari belum terlihat.

"Nang duwur genteng Mbah! (diatas genteng nek!)" teriak Ayu lagi.

"Masya Allah, Ayu" seru Nenek sambil mendongak keatas.

"Lagi apa sih Yu? cah wedok nangkring nang duwur kono. ndang mudun mrene! (lagi apa sih Yu? anak cewe kok nongkrong di atas gitu. cepet turun sini!)" perintah Nenek.

"Genteng pas kamar Ayu bocor Mbah. Lagi dibeneri," jawab Ayu.

"Yo wes sing ati-ati. Terus cepet mudun! ( ya udah hati-hati. terus cepet turun!)" perintah Nenek.

Beberapa saat kemudian,

"Wes rampung Yu? (sudah selesai Yu?)" tanya nenek sambil memberikan air minum untuk Ayu.

"Sampun Mbah ( sudah Nek)," jawabnya nyengir.

Ada rasa sedih di hati nenek Rodiyah melihat sang cucu yang selalu berusaha ceria, mandiri dan terlihat kuat. mengingat, Ayu tumbuh tanpa kasih sayang yang cukup dari orang tuanya.

Tak jarang, untuk sekedar makan, Ayu rela menjadi buruh potong bawang di daerahnya.

Ingin hatinya melihat sang cucu tumbuh layaknya teman-temannya yang lain. Bermain, bergaul dengan teman sebaya, bergaya sesuai usianya. Tapi apalah daya, tubuh rentanya tidak mampu mewujudkannya.

“Nok, kwe bar lulus, tenan arep meng Jakarta (nak, kamu habis lulus, beneran mau ke Jakarta?)" Tanya Nenek Rodiyah di suatu sore.

“Nggih mbah, Ayu pengin ngrantau. Pengin kerja. Ben saged gantian kalih Mbah (iya nek, ayu pengin kerja, biar bisa gantian sama nenek)," jawab Ayu sambil nyengir.

“Ayu melas kalih Mbah. Mbah sampun sepuh. ben Mbah saged istirahat (ayu kasian sama nenek, nenek udah tua, biar nenek bisa istirahat)," tambahnya sambil memandang sang Nenek.

Sebenarnya Nenek Rodiyah tidak setuju kalau Ayu merantau, tapi tekad Ayu yang ingin membantu Neneknya itu sudah sangat kuat.

.

.

.

.

.

Di kantin sekolah,

“Yud, aku bingung, Yud! Pengin ke Jakarta tapi mau kerja apa ya?” tanya Ayu ke Yudistira Al Akbar, atau sering dipanggil Yudi itu.

“Lah, kok keder? tak kira wis mantep meh merantau. wis ngerti tujuanne meh opo ngko nang kana? (Lah, kok bingung? Kirain udah mantep mau merantau. udah tahu tujuannya mau apa di sana),” jawab Yudi bingung.

“Aku serius, Yud. Kamu sih mau apa setelah lulus?” tanya Ayu sambil nyedot es tehnya.

“Aku kemaren ke sekolah temen ku. Dia kan anak SMK, jadi di sekolahnya ada yang nyalurin kerja. aku mau coba ikutan. Tapi sorry, lowongannya cuma buat cowo, yang cewe adanya yang Malaysia. Mau?” jawab Yudi

“Ehm ... ya wis lah, ndelok ngko wae ( ya udah lah, liat ntar aja)," seru Ayu manyun.

.

.

.

.

.

1 minggu kemudia,

“Yud, aku lulus, Yud! Alhamdulillah! Aku lulus!” teriak Ayu sambil lompat-lompat girang.

“Iya, Alhamdulillah aku juga lulus! Tapi nilaiku nge-pres banget” jawab Yudi yang setengah tidak puas.

“Udah lah! Yang penting judulnya lulus. Kita udah bisa kerja ke Jakarta. Iya kan?” seru Ayu sambil menaik-naikan alis matanya.

Dan kehebohan itu pun berlanjut sampai petang. Seperti biasa, tradisi konvoi dan corat coret seragam adalah ritual sakral para putih abu-abu itu.

💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐

**hai readers, ini karya pertama ku. bener2 yang pertama. so, please kritik dan saran kalian selalu ku nanti. jangan lupa 👍like kalian juga ku nanti.

trimakasih🙏**

JAKARTA, I AM COMING

“Yu, ono Yudi nggoleti kowe. Temoni disik rono! (Yu, ada Yudi nyariin kamu. Temuin dulu sana!)" perintah Nenek Rodiyah.

