NovelToon NovelToon

Lily Kacamata

Prolog

Ombak mempertemukan kaki telanjang mungil seorang gadis berkacamata yang sedang duduk lurus menghadapi luasnya pantai. Matahari sudah mulai tenggelam bertemankan dengan langit jingga. Gadis itu baru merasakan bagaimana rasanya lepas dari kekangan seperti penjara baginya.

Ia tersenyum puas dengan pemandangan yang sedia tara dengan apa yang ia lihat bersama orang-orang. Rupanya lebih terasa nikmat dan nyaman ketika berjumpa sendiri. Tak ada orang yang lalu lalang di pantai ini. Hanya dia seorang yang merasakan kekuasaan Tuhan disini.

Setelah puasnya menikmati pemandangan, ia melepas kacamata yang ia kenakan, ia simpan di sampingnya. Ia mulai berbaring di pasir pantai, di ganti dengan melihat langit penuh awan jingga.

Penglihatannya kian mengabur, langit terlihat seperti warna jingga belaka, tak ada lukisan awan disana. Tanpa bantuan kacamata, mata itu tidak bisa berfungsi dengan benar. Tapi ... biarlah, gadis itu membatin seakan tak peduli.

"Lily kacamata!" teriak seseorang memanggil namanya dari belakang, suara lelaki yang belum pernah ia dengar sebelumnya. Hal yang sulit ia terima adalah, kenapa dia tahu nama dan ejekan gue?

Ia segera bangkit berdiri tanpa memakai kacamatanya. Samar-samar terlihat seorang lelaki di hadapannya yang hanya berjarak dua meter. Meski terdapat halangan pada minus matanya, ia masih bisa melihat samar bila lelaki itu tersenyum tulus kepadanya.

"Siapa lo?" tanya gadis itu yang bernama Lily. Ia sungguh penasaran, belum pernah ada sosok lelaki yang menyunggingkan senyuman tanpa sebuah permintaan kepadanya. Senyumannya yang begitu hangat terasa.

Lelaki itu maju beberapa langkah, sampai berdekatan. Sangat dekat. Lily mendongak sedikit dengan ragu. Mata mereka saling bertemu. Penglihatan Lily bukan menjadi jelas malah semakin kabur. Tapi, ia tahu bila lelaki itu sedang melihatnya. Dia ini siapa? kenapa dia begitu tulus lihat gue?

"Temui aku, maka kau akan tahu siapa diriku." Begitu lembut terucap. Desiran ombak bertambah kencang seperti jantung gadis itu yang masih mematung. Ia berusaha mencerna ucapan itu, ketulusan itu, sampai akhirnya ia mengangguk.

"Siapa namamu?" tanya Lily sambil mengucek-ngucek matanya karena penglihatannya semakin buram. Ia ingin sekali lihat siapa lelaki itu dengan jelas.

Karena tak ingin membuang momen sedekat ini, Lily tak terfikir untuk bergerak membawa dan memakai kacamata.

"Apa kau David?" tanya Lily hati-hati, tapi itu sangat mustahil. David sudah menghilang di hadapannya saat dirinya berumur sepuluh tahun.

Lelaki itu tak menjawab. Tahu-tahu wajahnya mulai mendekat ke arah bibir Lily. Mereka berdua seperti sudah mengenal lama, dan Lily tak ingin kehilangan.

Nafas mereka saling bertemu. Lelaki itu tambah menunduk dan Lily semakin mendonggak. Mereka memejamkan mata membiarkan suatu momen menghiasi perkenalan di pantai ini. Bibir mereka saling mendekat ingin menyatu. Entah apa dorongan Lily untuk melakukan jinjit kaki.

"Bangun sayang," kata lelaki itu dengan pelan-pelan berhenti maju.

"Sayang?" Lily mengernyit, ada apa gerangan ia di panggil kata sayang. Ia lebih siap di panggil nama makian para temannya "kacamata" daripada "sayang". Otomatis kakinya mundur satu langkah.

"Maksud gua lu bangun!" teriak lelaki itu tiba -tiba dengan suara membara kejam, "Woey kacamata budek!"

"Bangun?" Lily segera mundur, lelaki itu berubah sikap tiba-tiba membuat dirinya takut. Tubuhnya seketika lemas atas teriakkan lelaki itu. Apa yang terjadi?

1. Kenyataan Pahit

Murid-murid di kelas itu tengah ketawa-ketiwi melihat Lily yang tertidur pulas sambil mengigau. Gadis itu secara polosnya mengeluarkan liur dari dalam mulutnya. Meja yang ditempati sendiri sudah menjadi pulau dengan liurannya.

Dalam kondisi ini banyak yang mengambil fotonya sebanyak mungkin. Mereka sungguh puas dengan pemandangan gadis malang itu.

