NovelToon NovelToon

Pesona Si Gadis Desa

Desa

Silahkan baca novel Muslimah Itu Milik Seorang Mafia terlebih dahulu jika kebingungan. Ini adalah terusan dari novel Gabriel dan Aria (khusus Gamian)🥰

klik profil author kalau mau baca yah.

Happy reading

...****************...

Menjadi laki-laki pemilih dan pandang derajat membuat Gamian harus merasakan rasa patah hati dari cinta yang bertepuk sebelah tangan. Dirinya yang tak pernah jatuh cinta kini harus merasakan rasa sakit dari jatuh cinta tersebut.

Wanita yang selalu ia hina sebagai anak pungut telah berhasil merebut hatinya, namun sayang wanita itu adalah jodoh dari kakak kandungnya sendiri.

Sungguh menyakitkan bukan?

Untuk itu Gamian pun pergi ke sebuah desa tempat dimana paman dan bibi nya berada. Mana tahu ketika ia disana ia bisa mendapatkan ketenangan, daripada terus berada di satu kota dengan wanita yang sekarang menjadi kakak iparnya.

Inilah kisah si laki-laki pemilih dan sombong. Gamian Alvaro Morgan.

******

Sudah lebih dari 4 jam, Gamian menempuh perjalanan ke desa. Kini mobil mewah nya sudah memasuki jalan pedesaan.

Jangan berpikir bahwa jalanan di desa itu dari tanah liat, karena itu salah.

Jalan di desa itu sudah di aspal seperti jalan biasanya di kota. Ini semua berkat paman dan bibinya yang kaya raya, memang semua keluarga Morgan itu kaya raya.

Gamian memperlambat kan laju mobilnya lalu membuka atap mobil agar ia dapat merasakan angin sepoi-sepoi khas desa.

Di setiap sisi jalan terdapat sawah milik warga setempat, sudah menjadi ciri khas sebuah desa, bukan.

Gamian mengehentikan mobilnya di tepi jalan lalu memandang persawahan. Terdapat sebuah gubuk berukuran sedang di tengah sawah sana.

"Hei anak muda, jalanan ini tidak sebesar jalanan di kota. Jangan memarkirkan mobil mu disini," tegur seorang pria tua sembari memikul dua keranjang berisikan rumput.

"Jalanan ini di buatkan oleh paman ku, jadi apa masalah nya kalau aku memarkirkan mobilku di sini," jawab Gamian yang kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

Mendengar jawaban dari Gamian, laki-laki itu hanya menatap tak suka pada mobil Gamian yang sudah menjauh.

"Dasar orang kaya, wataknya sangat keras kepala dan sombong."

Kembali pada Gamian yang kini masih berada di dalam mobil menuju rumah paman dan bibinya. Matanya menelusuri pinggiran jalan dimana ada beberapa wanita yang berjalan sembari membawa barang bawaan mereka.

Beberapa menit kemudian.

Gamian sudah sampai tepat di halaman rumah paman dan bibinya. Pamannya bernama Jakson dan bibinya bernama Lili.

Kedua insan itu sudah berdiri di depan pintu karena memang sudah tahu keponakan mereka akan berkunjung.

Seketika halaman rumah paman Jakson di kerumuni anak-anak karena penasaran dengan mobil Gamian.

Gamian turun dari mobil lalu berjalan menuju paman dan bibi nya.

"Selamat datang anak bujang," sambut Jakson memeluk keponakan nya.

"Hm, jangan memanggilku bujang, paman. Aku tidak suka," balas Gamian beralih pada bibinya.

"Selamat datang keponakan bibi yang tertampan, termanis, terlucu dan menggemaskan." Satu kecupan di kening Gamian membuat laki-laki itu merasa geli dan mengecup kembali kening bibinya.

"Terimakasih bibi, aku merindukan mu."

"Bibi juga merindukanmu, darling."

"Sudah-sudah. Ayo masuk," ucap Jakson kesal karena diabaikan.

"Lalu anak-anak itu?" tanya Gamian merasa aneh ketika mobilnya dikerumuni anak-anak desa.

"Nanti pelayan akan membagikan makanan pada mereka. Bibi sudah mengantisipasi nya."

"Bukan itu, bibi. Tapi, mobil ku. Mana tahu mereka itu baru saja bermain lumpur lalu menyentuh mobilku, itu sangat menjijikan. Jauhkan mereka dari mobilku," ucap Gamian kesal.

"Hei anak orang kaya. Jaga sopan santun mu," tegur Jakson menarik Gamian untuk masuk.

"Huffff, mobilku akan sangat jorok nantinya. Menyebalkan."

****

Di dalam rumah.

"Bagaimana kabar ayah dan ibu mu?" tanya bibi Lili pada Gamian yang kini tengah makan.

"Baik," jawab Gamian seadanya.

"Hm, jadi kapan kau akan menikah?" timpal Jakson sembari menyeruput secangkir kopi.

"Ck, aku kemari untuk berlibur dari kalimat menjengkelkan itu, jangan memancing emosiku, paman."

Jakson terkekeh geli melihat wajah kesal Gamian.

"Kenapa tidak cari di sini saja. Gadis di sini cantik-cantik dan juga sopan, dan di jamin 98% masih polos dan suci," tawar Jakson tersenyum genit.

"Menikah dengan gadis desa? Cih, yang benar saja, paman. Mereka pasti sangat, iuuwww. Paman tahulah."

