NovelToon NovelToon

Bukan Suami Pilihan

PAGI SIALAN

Anne mengerjapkan matanya berulang kali, demi menyesuaikan pandangannya yang terasa kabur. Belum lagi kepala Anne yang terasa berdentum-dentum menyakitkan, membuat gadis delapan belas tahun tersebut harus meringis berulang kali.

Anne merasakan ada sebuah lengan yang menindih tubuhnya. Tangan Anne meraba-raba tangan asing tersebut dan berusaha membuka matanya.

Siapa ini?

Kenapa berani sekali tidur di kamar dan di atas kasur Anne?

"Aaarrrgh!" Sebuah erangan membuat Anne terkejut hingga jantungnya nyaris menggelinding dari rongga.

Tidak!

Anne kenal dengan suara sialan itu.

Dan Anne membencinya.

Jangan katakan kalau pria brengsek bernama Abiano itu sekarang ada di samping Anne.

Anne memutar kepalanya dengan cepat untuk memastikan. Dan sedetik kemudian, jeritan gadis itu langsung menggema ke seluruh sudut kamar.

"Diamlah!" Abi membungkam mulut Anne dengan cepat agar gadis itu berhenti berteriak.

"Menyingkir, Brengsek!" Anne menendang dan mendorong tubuh Abi agar menjauh darinya.

"Apa yang sudah kau lakukan?" Tanya Anne galak seraya menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya.

Gadis itu kini menangis tergugu.

"Bukan sepenuhnya salahku, oke!" Kilah Abi berusaha membela diri.

"Tentu saja ini salahmu!" Anne bersikeras.

"Dan tempat apa ini? Kenapa kumuh sekali?" Cecar Anne sekali lagi menatap jijik ke sekitarnya.

"Ini kamarku, Nona kaya!" Jawab Abi sebal.

"Silahkan bangun dan pergi kalau kau tidak suka!" Abi menarik selimut yang menutupi tubuh Anne hingga selimut itu melorot dan menampakkan isi di dalamnya.

"Brengsek!" Anne hendak menampar pipi Abi, namun pemuda itu mencekal tangan Anne dengan cepat.

Anne menatap marah ke arah Abi.

"Aku sudah melihat dan menikmatinya semalam! Jadi tidak perlu kau tutupi aku juga sudah tahu bentuknya," ucap Abi tersenyum licik pada Anne.

"Dasar laki-laki mesum sialan! Enyah kau ke-"

"Abi!" Suara ketukan di pintu sontak membuat Abi kembali membungkam mulut Anne.

"Iya, Bu!" Jawab Abi masih membungkam dan menahan tubuh Anne yang berontak.

"Bisa keluar sebentar, Bi! Ibu mau bicara," panggil suara itu lagi.

"Iya, Bu! Tunggu sebentar!" Abi membuka lemari plastik di samping kasur dengan cepat dan meraih satu kaus dengan acak. Pemuda itu memakainya dengan cepat sebelum menuding ke arah Anne.

"Diam dan jangan bersuara, atau kau akan di arak keliling kompleks!" Tuding Abi memperingatkan Anne dengan mata yang mendelik.

"Dasar berengsek!" Umpat Anne kesal seraya menarik selimut untuk membalut tubuhnya. Gadis itu bersembunyi di sudut kamar sesuai aba-aba dari Abi.

"Iya, Bu. Ada apa?" Tanya Abi yang sudah membuka pintu kamar sedikit dan melongokkan kepalanya keluar.

"Teman kamu ada yang menginap? Kok tadi ibu kayak dengar suara orang lain dari kamar kamu?" Tanya bu Sani sedikit curiga.

Wanita paruh baya yang merupakan ibu tunggal dari Abiano tersebut, hendak membuka pintu kamar sang putra lebih lebar lagi. Namun Abi mencegahnya dengan cepat.

"Nggak ada, Bu! Tadi Abi lagi video call saja sama temannya Abi," dusta Abi sedikit meringis.

"Kamu lagi ngapain ini?" Bu Sani semakin curiga.

"Abi belum selesai ganti baju, Bu! Ini Abi belum pakai celana," jawab Abi cepat mencoba memberi alasan.