“Nggih, Mbah (iya nek)," jawab Ayu yang sedari tadi di dalam kamar.

“Ada apa Yud? Rapi banget sih kamu? Mau ngapel ya?” tanya Ayu yang melihat penampilan Yudi yang kelewat rapi.

“Semrawud! Pacar juga ga punya, mau ngapelin siapa?” jawab Yudi sewot. “Aku mau pamit Yu sama kamu. Malem ini aku mau berangkat ke Bekasi. Hari senin aku udah mulai trening,” jelas Yudi.

“Yah! Kok ga bareng aja sih, Yud? Aku baru mau ke Jakarta lusa, bareng sama agen ART,” kata Ayu sedih.

“Ya udah sih. Ntar kalo udah disana, kabarin aja. Kapan-kapan, janjian aja biar bisa ketemuan gitu. hehehe ... ,” seru Yudi menggoda Ayu.

“Yo wes lah (ya sudah lah) Aku minta nomer HP mu oh!” kata Ayu.

“Wih! Udah punya HP aja nih! Syukuran oh Yu?” goda Yudi.

“Belum, Yud. Aku belum beli HP. Duitnya aja baru mau nyari,” jawab Ayu.

“Iya! Iya! Nih nomer ku. Disimpen jangan sampe hilang,” kata Yudi.

“Siap! Tapi Yud ... ,” kata Ayu.

“Hem ... ,” gumam Yudi sambil meminum tehnya.

“Aku mau minta tolong,” kata Ayu.

“Tolong apa, Yu?” tanya Yudi.

“Tolong kamu gantiin aku ngabari si Mbah tiap minggu, sebelum aku punya HP sendiri,” pinta Ayu.

“Lah terus, aku ngabarinya gimana? Wong Mbah mu juga ngga punya HP,” jawab Yudi.

“Ngko sik (bentar),” kata Ayu sambil masuk ke dalam rumahnya.

“Ini Yud, lewat nomernya Bu Lik Parmi aja,” lanjutnya sambil menyerahkan secarik kertas.

“Okelah kalou begitu,” jawab Yudi. “ Tapi beli HPnya jangan lama-lama ya,” lanjutnya.

“Insya Allah, gaji pertama mau beli HP, Yud” jawab Ayu.

“Ya sudah, udah jam segini. orang ganteng pamit dulu ya,” kata Yudi.

Ayu Cuma mengangguk dan nyengir kuda mendengar perkataan Yudi.

Mungkin semua mengira kalau Ayu dan Yudi itu pacaran, tapi sebenarnya tidak.

Mereka berdua hanya merasa iba satu sama lain. karena mereka sama-sama hidup tanpa orang tua. Jadi rasa seperti teman senasib.

Ayah yudi sebetulnya masih hidup. Namun dari Yudi kecil, sang ayah lebih memilih meninggalkan Yudi dan ibunya yang sakit-sakitan. Hingga pada tahun lalu, saat Yudi kelas dua SMA, sang ibu meninggal dunia karena sakitnya. Pun ayahnya tidak juga kembali.

.

.

.

.

.

.

Tibalah hari keberangkatan Ayu,

“Nok, kowe sing ati-ati nang kana. Ojo lali sholat lima waktu. Sering-sering telpon si Mbah yo Yu! (nak, kamu yang hati-hati disana. Jangan lupa sholat lima waktu. Sering-sering telpon nenek ya Yu!)" pesan Nenek Rodiyah kepada Ayu sambil menyeka air matanya.

“Sampun to Mbah. Ikhlas na Ayu ngrantau meng Jakarta. Insya Allah Ayu saged sukses. Saged mbantu mbah. Mbah dongakna Ayu nggih (udah nek. Ikhlasin Ayu merantau ke Jakarta. Insya Allah Ayu bisa sukses. Bisa bantuin nenek. Nenek doa in Ayu ya)," kata Ayu.

Isak tangis mereka pun menjadi awal perjalanan Ayu mengadu nasib ke Ibu kota. Kota impian masyarakat desa. Yang katanya Metropolitan tapi lebih kejam dari ibu tiri.

Setelah berpamitan dengan Neneknya, Ayu pun berangkat ke Jakarta mengikuti agen pencari ART yang ada di daerahnya.

Diperjalan, Ayu celingak celinguk dengan girangnya melihat-lihat pemandangan lampu kota yang ramai. Padahal itu belum keluar perbatasan Jawa tengah lho.

Ayu sudah mengkhayal bagaimana nanti dia di Jakarta. Apa saja yang mau dia lakukan, apa yang mau dia beli dengan gaji pertamanya, dan banyak lagi.

