NovelToon NovelToon

MY SWEETIE BOYFRIEND

TERIMA CINTAKU

Byur ... !

Dion mengusap wajahnya yang terkena siraman air dingin dari atas sana, ia melihat seorang wanita memakai gaun tidur dengan rambut dicepol asal dan tengah berkacak pinggang.

"Kalau kamu tidak pergi dari sini, Tante akan panggil pihak keamanan untuk membawamu ke hotel prodeo, mau kamu?!" pekik Dila dari atas balkon kamar.

"Dila ... terima cintaku. Harus dengan apa aku membuktikannya, jika aku jatuh cinta padamu. Jika kamu menginginkanku tidur di hotel prodeo, aku menerimanya dengan ikhlas asal kamu bahagia," tutur Dion dengan lemah lembutnya.

"Dion," teriak Dila, "kamu ingin membuatku jantungan?!" Dila menarik napas panjang lalu mengembuskannya secara perlahan, ia tidak tahu harus dengan apa mengusir pria yang seumuran dengan putranya itu.

"Jangan, Sayang. Kita belum menikah dan aku ingin sehidup-semati denganmu," ucap Dion dengan senyum manis di bibirnya.

Dila memijat dahinya yang semakin pusing karena ulah pria muda itu, ia tidak mengerti mengapa Dion terus-terusan mengejar dirinya. Pria itu mengatakan mencintai dirinya dan ingin menjadikannya sebagai istri, Dila mengira itu benar-benar keinginan yang sangat konyol.

Dila Alberto Pratama seorang wanita karier yang sukses, ia menikah dengan suaminya Alberto Pratama diusia yang terbilang sangat muda yaitu dua puluh tahun dan melahirkan satu orang putra yang bernama Reyhan Alberto Pratama.

Sejak usia Reyhan belasan tahun, Alberto dipanggil oleh yang maha kuasa meninggalkan istri dan anaknya. Sebagai seorang ibu tunggal, Dila menghidupi putranya dari harta peninggalan sang suami.

Hati Dila seolah tertutup untuk pria lain meski saat itu Rey mengizinkan dirinya untuk menikah lagi. Tidak ada pria manapun yang bisa mengantikan Albert dari dalam hatinya, meski saat itu banyak pria yang menyatakan cinta padanya.

"Maumu apa sih, Dion?" kesal Dila.

"Berkencanlah denganku," pintanya dengan kedua tangan menangkup di depan bagian atas tubuh tanda memohon.

Dion sendiri adalah sahabat dari Reyhan. Usia pria itu memang berbeda dua tahun dari Rey, yaitu tiga puluh tahun. Entah mengapa Dion sangat menyukai seorang wanita dewasa dan rata-rata kekasihnya adalah wanita di atas umurnya.

Dion Handoko telah ditinggal oleh sang ibu sejak pria itu masih di sekolah dasar. Ibunya tiada sebab mengalami kecelakaan lalu lintas dan ayahnya tidak lagi menikah meski kadang suka menjalin hubungan asmara dengan wanita lain.

"Dion ... aku ini Mama sahabatmu dan aku sudah menganggapmu sebagai anak," ujar Dila.

"Aku tidak mau dianggap seperti itu, aku maunya kita pacaran dan bila perlu menikah saja," tutur Dion.

"Terserah kamu, Dion," kesal Dila lalu masuk ke dalam kamar dan tidak lupa menutup pintu balkon. "Biar saja dia berada di luar."

Dila keluar dari kamar tidur, ia menuruni anak tangga dengan terburu-buru. Dila ingin melihat penjaga gerbang dan bertanya mengapa Dion bisa masuk ke halaman rumah.

"Nyonya," tegur pelayan bernama Sari.

"Sari ... di mana Paijo? Kenapa dia malah mengizinkan Dion masuk ke halaman rumah kita?" tanya Dila dengan berkacak pinggang.

"Ayo Nyonya ... saya tunjukkan kondisi Paijo," ajak Sari.

Kening Dila mengerut, tapi ia tetap mengikuti langkah kaki Sari. Gorden jendela disibak sedikit dan Dila mengikuti ibu jari Sari yang menunjuk Paijo.

Mata Dila terbelalak melihat pria paruh baya tengah berdiri di depan gerbang dengan kondisi kedua tangannya terikat ke belakang.