"Kamu libur sekolah hari ini? Tadi malam pulang jam berapa? Kok ibu nggak lihat?" Cecar bu Sani sekali lagi seolah sedang menginterogasi sang putra.

"Iya Abi libur, Bu! Tadi malam Abi pulang jam dua belas. Ibu sudah tidur kayaknya, jadi Abi juga langsung tidur," jelas Abi panjang lebar.

"Yasudah! Ibu mau berangkat kerja sekarang. Sarapan kamu ada di atas meja. Kamu ada acara hari ini?" Tanya bu Sani sekali lagi.

"Mungkin Abi akan ke kafe saja dan mengantar beberapa pesanan dari pelanggan, Bu. Abi kan libur," jawab Abi seraya meringis pada sang ibu.

"Hati-hati berangkatnya kalau begitu, dan jangan lupa sarapan dulu! Ibu berangkat dulu," bu Sani menyodorkan tangannya ke arah Abi.

Segera Abi mencium punggung tangan ibu kandungnya tersebut.

"Ibu juga hati-hati!" Pesan Abi sebelum sang ibu berlalu dari hadapannya.

Abi sedikit bernafas lega dan kembali menutup pintu kamarnya. Anne masih berada di sudut kamar dan menatap marah pada Abi.

"Kau menculikku semalam?" Tuduh Anne yang belum mengalihkan tatapan tajamnya ke arah Abi.

"Aku menyelamatkanmu dari para pemuda hidung belang yang hendak memperkosamu. Seharusnya kau berterimakasih kepadaku!" Sahut Abi seraya memunguti baju Anne yang berserakan dan melemparkannya dengan kasar ke arah Anne.

"Berterima kasih? Dalam mimpimu! Kau menyelamatkan aku dari pemuda hidung belang, tapi kau malah meniduriku dan merenggut kehormatanku! Jadi siapa yang hidung belang disini?" Sergah Anne berapi-api.

Gadis itu mulai memakai bajunya yang menurut Abi kurang bahan.

"Lain kali kalau pakai baju itu yang benar! Jangan baju setengah jadi seperti itu kamu pakai!" Sahut Abi mengendikkan dagunya ke arah baju Anne.

"Ouh! Jadi sekarang kau menyalahkan bajuku? Padahal otakmu itu yang isinya hal-hal mesum! Tapi kau malah menyalahkan bajuku! Dasar laki-laki brengsek!" Anne mendorong tubuh Abi hingga pemuda itu jatuh terduduk di atas kasur.

"Kita sama-sama mabuk tadi malam dan sama-sama menikmati appaun itu yang terjadi di antara kita, Anneke Halley! Jadi berhentilah menyalahkan aku!" Sergah Abi yang nada suaranya sudah meninggi.

Anne memejamkan matanya sejenak dan menarik nafas panjang berulang kali.

"Mudah saja kau berkata seperti itu! Kau tidak kehilangan apapun!" Ucap Anne yang nada bicaranya berubah sendu dan memelas.

Sesaat rasa bersalah berkecamuk di dalam dada Abi.

"Aku akan menikahimu kalau begitu!" Sergah Abi cepat dengan nada yang bersungguh-sungguh.

"Aku tidak akan menikah denganmu sekalipun kau adalah satu-satunya pria yang ada di muka bumi ini. Aku membencimu!" Sahut Anne seraya mengambil tasnya yang jatuh mengenaskan di atas lantai kamar Abi

Gadis itu merogoh isi tas untuk mencari keberadaan ponselnya. Setelah menemukan benda terebut, segera Anne membukanya.

Ada puluhan panggilan tak terjawab dari Mom, Dad, dan juga dari Valeria.

Sial!

Anne akan terkena masalah setelah ini.

Anne keluar dari kamar kumuh milik Abi, meninggalkan pemuda sialan yang masih mematung di dalam kamar tersebut.

Sampai di ruang tamu rumah Abi, Anne kembali mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan yang mungkin lebih kecil dari kamar Anne tersebut.

Tinggal di rumah kumuh seperti ini, tapi gaya dan kesombongannya setinggi langit!

Dasar tidak sadar diri!

Gumam Anne pada dirinya sendiri.

Gadis itu keluar dengan cepat dari pintu utama rumah sederhana Abi.

Anne menyusuri gang sempit di depan rumah Abi masih sambil menggerutu. Anne memilih untuk segera menghubungi Valeria.

