NovelToon NovelToon

Terpaksa Mau Menikah

Liburan

Hari yang begitu cerah, secerah hati seorang gadis yang terlihat sangat bersemangat untuk pergi berlibur bersama dengan tunangannya.

Felysia Deolinda gadis berusia 25 tahun yang baru saja menyelesaikan kuliahnya. Dan mendapatkan hadiah dari sang kekasih untuk pergi berlibur.

Saat ini ia sedang menunggu sang kekasih yang akan menjemputnya sambil memainkan ponselnya di ruang tamu.

Evans sang ayah yang baru saja akan berangkat bekerja langsung menghampiri Felysia yang sedang memainkan ponselnya.

"Owen belum jemput Fel?" tanya Evans duduk di sebelah Felysia.

"Eh ayah, belum Yah." ucap Felysia mengunci screen ponselnya dan melihat ke arah ayahnya.

"Ingat disana cuma untuk liburan" ucap Evans memperingati Felysia.

"Iya ayah. Felysia nggak akan lakuin macam macam kok sama Owen selain liburan disana." Ucap Felysia menenangkan ayahnya.

"Ayah percaya sama kamu. Ingat ayah udah kasih kepercayaan bukan berarti kamu bisa seenaknya disana sama Owen." Ucap Evans lagi.

"Siap komandan, Felysia Deolinda akan memegang kepercayaan ayah Evans dengan baik, Laporan selesai" ucap Felysia mengangkat satu tangannya untuk memberi hormat pada Evans.

Evans menggelengkan kepalanya melihat tingkah putri semata wayangnya ini. Evans beranjak dari duduknya.

"Yaudah kalau gitu ayah kerja dulu" ucap Evans.

"Hati hati di jalan ayah, semangat kerjanya." ucap Felysia ikut berdiri dan memberikan pelukan pada Evans.

"Kamu juga hati hati di jalan. Ingat jangan macam macam sama Owen" peringat Evans sekali lagi yang membuat Felysia tertawa geli.

"Ih ayah iya aku janji nggak akan lakuin hal kayak gitu sebelum menikah" ucap Felysia.

"Yaudah ayah berangkat" ucap Evans melepaskan pelukan putrinya itu dan pergi menuju keluar rumah menuju ke kantor dengan menggunakan mobil.

Setelah ayahnya pergi, Felysia kembali menyibukkan dirinya dengan memainkan ponsel. Hingga pintu yang di ketuk berbunyi.

Asisten rumah tangga di rumah Felysia dengan terburu buru membukakan pintu.

"Sayang maaf, pasti kamu kelamaan nunggu aku kan?" ucap Owen menghampiri Felysia yang sedang bermain ponsel.

Felysia melepas ponselnya dan menghampiri Owen. Mereka berdua berpelukan sebentar dan setelah itu duduk di sofa.

"Nggak apa apa, aku tau kamu pasti ada kesibukan dulu sebelum kesini kan?" tanya Felysia.

Owen mengacak rambut Felysia dengan sayang.

"Pacar aku pengertian banget sih. Jadi pengen cepat cepat nikahin" ucap Owen.

"Apa sih kamu" ucap Felysia menepuk bahu Owen.

Owen tertawa melihat Felysia yang terlihat salah tingkah.

"Kita berangkat sekarang yuk. Supir aku udah di depan" ucap Owen yang di angguki oleh Felysia.

Sepanjang perjalanan menuju bandara mereka berdua berbicara hal hal ringan hingga membuat mereka tertawa.

Selama perjalanan menuju bandara juga mereka berdua tidak melepaskan tangan mereka yang saling menggenggam.

"Owen" panggil Felysia pada Owen yang tiba tiba sibuk dengan ponselnya.

"Ada apa sayang?" tanya Owen mengunci screen ponselnya dan melihat ke arah Felysia.

"Aku ngantuk" ucap Felysia setelah itu menguap.

"Loh ini masih jam 8 pagi loh Fel" ucap Owen melirik jam tangannya.

"Aku semalam nonton drakor eh karena keseruan lupa waktu dan akhirnya aku baru tidur jam 5 pagi" ucap Felysia cengengesan.