Ada pula seorang lelaki yang tahan akan jijik liur membangun Lily dengan menahan tawa. Teman sekelasnya secara sepakat agar tidak berisik. Mereka ingin tahu bagaimana ekspresi gadis modal buly dan fungsi contek di kelasnya.

"Man, lu bangunin pake kata sayang. Mau lihat gimana reaksinya, iya-gak?" Salah satu lelaki mengusulkan. Semuanya mengangguk dan beberapa orang ada yang memberi jempol setuju.

Dengan secara kemuakan, lelaki yang sudah di samping Lily berkata, "Bangun sayang."

Mereka yang mendengar, cekikikan menahan tawa. Tahu-tahu Lily menjawab, "Sayang?" Teman sekelasnya sudah keluar semburan tawa, bisa-bisanya dia mengigau.

Lily masih bisa tertidur pulas dengan bising tawa yang keras. Mereka serempak diam, sekarang lelaki di sampingnya membangunkan dengan cara kasar.

"Maksud gua lu bangun!" teriak lelaki di sampingnya, "Woey kacamata budek!"

"Bangun?" Lagi-lagi Lily mengigau, entah itu sadar atau tidak.

Tanpa basa-basi lagi, lelaki itu menggeserkan wajah Lily tepat pada liur yang sudah melebar. Pas! pipinya terkena liur itu. Belum puas, lelaki itu memutar-mutar kepala Lily ibarat lap sampai basah oleh liur. Mereka yang melihatnya tertawa terbahak-bahak.

Lily bangun penuh tanda tanya. Linglung sekaligus malu di jadikan bahan tawaan kelas. Ia merasakan samping wajahnya basah. Ia membenarkan kacamatanya, ternyata sosok lelaki di pantai itu hanyalah mimpi.

Ia mengusap pelan wajahnya. Lengket! Lily tidak tahu ini air apa. Baunya amis kopi. Taulah dirinya bila itu adalah air liur dari mulutnya ketika merasakan ada yang mengalir deras dari mulutnya. Kebetulan pula ia minum kopi pagi tadi.

Gadis bernama Nura, cewek yang berlagak cantik di sekolah ini mengulurkan tangannya sembari menggenggam ponsel tepat pada wajah Lily. Ada sebuah vidio di dalamnya, saat disetel, terdapat dirinya di sana. Tidur dan mengigau tak jelas.

Mereka tertawa sementara Lily menahan malu.

Ia membawa sebungkus tisu dari sakunya. Mengelap sampai bersih mejanya itu. Sudah kering, semua orang bergotong-royong untuk memberi air minum ke mejanya. Bahkan bajunya sampai terkena guyuran air itu. Mereka puas tertawa.

"Woey lap ’tuh meja!" Mereka bersorak-sorak menggerutu kesal saat tahu Lily beranjak dari kelas. Ia hendak ke wece untuk membasuh muka. Ada banyak tantangan untuk keluar, ia harus mendapat kesialan seperti tersandung kaki orang, di jengut rambut panjangnya yang diikat untuk berhenti, dan maki-maki "Kacamata b*go-t*lol-p*cat!"

Saat Lily lolos keluar kelas dengan kesabaran, ia tersenyum. Betapa kuat dirinya untuk bertahan menghadapi kondisi buruknya setiap hari ke sekolah.

Di buly hanya akibat dirinya tak banyak bicara, bermuka putih pucat, berkacamata minus 0,5D layak cupu dan dituduh sok tahu atas pelajaran. Bonus di kekang oleh orang tua. Hadiah yang selama ini ia jalani adalah tidak dapat teman melainkan bulyan.

...----------------...

Lily membasuh wajah di wece yang sedang sepi, tak ada orang di sana kecuali dirinya. Cukup lama untuk membersihkan air liur licinnya.

Sampai kapan pun ia tak akan bisa melupakan kejadian memalukan ini. Bisa-bisanya ia tertidur akibat begadang untuk mengerjakan tugas teman-temannya yang menumpuk. Bahkan satu sekolah khusus kelas dua belas, ada juga yang memerintahkan dirinya mengerjakan tugas mereka. Lily hanya tersenyum, semoga dengan ini ia bisa menemukan sosok teman yang tulus.

Ingatannya kembali teringat kepada mimpi. Lelaki yang bisa tersenyum tulus padanya. Ia teringat ucapannya, "Temui aku, maka kau akan tahu siapa diriku."

Lily tersenyum sambil bercermin. Begitu bloonnya saat berkaca, ia seperti monyet terkutuk. Cermin itu tidak memberi kesempatan untuknya tampil cantik.

"Kenapa gue burik gitu, sih?" Lily malah tertawa, kehidupan yang ia lalui serasa melangkah selokan kecil. Tak ada apa-apanya, ia cukup kuat untuk menjalani kehidupan yang amat pahit ini.

