NovelToon NovelToon

Budakku Canduku

Epiosde 01

Warning : Yang tidak tahan menangis, dan yang tidak suka cerita sedih, mohon undur diri🙏😅

Yang ingin kepoin Othor, boleh mampir ke Ig Othor @Oniya_99🤗

🔥🔥🔥

"Aaaaaakh! Kepala Lona sakit, Ayah." Teriakku tanpa ekspresi, Kenapa tanpa ekspresi? Tentu saja karena hal seperti ini sudah biasa bagiku. Setiap kali Ayah bertengkar dengan Ibu, Ayah tidak akan menyakiti ibu. Tapi aku! Aku lah yang akan menjadi bahan pelampiasan kekesalannya.

Malam ini, Ayah dan Ibuku kembali adu mulut. Masalahnya apa lagi. Kalau bukan masalah hutang keduanya yang sudah menumpuk pada renternir.

Ayahku bekerja sebagai pencuri, memang itu bukanlah sebuah pekerjaan, melainkan sebuah tindakan kriminal. Ayahku sudah langganan keluar masuk penjara, walau begitu ia tidak pernah berubah. Ia hanya suka mabuk-mabukkan, dan juga bermain judi.

Ibuku pun juga sama, ibu juga berperan penting dalam penumpukkan hutang kali ini. Ibu sangat menyukai yang namanya belanja barang-barang branded, pakaian yang ibu kenakan selalu yang berharga mahal. Darimana ibu dapat membeli pakaian mewah itu? Darimana lagi kalau bukan dari hasil jerih payahku. Walau begitu, tetap saja gajiku tidak dapat memuaskan gaya hidup ibuku. Dan akhirnya, ibu juga berhutang pada renternir hanya untuk berfoya-foya.

Malam ini, renternir kembali datang. Dan mereka hanya memberikan waktu hingga besok malam. Jika besok malam, kami masih belum bisa membayar hutang. Maka Ayah dan Ibu akan dipenjarakan.

"Tapi Sayang! Kenapa tidak kita jual saja anakmu ini. Kalau kita menjualnya kepada pengusaha kaya raya, kita pasti akan menerima banyak uang. Lihatlah putrimu ini sangat cantik, perawan pula. Aku yakin, kita bisa menjualnya dengan harga yang sangat tinggi," ucap ibu tiriku memberi ide gila pada Ayahku.

Mendengar perkataan Ibu, Ayah langsung melepaskan cengkramannya pada rambutku. Aku langsung terjatuh dilantai setelah dihentakkan kencang oleh ayahku sendiri. Keningku sedikit memar setelah terbentur sudut meja.

Mata Ayah langsung berbinar menatapku. Aku curiga, aku takut, aku kecewa. Kenapa kedua manusia ini begitu tega padaku.

Aku ingin sekali menangis, tapi aku benar-benar sudah lupa bagaimana caranya menangis. Aku tidak tau kenapa air mataku tidak pernah bisa menetes lagi. Ada apa ini, apa aku sudah terlalu banyak menangis.

"Kau benar, sayang. Kita akan kaya kalau menjual Ilona, kita tidak akan terbelit hutang lagi," jawab ayahku, menatapku dengan tersenyum licik.

Hancur sudah hatiku, hancur pula hidupku. Kenapa Ayah dan Ibuku begitu tega ingin menjualku. Apa salahku? Kenapa mereka sangat membenciku. Ibu! Aku bisa memahami ibu, dia sangatlah membeciku. Tapi aku masih bisa menerima hal itu, karena ibu memang bukanlah ibu kandungku. Tapi Ayah! Kenapa ayah begitu tega ingin menjualku? Bukankah, aku adalah anak kandungnya. Kenapa ia begitu mudah menyetujui ide gila yang dilontarkan oleh ibu tiriku

"Lona, tidak mau. Ayah, Ibu, Ilona mohon jangan jual Lona. Lona tidak mau." Jawabku menolak keras. Walau tidak ada air mata yang menetes dikedua sudut mataku. Tapi, raut wajahku dapat menjelaskan seberapa ketakutan dan kecewanya aku saat ini.