Owen mencubit hidung Felysia.

"Kamu ini ya. Drakor kalo kamu nonton siang juga nggak akan berubah alur ceritanya. Jangan begadang lagi nanti kamu sakit aku nggak suka" ucap Owen.

"Iya nggak janji" ucap Felysia sengaja ingin menggoda kekasihnya itu.

"Fely dengerin aku atau nggak aku hukum nih?" ucap Owen.

"Apaan sih pake hukum hukum segala kek guru di sekolah aja" ucap Felysia.

"YAA OWEN"

Felysia berteriak merasa geli karena di gelitik oleh Owen.

"Hukuman buat kamu nih karena bandel banget di bilangin" ucap Owen.

"Ampun ampun. Aku janji nggak akan ngulangin begadang hanya karena film" ucap Felysia.

Owen berhenti menggelitik tubuh Felysia.

"Awas ya kalo ngulangin lagi" ucap Owen.

"Iya seriusan janji" ucap Felysia merasa ngos ngosan karena tertawa.

Tidak lama kemudian mereka sampai di bandara.

Dengan tangan yang saling menggenggam satu sama lain mereka menarik koper mereka yang di turunkan oleh sang supir ke dalam bandara.

***

Owen dan Felysia telah sampai di kota Bali. Mereka menaiki sebuah mobil yang telah Owen sewa beserta dengan supir selama mereka berlibur di Bali.

Selama di perjalanan Felysia sibuk dengan melihat pemandangan di luar lewat kaca mobil. Rasanya sudah lama sekali ia tidak liburan setelah ia harus menyelesaikan skripsinya.

Tapi untunglah sekarang ia sudah merasa bebas karena ia telah menjadi seorang sarjana dan setelah mereka pulang dari Bali ia akan langsung mencari pekerjaan.

Owen nampak sibuk dengan ponselnya bahkan sesekali ia tersenyum tanpa di ketahui oleh Felysia.

Sesampainya mereka di salah satu hotel bintang di Bali, mereka berdua langsung masuk kedalam dengan koper yang mereka bawa.

Saat mereka akan memesan kamar, mereka bertemu dengan pasangan yang terlihat juga sedang check In hotel.

Tampak seorang wanita yang memakai baju kurang bahan dan pria berkacamata yang sedang menulis di buku.

Felysia dan Owen berjalan mendekat.

"Kami pesan 2 kamar" ucap Owen.

"Maaf pak kamar yang tersedia tinggal satu kamar saja" ucap sang resepsionis dengan sopan.

"Fel, kamarnya tinggal satu. Terus gimana?" tanya Owen meminta pendapat Felysia.

"Yaudah nggak apa apa pesan itu aja" ucap Felysia tanpa ada keraguan sama sekali. Karena selama ini Owen tidak pernah berbuat hal kurang ajar padanya, ia percaya jika Owen tidak suka melakukan hal yang tidak baik.

"Kami pesan kamar yang tersisa itu aja kalau gitu" ucap Owen.

Setelah selesai mengisi data resepsionis itu memberikan kartu sebagai kunci akses untuk masuk ke kamar mereka.

Mereka berdua berjalan menuju ke lift dan bertemu dengan dua orang tadi yang sedang check In.

Owen mencuri curi pandang pada wanita di sebelah pria berkacamata dengan hati hati agar tidak ketahuan oleh Felysia.

Wanita itu tersenyum dan mengedipkan matanya ke arah Owen. Kedua sudut bibir Owen ikut terangkat membentuk senyuman.

Ting

Pintu lift yang terbuka membuat Owen sedikit terkejut karena ia mendapatkan tarikan dari Felysia untuk masuk ke dalam lift.

Sedangkan wanita itu hanya tertawa melihat tingkah terkejut Owen. Wanita itu juga masuk kedalam lift bersama dengan Pria berkacamata dan terlihat cupu itu.

Owen sampai heran kenapa bisa seorang wanita yang bertubuh sempurna itu berpacaran dengan seorang laki laki cupu.

"Owen loh kok kamu ngelamun" panggil Felysia pada Owen entah keberapa kali.

