Hidup mati seseorang sudah di tentukan oleh sang pencipta begitupun dengan jodoh kita. Kita tidak bisa memilih dengan siapa kita akan berjodoh karena bila waktunya tiba semuanya akan tunduk kepada takdirnya.
Bagiku hidup ini adalah sebuah perjalanan panjang menuju kebahagiaan yang belum pernah aku rasakan selama ini.
Aku juga tidak bisa memilih siapa yang akan menjadi orang tuaku, karena Tuhan sudah memberikan orang tua terbaik untukku meskipun aku tidak pernah melihat wajah keduanya.
Kata orang aku ini pembawa sial, karena tanda lahir di punggung kiri atau orang Jawa menyebutnya bahu lawean.
Menurut kepercayaan masyarakat, perempuan degan bahu laweyan, kehidupannya berjalan tidak normal. Hal ini disebabkan karena perempuan tersebut dipengaruhi oleh aura makhluk halus yang sangat jahat. Ia mempunyai berbagai macam keganjilan-keganjilan yang tidak dijumpai oleh wanita normal lainnya. Meskipun demikian, perempuan seperti ini biasanya memiliki paras yang cantik. Konon, ia kebal terhadap serangan berbagai ilmu hitam seperti santet, teluh, dan lainnya.
Namaku Tiwi putri dari Tania dan Vito, aku lahir ke dunia ini tanpa sempat melihat wajah ibu dan ayahku, karena kata ibu panti yang merawat ku, ibuku meninggal saat melahirkan aku, begitu juga dengan ayahku.
*Flashback Dua puluh tahun sebelumnya
"Tania, aku mohon menikahlah dengan Vito, karena aku tidak bisa melindungi mu lagi. Aku harap Vito bisa menjagamu, dan aku bisa pergi dengan tenang," ucap Barra membuat Tania berlinang air mata
Barra kemudian menyatukan tangan keduanya dan tidak lama kemudian tubuhnya menghilang menjadi asap.
"Barra!!" seru Tania menangisi kepergian Barra
"Sudahlah Tania, sepertinya yang dikatakan Barra benar, Bramantyo sekarang menincar mu. Dia akan melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang diinginkannya," ucap Rangga
"Tapi aku tidak mau menjual klinik ini Om," ujar Sora
"Justru karena kau tidak mau menjual klinik ini maka harus ada orang yang melindungi mu. Jika tidak maka klinik dan nyawamu akan melayang sia-sia. Jadi menikahlah dengan Vito. Lagipula kau sudah mengenal baik dia, dan Vito pun mau menerima mu apa adanya," ucap Rangga
Tania hanya terdiam tanpa bisa menjawab pertanyaan Rangga.
"Apa Barra sudah meninggal Om?" tanya wanita itu lagi
"Dia masih hidup, hanya saja lukanya cukup parah dan dia harus bertapa dalam waktu yang lama untuk memulihkan kekuatannya," jawab Rangga
"Kalau begitu aku pamit dulu Ran, Tania," ucap Vito berpamitan
"Tunggu Vit," ucap Tania mengurungkan niat lelaki itu.