"Kalau begitu, kau harus mencari uang sebesar 500 juta. Bagaimana pun caranya, kau harus mendapatkannya. Kalau tidak, bukan hanya kau yang akan Ayah jual, tapi juga kedua adikmu." Tunjuk ayah pada kamar adik kembarku. Walaupun kedua gadis remaja itu bukanlah adik kandungku, tapi aku sudah mengangap mereka seperti adik kandungku sendiri. Kalika dan Kalina nama mereka, usia keduanya baru menginjak lima belas tahun. Sudah cukup penderitaan keduannya, mereka sering pulang sekolah dalam keadaan babak belur. Akibat mendapatkan perlakuan buli dari temen sekolah mereka. Alasannya tak lain dan tak bukan adalah karena mereka mempunyai seorang ayah penjahat dan seorang ibu pel*cur.

Air mataku seakan menetes kedalam, hatiku seolah terbelah, nafasku seakan terhenti, salivaku ikut tercekat. Ketika mendengar ucapan ayahku. Tega! Tega sekali mereka, kedua adik kembarku adalah anak kandung mereka berdua. Adik kembarku adalah darah daging mereka berdua. Lalu kenapa mereka juga rela menjual kedua adik kembarku, yang kondisi mentalnya terganggu.

"Lona mohon jangan ,Yah Jangan Buk. Lona janji, besok Lona akan membawa uang sebanyak itu. Lona janji, jadi Lona mohon jangan jual kami," bersimpuh dikaki Ayahku, dengan terus memohon.

Aku menengadahkan kepalaku. Dengan begitu, aku dapat melihat jelas bagaimana Ayah tersenyum membalas senyuman ibu tiriku. Ya! Aku tau, rencana mereka berhasil bukan. Mereka berhasil memerasku untuk meminjam uang kepada bosku dikantor. Mamang aku tak punya jalan lain, selain meminjam uang pada bos di perusahaan tempatku bekerja.

🔥🔥🔥

Keesokan paginya. Seperti biasa, Setelah mandi dan bersiap, aku langsung menuju dapur. Merebus 4 butir telur, lalu menyajikannya dimeja. Kalika dan kalina, sudah duduk dimeja. Mereka sudah menungguku sedari tadi, aku memberikan masing-masing adikku satu butir telur rebus, yang sudah aku kelupas cangkangnya.

"Terima kasih kak," jawab keduanya bersamaan. Hanya padaku keduannya dekat. Ayah, Ibu. Huuff! Mereka bahkan ketakutan melihat Ayah dan ibunya sendiri.

Kedua adik remajaku begitu cantik, keduannya mewarisi kecantikan ibu tiriku. Mata berwarna biru dengan kulit putih nan bersih. Tapi sayang, kedua adikku memgalami gangguan mental, karena terlalu sering mendapatkan perlakuan tidak baik saat disekolah maupun dirumah. Mereka tidak pernah lagi keluar rumah, karena keduannya akan ketakutan jika melihat orang asing.

Keduannya selalu bermain didalam kamar. Aku membelikan mereka berdua peralatan melukis, karena keduannya sangat pandai melukis. Sudah banyak lukisan yang mereka buat. Dan menurutku, hasil guratan pensil keduannya, sangat bernilai seni tinggi. Aku bisa merasakan ada banyak kesedihan di setiap lukisan yang mereka buat.

Begitu menyelesaikan urusan dirumah, aku mulai melangkahkan kakiku berjalan menuju perusahaan tempatku bekerja. Sebuah perusahaan yang gedungnya paling tinggi dan paling besar dikotaku.

DIZON GRUP. Itulah nama perusahaan terbesar kedua dikotaku. Lalu dibagian manakah posisiku disana. Entahlah, tapi yang pasti aku tidak membutuhkan ijazah yang tinggi untuk pekerjaanku. Mereka bilang aku diterima hanya karena wajah cantikku dan senyuman manisku.