"Eh kenapa sayang?" tanya Owen setelah tersadar jika tadi ia melamun.

"Kamu tuh yang kenapa. Kita udah sampai di lantai kamar kita" ucap Felysia.

"Oh iya maaf sayang tadi lagi mikirin soal kerjaan sampai nggak fokus" ucap Owen memberikan alasan.

"Kalo masih banyak kerjaan kenapa ngajak aku liburan?" ucap Felysia merasa bersalah.

"Tidak apa apa sayang. Ayo ke kamar kita" ucap Owen dan mengajak Felysia untuk keluar dari lift dan menuju ke kamar hotel yang telah mereka sewa.

Makan Malam Bersama

Pria berkacamata itu fokus dengan buku bacaannya sampai ia tidak menyadari sang kekasih sudah selesai mandi dan berganti pakaian.

"Yaang pacar kamu buku atau aku sih?" ucap kesal seorang wanita datang menghampirinya.

Vincent menutup buku bacaannya dan meletakan buku itu di atas meja. Ia membelai lembut rambut kekasihnya, Nesya.

"Maaf" ucapnya singkat.

"Buat apa sih bilang maaf mulu tiap kali kamu cuekin aku. Aku tuh butuh perhatian kamu bukan kata maaf kamu" ucap Nesya cemberut.

Vincent tersenyum mendengar perkataan Nesya.

"Kali ini aku beneran janji nggak akan cuekin kamu lagi" ucap Vincent.

"Janji doang di tepati kagak" ucap Nesya.

"Kali ini aku bakal benar benar nggak cuekin kamu." ucap Vincent sungguh sungguh. "Besok kamu mau kita jalan kemana?" tanya Vincent memberi tawaran.

Kedua mata Nesya seketika berbinar.

"Kamu serius besok kita bakal jalan jalan?" tanya Nesya dengan antusias.

Vincent menggangguk sebagai jawaban.

Seketika itu Nesya langsung teriak kegirangan. Ia langsung memeluk Vincent saking senangnya.

"Udah lepasin dulu tangannya, aku mau mandi" ucap Vincent mencoba melepaskan pelukan Nesya.

Nesya menuruti perkataan Vincent.

Setelah terlepas dari pelukan Nesya, Vincent menuju ke kamar mandi hingga saat ia di depan pintu ia kembali melihat ke arah Nesya yang sudah sibuk dengan ponselnya.

"Yaang, kamu mau makan malam dimana nanti?" tanya Vincent.

"Di restoran hotel ini aja deh. Aku lagi mager keluar"

Vincent menggangguk.

"Yaudah aku mandi dulu setelah itu kita pergi makan malam.

Di lain tempat Felysia dan Owen baru saja sampai di restoran hotel.

Mereka duduk tempat yang muat untuk empat orang karena tidak lagi tersedia tempat lain selain itu.

"Kamu mau pesan apa?" tanya Owen membuka menu begitu juga dengan Felysia.

"Apa ya?" ucap Felysia berpikir. "Aku nggak jadi makan deh nggak napsu" ucap Felysia lagi.

Seketika Owen memelototi Felysia yang membuat Felysia tertawa melihat Owen yang seperti itu.

"Kamu mau om marah sama aku karena kamu nggak makan?" tanya Owen.

"Oh jadi karena ayah nih?" tanya Felysia sengaja menggoda Owen.

"Bukan cuma karena om tapi karena aku kekasih kamu. Dan aku nggak suka kalo kamu suka lupain jam makan kamu" ucap Owen.

"Utu utu pacalnya siapa sih kok bikin gemes" ucap Felysia langsung mencubit kedua pipi Owen dengan gemas.

Owen memegang kedua tangan Felysia yang berada di pipinya dan melepaskan tangan itu dari pipinya.

"Sekarang pesan makan dulu. Mau makan apa?" tanya Owen.

"Samain sama kamu aja, aku males buat milih" ucap Felysia.

"Bilang aja kalo pengen makan yang sama aku" Felysia seketika menggangguk. "Biar apa sih Fel?" tanya Owen.