"Maafkan aku jika selama ini aku sering membuatmu kecewa, maafkan aku jika selama ini aku tidak pernah peka terhadap perasaan mu. Tapi kali ini aku benar-benar yakin dengan keputusan ku untuk berusaha mencintaimu dan mau menjadi istrimu. Apakah kau masih mencintaiku?" tanya Tania menatap lekat lelaki di depannya
"Aku ingin hidup normal, dan aku juga ingin memiliki suami yang sama denganku, tapi jika kau keberatan aku tidak masalah. Lagipula aku cukup tahu diri dan tidak ingin memaksakan dirimu untuk menikahi ku," imbuh Tania
"Kau tahu dari dulu aku selalu menyayangimu, dan hanya kaulah satu-satunya wanita yang aku cintai di dunia ini. Dan sampai saat inipun cintaku padamu tak pernah padam," jawab Vito membuat Tania langsung memeluknya
"Hmmm, kacang-kacang!" seru Rangga membalikkan badannya
"Kacang mahal tapi begitu menyakitkan, beginilah kalau dua orang sedang berduaan yang ketiganya adalah setan (seseorang yang diabaikan)," imbuhnya membuat Vito dan Tania terkekeh mendengarnya
"Sudah tua masih aja baperan Ran," celetuk Vito
"Namanya juga manusia Vito, baper itu tidak mengenal usia. Lo aja yang gak peka!" jawabnya ketus
"Maaf ya Om, btw om mau kan jadi saksi pernikahan kita?" tanya Tania
"Wew, baru ketemu udah mau kawin aja, buru-buru amat lo Tan?" goda Rangga
"Abis sudah gak tahan kelamaan menjanda Om," jawab Tania sambil terkekeh
"Astoge, jangan bilang Vito juga sama?" ucap Rangga menutup mulutnya
"Kalau gue sih selalu tahan Ran, tapi adik gue yang gak tahan," jawab Vito membuat Rangga terkekeh
"Sue Lo!"
Sebulan kemudian pernikahan Tania dan Vitopun dilangsungkan.
Keduanya terlihat bahagia saat prosesi ijab qobul berlangsung.
"Saya terima nikah dan kawinnya Tania Putri Kuncoro binti Kuncoro dengan maskawin kalung emas dua puluh gram dibayar Tunai!" seru Vito melafalkannya dengan lugas
"Bagaimana saksi?"
"Sah!"
"Sah!"
"Baarakallahu laka wa baarakaa alaika wa jamaa bainakumaa fii khoir.”
"Aamiin, semoga kali ini kau akan mendapatkan kebahagiaan dalam pernikahan mu, semoga menjadi keluarga sakinah mawadah warahmah dan cepat diberikan keturunan Tania, aku hanya bisa mendoakan mu dari jauh. Karena aku tidak bisa mau merusak momen bahagia mu. Seperti janjiku aku akan terus menjaga dan melindungi mu dari jauh," ucap Barra kemudian meninggalkan tempat itu.
Kehidupan Rumah tangga Tania dan Vito berjalan bahagia dan harmonis hingga hari naas itu tiba.
"Bagaimana keadaan calon putriku, apa dia baik-baik saja," ucap Vito mencium perut buncit Tania
"Alhamdulillah, dia selalu sehat sayang dan dia juga tidak rewel," jawab Tania mengusap perutnya
"Syukurlah, sehat terus ya anakku sampai kau lahir nanti." ucap Vito
"Bagaimana klinik hari ini?" tanya Vito
"Alhamdulillah tidak begitu ramai jadi aku tidak terlalu lelah hari ini," jawab Tania menyandarkan tubuhnya di kursi
"Apa kamu mau di pijat sayang?" tanya Vito
"Mau," jawab Tania manja
Vito segera memijat pelan punggung istrinya.
*Ting Nong!
"Sebentar ya sayang sepertinya ada tamu," Vito segera bergegas membuka pintu rumahnya.
"Maaf anda mau bertemu siapa?" tanya Vito
"Apa ini kediaman Tania Putri Kuncoro, pemilik Klinik Dua Dunia?" tanya lelaki itu
"Benar, maaf anda siapa?" tanya Vito
"Katakan padanya Bramantyo ingin bertemu dengannya," jawab lelaki itu
"Baik, silakan tunggu sebentar di sini," sahut Vito mempersilakan Bramantyo duduk di kursi tamu
"Apa dia orangnya yang sudah membunuh ibuku!" ucap Garra tiba-tiba memasuki ruangan itu.
"Sabar, kau tidak boleh terlalu emosi, jadi sembunyilah dulu karena ada yang aku harus aku urus dari mereka. Kau bisa muncul lagi setelah aku panggil," ujar Bramantyo menahan Garra
Tidak lama kemudian Tania keluar bersama Vito.