Aku tidak tau apa nama pekerjaanku, tapi yang pasti. Aku hanya perlu berdiri sopan seharian dan juga tersenyum manis seharian. Hanya itu! Ya hanya itu saja. Tapi, itu cukup membuatku kelelahan. Kakiku terasa sangat pegal, bibirku juga terasa kebas.

25 menit berjalan kaki aku berhenti disebuah mini market. Aku membeli sebuah plaster, guna menutupi keningku yang memar dan juga membengkak. Begitu selesai aku kembali lagi berjalan.

Tak lama aku sudah berada diperusahaan, aku langsung bergegas menuju lif khusus, dimana tempatku bekerja. Disamping pintu lift itulah aku berdiri dengan menebarkan senyumanku. Setiap harinya bosku yang berwajah sangat tampan juga tubuh yang begitu kekar, melewatiku dengan ekspresi dingin juga Arogannya.

Tak peduli aku hanya perlu menebarkan senyuman manisku padanya. Bukan hanya bosku yang harus aku sambut dengan ramah dan sopan. Tapi juga tamunya yang silih bergantian datang untuk menemuinya.

🔥🔥🔥

"Ada urusan apa kau ingin menemuiku," tanya suara baritone itu padaku, kini aku berdiri dihadapannya

"Tuan, saya mohon pinjamkan saya uang sebesar 500 juta. Saya berjanji akan melakukan apapun yang tuan inginkan," mohonku to the point.

"Benarkah, kau akan melakukan apapun yang aku inginkan?" Tanyanya membuatku ketakutan kala mendengar suara s£ksinya yang terdengar nakal ditelingaku.

"Benar tuan, Saya berjanji," jawabku, memantapkan hatiku untuk yakin.

"Bagaimana kalau aku menginginkanmu menjadi BUDAKKU!"

🍂🍂🍂

Hay teman semua👋

Ini novel keduaku, semoga kalian suka ya💗

Jangan lupa Like, komen, hadiah, dan juga votenya 🙏💗

Selamat mambaca😍

Maafkan typonya🙏🙏🙏

Lope readers😘😘😘

🔥🍂

Episode 02

🔥🔥🔥

"Bagaimana, kalau aku menginginkanmu untuk menjadi BUDAKKU." Ucap tuan Devan, dengan senyuman liciknya.

Mendengar kalimat itu, Aku menaikkan pandanganku, menatapnya dengan mata berkaca-kaca.

"Sa-saya...." Aku ingin berkata, tapi suaraku tak tembus. Seakan tertelan bersamaan dengan salivaku. Mataku sudah berkaca-kaca, ketika aku mengedipkan mataku. Setetes buliran bening jatuh kelantai ruangan itu. Aku menangis. Aku merasai pipiku yang terkena tetesan air mataku. Nyatakah ini? Apakah aku benar-benar menangis? Kenapa air mataku lolos saat mendengar kalimat pria tampan dihadapnku ini? Pikirku.

Dadaku terasa sesak, udara seakan menghilang dari ruangan itu. Aku menangis saat ini, aku sudah bisa menangis lagi. Aku ingin melegakan semua beban dihidupku dengan manangis. Aku sudah bisa menangis saat ini, aku bahagia sekaligus sedih.

Aku sedih atas syarat yang diberikan oleh bosku ini. Aku mengira akan dijadikan simpanan atau istri kontraknya seperti cerita di novel yang sering kubaca. Tapi ternyata, derajatku sangatlah rendah. Aku hanya ditawarkan untuk menjadi budak saja. Sebegitu hinanya kah aku.

"Aku hanya akan memberikanmu uang, jika kamu mau menjadi Budakku," ucapnya lagi, memutar singasananya. Dia membelakangiku, mungkin saja dia tak tega melihat air mataku.