Tak butuh waktu lama, dan telepon sudah diangkat oleh sepupunya tersebut.

"Anne! Kau kemana semalam?" Jerit Valeria di seberang telepon yang langsung membuat telinga Anne berdenging.

Dasar speaker konslet!

"Kecilkan suaramu, Vale! Kau menyakiti telingaku!" Gerutu Anne sebal.

"Iya maaf! Kau kemana tadi malam? Uncle dan aunty datang ke rumah dan menanyakan kepadaku kau ada dimana." Valeria mengulangi pertanyaannya.

"Kau mengatakan aku ada di mana pada Mom dan Dad?" Anne malah balik bertanya.

"Aku bingung. Jadi aku mengatakan pada Uncle dan Aunty kalau kau menginap di rumah Emily," jawab Valeria menjelaskan.

Huh!

Anne kembali menarik nafas panjang dan sedikit bernafas lega.

Valeria memang selalu bisa diandalkan dalam hal memberi alasan pada Mom dan Dad.

"Lalu aku menghubungi Emily dan memintanya untuk sedikit berbohong," imbuh Valeria lagi yang sontak membuat Anne tertawa penuh kemenangan.

Setidaknya Anne tidak akan kena omelan dari Mom dan Dad saat pulang nanti.

"Baiklah, Vale! Terima kasih banyak atas bantuanmu. Aku akan pulang sekarang," Anne sudah akan menutup telepon.

"Tidak! Tunggu, Anne! Kau masih berhutang penjelasan kepadaku!" Sergah Valeria cepat sebelum Anne benar-benar menutup panggilan.

"Iya, iya! Aku akan menceritakan semuanya nanti kepadamu. Dasar bawel!" Sahut Anne sedikit mengomel.

Anne sudah tiba di ujung gang dan di tepi jalan besar, gadis itu segera menghentikan taksi yang lewat dan naik dengan cepat.

Anne mengakhiri panggilannya pada Valeria dan segera menyimpan kembali ponselnya ke dalam tas. Saatnya pulang ke rumah.

.

.

.

Hiyaak hiyaak!

Jadi Anneke dan Valeria ini seumuran ya. Di karya yang ini mereka berdua masih berumur 18 tahun dan sedang menunggu kelulusan SMA.

Terima kasih yang sudah mampir.

Dukung othor dengan like dan komen di bab ini.

Abiano

Anneke Halley Anggara

MALAM SEBELUMNYA

Anne sudah naik taksi, dan gadis itu masih duduk ternenung seraya menatap keluar jendela.

Sekuat tenaga, Anne berusaha untuk mengingat kejadian semalam. Bagaimana mungkin, Anne bisa tersesat dan tidur dengan Abiano brengsek.

Anne dan Abi itu musuh bebuyutan!

Tidak mungkin Anne tidur dengan Abi semalam!

Ini benar-benar seperti mimpi buruk.

Flashback malam sebelumnya.

Ini adalah malam prom nite yang diadakan oleh sekolah.

Para siswa dan siswi datang ke aula sekolah mengenakan baju terbaik mereka. Tak terkecuali Anne yang malam ini datang berama Valeria.

"Vale! Dapat salam," Sean yang baru datang langsung menyapa Valeria dan menunjuk ke arah halaman sekolah, dimana ada seorang pria yang berdiri disana dan tersenyum manis ke arah Valeria.

"Abang Kyle?" Valeria mengerutkan kedua alisnya.

"Ditungguin itu sama Abang Kyle. Buruan kesana!" Sean mendorong Valeria agar segera menghampiri Kyle.

"Ciyee! Yang mau diajak jadian. Lulus SMA kayaknya langsung married, nih!" Goda Anne seraya tertawa cekikikan.

"Kamu nggak married juga setelah lulus nanti, Anne?" Sahut Sean bertanya pada Anne.

"Married sama siapa? Sama kamu?" Anne tergelak.

"Iiih! Ogah! Tu sama Abiano! Kalian kan sama-sama jomblo. Cocok kayaknya kalau jadian trus married," Sean menunjuk ke arah seorang pemuda berbadan tinggi tegap, yang sedang mengobrol asyik dengan beberapa temannya.