"Biar kamu nggak modus dengan embel embel pengen nyoba punya aku terus mintanya di suapin lagi" ucap Felysia.

"Astaga" ucap Owen tidak habis pikir dengan Felysia.

Saat Owen sedang memilih makanan untuk ia dan Felysia. Vincent dan Nesya tiba tiba datang ke meja mereka.

"Boleh gabung bareng kalian nggak? Tempatnya udah pada penuh soalnya kecuali disini" ucap Nesya yang bergelayut di lengan Vincent yang hanya diam saja.

Owen menatap ke arah Felysia seakan meminta izin.

"Boleh kok, duduk aja disini" ucap Felysia mempersilahkan.

"Makasih" Nesya dan juga Vincent ikut duduk bergabung dengan mereka.

Dengan santainya Nesya mengambil duduk di sebelah Owen sedangkan Vincent duduk di sebelah Felysia.

"Kalian udah pada pesan belum?" tanya Nesya membuka suara.

"Ini baru aja mau pesan" ucap Owen.

"Yaudah sekalian sama sama pesannya. Yaang kamu mau pesan apa?" tanya Nesya membolak balikan buku menu.

"Aku samain aja kayak biasa" ucap Vincent tanpa repot repot mau membuka menu.

"Dih kebiasaan deh tiap kesini selalu aja pesanannya itu itu aja" ucap Nesya.

"Selain makanan itu nggak ada yang menarik lagi makanannya" ucap Vincent membuka kacamatanya dan meletakan di atas meja.

"Yaudah deh iya iya yang makannya milih milih" ucap Nesya.

Setelah sudah tahu akan memesan apa, mereka memanggil pelayan untuk memesan makanan.

Selagi menunggu pesanan mereka datang mereka mengobrol ringan tentang seputar liburan mereka akan kemana saja. Bahkan tidak lupa mereka berkenalan.

"Kalian besok mau jalan kemana?" tanya Nesya

"Ke pantai, Felysia suka banget sama pantai" ucap Owen yang membuat Felysia tersenyum

Nesya menggangguk.

"Yaang besok temanin aku shopping ya?"

Vincent hanya menggangguk sebagai jawaban.

Obrolan obrolan terus berlangsung dan itu karena Nesya yang mencoba mencairkan suasana.

Tanpa Vincent dan Felysia sadari jika di bawa meja tangan Owen dan Nesya sudah saling bergenggaman sedari tadi.

"Duh kayaknya aku sakit perut deh. Aku ke toilet dulu" ucap Nesya merintih.

"Mau aku temani?" tawar Vincent yang langsung di tolak oleh Nesya.

"Kamu disini aja nungguin makanan kita. Aku ke toilet dulu" ucap Nesya.

Setelah kepergian Nesya suasana canggung terasa lagi karena Vincent tidak ingin membuka suara dan Owen juga merasa enggan untuk berbicara terlebih dahulu pada Vincent.

Deringan ponsel dari ponsel Owen membuat Owen menatap Felysia sambil memperlihatkan layar ponselnya.

"Aku angkat telfon dari papa aku dulu ya. Mungkin ada masalah di kantor makanya papa nelfon" ucap Owen.

"Yaudah sana" ucap Felysia.

Dengan terburu buru Owen pergi tanpa ada rasa curiga sama sekali yang timbul di diri Felysia.

Vincent yang melihat kepergian Owen memilih untuk berpindah tempat duduk menjadi berhadapan dengan Felysia.

Sekitar sepuluh menit kemudian masuk notifikasi pada ponsel Vincent.

Tanpa ragu Vincent membuka notifikasi yang isinya adalah sebuah foto. Di foto itu terlihat dengan jelas Owen dan Nesya sedang berciuman di depan sebuah kamar hotel.

Vincent meletakan ponselnya di atas meja memilih untuk tidak perduli. Ia menatap wanita di depannya yang hanya diam saja sedari tadi.

"Apa kamu akan percaya jika aku bilang kekasih aku dan kekasihmu selingkuh di belakang kita?" tanya Vincent membuka suara.

"Apa maksud kamu?" tanya Felysia tidak suka dengan perkataan Vincent.