"Saya siap, tuan. Saya siap untuk menjadi Budak tuan," jawabku yakin. Ya! Inilah keputusanku, tidak apa menjadi Budak. Bukankah aku hanya akan menjadi pembantu, ya! Pasti seperti itu bukan? Aku hanya akan disuruh ini, disuruh itu. Bukankah, itu lebih baik daripada aku dan adik-adikku dijual. Memantapkan tekadku aku yakin pilihanku ini tidaklah salah.

Aku harap, setelah melunasi hutang pada renternir. Ayah dan Ibuku akan berubah. Semoga saja keduanya akan menyayangi aku dan juga kedua adikku.

Tuan Devan memutar kembali kursinya, ia memajukan tubuhnya. Guna menatapku lebih jelas. Setelah itu, dia tersenyum menakutkan menatapku.

Lalu, dia menekan telpon canggih di mejanya.

"Aron, kemarilah," titahnya pada sekretaris Aron lewat telpon itu, mungkin saat ini sekretaris Aron sedang berada di ruangannya, yang berada disamping ruangan tuan Devan sendiri.

Tak lama, masuklah sekreataris Aron. Dan langsung membungkukkan tubuhnya pada tuannya, yang kini betah duduk disingasananya dengan segala kearoganannya.

"Ada yang bisa saya bantu, tuan?" tanya sekretaris Aron saat menaikkan kembali tubuhnya.

"Berikan gadis ini uang tunai sebesar 500 juta," titah tuan Devan.

Sebuah senyuman yang samar, muncul dibibirku yang kini bergetar. Kala mendengar bahwa aku akan mendapatkan uang yang diinginkan oleh kedua orangtuaku

"Baik, tuan." Jawab sekretaris Aron, keluar dari ruangan tuannya. Guna mengambil uang tunai senilai 500 juta.

Tak lama, sekretaris Aron kembali dengan sebuah tas berbentuk mini disalah satu tanganya.

" Berikan uang itu pada Nona ini," ujarnya lagi pada sekretaris Aron.

Sekretaris Aron mengulurkan cover itu padaku. Aku menyambutnya dengan bergetar, sebanyak apa uang senilai 500 juta.

"Silahkan dicek, Nona," ucap sekretaris Aron padaku. Tanpa ragu aku membuka tas mini itu, bola mataku seolah copot dari tempatnya. Ketika aku melihat betapa banyaknya kertas berwarna merah di dalam tas mini itu. Aku sampai tersedak salivaku melihat kertas berharga itu.

"Aron, kau pastikan perempuan ini tidak kabur. Dan pastikan juga dia untuk datang kehotelku besok.

"Uhuk....." Aku terbatuk mendengarnya, Hotel! Kenapa pria ini tinggal dihotel, apa pria kaya raya ini tidak punya Villa atau Mansion yang besar seperti dinovel-novel yang kubaca. Mendengar bahwa akan tinggal dihotel bersamanya, entah kenapa aku merasa bahwa aku adalah wanita murah*n. Ah sudahlah! Tidak apa -apa, hanya akan tinggal dihotel bersama bosku. Dan aku hanya akan menjadi pembantu disana. Kenapa pula aku harus takut. Aku pasti bisa melewati seberat apapun ujian yang datang padaku. Aku yakin aku bisa, ini belum apa-apa menurutku.

Aku yakin, tuhan sudah menyiapkan yang terbaik untukku. Kalaupun tuhan memberikan aku ujian yang lebih berat lagi dati ini, maka aku, akan selalu siap.

🔥🔥🔥

Memeluk erat, aku membawa tas mini itu hingga sampai dirumah. Sudah hampir larut malam aku baru mengnjakkan kakiku dilorong sempit menuju rumahku, yang berada dilingkungan yang begitu kumuh. Mereka menyebutnya lorong Tong Sampah, karena memang rumah kami berada dipinggir tempat pambuangan sampah.

"Nah! Itu anak saya sudah datang. Lona cepat kesini," panggil ayahku saat melihatku pulang. Rupanya sudah ada beberapa renternir dengan wajah menyeramkan juga tubuh yang kekar. Tak lupa baju-baju mereka yang serba hitam.