"Hooek! Dunia bakal kiamat kalau aku nikah sama Abi. Dia itu musuh bebuyutan Anne. Jadi mustahil kami bisa jadian apalagi sampai nikah."

"Nggak mungkin!!" Sinis Anne penuh kesombongan.

"Awas kuwalat! Nanti kamu jadian beneran sama Abi, aku suruh traktir bakso sepuluh mangkok," sergah Sean memperingatkan sahabatnya tersebut.

"Aku belikan bakso se-gerobaknya kalau aku beneran jadian sama Abi. Tapi itu nggak mungkin! Jadi silahkan beli bakso sendiri!" Sahut Anne masih sombong.

"Abi!" Sean memanggil Abi dan memberi isyarat pada pemuda tersebut untuk bergabung bersama dirinya dan juga Anne.

"Ngapain sih, kamu panggil-panggil si Abi!" Gerutu Anne sebal.

Abi sudah mendekat dan bergabung bersama Anne dan Sean.

"Hai, Sean!" Sapa Abi seraya melakukan tos bersama Sean.

"Sendirian? Pacar mana?" Tanya Sean yang lebih ke arah mengejek sebenarnya.

"Pacar yang mana? Bisa aja kamu bercandanya! Kamu sendiri nggak ngajak Emily?" Abi balik menggoda Sean.

"Nggak dapat izin dari Ayah dan Bunda," Sean meringis.

Anne tergelak,

"Kasian yang kesepian. Cup cup cup!" Anne menggoda Sean dengan lebay.

"Lebay kamu, Anne!" Sean menarik rambut Anne.

"Ih! Dasar cowok barbar!" Gerutu Anne kembali kesal. Gadis itu hendak pergi meninggalkan Sean dan Abi, namun Sean mencegahnya dengan cepat.

"Anne! Aku punya tantangan buat kamu dan Abi. Ayo ikut!" Ajak Sean seraya menunjuk ke salah satu meja kosong.

"Aku nggak mau!" Sahut Anne cepat seraya berlalu dari hadapan Abi dan Sean.

Masih bisa Anne dengar Sean yang tertawa terbahak-bahak di belakang sana!

Dasar menyebalkan!

****

"Aku balik duluan ya, Sean!" Pamit Abi saat acara baru akan dimulai.

"Mau kemana?" Tanya Sean penasaran.

"Cari duit," jawab Abi seraya menunjukkan pesan di ponselnya.

Abi memang menjalani pekerjaan sebagai kurir makanan lepas di sela-sela kesibukannya sebagai seorang pelajar.

Jalan hidup dan nasib kurang beruntung remaja delapan belas tahun tersebut yang memaksanya untuk melakoni pekerjaan part time apapun, selagi itu bisa menghasilkan uang.

"Liburlah dulu barang sehari, Bi!" Saran Sean pada sahabatnya tersebut.

"Rezeki tidak boleh ditolak!" Cengir Abi seraya berlalu dari hadapan Sean

Pemuda itu sudah meninggalkan tempat acara dengan cepat dan menuju ke tempat parkir untuk mengambil motornya.

****

Abi sudah selesai mengantar beberapa pesanan dari pelanggan setianya. Jam di tangannya menunjukkan pukul sepuluh malam saat pemuda itu memacu motornya menembus jalanan kota yang seakan tak pernah lengang. Abi baru berbelok ke sebuah jalan yang lengang, saat netra pemuda itu tak sengaja menangkap pemandangan sebuah taksi yang sepertinya sedang kena begal.

Apa?

Sial!

Seharusnya Abi tidak perlu lewat jalan ini tadi.

Abi sudah akan memutar balik, saat sebuah teriakan terdengar dari arah belakang.

"Tolong!" Suara seorang gadis yang sedikit

sempoyongan sedang berlari ke arah Abi.

Ada beberapa pemuda di belakang gadis itu yang sedang mengacungkan golok.

Ya ampun!

"Tolong aku!"

Bugh!

Gadis itu jatuh tersungkur karena hilang keseimbangan.

Abi segera mendekatkan motornya ke arah gadis tadi dan mengulurkan tangannya. Sedikit terkejut saat sekilas Abi melihat wajah itu.

"Anne?"

.

.

.

Next masih flashback.