Sukses menurut gadis desa itu sederhana, bisa mencukupi perekonomian keluarga dan bisa membeli sawah itu lah makna sukses yang ada dipikiran Ayu saat ini.

.

.

.

.

.

.

Jakarta,

“Yu, kamu nanti kerja sama Bu Siska ini,” kata agen pencari ART itu seraya memperkenalkan Ayu ke calom majikannya.

“Oh! iya Bu. Insya Allah saya akan bekerja dengan baik,” jawab Ayu sopan.

“Saya harap juga begitu. Capek cari pembantu terus. Dari kemaren nggak ada yang beres!” seru Bu Siska jutek.

“Ya sudah Bu, saya bawa anaknya. Ini kurangan DP waktu itu. Ikut saya, bawa barang-barang kamu!” ajak Bu Siska pada Ayu.

“Duh, kok kaya jutek gini ya majikan ku? Mudah-mudahan betah”. Batin Ayu.

.

.

.

.

Rumah Bu siska,

“Tugas kamu itu bangun tidur jam 5, siapin sarapan. Habis itu kamu nyapu sama ngepel selurih ruangan di rumah. Terus, kamu nyuci baju, habis itu njemur baju, Perabotan kamu lap jangan sampe ada debu yang nempel. Makan siang biasanya ga ada orang jadi ga usah masak. Malem aja kamu masak buat makan malem. Malemnya kamu gosok baju sebelum tidur,” Jelas Bu Siska panjang lebar memaparkan tugas Ayu.

“Tugasnya banyak juga ya, mana sendirian. Untung rumahnya nggak se gede rumah artis yutub yang keluarga gledeg itu,” Batin Ayu.

“Sekarang kamu masak buat makan malem,” suruh Bu Siska ke Ayu.

“Baik, Bu,” jawab Ayu.

Dirumah itu, Bu Siska tinggal dengan suami dan kedua anaknya Novi si sulung dan Boby si bungsu.

Ayu meluncur ke dapur, dan dengan lincah dia mulai memotong-motong sayur dan bahan makanan lain untuk dia masak.

Ya secara Ayu sudah biasa mandiri hidup dengan neneknya dari kecil. Soal pekerjaan rumah, sudah jadi makanan sehari-hari Ayu.

Selesai masak, Ayu lanjut melakukan tugas lain dari majikannya.

Ayu cepat beradaptasi. Dalam waktu yang singkat, Ayu sudah membuat Bu Siska dan suaminya puas dengan hasil kerjanya.

Ayu juga dekat dengan Boby, malah lebih seperti kakang beradik dibanding kala Boby dengan Novi.

Karena kedekatan Ayu dengan anggota keluarganya, Novi sering dibuat cemburu olehnya.

💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐

**TETAP DUKUNG KARYA KU YA, JANGAN LUPA LIKE👍

trimakasih🙏**

Gagal beli HP

Seminggu kemudian,

“AYU! AYU! AYU!” teriak Novi, anak Bungsu Bu Siska yang Cuma beda setahun dengan Ayu.

Yang dipanggil tidak kunjung menjawab, Novi pun jadi emosi.

“AYU! DIMANA LO, AYU! AYU!” jerit Novi semakin kencang.

Ayu yang ternyata sudah lelah dengan aktivitasnya hari itu, memilih untuk istirahat di kamarnya karena dia kira tugasnya sudah selesai.

“Ehm ... si Novi kenapa sih teriak-teriak gitu! Ga tau aku udah capek banget apa ya?” seru Ayu sambil mencoba melek.

“Iya, Non. Ada apa ya?” tanya Ayu sambil ngucek-ngucek mata ngantuknya.

“Dipanggil-panggil sampe suara serek nggak nyaut-nyaut. Budeg lu ya!” bentak Novi.

“Maaf Non, tadi saya udah tidur. Kirain tugas saya udah selesai,” jawab Ayu

“Nih! lu cuci sekarang juga, keringin, terus lu setrika sampe rapi. Besok mau gue pake ke acara penting,” kata Novi

“Iya, Non,” jawab Ayu lesu.

“Duh ni bocah, nyusahin aja. Nggak tau apa aku udah ngantuk,” batin Ayu.

Dengan rasa kantuk yang luar biasa, Ayu mulai mencuci gaun yang lumayan berat dengan banyak hiasan-hiasan berlian palsu disana-sininya.

“Baju kok ya norak gini sih,” Seru Ayu sambil membentangkan gaun Novi.

“Acara apa sih kok bajunya pake yang kaya gini. Warnanya juga kok nge-jreng gini yah,” lanjutnya.