Aku sedikit menambah kecepatan laju langkah kakiku. Sambil tetap memeluk tas miniku yang berisi kertas berharga berwarna merah.

"Lona, kamu bawa uangnya kan?" tanya Ayah padaku ketika aku sampai disampingnya.

" ini, Ayah, uangnya." ujarku sambil mengulurkan tas mini tadi pada Ayahku.

Ayah segera membuka mini itu, lalu tersenyum puas menatapku.

"Ini uangnya, pak. Sekarang sudah lunas, dan saya tidak punya hutang lagi pada bapak-bapak semua," jelas ayahku pada renternir itu.

Renternir itu, langsung menerima tas kecil berbentuk segi empat tadi. Sekarang giliran renternir itu tersenyum puas menatap Ayahku. Lalu, mereka segera pergi meninggalkan rumah kumuh, kami. Tanpa satu kalimat pun.

"Masuk, masakkan Ayah makannan," titah Ayahku. Aku pun segera menuju dapur. Masih ada beras dan juga telur, aku segera membuatkan nasih goreng dengan telur ceplok.

Kedua adik kembarku sudah menunggu dimeja makan. Mungkin karena kelaparan mereka pun segera mengambil nasi goreng, lalu melahapnya dengan cepat. Mereka benar-benar kelaparan, wajar saja kelaparan! Karena untuk makan siang mereka, aku hanya meninggalkan dua potong roti. Ibu dan Ayahku benar-benar tidak peduli pada adik kembarku.

Meninggalkan adikku yang tengah lahap makan. Aku membawa seporsi nasi goreng lengkap dengan telur ceplok utuh, membawanya ke pada Ayahku yang kini duduk santai dikursi depan rumah.

"Ini, Yah. Makan malam, Ayah." Ucapku mengulurkan nasi goreng tadi.

"Nasi goreng lagi, telur ceplok lagi. Makan saja sendiri. Dasar anak tidak berguna, pembawa sial," Bentak Ayah, lalu

"Plaaaaak......." Satu tamparan mendarat di pipi kiriku, tubuhku terhuyung kebelakang, tapi aku masih bisa menahannya agar tak terjungkir kebelakang. Akibat tamparan Ayah meningalkan warna kemerahan di pipiku. Darah segar pun mengalir dari sudut bibirku. Nasi goreng yang kubawakan untuk Ayah berhamburan dilantai tanah rumahku.

Melihat nasi goreng dan telur ceplok itu, aku menangis. Aku sudah bisa menangis sekarang, ternyata menangis sangtlah melegakan.

Melihat telur ceplok masih bersih, aku segera mengambilnya. Setidaknya aku bisa makan malam ini, tidak hanya makan roti lagi, tapi makan dengan telur ceplok. Aku segera membawanya kedalam rumah, aku kaget kerena dibalik pintu ada dua adik kembarku yang ternyata mengintipku saat dimarahi ayah. Kalika menyeka darah disudut bibirku, dan Kalina menempelkan plaster disana. Aku tersenyum menatap kedua adikku. Kemudian, aku segera memeluk erat keduanya.

🍂🍂🍂

Jangan lupa like, komen, hadiah, dan vote🙏💗

Maafkan typonya🙏

Selamat membaca dan semoga suka💗

lope readers😘😘😘

🔥🍂

Episode 03

🔥🔥🔥

Pagi datang diiringi dengan kicauan suara-suara burung yang bernyanyi begitu merdu, rerumputan disegarkan oleh embun pagi yang membasahi mereka. Sang surya pun tak kalah cerianya. Dengan sinarnya, ia menyalurkan semangat kepada setiap penduduk bumi.

Aku dan adik-adikku juga dibangunkan oleh sinar surya, yang menyelinap masuk lewat atap genting rumahku yang bocor.

Turun dari ranjang kayu yang telah rapuh, adikku langsung meregangkan otot. Berbeda denganku, aku punya kebiasaan aneh setiap kali bangun tidur. Mataku tertutup rapat, aku tak bisa menguceknya, karena akan pedih. Juga bibirku, kedua bibirku juga tak bisa dibuka ketika bangun tidur.