"Nanti kamu akan melihatnya sendiri" ucap Vincent lagi.

"Jangan coba bicara yang buruk tentang pacar aku. Dia nggak seburuk itu buat selingkuh di belakang aku. Dan juga pacar kamu sedang ke toilet karena sakit perut bukannya kamu khawatir malah kamu berbicara buruk tentang dia." ucap Felysia.

"Terserah kamu, tapi yang perlu kamu tau kalo kekasih kekasih tercinta kita nggak akan kembali buat makan malam disini karena mereka sudah asik menikmati malam panas mereka" ucap Vincent.

Felysia melihat ke arah lain tidak ingin mendengarkan ucapan Vincent lagi.

Sampai makanan mereka datang, Owen maupun Nesya belum sama sekali kembali. Vincent hanya bertingkah acuh berbeda dengan Felysia yang sudah gelisah karena khawatir.

Sementara Vincent memakan makanannya. Ia sesekali juga melihat Felysia yang makan dengan tidak berselera.

"Makan makanan kamu. Jangan khawatir dengan laki laki b*ngs*t seperti itu." ucap Vincent.

Felysia lebih memilih diam dan tidak perduli dengan yang di katakan oleh Vincent.

"Owen tidak akan balik ke kamar kalian malam ini. Kalau kamu ingin kebenaran dari yang aku katakan tadi, kamu bisa telfon aku kapanpun" ucap Vincent meninggalkan kartu namanya dan setelah itu pergi membayar makanan yang ia makan dan setelah itu pergi entah kemana.

Felysia menatap kartu nama yang di berikan Vincent. Apa ia harus mempercayai perkataan Vincent tadi dan melihat kebenaran jika Owen dan Nesya selingkuh?

Kebenaran

Saat ini Felysia sudah berada di dalam kamar hotel yang di sewa olehnya dan juga Owen. Sudah sekitar satu jam ia menunggu Owen tapi tidak ada tanda tanda jika Owen akan segera kembali ke kamar mereka.

Sudah beberapa kali ia mencoba untuk menghubungi Owen tapi hanya suara operator yang bisa ia dengar.

Felysia berjalan kesana kemari berpikir apakah ia harus menghubungi Vincent untuk mengetahui yang sebenarnya atau ia harus percaya pada Owen yang adalah kekasihnya sendiri.

Pikirannya seketika buntu dan tidak tahu harus bagaimana.

Dengan sedikit ragu ia mencoba mendial nomor Vincent yang sudah ia salin ke ponselnya.

Felysia mengigit jari jarinya gugup selama menunggu panggilan yang belum di angkat oleh Vincent. Ia tidak tahu ini adalah keputusannya yang paling benar atau apa.

Tapi hati kecilnya seakan mengatakan apa yang ia lakukan ini adalah hal paling benar.

Vincent : Halo

Felysia terdiam saat Vincent sudah mengangkat panggilannya.

Vincent : Kalo nggak bicara aku tutup ya

Felysia : Eh jangan di tutup ini aku Felysia

Vincent : Oh kamu, kenapa?

Ingin rasanya Felysia menendang Vincent saat ini. Ia yang menawarkan untuk mengetahui kebenaran eh ia juga yang bertanya kenapa.

Felysia : Itu soal yang kamu bilang tadi kebenaran tentang pasangan pasangan kita

Vincent : Oh soal itu. Kamu udah berubah pikiran buat tau yang sebenarnya?

Felysia : Iya aku pengen tau yang sebenarnya. Tapi aku masih yakin kalo Owen bukan pria kayak gitu

Vincent : Yaudah ngapain kamu nelfon aku kalo kamu lebih percaya sama kekasih kamu?

Felysia : Aku hanya ingin memastikannya saja.

Vincent : Baiklah jam 4 pagi kita bertemu di lantai 4

Setelah berkata seperti itu Vincent langsung memutuskan panggilan mereka.

Felysia terduduk di tempat tidur setelah panggilan tersebut. Ia tidak tahu kenapa ia mulai merasa ragu dengan Owen, karena ini bukan pertama kalinya ia tinggalkan oleh Owen tanpa kabar seperti ini.