"Halo Tania, lama tak berjumpa apa kabar putri Kuncoro?" tanya lelaki itu menghampirinya
"Ada perlu apa kau datang kemari?" tanya Tania
"Masih sama seperti setahun yang lalu, aku ingin mengajukan penawaran untuk klinik mu yang sudah seperti kuburan itu," ucap lelaki itu menyodorkan penawaran menarik kepada Tania
"Maaf dari dulu sampai sekarang aku tidak pernah berniat menjual Klinik itu," jawab Tania
"Ternyata kau masih keras kepala seperti dulu Tania, baiklah kalau aku tidak bisa mendapatkan KLinik itu secara baik-baik aku akan mengambilnya dengan paksa," Ancam Bram
Tiba-tiba Garra muncul di tempat itu membuat Vito langsung menarik tubuh Tania.
"Tetaplah berada di belakang ku," ucap Vito melindungi istrinya
"Aku tidak pernah berurusan dengan dirimu, jadi pergilah dari tempat ini sebelum aku menghabisi mu!" seru Vito
"Kau sudah membunuh ibuku setahun yang lalu, dan sekarang saatnya aku menuntut balas atas kematiannya," jawab Garra melesat menyerang Vito
Vito dengan sigap menghindari serangan bertubi-tubi dari Garra.
Vito melemparkan tasbihnya kearah pemuda itu namun Garra hanya tertawa terbahak-bahak.
"Kau pikir aku ini syetan yang akan musnah dengan benda beginian!" seru Garra melepaskan tasbih Vito dari lehernya dan melemparnya.
"Habisi dia putraku, biar aku yang mengurus wanita itu!" seru Bram
"Kau pikir aku ini syetan yang akan musnah dengan benda beginian!" seru Garra melepaskan tasbih Vito dari lehernya dan melemparnya.
Garra menyeringai menatap nyalak Vito.
"Habisi dia putraku, biar aku yang mengurus wanita itu!" seru Bram menepuk pundaknya.
"Tetaplah bersamaku jangan menjauh dari ku," ucap Vito memegang erat lengan Tania
Garra segera melepaskan tendangannya kearah Vito hingga lelaki itu terhuyung-huyung kebelakang dan Tania terlepas dari genggamannya.
Ketika Vito akan mendekati Tania Garra kembali menyerangnya, hingga ia berguling-guling menghindari serangan Garra.
Sementara itu Bram langsung menjegal Tania dan menyeretnya keluar dari rumah itu.
"Sekarang tanda tangani surat ini atau aku akan membunuhmu dan juga janin mu!" ancam Bram
"Aku tahu kau mengincar sesuatu yang berharga di klinik ku, untuk itulah sampai kapanpun aku tidak akan pernah menjualnya padamu!" seru Tania
"Dasar brengsek, kau masih saja keras kepala meski maut sudah di depan mata. Apa kau tidak kasian dengan bayimu, apa kau tidak mau memberikan kesempatan hidup padanya!" Hardik Bram
"Hidup mati seseorang sudah di tentukan oleh Tuhan, jadi aku tidak takut padamu. Jika aku memang di takdirkan berumur panjang maka aku akan tetap hidup meskipun kau berusaha membunuh ku. Karena aku yakin Tuhan pasti akan mengirimkan Malaikat penolong untukku dan bayiku,"
*Plaaakkk!!!
Bram menampar wajah wanita itu hingga darah segar mengalir dari bibirnya.
"Dasar banci beraninya kau menyakiti ibu hamil, apa kau tidak takut karma hah!" seru Tania
"Aku tidak takut, justru kau yang harus takut padaku dan banyak-banyak berdoa agar kau bisa selamat dari ku," Bram kembali melesatkan tendangannya kearah Tania hingga ia tersungkur ke tanah.
"Awww!!" gadis itu memekik kesakitan dan memegangi perutnya yang terasa begitu nyari.
"Awww!!," ia begitu terkejut ketika melihat darah segar mengalir dari telapak kakinya.