Jika ingin membuka keduanya aku harus mencuci muka terlebih dahulu. Walau mentalnya terganggu, tapi adikku begitu peka, setiap pagi keduanyalah yang membantuku kekamar mandi yang ada didapur. Aku masuk kekamar mandi dan sekalian membersihkan diri.

Ayahku tak pulang dari semalam, setelah pergi ketika memarahiku, ia tak terlihat lagi. Begitupun ibuku, ibu tak pulang dari kemarin. Aku tau ibu dimana! Dimana lagi kalau bukan sedang berada di clup, untuk apa? Untuk apa lagi kalau bukan menjual tubuhnya kepada setiap pria-pria hidung belang.

Ayahku tak peduli, ia asli orang eropa. Hal yang seperti itu biasa baginya. Aku pun tak peduli pada keduanya, aku hanya mengkhawatirkan nasibku dan juga adikku. Hari ini juga, aku akan meninggalkan mereka berdua. siapa yang akan mengurus keduanya? Ibu,Ayah, mana mungkin mereka peduli. Apa yang harus aku lakukan sekarang.

Kebetulan hari ini kantor libur. Aku bisa mempersiapkan adikku, untuk aku tinggalkan. Aku tak begitu khawatir tentang masak memasak. Kalau hanya membuat nasi goreng, telur ceplok, dan juga menanak nasi. Kalika sang kakak sudah handal melakukannya. Tapi untuk membeli semua bahan makanan keluar rumah, aku kuatir mereka dibuli lagi. Dan akhirnya aku memutuskan untuk mampir kerumah setiap minggunya guna membawakan bahan makanan untuk kedua adikku.

🔥🔥🔥

Sore hatinya, ketika aku sedang memasukkan baju-baju lusuh kedalam tas lusuhku. Dibantu juga oleh kedua adik kembarku. Hatiku begitu perih melihat keduanya sekeras mungkin menahan tangis mereka. Aku tau, mereka melakukan itu, agar aku tak sedih dan cemas saat meninggalkan mereka.

Tok...tok...tok... (suara ketukan pintu).

"Biar kakak saja," ujarku pada kalika yang akan berdiri tadinya.

Kalika hanya mengangukkan kepala menyetujui, aku segera menuju kedepan dan segera membuka pintu itu.

"Lama banget sih. Awas!" ujar ibu mendorongku kasar. Seperti biasa, ibu pulang dalan kondisi mabuk dengan pakain yamg sangtlah minim.

Awalnya aku ingin langsung menutup pintu, namun aku urungkan ketika melihat sebuah mobil mewah berhenti didepan rumahku.

Tak lama keluarlah sesosok pria yang begitu tampan, walaupun masih tampanan bosnya. Pria tampan itu tak lain dan tak bukan, adalah sekretaris Aron. Sekretaris Aron keluar dari mobil mewahnya, lalu berjalan penuh wibawa mendapatiku.

"Apakah Nona Lona sudah siap," tanyanya ketika sudah berada dihadapanku.

"Emm...saya siap, sekretaris Aron. Sebentar saya ambil tas saya lebih dulu." Jawabku, lalu masuk kedalam rumah. Guna mengambil tas lusuhku dan tak lupa berpamitan pada kedua adikku. Keduanya tak dapat menahan tangis saat melepasku, namun yang terjadi tetaplah akan terjadi. Aku akan pergi, pergi untuk menjadi BUDAK.

30 menit perjalanan, kini aku sudah berada didalam lif sebuah hotel ternama bersama dengan sekretaris Aron.

Tak lama kami sudah berada disebuah lantai pribadi, yang hanya dihuni satu penghuni saja padahal dilantai itu begitu luas. Tak tampak seperti hotel, lebih mirip sebuah rumah yang begitu mewah. Masuk kedalam rumah aku mengekor dibelakang sekretaris Aron.