"Mimpi itu ...," Lily memakai kacamatanya seraya menutup mata, ia nyengir kembali, "romantis banget!"

Segera ia merogoh sakunya membawa pulpen yang selalu ia bawa. Ia mengangkat rok selututnya sampai ke paha. Sebuah kalimat mungil nun singkat tertulis di sana.

Hal romantis gue hari ini.

Lelaki di mimpi itu seakan memikirkan seorang cowok. David. Sosok lelaki pemimpin barisan paskibra tampan yang membuatnya jatuh cinta karena gagah. Cocok pula atas kepemimpinannya yaitu danton paskibra.

Lily yang masih kelas tiga SD, ikut eskul paskibra hanya ingin bertemu David yang beda sekolah. Jika eskul, ia akan tetap bertemu setiap latihan.

Lily kecil sampai di diamkan karena tidak becusnya latihan gerak jalan. Lily malah senang, inilah kesempatan untuk memerhatikan David yang amat ia suka.

Sampai akhirnya ia tahu nama kepanjangnya, "David-Kusuma-R." Begitu Lily kecil mengeja di buku daftar nama. Agar tidak lupa, ia menulis menggunakan pensil ke kain jaket pink yang ia suka kenakan di bagian punggung dalam agar tak terlihat.

Setahun kemudian Lily keluar paskibra dengan perasaan sedih. David telah pindah ke luar kota meninggalkannya. Hanya terkenang jaket pinknya yang bertulis namanya. Sampai saat ini ia beranjak usia 18 tahun, masih tertuang rasa pada lelaki yang tak mungkin bisa memiliki.

"Mungkin inilah saatnya gue lupain kenang-kenangan," gumam Lily seraya mengetuk keningnya.

Lily membuka pintu wece, ia mulai menyadari bila dia sudah terlalu lama di sana.

"Lily, kau habis dari mana?" Tahu-tahu ibu guru mengagetkan dirinya yang tengah membuka pintu masuk. Teman-temannya bersorak, "Jajan/bolos/tidur."

Ibu sudah pasti tersenyum. Lily adalah salah satu murid berprestasi dan terpintar di angkatannya. Buat apa juga ia percaya dengan tuduhan para murid lainnya. "Kamu habis ke-wece ya? Duduklah, ibu akan memberikan informasi kedatangan murid dari sekolah SMA sebelah."

"Kedatangan murid?" Lily memalingkan wajahnya, kelas yang luas atas bangku kosong sudah terpenuhi oleh masing-masing dua murid asing. Ia menelan ludah, saat tahu bangku yang selalu ia tempati sendiri di duduki oleh salah satu lelaki.

Lily mulai berjalan menuju bangkunya. Ia membawa tas, yang tergeletak di lantai. Ia berdiri di samping bangkunya penuh harap agar bisa duduk. Lelaki itu hanya diam. Oleh karena itu ia menyimpan tasnya dan duduk di sampingnya.

"Nah Anak-anak, kedatangan SMA Budi Bangsa ke sekolah kita itu untuk menetapkan agar bisa bergabung. Kalian tahu sendiri bila sekolah kita keterbatasan murid ...,"

"Jelaslah! orang disini pada bego semua!" umpat lelaki di samping Lily penuh angkuh. Ia sampai meliriknya dengan delikan tak suka.

1. Kedatangan Ryan

"Jelaslah! orang disini pada bego semua!" umpat lelaki di samping Lily penuh angkuh. Ia sampai meliriknya dengan delikan tak suka.

Ibu guru kembali melanjutkan penjelasannya. Ia hanya memberi info ini pada kelas 12-E, di mana kelas terakhir ini yang akan di gabungkan dengan sekolah sebelah. Faktornya; murid Mekar Sari terlalu kurang dan separuh murid Sekolah Budi Bangsa memindahkan diri karena tidak nyaman, yang jelas mereka pindah ke sekolah Mekar Sari ini bisa di tandai orang terpandang karena fasilitas lengkap.

Saat ibu guru pergi, Lily di dorong paksa sampai terjatuh oleh lelaki di sampingnya, tasnya terlempar juga ke bawah. "Heh! Lu bisa-bisanya duduk di sini!"

Lily mulai berdiri seraya tersenyum. "Ini tempat gue, sori ya." Kembali menyimpan tas di kursi yang ia duduki tadi. Lagi-lagi dilempar oleh lelaki itu.

"Heh lu cari tempat duduk lain! Nggak bisa!?" Lelaki itu memincing wajah jijik, "ini tempat gua, lu ...," Lelaki itu memberinya kursi yang di duduki oleh Lily tadi, "pin–dah!"