"Bertahanlah nak, kau harus tetap hidup!" seru Tania mencoba bangkit dan berdiri.
"Rasakan kau wanita sombong!" seru Bramantyo melesatkan kilatan ungu kearah wanita itu.
*Jraaashh!!
Vita segera menyambar tubuh Tania menghindari serangan Bramantyo.
"Kau tidak apa-apa sayang?" tanya Vito menyandarkan tubuh Tania
"Sepertinya aku akan melahirkan," jawab Tania memegangi perutnya.
"Ya Allah, cobaan apa ini," ucap Vito mengusap lembut wajah Tania, matanya berkaca-kaca menatap wajah pucat istrinya.
"Bertahanlah sebentar disini, aku akan menyingkirkan mereka agar bisa mengantarmu ke rumah sakit," Vito memejamkan matanya dan menarik sebuah tongkat kecil dari dalam tubuhnya.
"Apa itu tongkat sakti Dewi Iblis yang di maksud oleh Aki Darno?. Tapi bagaimana mungkin lelaki itu memilikinya," ucap Bram memperhatikan dengan seksama tongkat di tangan Vito.
"Kalian akan membayar mahal karena sudah menyakiti istriku," Vito menggerakkan tongkatnya hingga angin kencang berhembus menghantam Garra dan Bramantyo.
"Jika kau memang manusia setengah Iblis kau juga akan mati di tongkat ini seperti leluhur mu!" seru Vito
Ia langsung melesat menghujamkan tombaknya kearah Garra.
*Aarrrggghhh!!!
Suara erangan Garra memekik membelah kesunyian malam. Burung-burunh berterbangan meninggalkan sarangnya, dan awan hitam langsung menutupi sang purnama.
"Tania, apa yang terjadi padamu," Barra membuka matanya dan menghentikan semedinya
Ia mengambil segelas air dan meniupnya.
"Tania dalam bahaya, aku harus menolongnya," Barra kemudian segera keluar dari tempat persembunyiannya.
Vito menarik kembali tombaknya dan bersiap menghujamkan kembali ke tubuh Garra.
"Aarrrggghhh!" pekik Garra
Vito mengurungkan niatnya ketika melihat wajah Alexa di mata Garra.
"Kenapa kau tidak segera membunuhku?" tanya Garra
" Aku mengampuni mu kali ini, mudah-mudahan setelah ini kau akan berubah menjadi Iblis yang baik seperti sosok yang melindungi mu hari ini," tukas Vito meninggalkan Garra
Ia kemudian mendekati Bramantyo, namun lelaki itu langsung berlari meninggalkannya.
"Syukurlah, kau pergi!" Vito langsung membalikkan badannya dan berlari menghampiri Tania
Ia langsung menggendong wanita itu menuju ke mobilnya.
"Dasar bodoh kau pikir aku akan melepaskan dirimu begitu saja!" seru Bramantyo menarik pelatuk pistolnya dan menjadikannya kearah Vito
*Door, door!!
Dua buah peluru berhasil bersarang di punggung Vito membuat lelaki itu hampir ambruk ke tanah.
"Aku harus bertahan demi istri dan calon putriku," Vito mencoba terus berjalan meskipun tertatih menuju mobilnya
"Ternyata kau masih belum menyerah juga, baiklah... sepertinya satu peluru lagi akan membuat mu mati dengan tenang!" Bram kembali melesatkan timah panas kearah Vito.
Lelaki itu segera mendudukkan Tania di kursi mobilnya.
"Maaf aku tidak bisa mengantarkan mu sampai rumah sakit, aku doakan semoga bayimu lahir dengan selamat. Cepatlah pergi dari sini aku akan berusaha menghalau lelaki itu agar tidak mengejar mu," ucap Vito menutup pintu mobilnya
Lelaki itu langsung berbalik dan berjalan mendekati Bramantyo.