Terima kasih yang sudah mampir.

Dukung othor dengan like dan komen di bab ini.

KHILAF

Abi mengulurkan tangannya ke arah Anne dan segera membantu gadis itu untuk naik ke atas motornya.

Setelah Anne naik, segera Abi memacu motornya meninggalkan kawanan orang-orang jahat tadi.

Setelah berkendara dalam kebisuan selama sepuluh menit, motor Abi masuk ke sebuah gang sempit.

Anne masih diam di belakang seraya melingkarkan lengannya ke pinggang Abi.

Aneh!

Kenapa Anne hanya diam sedari tadi?

Abi baru saja memarkirkan motornya dan hendak turun, saat pemuda itu merasakan tubuh Anne yang limbung, nyaris jatuh.

Ya ampun!

Apa gadis ini mabuk?

Susah payah Abi membawa masuk Anne ke dalam rumah sederhana, tempat dirunya tinggal bersama sang ibu. Suasana rumah sudah sepi, sepertinya bu Sani sudah tidur.

Masih dengan langkah mengendap-ngendap, Abi membawa Anne masuk ke dalam kamar.

Gadis itu langsung terkulai lemas di atas kasur Abi.

"Anne!" Panggil Abi seraya mengguncang tubuh Anne.

"Hai, cowok tampan? Kau tampan sekali?" Anne tiba-tiba sudah bangun dan mengalungkan kedua lengannya di leher Abi.

Apa?

Ada apa dengan gadis ini?

"Kenapa disini panas sekali? Apa AC-nya mati?" Tanya Anne lagi yang langsung membuka bajunya begitu saja menyisakan baju dalam yang membalut tubuh seputih susu itu.

Abi berulang kali menelan salivanya karena melihat tubuh Anne yang hanya terbalut baju dalam.

Gadis ini gila!

"Aku seperti mengenalmu, cowok tampan," Anne mengusap pipi Abi dengan tangannya yang lembut.

Dasar bodoh!

Seharusnya Abi tadi mengantar Anne pulang dan bukan malah membawanya ke rumah seperti ini.

"Kau berkeringat, Cowok tampan! Buka saja bajumu!" Anne membuka kaus yang dikenakan oleh Abi. Dan Abi hanya diam mematung seakan pasrah.

Kendalikan dirimu Abi!

Kendalikan dirimu!

Tidak bisa!

Abi tidak bisa menahan ini semua.

Gadis gila ini yang mulai, jadi jangan salahkan Abi!

Abi mendorong tubuh Anne hingga gadis itu jatuh ke atas kasur.

Anne memekik kecil, namun secepat kilat Abi membungkam bibir gadis itu dan dengan cepat melucuti baju dalam Anne.

Di menit selanjutnya, dua tubuh polos itu sudah bergelut di atas kasur milik Abi. Hingga akhirnya Abi mendapati satu hal yang membuatnya menyesal sudah melakukan ini semua.

Anne masih perawan dan Abi baru saja merenggutnya.

Dasar bodoh kamu, Abi!

Flashback off

****

Taksi yang membawa Anne sudah tiba di depan rumah besar keluarga Halley.

Anne segera turun dan memutar lewat pintu pagar samping rumah. Suasana halaman masih sepi. Jam di arloji Anne menunjukkan pukul tujuh pagi.

Apa Anne langsung menyusup ke kamarnya saja dan tidak perlu lewat pintu depan?

Ah! Tapi itu konyol.

Bukankah Mom dan Dad tahunya Anne baru pulang dari rumah Emily?

Jadi kenapa Anne harus risau?

"Baru pulang, Anne?" Sapaan dari Liam sontak membuat Anne terlonjak kaget.

"Eh, Abang. Iya baru pulang dari rumah Emily. Abang mau olahraga, ya?" Anne berbasa-basi pada abang cowok satu-satunya tersebut.

"Nggak! Mau berenang!" Jawab Liam berkelakar.

Abang Anne yang satu ini memang hobi sekali bercanda dan bergurau.

Anne mencibir,

"Renang pakai baju komplit begitu! Nggak takut tenggelam memang?"

"Tunggu!"

Liam mendekat ke arah Anne dan memperhatikan dengan seksama noda merah di leher putih Anne.