"Astaga! Apa yang Dion lakukan pada Paijo?" tanya Dila dengan mengelengkan kepalanya merasa ia tidak percaya dengan apa yang tengah dilihatnya saat ini. "Aku harus keluar."

"Jangan, Nyonya," cegah Sari.

"Kenapa?" Dila menatap Sari dengan menaikkan sebelah alisnya.

"Jika Nyonya keluar, maka tuan Dion bisa menemui Nyonya," ujar Sari.

"Betul juga yang kamu katakan," sahut Dila dengan mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya ke dagu. "Terus bagaimana sekarang?"

"Biar saya saja yang keluar," ujar Sari.

"Iya ... lepaskan Paijo, kasihan dia," kata Dila.

Dila mendaratkan tubuhnya di sofa, ia memejamkan mata seraya menarik napas panjang. Dila begitu pusing menghadapi Dion yang selalu mengejarnya, ia bersedia menjadi mama bagi pria itu dan memberi kasih sayangnya agar Dion bisa merasakan kehadiran seorang ibu, tapi ini malah Dion ingin menjadikannya seorang kekasih.

Jika Dila masih berumur tiga puluh tahun, mungkin ia mau menjadi kekasih seorang Dion, tapi ini umurnya sudah empat puluh delapan tahun dan lebih cocok jika Dila dan Dion menjadi ibu dan anak.

Dila mengerjap tak kala merasakan sentuhan dingin di pipinya, ia meraih tangan kekar itu lalu membuka matanya.

"Akhhhh!" Sontak Dila menepis tangan itu dan bangkit dari duduknya menghadap pria yang tengah kedinginan. "Dion ... bagaimana kamu bisa masuk?"

"Kan tadi pelayanmu keluar," ucap Dion menyengir.

Dila mendengar Sari mengedor pintu rumah dan ternyata Dion mengunci pintu dan membiarkan pelayan wanita itu berada di luar.

"Apa yang kamu lakukan pada Sari, Dion?" tanya Dila dengan lirihnya.

"Ini untukmu ... maaf, bunganya layu karena terkena air," ucap Dion sembari memberikan sebuket bunga mawar yang layu karena disiram air.

Dila menghela dan ia memandang kondisi Dion yang kedinginan. Dila beranjak pergi, tapi Dion menahan lengannya.

Plaak ... !

"Ish ... kenapa dipukul?" tanya Dion.

"Jangan pegang-pegang dan tunggu di sini," perintah Dila.

"Aku akan setia menunggu," jawab Dion.

Dila mendumel sepanjang ia melangkah ke arah dapur dan itu membuat Dion semakin gemas kepadanya.

"Kekasihku benar-benar mengemaskan," gumamnya dengan terkekeh kecil.

Bagi Dion, ibu sahabatnya itu sangat cantik meski usianya tidak muda lagi. Wajah dan tubuh Dila tidak seperti wanita yang seumuran dengannya, sebab tentu Dila selalu merawat diri agar awet muda dan kencang.

"Pakai handuk ini dan minum teh hangat jahenya," kata Dila sembari menaruh handuk dan secangkir teh jahe di meja.

"Terima kasih, kamu sangat perhatian padaku," ucap Dion.

"Setelah ini pulanglah, Tante mau tidur," tutur Dila.

"Aku tidak akan pulang sebelum kamu terima cintaku," tolak Dion.

Dila mengembuskan napas kasar. "Tante akan makan malam denganmu, tapi pulanglah setelah ini."

"Yang benar?" tanya Dion dengan mata berbinar.

"Iya, besok malam kita pergi makan malam," kata Dila.

"Terima kasih, Dila. Aku akan datang menjemputmu." Dion senang bukan main sebab baru kali ini Dila memenuhi keinginannya.

"Sekarang pulanglah, Tante tidak mau kamu sakit. Nanti kita tidak bisa makan malam," tuturnya.

"Aku pulang sekarang. Selamat malam Dila cantik, mimpi indah." Dion berlari membuka pintu yang ia kunci dan keluar dari rumah dengan senyum mengembang di bibir.

"Tuan ... lepaskan Paijo," pekik Sari.

"Lepaskan saja sendiri," sahut Dion.

Sari mengerutu karena ia masih dendam dikunci diluar. Saat ia ingin melepaskan ikatan Paijo, saat itu juga Dion menyelinap masuk ke dalam rumah dan bodohnya Sari yang tidak mengira jika Dion masih berada di sana.