"Ternyata kau begitu kuat anak muda, tapi sayangnya aku tidak punya banyak waktu untuk melayani mu!" Bramantyo mengarahkan pistol kearah jantung Vito
*Door!!
*Bruuugghhh!!
Seketika tubuh Vito ambruk ke tanah dan menghembuskan nafas terakhirnya.
Bram segera memeriksa tubuh lelaki itu.
"Dimana tombaknya, kenapa tidak ada, apa mungkin dia menyerahkannya pada Tania, sial!" Bramantyo segera berlari menuju ke mobilnya dan melesat mengejar Tania.
Tania menambah kecepatan mobilnya ketika melihat seseorang mengejarnya.
*Ciiit!!!
*Braaakkkk!!
Bram sengaja membentur mobil Tania hingga mobilnya menghantam pembatas jalan.
Ia segera keluar dan menyeret tubuh Tania keluar.
"Dimana kau sembunyikan tombak milik suamimu?" tanya Bram
"Aku tidak tahu," jawab Tania
Ia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan-lahan.
"Tolong bawa aku ke rumah sakit, aku sudah tidak tahan lagi, aku mau melahirkan," ucap Tania memegangi perutnya yang terus berkontraksi
"Aku tidak peduli, jika kau tidak mau memberi tahu dimana tongkat itu maka aku akan mengambil paksa tanda tanganmu agar aku bisa menemukan tongkat sakti Dewi Iblis," ucap Bramantyo
Ia mengambil menarik paksa lengan Tania dan menuntunnya untuk menandatangani surat jual beli.
"Dasar Manusia laknat!, beraninya kau menyiksa wanita yang akan melahirkan!" seru Barra menghempaskan tubuh Bramantyo dan menarik tubuh Tania
"Barra," ucap Tania lirih
"Kau tidak perlu takut, aku akan membawamu ke rumah sakit," ucap Barra menggendong Tania
"Tahan sebentar ya," ucap Barra
"Hmmm," jawab Tania mengangguk pelan
"Kau tidak akan bisa pergi dari sini pangeran," ucap Garra menghadangnya.
"Minggir atau aku akan menghabisi mu!" seru Barra
"Kau tidak akan pernah bisa membunuhku Pangeran, tapi sebaliknya kali ini aku benar-benar akan membunuhmu karena kau sudah membantu musuhku!" seru Garra mencekik leher Barra
Barra segera melepaskan tendangannya hingga ia terlepas dari cekikan Garra.
Maaf aku tidak punya waktu untuk melayani mu, aku harus menyelamatkan Tania dan bayi ya..
Barra kemudian melesat meninggalkan Garra.
"Kau pikir bisa kabur dari ku!" Garra langsung menghilang menyusul Barra.
Barra berusaha menepis serangan Garra sambil terus menggendong Tania.
Garra yang geram karena serangannya selalu meleset langsung mengambil senjatanya. Ia menebaskan pedangnya ke punggung Barra hingga lelaki itu jatuh tersungkur ke tanah.
"Aku tidak akan rela jika sampai kau terluka karena aku tidak bisa melindungi mu," Barra kemudian memeluk tubuh Tania saat Garra kan menghunuskan pedang kearahnya.
"Dasar mahluk bodoh, kenapa kau rela mengorbankan nyawa mu hanya untuk melindungi manusia yang seharusnya menjadi pemujamu," ucap Garra saat melihat tubuh Barra menghilang sedikit demi sedikit menjadi asap putih.
"Kau sudah membunuh seorang Iblis yang sangat ingin melindungi orang yang ia cintai, kelak kau juga akan merasakan apa yang aku rasakan saat ini. Kau akan mati ketika kau berusaha melindungi orang yang kau cinta," ucap Barra disambut gelegar halilintar dan derasnya hujan yang di barengi oleh angin ****** beliung.
Garra kemudian meninggalkan Tania yang dilindungi oleh cahaya putih dari tubuh Barra.