Tapi Ayu masa bodo dengan semua itu. Yang penting buat dia, sekarang supaya kerjaannya cepet beres dan dia bisa istirahat.

Beberepa saat kemudian, dengan kecanggihan teknologi, Ayu berhasil mengeringkan gaun yang berat itu dengan hanya 15 menit menggunakan pengering di mesin cuci.

Dengan sisa-sisa kesadarannya yang sudah hampir dikuasai rasa kantuk yang hebat, dia menyetrika gaun milik anak majikannya itu.

Tanpa Ayu sadari, kesadarannya mulai hilang dan setrika yang dia pegang tidak beralih dari tempat itu selama beberapa menit. Alhasil, gaun yang terbuat dari kain berlayer-layer itu pun terbakar dilayer terluarnya.

Saat kesadarannya kembali, Ayu tidak menyadari jika dia sudah membuat kesalahan dan memutuskan untuk melanjutkannya saat subuh saja.

“Duh! ngantuk banget. Tidur dulu aja wis. Ntar subuh aku lanjutin,” pikirnya.

.

.

.

.

.

.

.

“AYU! AYU! KELUAR LO!” teriak Novi sambil menggedor-gedor pintu kamar Ayu.

“BABU RESE, KELUAR LO! AYU! KELUAR!” teriakan dan gedoran Novi membuat Ayu blingsatan, bangun tidur dengan kagetya.

“Iya, Non. Ada apa ya?” jawab Ayu denga muka bantalnya.

“Jam brapa ini hah? Enak-enakan jam segini masih tidur,” bentak Novi. “Baju gue mana?” tanya nya.

Ayu melirik jam dan ternyata sudah jam 6,

“*Pantes nih bocah marah-marah*,” batin Ayu

“Iya, Non. Bentar saya ambilkan,” jawab Ayu.

Ayu pergi ke tempat gosok baju diikuti Novi. Belum sempet Ayu pegang gaun Novi,

“APA NIH? EH BABU, APA-APAAN NIH? LO APAIN BAJU GUE SAMPE RUSAK KAYA GINI HAH?” bentak Novi.

“ma ... ma ... maaf, Non. Saya nggak sadar, semalam saya kecapean, ngantuk,” jawab Ayu gemetar.

“GUE GA MAU TAU, GANTI BAJU GUE SEKARANG JUGA!” amarah Novi semakin menjadi.

Bu Siska yang baru selesai mandi, segera menghampiri ke dua anak tersebut.

“Ada apa sih sayang? Pagi-pagi kok udah ribut. Katanya ada acara sama si Aa. Kok belum siap-siap?” tanya Bu Siska.

“Mah, liat nih! Si babu nggak guna ini udah ngerusak baju mahal aku!” rengek Novi.

Serta merta Bu Siska memarahi Ayu sejadi-jadinya. Dan Alhasil, Ayu berakhir dengan potong gaji satu bulan untuk membayar ganti rugi baju yang sudah dia rusak.

“Ya Allah! nasib jadi babu gini amat ya,” tapi bukan Ayu namanya kalau dia ga bisa tegar.

.

.

.

.

.

.

.

Sebulan setelah kejadian itu, hampir tiap hari, Novi bikin ribut sama Ayu yang ditanggapi Ayu dengan “iya Non” dan selalu seperti itu.

Karena potong gajinya, Ayu urung membeli HP, sedangkan dia harus mengabari neneknya di desa.

“Gimana ya ... Paling nggak, aku harus bilang ke Yudi supaya ngabari si Mbah terus sampe aku punya HP sendiri,” gumam Ayu.

Dia pun tidak fokus kerja jadinya.

“Heh babu! Bikinin gue jus melon! jangan kemanisan, ntar gendut,” perintah Novi tiba-tiba.

“Iya, Non,” jawab Ayu kaget.

“Untung tadi vas bunganya ibu ga jatuh kesenggol,” batin Ayu.

“Kak Ayu! Kak!" teriak Boby.

“Iya Den Boby, ada apa?” jawab Ayu.

“Kak, temenin bikin PR dong,” pinta Boby.

“Bentar ya, lagi bikinin jus buat kakaknya den Boby,” jawab Ayu.

“Kak Novi, ngapain nyuruh-nyuruh Kak Ayu segala sih? Kan bisa bikin sendiri,” bentak Boby ke Novi.

“Anak kecil nggak usah ikutan deh,” kata Novi sinis.

“Ini Non, Jus melonnya,” kata Ayu sambil lalu mengajak Boby keluar.