Bersambung.

Dukung Author dengan vote, like dan koment.

TAK DISANGKA

Memiliki tubuh tinggi kekar, rambut hitam dengan alis melengkung tebal serta rahang tegas membuat Dion menjadi salah satu pria populer di dunia maya. Pemilik hidung bangir dan mata kecoklatan itu juga populer di antara banyak gadis selain Rey dan Diki tentunya. Bagian yang paling disukai para wanita adalah bibir kemerahan Dion dan tingkahnya yang sedikit kekanakkan, tapi Dion bisa bersikap tegas dalam hal tertentu.

"Pakai baju yang mana ya?" Dion sibuk memilih setelan untuk kencan makan malamnya nanti. "Harus pakai jas nih dan aku akan memesan restoran yang romantis." Dion terkikik akan ucapannya sendiri.

Beberapa setelan jas telah Dion kenakan demi mencari pakaian yang pas untuk makam malam, padahal semua setelan pakaian itu sama saja dan cocok ketika melekat di tubuhnya.

Dion gugup dan tubuhnya tiba-tiba berkeringat dingin, ia terus melihat jam yang menempel di dinding. Dalam hati ia ingin waktu cepat berjalan agar bisa menemui Dila, namun di sisi lain ia ingin waktu melambat sebab ia merasakan kegugupan yang luar biasa.

Dion merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, ia membayangkan hal apa yang akan ia katakan saat bersama Dila. Apakah ia harus memuji kecantikan wanita itu? Atau berbasa-basi mengenai pekerjaan? Atau mungkin ia akan membahas topik mengapa Dila tidak menikah lagi? Dion mengelengkan kepalanya dan pertanyaan seperti itu tidak cocok untuk dibahas pada makan malam romantis.

"Apa aku tanya pada Diki dan Reyhan saja, ya, cara menarik perhatian Dila?" gumam Dion, "tidak perlu, yang ada mereka berdua menertawakanku. Apalagi Reyhan ... masa minta saran sama calon anak tiri."

Waktu terus bergulir dan dihabiskan Dion untuk merawat diri agar kelihatan tampan dan bersinar, ia bahkan cuti sehari demi kencan makan malamnya bersama Dila.

Setelan jas berwarna hitam dengan dalaman kemeja putih menjadi pilihan penampilan Dion malam ini. Rambut hitam ditata dengan sentuhan gel dan disisir ke belakang, tidak lupa parfum beraroma lembut ia semprotkan di titik-titik sensitifnya.

"Kamu memang ganteng, Dion. Sudah pasti Dila akan jatuh cinta padamu," gumamnya dengan percaya diri.

Waktu tersisa tiga puluh menit lagi untuk makan malam. Dion mengenakan sepatu di kakinya dan bergegas keluar dari kamar, ia tidak mau sampai telat menjemput Dila di rumah.

Dion keluar dari rumah dan masuk ke dalam mobil. Mesin mobil dinyalakan dan Dion mengendarai mobilnya ke luar gerbang menuju jalan raya. Sebelum sampai di rumah calon kekasihnya, Dion menyempatkan membeli sebuket bunga untuk Dila.

Kali ini ia tidak membeli mawar melainkan bunga anggrek yang melambangkan keanggunan dan bunga itu cocok untuk Dila yang sangat anggun.

Dengan senyum sumringah Dion keluar dari dalam mobil dan ia menyapa Paijo yang tengah duduk santai sembari menikmati kopi panas.

"Paijo ... buka gerbarngnya," pinta Dion.

"Tuan di sini?" tanya Paijo dengan nada tak mengenakan hati.

Dion menangkap raut wajah Paijo yang tidak mengenakan, lalu melihat halaman rumah Dila. Terparkir satu mobil keluaran terbaru berwarna merah di sana.

"Apa Reyhan ada di dalam?" tanya Dion.

"Bukan tuan Reyhan ... itu tamu nyonya Dila," jawab Paijo.

"Biar aku lihat." Dion mendorong pintu gerbang dengan tidak sabarnya dan membuat Paijo hampir saja terjungkal ke belakang.

Dengan sebuket anggrek di tangan, Dion melangkah menuju pintu rumah. Ia tidak memperdulikan teriakan Paijo yang menyuruh dirinya untuk kembali.