"Kamu pacaran?" Tanya Liam cepat yang raut wajahnya sudah berubah serius.

"Nggak ada!" Sergah Anne cepat.

"Trus ini apa?" Liam menunjuk noda merah di leher Anne sebelah kanan.

"Apa memang?" Anne memasang raut wajah polos.

"Kamu benar menginap di rumah Emily semalam?" Tanya Liam lagi menyelidik.

"Iya benar, Bang! Tanya saja sama Valeria!" Jawab Anne dengan nada meninggi.

"Biasa aja kali! Nggak usah nge-gas! Masuk sana! Ditungguin sama Mom dan Dad!" Liam tersenyum mengejek ke arah Anne sebelum pria itu berlalu meninggalkan teras dan meninggalkan Anne.

Mati kau Anne!

Segera Anne melepas ikatan rambutnya dan mengurai rambut lurus sepunggung tersebut. Sedikit membenarkan agar rambutnya menutupi noda merah yang tadi dilihat oleh Liam.

Brengsek memang si Abi!

Kenapa juga harus meninggalkan jejak di leher Anne?

Anne akan memutilasi milik Abi kalau sampai Anne mendapat hukuman dari Mom dan Dad.

Anne melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah dengan degup jantung yang sudah tak terkendali. Berulang kali Anne menarik nafas panjang demi menormalkan irama jantungnya, tapi sepertinya tidak berfungsi kali ini.

Rasanya seperti ingin masuk ke tiang gantungan saja.

"Anne!" Kali ini Kak Thalia yang menyapa Anne.

Salah satu kakak kembar Anne itu baru saja turun dari tangga dan hendak masuk ke ruang makan.

Suara Thalia yang menyapa Anne sontak membuat Mom dan Dad yang sudah berada di ruang makan ikut menoleh ke arah Anne.

"Baru pulang, Anne?" Tanya Dad Devan yang semakin membuat jantung Anne ingin meloncat keluar dari rongganya.

"I-iya, Dad! Anne ke kamar dulu," pamit Anne cepat dan sudah melangkahkan kakinya ke arah tangga.

"Duduklah disini dulu, Anne!" Titah Mom Belle yang langsung membuat Anne menghentikan langkahnya.

Anne menghela nafas panjang sekali lagi dan melangkah masuk ke ruang makan. Gadis itu memilih untuk duduk di kursi yang dekat dengan Dad-nya.

Thalia juga sudah ikut masuk ke ruang makan dan mengambil tempat duduk di seberang Anne. Gadis berusia 22 tahun tersebut langsung menggigit roti coklatnya masih sambil menatap ke arah Anne.

"Sudah sarapan?" Tanya Mom Belle pada Anne yang duduk dengan ekspresi tegang.

"Belum, Mom. Tadi langsung pamit pulang dari rumah Emily," jawab Anne berdusta.

"Kenapa menginap tidak minta izin dulu pada Mom dan Dad? Ponsel juga mati semalaman. Kau membuat kami semua cemas, Anne!" Cecar Dad Devan yang mulai menginterogasi sang putri.

"Iya, Anne minta maaf, Dad! Ponsel Anne kehabisan baterei dan Anne tidak tahu," jawab Anne memberi alasan.

"Kenapa tidak pulang bersama Valeria?" Thalia ikut-ikutan bertanya.

"Valeria dijemput Abang Kyle sebelum acara selesai. Anne tidak dapat tumpangan dan kebetulan Om Satria datang menjemput Emily. Jadi Anne menumpang saja di mobil Om Satria," cerita Anne mengarang indah.

"Emily tidak pulang bersama Sean?" Thalia sedikit bingung.

"Iya maksudnya Anne, kami bertiga dijemput sama Om Satria."

"Anne, Sean, dan Emily," jelas Anne sekali lagi ikut-ikutan bingung.

"Mom dan Dad percaya pada Anne, kan?" Tanya Anne takut-takut.

"Iya, kami percaya. Makan sarapanmu!" Jawab Mom Belle seraya meletakkan dua potong roti dengan selai stroberi ke hadapan Anne.

Anne hanya meringis sebelum mulai menggigit roti stroberinya.

Selamat kamu, Anne!

.

.

.

Terima kasih yang sudah mampir.

Dukung othor dengan like dan komen di bab ini.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!