Saat tiba diruang tamu, disana sudah duduk tuan devan. Jujur saja jantungku berdetak lebih cepat ketika melihatnya, tak bisa dipungkiri kalau aku juga jatuh cinta padanya, Sama dengan karyawan perempuan yang lainya. Bahkan mereka sangat iri padaku, karena aku bekerja dibagian yang setiap pagi dapat melihatnya.

Tak jarang mereka membuliku dan juga mengancamku agar tak menaruh hati pada tuan devan. Tapi apalah daya, aku hanyalah perempuan biasa yang tak dapat menolak jatuh cinta. Untuk itulah aku mau menjadi budaknya, dengan begitu, aku bisa melihatnya setiap hari. Aku sangatlah beruntung, entah bulian seperti apa lagi yang aku terima jika mereka tau bahwa aku tinggal dihotel bersama bosku.

Sebenarnya, aku sangat membenci diriku yang mencintainya. Tapi aku benar-benar tidak tau kenapa aku bisa menaruh hatiku padanya. Karena ketampananya! Tentu saja tidak, mantanku kak Ansel lebih tampan dari tuan devan. Karena kekayaanya! Tentu saja juga bukan, kak Ansel lebih kaya darinya. Ya! Kak Ansel segalanya dari tuan Devan, tapi aku membenci kak Ansel saat ini, karena dia berselingkuh dariku.

Aku juga tak mengapa, aku juga tak terlalu mencintai kak Ansel. Dia memang baik padaku, tapi tidak dengan keluarganya yang membenciku. Untuk itulah aku juga sudah merepakannya.

Kini, aku mendekat pada tuan Devan yamg duduk disofa dengan segala kearoganannya. Tapi tauhkah kalian, karena kearoganannyalah yang membuatku jatuh cinta padanya. Aku merasa bertemu dengan tuan Saga idolaku dinovel tmtm.

Tapi yang ini sedikit menyeramkan, karena tubuhnya dipenuhi dengan otot yang sangat besar-besar. Aku bergidik ngeri, ketika melihat banyaknya sayatan luka ditangan kekarnya. Karena saat ini tuan Devan hanya memakai kaos oblong lengkap dengan celana pendeknya. Jadi, aku bisa melihat ada banyak luka dilengan dan juga betisnya.

Aku berpikir, apakah ditubuh bagian lainya juga terdapat banyak luka.

Siapa sebenarnya pria dihadapanku ini, tidak mungkin dia hanya sebagai Ceo. Melihat luka sebegitu banyaknya, tidak mungkin karena bertarumg dengan kertas bukan? Pasti pria berwajah malaikat ini adalah iblis yang menyamar.

"Kau sudah tiba, kau boleh pergi, Aron," aku meneguk salivaku bersusah payah, ketikan mendengar suara seksinya yang begitu menakutkan.

"Duduklah," ujarnya singkat. Tanpa menjawab aku langsung mendudukkan bok*ngku di sofa empuk miliknya.

"Hey Budak, siapa yang menyuruhmu duduk disofaku. Turun, tempat budak itu dilantai," bentaknya membuat jantungku serasa ingin copot.

"Ba-baik tuan," segera aku berpindah kelantai yang terasa begitu dingin.

"Ini, baca dan hapalkan itu." tuan Devan berkata sambil melemparkan sebuah maf padaku.

"Apa ini tuan?" tanyaku heran.

"Apa lagi, kalau bukan peraturan dan juga daftar pekerjaan yang harus kau lakukan selama menjadi budakku," sahutnya membentak.

Aku tak lagi berkata, segera aku membaca surat itu. Aku mengerutkan alisku ketika mambaca setiap peraturan dan juga tugasku yang menurutku sangatlah aneh dan tidak wajar.

"Tuan, apa saya harus memandikan, tuan," tanyaku berhati-hati.

🍂🍂🍂

Like, komen, hadiah, dan voteeee🙏💗

Maafkan typonya🙏

Selamat membaca dan semoga suka💗

Lope lope readers😍😘😘😘

🔥🍂

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!