Dion tertegun di depan pintu yang sedikit terbuka dan dengan samar-samar ia mendengar suara pria dan wanita yang tentu saja Dion sangat mengenalnya.

"Sampai kapan kamu akan menyembunyikan hubungan kita?" tanya Bastian, "ini sudah dua tahun, Dila."

"Aku akan mengungkapkan hubungan kita, jika Dion sudah menerimaku sebagai mamanya sendiri," jawab Dila.

"Anak itu! Lagi-lagi dia mengacaukan segalanya." Bastian tampak kesal karena ia tahu jika Dion juga menyukai Dila. "Kita harus menikah dan dengan begitu, Dion akan menerimamu sebagai mamanya."

Bastian Handoko adalah ayah dari Dion Handoko. Pria berumur setengah abad itu, masih tetap bugar dan tampan di usia matangnya. Sudah dua tahun Dila dan Bastian menjalin asmara tanpa diketahui oleh anak-anak mereka.

Sudah berapa kali Bastian melamar Dila, namun wanita itu berkali-kali menolaknya. Alasan Dila adalah karena ia ingin Dion dekat dengannya, tapi keadaan malah sebaliknya, Dion malah mengejar Dila untuk dijadikan kekasih.

Braak ... !

Pintu dibuka kasar oleh Dion yang marah sebab mendengar ucapan dari Bastian.

"Tidak bisa ... Dila milikku!" tegasnya.

Bastian dan Dila tersentak kaget tiba-tiba mendengar suara Dion, keduanya menelengkan kepala mereka melihat pria muda dengan memegang sebuket bunga anggrek yang sudah masuk ke dalam rumah.

"Dion!" Bastian menatap tajam putranya sendiri.

"Papa mundurlah dan biarkan aku bersama Dila," pinta Dion terang-terangan.

"Sepertinya kamu harus dibawa ke rumah sakit, tidakkah kamu pikir, usiamu dan Dila itu begitu jauh," terang Bastian kesal dengan ucapan putranya.

"Aku tidak peduli ... mau umur kami terpaut berapapun. Aku mencintai Dila," ungkap Dion.

"Dasar anak kurang ajar," marah Bastian.

Bastian hendak melangkah mendekati putranya, namun Dila menghentikan gerakannya dengan memegang lengan sang kekasih dan hal itu memicu aura kecemburuan bagi Dion.

"Tahan emosimu, Bas," ucap Dila.

Dila menatap Dion yang tampak tampan malam ini. "Ayo, Nak ... kita makan malam dulu. Kamu datang ke sini buat makan malam, kan?"

"Jadi kamu setuju untuk makan malam denganku karena ingin memperkenalkan kekasihmu? Kamu sengaja bikin aku sakit hati?" tanya Dion dengan lirihnya.

"Dion ... aku ini calon mamamu, terima itu sebagai kenyataannya," ucap Dila.

"Tega kamu, Dila. Aku mengejarmu dari ke hari-hari tanpa mengenal lelah dan kamu malah memilih pria itu," lirih Dion.

Bastian melotot mendengar ucapan putranya sendiri. "Aku ini Papamu."

"Kalau kamu Papaku, tolong lepaskan Dila ... aku mencintainya," pinta Dion dengan suara tegasnya.

"Papa mencintai Dila," ucap Bastian.

"Aku juga mencintai Dila," balas Dion tidak mau kalah.

"Cintai Dila sebagai ibumu, Dion," kata Bastian.

"Tapi aku ingin Dila menjadi istriku," protes Dion.

"Cukup kalian berdua! Jangan lagi bertengkar," marah Dila.

Dion melepas bunga Anggrek yang ia pegang dan bunga itu terjatuh ke lantai seperti perasaanya yang jatuh ke dalam rasa kekecewaan. Dion memutar tubuhnya lalu melangkah keluar dari dalam rumah.

"Dion," panggil Dila.

"Biarkan dia, Dila. Pikirannya tidak pernah dipakai sama sekali," ucap Bastian.

Dila memungut bunga anggrek yang berada di lantai, ia memanggil Sari agar menyimpan bunga itu. Dalam hati Dila tersentuh karena pasti Dion sengaja membelikannya bunga Anggrek yang sangat ia sukai, namun sayangnya malam ini Dila membuat pria itu kecewa.

Bersambung.

Dukung Author dengan vote, like dan koment.