"Maafkan aku yang tidak bisa menjagamu lagi, mungkin ini adalah terakhir kalinya aku melindungi mu, maafkan aku Tania!" ucap Barra mengusap lembut wajah Tania
"Aarrrggghhh!!" Tania menjerit sekeras-kerasnya ketika ia merasakan dadanya begitu sakit melihat kepergian Barra.
"Kau tidak boleh mati Barra!" serunya memeluk tubuh Barra yang perlahan menghilang.
Tiba-tiba Tania merasakan perutnya begitu mules dan tidak lama kemudian seorang bayi keluar dari rahimnya.
"Eaaa!!" Terdengar suara tangisan Bayi di tengah guyuran hujan.
Tania segera menggendong bayi itu dan mendekapnya.
"Maafkan ibu yang tidak bisa menemanimu tumbuh dewasa nak, Ibu hanya bisa berdoa semoga kau selalu bahagia dan mendapatkan apa yang kau inginkan," ucapanya mengecup kening bayi itu.
Tidak lama Tania pun menghembuskan nafas terakhirnya.
"Sungguh malang nasibmu cah ayu, aku akan membawamu kepada mahluk yang sudah membuat mu menjadi yatim piatu, dan kelak dia harus membayar apa yang sudah ia lakukan padamu," seorang wanita tua membawa bayi itu pergi.
Eaaa!!" Terdengar suara tangisan Bayi di tengah guyuran hujan.
"Kelahiran diantara cinta dan dendam...kau akan tumbuh menjadi bayi yang kuat!" seorang wanita menangkap seekor kunang-kunang yang berterbangan menuju ke sebuah tempat.
"Selamat jalan Vito ... aku akan menjaga putrimu sampai ia menemukan pelindungnya," wanita itu mengambil tongkat sakti dari tubuh Vito.
"Aku akan menghadiahkan senjata ini pada putrimu," imbuhnya kemudian menghilang dari hadapan Vito
Sementara itu Tania segera menggendong bayi itu dan mendekapnya erat.
"Maafkan ibu yang tidak bisa menemanimu tumbuh dewasa nak, Ibu hanya bisa berdoa semoga kau selalu bahagia dan mendapatkan apa yang kau inginkan," ucapanya mengecup kening bayi itu.
Tidak lama Tania pun merasakan tubuhnya menggigil, "Apakah ajal ku sudah tiba," ucapnya sembari menatap bayinya.
Dihadapannya kini muncul Vito yang mengulurkan tangannya mengajak ia pergi.
"Aku tidak tega membiarkannya sendiri di sini," ucap Tania sambil menahan sakit di dadanya.
"Ya Allah jika aku harus pergi sekarang, maka kirimkanlah malaikat penolong mu untuk menjaga putriku," ucapnya berlinang air mata.
Ia kembali memeluk bayi mungil nya itu sambil menahan sakit di dadanya.
"Semoga kau selalu diberikan kebahagiaan putriku, selamat tinggal...." ucap Tania kemudian menghembuskan nafas terakhirnya.
Ribuan Kunang-kunang mulai berdatangan dan mengerubuti bayi mungil itu. Mereka seolah melindunginya dari guyuran hujan deras.
"Terima kasih Barra, kini aku bisa pergi dengan tenang," ucap Tania meraih lengan Vito dan menghilang dari tempat itu.
"Sungguh malang nasibmu cah ayu, aku akan membawamu kepada mahluk yang sudah membuat mu menjadi yatim piatu, dan kelak dia harus membayar apa yang sudah ia lakukan padamu," seorang wanita tua membawa bayi itu pergi.
"Ternyata dia ada di sini, kau harus bertanggung jawab atas apa yang sudah kau lakukan Garra, jika kau bisa berbuat baik sekali saja dalam hidupmu maka aku akan membantu menyembuhkan lukamu," ucap wanita itu menatap Garra yang duduk di roof top Bramantyo Tower.
"Maaf aku harus meninggalkan mu disini, semoga ada yang menolong mu disini," ucap wanita itu meletakan bayi mungil Tania di depan Bramantyo Tower.