Diteras rumah, Ayu menemani Boby mengerjakan PR nya, namun fikirannya masih memikirkan bagaimana cara dia memberi kabar sang nenek.

“Kak, kalau yang ini gimana Kak?” tanya Boby

Tapi Yang ditanya diem-diem bae.

“Kak!” panggil Boby lagi kali ini sambil melihat yang dipanggil.

“KAK AYU!” panggil Boby tambah keras.

“Eh! Apa Den?” jawab Ayu. Lamunannya buyar seketika.

“Kakak lagi mikirin apa sih?” tanya Boby menyelidik.

“Ehm ... Den, boleh minta SMS nya satu aja ga?” kata Ayu.

“Mau buat apa Kak?” tanya Boby.

“Ngabarin Nenek di kampung. Takut khawatir,” jelas Ayu.

“Emang Kak Ayu ga punya HP?” tanya Boby.

“Hehehe ... Belum punya tepatnya. Tadinya mau beli kalo udah gajian, tapi kan Aden tau sendiri, gajinya dipotong Ibu” kata Ayu manyun.

“Gara-gara Kak Novi ya, Kak?” tanya Boby.

Ayu hanya tersenyum kecut.

“Bentar ya, Kak” kata Boby lalu masuk dan tak lama kembali dengan HP-nya.

“Ini, Kak!” kata Boby.

“Tak bawa ke kamar dulu boleh ya, Den?” pinta Ayu.

Boby hanya mengangguk.

Ayu mencari kertas yang berisi nomor HP Yudi. Dia segera mengetikkan pesannya.

“assalamualaikum,

Yud, ini aku, Ayu. Maf Yud, aku mau ngrepotin kamu lagi. Aku belum bisa beli HP. Ini aku pinjem HP anak majikanku. Jadi, tolong kamu kasih kabar ke si Mbah lagi sampai bulan depan ya.

Ayu”

Tombol kirim pun dipencetnya.

Tanpa menunggu jawaban dari Yudi, Ayu bergegas keluar kamar dan mengembalikan HP ke Boby.

Di dapur, Ayu berpapasan dengan Novi,

“Eh tunggu!” kata Novi.

“Iya, Non! ada apa?” tanya Ayu.

“Itu HP si Boby kenapa di elu?” tanya Novi.

“Oh, ini ... ” kata Ayu.

“Lu mo maling ya!” potong Novi.

“Enggak kok, Non! Bukan gitu ini ... ” elak Ayu.

“Udah deh! Lu mau nyolong kan? Jujur aja!” potong Novi lagi.

“Ada apa sih?” tanya Bu siska menghampiri keduanya.

“Ini mah, si Ayu nyolong HP-nya Boby!” kata Novi.

“Hah! Betul itu Yu?” tanya Bu siska.

“Enggak Bu! Saya nggak nyolong. Saya Cuma minjem,” jawab Ayu.

“Alah! Mana ada maling ngaku? Udah sih jujur aja!” serang Novi.

“Enggak Bu, sumpah saya ... ” jawab Ayu.

“Kak Ayu tadi Cuma minjem HP aku, Mah!” jawab Boby.

“Lu ga usah bela maling ya!” kata Nov.i

“Siapa juga yang bela? Emang kenyataannya gitu!” jawab Boby.

“Bener Bob, Ayu Cuma minjem HP kamu?” tanya Bu Siska.

“Bener, Mah! Kak Ayu Cuma mau ngabari neneknya di desa,” Jawab Boby.

“Kenapa nggak pake HP lu aja sih? Ngapain pake HP Boby?” tanya Novi.

“Kak Ayu ga punya HP,” jawab Boby.

“Belum Den,” seru Ayu.

“Iya, maksudnya belum punya! Gara-gara gajinya dipotong buat ganti baju jeleknya kakak,” kata Boby.

“Ya sudah, Novi, minta maaf ke Ayu!” kata Bu Siska.

“Mah, masa aku disuruh minta maaf ke dia sih?” kata Novi sambil nunjuk-nunjuk Ayu.

“Ya kan kamu udah nuduh Ayu sembarangan kaya tadi,” kata Bu Siska.

“Kan aku cuma mengantisipasi tindak kriminal dirumah ini. Udah ah males!” kata Novi berlalu pergi.

“Ya udah, Yu. Kamu lanjutin lagi kerjaan kamu,” kata Bu Siska.

“Iya, Bu,” kata Ayu.

💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐💐

**TETAP DUKUNG KARYA KU YA, JANGAN LUPA LIKE👍

trimakasih🙏**

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!