TIDAK DIDUKUNG

"Kamu ke mari juga?" tanya Diki heran melihat Reyhan yang keluar dari dalam mobil dengan memakai baju piyama tidur.

"Dion kenapa sih? Aku sudah mau tidur dipanggil-panggil begini," kesal Reyhan.

Saat Reyhan tengah bermain bersama Kiano, ponselnya berdering dan panggilan telepon tersebut dari Dion yang mengharuskan dirinya untuk datang. Meski mendumel karena tidak dapat tidur dengan putranya, tapi demi sahabat, ia tetap memenuhi panggilan tersebut.

Sebenarnya waktu masih belum terlalu malam, namun Rey suka menghabiskan waktu bareng istri dan putra kecilnya. Selama sudah beristri, Rey selalu ingin bersama keduanya daripada harus membuang waktu yang tidak penting.

"Mana kutahu," sahut Diki dengan mengedikan bahunya. "Aku juga datang ke mari sekalian mau keluar juga. Maya minta dibelikan cemilan sama es krim, kamu tahu sendiri jika dia tengah mengidam."

"Kita masuk saja ke dalam dan lihat anak itu," ujar Rey.

Diki dan Reyhan melangkah menuju pintu masuk, dan sepertinya Dion tidak mengunci pintu sebab dengan dorongan tangan Diki, pintu rumah sudah terbuka.

Dapat keduanya lihat, jas serta sepatu berhamburan di lantai. Mata keduanya memandang seorang pria duduk dengan kepala yang tertunduk lesu.

"Dion," tegur Rey.

"Kamu kenapa, Dion?" tanya Diki.

Keduanya duduk di sofa berhadapan dengan Dion yang tengah dalam kesedihan. Dapat keduanya lihat ada minuman berwarna merah di meja dan hanya tersisa setengah saja di dalam gelas.

"Kamu mabuk?" tanya Diki yang ikut menuangkan minuman dalam botol kaca putih transparan ke dalam gelas, lalu turut menyesapnya dan merasa sedikit aneh dengan rasa dari minuman itu. "Sirup ternyata."

Rey tertawa. "Minum tuh sirup."

"Apa aku tampan?" tanya Dion menatap kedua sahabatnya.

"Tampan," jawab Rey dan Diki berbarengan.

"Bandingkan dengan papaku, apa ketampananku melebihi dia?" tanya Dion kembali.

"Sebenarnya ada apa sih, Dion?" tanya Rey tidak mengerti.

"Jawab saja, Rey," pinta Dion.

"Jelas kamu lebih tampan, terlebih kamu muda dan gagah." Rey bukan mengatakan kebohongan, tetapi memang begitu kenyataannya. Sahabatnya tampan, muda dan gagah dengan tubuh atletisnya.

"Lalu kenapa Dila lebih memilih papaku?" tanya Dion dengan lirihnya.

"Apa?!" kaget Diki dan Reyhan.

"Tunggu ... ini Dila mana yang kamu maksud? Mama Dila atau Dila nama dari wanita lain?" tanya Diki.

"Siapa lagi kalau bukan mamanya Reyhan," jawab Dion terang-terangan.

Rey menepuk jidatnya dan masih tidak mengerti akan perilaku dari sahabatnya itu. Ia juga kaget mendengar ucapan Dion yang mengatakan, jika mamanya memilih Bastian.

"Menurut ucapanmu, itu artinya mamaku menjalin hubungan dengan papamu?" tanya Rey.

"Iya, dan itu telah membuat hatiku sakit dan kalian tahu yang lebih menyakitkan ... mereka akan menikah," ungkap Dion sembari menyesap sirup dari gelasnya.

"Sudah berapa kali aku mengatakannya kepadamu, Dion. Mamaku tidak cocok untukmu dan aku setuju, jika kita menjadi saudara," tutur Rey.

Dion tidak terima akan pertanyaan Reyhan. "Tega kamu, Rey! Aku sahabatmu dan seharusnya kamu mendukungku."

"Setuju saja, Rey. Biar dia bahagia," sahut Diki.

"Bukan begitu, Dik. Mereka berdua memang tidak cocok," tutur Reyhan.

"Kalian pulanglah. Bukannya menghibur malah membuatku patah semangat." Dion beranjak dari sofa kemudian melangkah masuk ke kamarnya.