"Eeaaaa, eeeaaaaaa!!" Bayi itu langsung menangis ketika wanita itu meninggalkannya seolah meminta tolong kepada seseorang untuk membawanya pergi dari tempat itu.
Malam semakin larut tak satupun orang yang berlalu lalang di gedung itu.
"Biasanya aku selalu kebal senjata kenapa luka ini begitu menyakitkan," ucap Garra membersihkan luka di dadanya.
"Apa ini pertanda aku sudah mulai lemah dan akan mati," keluhnya kemudian mengancingkan bajunya.
"Eaaa, eeaaaa, eeeaaaaaa!!"
"Siapa yang berani mengangguku dengan suara bising ini!" serunya sembari mencari sumber suara yang mengganggunya.
Ia kemudian melompat turun dan menatap seorang bayi yang menangis terkena guyuran hujan.
"Manusia benar-benar mahluk yang paling kejam di dunia ini, bagaimana ia tega meninggalkan bayi merah yang belum putus tali pusarnya di tengah guyuran hujan,"
Jangan sekali-kali kau menyentuh bayi manusia,
Garra ingin mengendong bayi itu namun ia langsung mengurungkan niatnya mengingat ucapan Ki Darno.
"Tapi apa benar mahluk kecil ini bisa membunuhku?" ucapnya memandangi bayi mungil yang terus menangis di depannya.
"Aku tidak percaya dengan ucapan Aki Darno, lagipula kenapa aku begitu iba melihatnya, aku seperti melihat diriku dalam bayi ini. Biasanya aku tidak pernah peduli dengan siapapun tapi kenapa bayi malang ini membuatku ingin melindunginya," Garra segera menggendong bayi itu dan menatapnya dari dekat.
"Apa kau senang sekarang?" tanyanya mengusap pipi mungil bayi itu
Seakan merespon ucapannya bayi itu langsung tersenyum padanya.
"Kaulah manusia pertama yang membuatku jatuh hati, aku berjanji kapanpun kau memanggilku aku akan datang untuk menolongku," ucapanya sambil mencium bayi itu.
"Tapi itu tidak mungkin, bagaimana kau bisa memanggilku sedangkan mengingat wajahku pun kau tidak akan bisa," ucapanya sambil tertawa.
Seumur hidupku baru pertama kali aku tertawa senang seperti hari ini, kau manusia pertama yang membuatku bisa membuatku tersenyum dan mengerti apa arti bahagia.
Tiba-tiba Hujan deras seketika berhenti dan bulan purnama kembali bersinar terang.
Puluhan kunang-kunang berterbangan mengerubuti Harta yang menimang bayi mungil itu.
"Aku tidak bisa merawat mu karena kita ini berbeda sayang, tapi aku akan membawamu ke tempat yang aman dan kau bisa hidup bahagia di sana," Garra kemudian membawa bayi mungil itu menuju ke sebuah panti asuhan.
"Aku yakin kau bisa hidup bahagia di sini," Garra membuka selendang biru yang membalut lukanya untuk membungkus tubuh bayi itu.
"Semoga kau tidak kedinginan lagi," ia kemudian meletakkan bayi itu di depan pintu panti.
Setelah mengetuk pintu panti asuhan ia bersembunyi di balik pepohonan.
Tidak berselang lama seorang wanita paruh baya muncul dari dalam panti dan menggendong bayi itu membawanya masuk ke dalam.
"Sekarang kau bisa beristirahat dengan nyaman bayi mungil ku," ucap Garra
*Flashback off
"Syntia Pratiwi!"
"Iya saya," ucap seorang gadis yang langsung berlari menuju sumber suara.
"Silakan anda menuju ruang HRD untuk interview,"
"Terima kasih Ibu," gadis itu segera berjalan menuju ruang HRD.
"Ya Allah semoga aku bisa lulus wawancara, aamiin," ucapnya sebelum memasuki ruangan HRD
*Tok, tok, tok!
"Silakan masuk!"