Dengan segala kesabaran yang masih bisa terkendali, ia menjinjing tasnya dan menyeret kursi. Oh iya! Meja gue udah kering? Kira-kira siapa yang lap, ya? Lily malah tersenyum saat tergambar jelas para temannya me-lap meja yang tadi dibasahi oleh air botol mereka sendiri.

Lily menengok ke depan-belakang, tak ada bangku yang kosong, mereka sengaja duduk sendiri-sendiri. Para temannya sudah bersorak-sorak, "Duduk aja di lantai!/ Bareng ibu gorengan sana!/ Ini bukan tempat lo!/ Kasian amat jadi manusia!" dan sampai akhirnya ada salah satu cewek pindahan SMA Budi Bangsa memanggilnya, "Disini aja."

Lily tersenyum pada gadis itu, "Makasih."

Mereka sempat kenal-kenalan. Belum pernah Lily bertemu dengan orang yang baik seperti Linda. Mereka berdua bercakap-cakap riang, dan acuh saja pada orang yang memaki Lily "kacamata" dan di tambahi dengan kata-kata tidak mengenakkan.

"Lu jangan pernah ganggu cowok ganteng itu." Linda tahu-tahu menunjuk kepada lelaki yang sebelumnya mendorong Lily sampai terjatuh.

"Kenapa?"

"Dia itu bukan cuma pinter satu sekolah Budi Bangsa. Tapi, dia juga famous karena saking kayanya dan juga ... ganteng," ujar Linda berbisik.

"Siapa dia?"

"Ryansyah, dipanggil Ryan. Dia ganteng banget!" Linda memegang pipinya dengan imut menatap lelaki yang bernama Ryan di depan.

Tahu-tahu Ryan menggebrak meja menggunakan tangan. Brak! Semuanya seketika menatap sumber suara itu. "Inget! Di sini-di sekolah ini gue yang berkuasa! Ngerti!?" teriak Ryan lugas dan tajam membuat mereka yang mendengar menciut kecuali Lily, ia hanya diam.

"Woey elu siapa? Anak baru songong!" tukas Hendra seraya berdiri menghampiri. Lily tahu betul anak itu, orang yang selalu menindas yang lemah, termasuk dirinya.

"Kenapa? Gak terima!?" Bug! Ryan spontan memukul pipi Hendra sekuat-kuatnya. Ia lalu menarik kerahnya secara paksa. "Lu lemah gini sok jagoan! Sekali lagi lu nantang, gue habisin lu!"

Hendra cepat-cepat duduk kembali. Ia seperti menjadi sanksi, bila Ryan perlu di-cap menakutkan. Wajah sarangnya, tampan nun tajam itu sudah mencerminkan sosok Ryan seperti singa.

JamKos ini disunyikan oleh ketakutan pada sosok Ryan. Lily sampai tak masuk akal, tapi ia juga berterima kasih karena tidak di jadikan bahan buly.

Di tengah kesunyian yang membungkam kelas. Brak! Ryan mengebrak meja dengan keras lagi, "Di angkatan kita siapa yang pintar?"

Tatapan seluruh murid Mekar Sari segera menatap Lily meminta pertolongan. Lily yang tahu itu segera berkata, "Gue."

"Maksud gue yang suka juara kelas, ikut serta lomba, bukan modal rangking kelas!" Ryan berteriak, "cepat jawab! siapa dia!? Jangan ulang kata-kata–"

"Lily!" Semua siswa Mekar Sari serempak menjawab. Lily terlonjak kaget atas pengakuan itu. Dia juga menjadi ketakutan.

"Siapa Lily?" Ryan bertanya dengan santai.

"Gue Lily," Lily berkata, ingin rasanya kelas ini sunyi seperti tadi. Ryan menatapnya tajam, seluruh siswa kembali diam dalam sunyi.

"Jangan harap lu bisa mengimbangi kepintaran gue!" Ryan mengebrak meja lagi, "jangan pernah mimpi kepintaran lu ada di atas gue!"

Lily mengangguk cepat, heh emang lu siapa? Jangan sok kuat deh! Emang ini sekolah lu? Bukan ’kan? ia menggerutu kesal. Semua sunyi seperti sedia kala.

Sisi lain, Ryan mengetik surat kepada teman solidnya menggunakan ponsel. Surat itu berisi; "Pantau cewek cupu itu! Seberapa pintar dia! Jangan sampai gue di bawahnya!"

Tak lama teman solid yang bernama Rubay mengetik surat, "Heem".

Sampai kapan pun Lily akan terus di pantau secara diam-diam. Lily berkacamata cupu, rambut diikat ke belakang, bermata panda merah jambu, putih pucat, dan ... burik tak terawat itu akan menjadi cewek yang terus dibuntuti. Lihat saja! Ryan tersenyum puas.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!