"Sepertinya Dion sangat menyukai mama Dila," ujar Diki, "biarkan saja, Rey. Kamu tahu sendiri betapa nekatnya Dion jika keinginannya tidak dipenuhi."

Rey menghela napas panjang. "Tapi kamu tahu sendiri mamaku, dia tidak menyukai Dion dan mama sudah tidak jujur padaku, dia menjalin hubungan asmara dengan om Bastian."

"Aku rasa mamamu hanya menunggu waktu dan sebaiknya kamu tanyakan hal itu," saran Diki.

"Besok aku akan menanyakan semua ini pada mama. Lebih baik kita pulang sekarang," kata Rey yang sudah bangkit dari duduknya.

Keduanya keluar dari dalam rumah Dion menuju mobil mereka masing-masing. Dion menatap kepergian dua sahabatnya dari balkon kamar.

"Mengapa mereka sama sekali tidak mendukungku? Apa rasa cinta ini salah? Aku tidak menginginkan Dila menjadi mamaku, tetapi menginginkan dirinya menjadi belahan jiwaku," ucap Dion dengan lirihnya.

...****************...

"Aku membelikanmu perhiasan terbaru dan aku harap kamu menyukainya," ucap Bastian sembari memberikan kotak perhiasan itu kepada Dila.

Tadi ia tidak sempat memberikannya sebab sudah bertengkar dulu dengan Dila dan juga Dion.

"Terima kasih," ucap Dila sembari memberi senyum manisnya.

"Aku harap kamu segera membicarakan hubungan kita pada Reyhan. Hanya dia yang belum tahu dan untuk Dion, kamu jangan khawatir, biar aku yang tangani," terang Bastian.

"Ak-aku-"

"Jangan lagi menolak, Dila. Kita sudah dua tahun menjalin hubungan," potong Bastian, "aku pamit pulang." Bastian mengecup kening Dila kemudian beranjak dari duduknya, lalu melangkah pergi.

Dila memandang dua hadiah di tempat tidur, dari dua orang pria yang terikat satu sama saling. Satu buket bunga anggrek dari Dion dan satu lagi satu set perhiasan dari Bastian.

Selama menjalin hubungan bersama Bastian, pria itu memanjakan dirinya dengan kemewahan dan sesungguhnya Dila sangat bosan akan hal itu.

Dirinya mampu untuk membeli sebuah set perhiasan, berlibur ke luar negeri dan makan malam mewah di restoran ternama. Mungkin bagi sebagian orang mereka sangat menginginkannya, tapi bagi Dila ada yang hampa di sana.

Berbeda dengan Dion, pria itu selalu memberinya bunga dan meski Dila sangat kesal akan tingkahnya, namun dalam hati sebenarnya ia merasa lucu dan terhibur.

Dila merasakan seperti saat ia masih muda dulu, saat-saat di mana ia bersama suami yang begitu dicintainya. Perasaan berbunga-bunga ia rasakan semenjak kehadiran Dion, dan Dila selalu menyangkal, jika tertarik pada pria itu.

"Apa aku jatuh cinta pada Dion?" Dila mengelengkan kepalanya. "Pikiranmu sudah tidak waras Dila. Apa kata orang-orang nantinya? Dion lebih cocok menjadi anakmu."

Dila meraih buket anggrek yang Dion buang karena merasa kecewa akan sikapnya. "Dion ... andai kamu seumuran denganku, sudah pasti aku akan lebih memilih bersamamu."

Dila menerima Bastian sebagai kekasih sebab pria itu sangat baik dan selama ini Bastian juga mengejarnya. Dila ingin mencoba membuka hati serta berusaha untuk mencintai pria yang berstatus kekasihnya itu, namun tetap saja hati Dila tidak tersentuh.

Dila membebaskan Bastian untuk berkencan dengan wanita manapun selagi mereka belum resmi menikah, tetapi pria itu tetap menunggu dirinya.

Dila keluar menuju balkon kamar sembari tangannya memegang buket bunga anggrek, ia menikmati udara malam yang berhembus mengenai rambut panjangnya yang terurai.

Matanya terpejam menikmati embusan udara malam yang menerpa wajahnya dan aroma dari bunga anggrek semakin membuat suasana hatinya tenang.

"Sudah kuduga, kamu menyukaiku, Dila," pekik Dion dari bawah.

Dila terlonjak kaget. "Dion!"

Bersambung.

Dukung Author dengan vote, like dan koment.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!