Gadis itu segera menarik gagang pintu setelah mendengar seseorang mempersilakannya masuk.
"Permisi," sapa gadis itu dengan semburat senyum di wajahnya
"Silakan duduk," jawab seorang lelaki mempersilakannya duduk
"Terima kasih," gadis itu segera duduk di depan lelaki itu
"Silakan perkenalkan dulu dirimu,"
"Nama ku Syntia Pratiwi, biasa dipanggil Tiwi, usiaku dua puluh tahun, aku tinggal di jalan kemenyan nomor 23 Jakarta Selatan," ucap gadis itu lugas
"Kamu anak keberapa?" tanya lelaki itu lagi
"Aku sebenarnya hanya anak adopsi di rumah itu, karena sebenarnya aku ini yatim piatu. Aku besar di Panti asuhan dan saat aku usiaku sepuluh tahun keluarga Hermawan mengadopsi aku, kebetulan keluarga itu hanya memiliki satu orang putri namanya ayu dan aku menjadi putri kedua mereka," jelas Tiwi
"Apa kau sudah pernah bekerja sebelumnya?"
"Sudah, aku bekerja sebagai kurir di sebuah perusahaan ekspedisi," jawab Tiwi
"Ok, kalau begitu aku akan menghubungi mu dua hari setelah hari ini," jawab lelaki itu.
Setelah selesai wawancara Tiwi pun langsung bergegas pulang ke rumahnya.
Ia segera menuju ke dapur untuk mengambil makanan.
"Ya Allah apa tidak ada makanan?" ucapnya sedih
Padahal ini sudah seharian aku menahan lapar, berharap bisa makan di rumah, tapi sepertinya tidak ada yang gratis di dunia ini...
Gadis itu terlihat sedih melihat tempat nasi yang kosong.
"Kau lihat kan nasi sudah habis, sekarang cepat masak untuk makan malam, seharian kemana saja, kenapa baru pulang!"
"Maaf Ibu, kan Tiwi sudah bilang setelah pulang kerja aku ada interview jadi pulang telat,"
"Sudah jangan banyak alasan cepat masak, aku sudah lapar!" seru wanita itu
"Baik,"
Gadis itu segera memasak nasi dan lauk seadanya di kulkas.
Satu jam kemudian makanan sudah terhidang di meja makan.
"Kenapa kita cuma makan nasi sama telor dadar doang!" cibir Ayu
"Alhamdulillah, syukuri aja apa yang ada, lagipula tidak ada bahan makanan di kulkas, jadi jangan banyak ngeluh!" celetuk Tiwi
"Jangan sok bijak deh, harusnya kan kamu membeli bahan makanan sebelum pulang!" cetus Ayu menoyor kepala Tiwi
"Sudah-sudah jangan bertengkar, sekarang cepat makan!" seru Marni menengahi mereka
"Lebih baik kau makan nasi putih dengan kecap saja, telor itu biar buat ayu saja!" imbuh Marni
Tiwi langsung mengambil nasi dan mengucur kan kecap diatasnya. Ia kemudian membawa piring nasinya ke kamarnya.
"Selamat makan Mamah, Papah, hari ini Tiwi abis interview doakan Tiwi di terima ya," ucap gadis itu mengusap air matanya.
"Hari ini adalah hari ulang tahunku yang kedua puluh, tapi tidak ada satupun orang yang mengucapkan selamat padaku, tapi aku yakin mamah sama papah pasti tidak lupa," gadis itu kemudian mengambil sebuah lilin dan menancapkan di piring nasinya.
Ia menyalakan lilin itu dan menancapkannya di atas piring makannya.
"Selamat Ulang tahun Tiwi, semoga bahagia selalu!" ucap gadis itu kemudian meniup lilinnya.
Tiba-tiba lampu rumah itu seketika padam setelah Tiwi meniup lilinnya.
"Siapa yang sudah memanggil ku kesini!" ucap seorang lelaki berjalan memasuki rumah itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!