Dulu waktu mereka dinner bersama tiba tiba Owen pergi setelah mendapatkan panggilan masuk dari papanya. Dan Owen tidak pernah kembali saat itu yang membuat Felysia harus pulang dengan rasa kecewa.

Dan di pagi harinya Owen datang ke rumahnya dengan membawa sebuket bunga meminta maaf karena meninggalkannya semalam dengan alasan ada pekerjaan mendadak di kantor.

Tapi kali ini berbeda lagi. Mereka tidak berada di Jakarta dan Owen juga sudah sempat bilang kalau ia sudah menghandle pekerjannya untuk seminggu kedepan.

"Aku nggak tau harus percaya kamu atau bagaimana. Tapi kalo memang yang di katakan adalah sebuah kebenaran, kamu udah berhasil hancurin hati aku"

Dengan perasaan sesak walaupun belum pasti dengan apa yang akan ia lihat nanti Felysia membaringkan tubuhnya untuk tidur.

Pukul 04.00 AM

Felysia masuk kedalam lift dengan langkah pasti. Ia harus mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di belakanganya selama ini hingga Owen selalu bertingkah aneh yang sangat di sadari oleh Felysia tapi Felysia hanya memilih untuk diam.

Saat ia sampai di lantai empat, ia bisa melihat Vincent yang terlihat berdiri dengan santai di dekat salah satu pintu dengan menggunakan pakaian serba hitam dan tanpa kacamata.

Entah apa yang di pikirkan oleh Vincent hingga memakai pakaian seperti itu.

Tapi kalau boleh jujur Vincent terlihat tampan di mata Felysia saat ini.

"Mereka dimana?" tanya Felysia tidak ingin basa basi.

Vincent menunjukkan pintu tempat ia berdiri sekarang.

Felysia dengan cepat ingin mengetok pintu tersebut tapi tangannya langsung di tahan oleh Vincent.

"Jangan ganggu dulu, kayaknya mereka baru saja bangun dan sedang menghangatkan tubuh" ucap Vincent.

Felysia menatap tidak suka Vincent yang mengatakan hal tersebut.

"Darimana kamu tau kalo mereka seperti itu?" tanya Felysia.

"Hanya sedang menebak aja. Kamu tunggu aja pasti sebentar lagi kekasih tersayang kamu akan menghubungi kamu" ucap Vincent.

Tidak berapa lama Owen benar benar menelfon Felysia.

"Loud speaker" ucap Vincent yang di turuti oleh Felysia.

Ia mengangkat panggilan itu dan tidak lupa menloudspeaker ponselnya.

Owen : Sayang, maaf semalam aku nggak bisa ngabarin kamu karena tiba tiba papa nyuruh aku buat ke rumah nenek

Vincent mendengarkan dengan senyuman di bibirnya. Suara pria itu terdengar sangat serak seperti baru saja selesai menghabiskan sesuatu yang panas.

Felysia : Nggak apa apa. Aku tunggu kamu balik ke hotel. Aku tidur dulu ya masih ngantuk

Felysia langsung mematikan panggilan tersebut.

"Darimana kamu bisa tau kalo Owen akan nelfon aku tadi?" tanya Felysia penasaran.

Vincent mengambil salah satu headset di telinganya dan memberikannya pada Felysia agar ia bisa mendengarkan apa yang sedari tadi ia dengar.

Felysia tidak menyadari jika ternyata Vincent memakai headset di kedua telinganya karena terlalu sibuk dengan pemikirannya tentang Owen.

..."Gimana kekasih kamu yang bodoh itu percaya sama kamu?"...

..."Tentu dia percaya sama aku karena selama ini aku selalu memperlakukan dia dengan baik"...

..."Kasihan sekali wanita bodoh itu harus di bohongi oleh pria br*ngs*k seperti dirimu"...

..."Hahaha. Dia adalah mainan paling yang aku suka. Walaupun dia tidak mau saat aku ajak untuk melakukan hal lebih tapi karena sikap pengertiannya itu membuat aku suka padanya"...

Cukup.

Cukup sudah Felysia tidak ingin mendengarkan apa apa lagi. Pria yang selama ini ia anggap adalah pria baik baik ternyata selama ini ia salah.

Owen hanyalah pria berotak b*ngs*at yang berkedok orang baik.

"Nih kartu buat buka kunci kamar ini. Aku harap kamu nggak nangis di dalam, walaupun nantinya kamu akan nangis tapi jangan menangis di depan pria b*j*ng*n seperti dia"

Felysia mengambil kartu yang di sodorkan oleh Vincent. Sebelum ia membuka kunci kamar itu ia menghapus airmata yang sempat mengalir di kedua pipinya.

"Bagaimana kalo mereka mengunci kamar ini dari dalam?" tanya Felysia.

"Come on, hotel ini di desain hanya dengan memakai kartu yang bisa membuka dan menutup pintunya. Buka saja pintunya kalo kamu mau tapi kalo nggak mau juga aku nggak akan memaksa.

Felysia menyodorkan kartu itu di tempat untuk membuka kunci kamar tersebut.

Vincent memberi kode pada Felysia untuk masuk terlebih dahulu.

Prok

Prok

Prok

"Bagus banget ya kamu, aku nungguin dan khawatir semalam kamu nggak ada kabar dan nggak tau kemana, eh malah asik asiknya sama cewe lain" ucap Felysia berjalan menghampiri Owen dan Nesya yang sedang asik berciuman.

Seketika baik Owen dan Nesya sama sama gelagapan sendiri ketika melihat kehadiran Felysia dan juga Vincent yang memilih duduk di sofa dan memangku satu kakinya.

"Sayang, aku bisa jelasin ini nggak seperti yang kamu lihat" ucap Owen berusaha untuk membuat alasan yang sebenarnya tidak akan ada gunanya sama sekali.

Felysia tersenyum miring.

"Terus yang aku lihat sekarang ini apa?" tanya Felysia yang tidak bisa di jawab oleh Owen.

"Dan oh ups aku nggak salah lihat. Vincent bukankah dia kekasih kamu yang mengaku sakit perut dan pergi ke toilet?" ucap Felysia menunjuk Nesya dan melihat ke arah Vincent.

"Tidak lagi setelah apa yang dia perbuat" ucap Vincent bangun dari duduknya dan berdiri di samping Felysia.

"Vincent maafin aku" ucap Nesya dengan muka memelas.

Vincent hanya tersenyum mendengar perkataan Nesya tanpa ada niat untuk menjawab.

"Oh ya karena kalian berdua ternyata sudah memiliki hubungan di belakang kita, kalo begitu kita juga harus mengatakan yang sebenarnya jika selama ini aku dan Felysia juga mempunyai hubungan tanpa kalian ketahui" ucap Vincent yang di angguki oleh Felysia.

"Owen Owen, kamu pikir aku wanita bodoh seperti yang kamu pikirkan? Kamu salah Owen" ucap Felysia.

"Aku nggak percaya dengan yang kalian katakan sebelum aku melihat bukti" ucap Owen emosi.

"Kamu mau bukti? Oke aku kasih kamu bukti" ucap Vincent.

Ia menangkup kedua pipi Felysia dengan kedua tangannya dan langsung mencium bibir Felysia. Felysia tentu kaget tapi ia mencoba untuk terlihat biasa saja karena ia tidak ingin terlihat lemah di depan Owen dan juga Nesya.

"Mau perlu bukti apa lagi? Haruskah aku dan Vincent melakukan hal yang sama seperti kalian juga?" tanya Felysia melipat tangannya di dada.

Sedangkan Vincent sudah beralih memeluk pinggang Felysia dengan possessive.

"She's mine" ucap Vincent menatap ke arah Owen dengan senyum kemenangan.

Bisa ia lihat jika Owen terlihat sangat emosi dengan apa yang telah ia lakukan tadi yaitu mencium Felysia. Tapi ia tidak peduli ia tidak perlu merasa bersalah pada Owen.

"Kamu pergi dulu, selamat menikmati waktu kalian" ucap Felysia dan mengajak Vincent untuk keluar.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!