"Cih, tampang mu. Seperti kau laki-laki tertampan saja di dunia ini. Aku ingin muntah rasanya," ejek Jakson.

"Sudah-sudah, jangan berdebat. Gamian datang kemari hanya ingin berlibur, ia tak berniat menikah ataupun yang lain. Hanya berlibur saja. Selebihnya biarlah menjadi urusan pribadinya saja," sela Lili.

"Bibi memang yang paling mengerti. I love you."

"Love you too, darling."

"Cih, menjengkelkan," gerutu Jakson kembali diabaikan.

"Sekarang pergilah ke kamar mu dan beristirahat, nanti sore bibi akan mengajak mu jalan-jalan."

"Baiklah, aku naik dulu."

"Selamat beristirahat, sayang."

_

_

_

_

_

_

_

Hai.

Ketemu lagi sama author di cerita bang Gamian. Bagi yang belum ngeh dengan ceritanya bisa baca di novel author yang berjudul Muslimah Itu milik seorang mafia.

Terimakasih

Selamat membaca.

Semoga suka.

tbc.

Kepergian untuk selamanya.

Pranggg!!!

Suara piring pecah memenuhi dapur, seorang gadis kini tengah terdiam sembari memegangi ponsel jadulnya.

"Tidak mungkin," lirih gadis itu.

"Hei, apa yang kau lakukan? Kau pikir kau bisa mengganti piring yang sudah kau pecahkan!" teriak wanita dewasa dengan memakai daster dan juga masker diwajahnya.

"Nanti akan ku ganti, Bu." Gadis itu berlari keluar dari dapur dan juga rumah. Dengan sepasang sandal jepit, celana training dan juga kemeja lusuh kotak-kotak berwarna hitam. Ia berlari secepat mungkin hingga tanpa sadar menyenggol seorang pria.

"Oh shitt! Hati-hati!" bentak pria itu.

"Maaf, paman." Gadis itu menunduk memberikan permintaan maaf lalu melanjutkan lari nya meninggalkan pria yang ia panggil paman itu dengan kekesalan nya.

Berlari dan terus berlari hingga tiba pada sebuah bangunan. Gadis itu memasuki bangunan puskesmas dengan langkah gontai. Air matanya mengalir dengan mata yang sudah memerah.

Langkah kakinya yang gontai membawa ia peda sebuah ruangan. Membuka pintu, lalu tersenyum sendu.

"Ibu," lirih-nya berlari memeluk tubuh kaku yang ada di atas brankar.

"Jangan tinggalkan, Lana." Ia menangis dalam kesunyian ditemani mayat sang ibu.

"Ayah sudah tak peduli dengan Lana, hanya ibu yang peduli dengan Lana. Jangan tinggalkan Lana, Bu." Ia mencoba mengguncang tubuh ibunya, berharap ibunya hanya tertidur. Namun, jika memang sudah takdir nyawa akan di cabut, maka manusia tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

Gadis itu menangis sejadi-jadinya memeluk tubuh sang ibu yang sudah terbaring kaku.

Selang beberapa jam, kini mayat sang ibu sudah di kebumikan. Banyak para warga yang datang untuk menenangkan Lana yang masih menangis sembari memeluk batu nisan ibunya.

"Yang sabar yah, nak." Lili memeluk tubuh Lana yang kecil sembari mengelus rambut gadis malang itu.

"Terimakasih, nyonya."

"Kami pergi dulu, jika ada apa-apa kau bisa datang ke rumah kami. Rumah kami akan selalu terbuka untuk mu, Lana." Jakson dan Lili memberikan senyuman sendu lalu pergi meninggalkan Lana yang masih setia duduk di dekat makam ibunya.

Jakson dan Lili memang dekat dengan Lana, karena gadis itu bekerja di perkebunan mereka. Lana yang memiliki sifat periang dan ramah membuat sepasang suami istri itu sangat menyukai Lana.

Namanya adalah Lana Shezan, usia 17 tahun. Pendidikan hanya sebatas SD saja. Gadis itu merupakan anak dari kepala desa di desa ini yang bernama Pak Darwis.

Pak Darwis sendiri memiliki 2 istri, yang pertama bernama Susi dan yang kedua adalah Anjani yang merupakan ibu dari Lana.

Dulunya, ibu Lana sering di panggil sebagai pelakor karena menjadi orang ketiga di hubungan Darwis dan juga Susi. Namun, seiring waktu perlakuan warga menjadi baik kepada Lana karena kepribadian gadis itu.

Darwis sendiri sebenarnya sudah acuh tak acuh, ia tak peduli lagi dengan Lana dan ibunya. Rasa malu yang ia terima dari Lana dan ibunya membuat ia malah membenci putri bungsu nya itu.

Darwis memiliki 3 anak. Dua anak dari Susi dan satunya lagi dari Anjani. Namun, kasih sayang nya hanya ia berikan pada putra dan putrinya yang lahir dari rahim istri pertamanya. Sedangkan Lana, ia bahkan tak pernah memanggil Lana dengan sebutan nak.

Kembali pada Lana. Gadis itu baru saja pulang dari pemakaman. Langkah gontai membawa ia pada sebuah gubuk sederhana yang berada di tengah sawah. Di sinilah Lana tinggal, walau ia anak dari kepala desa, tapi tempat tinggalnya hanyalah sebatas gubuk sederhana.

Ia akan pergi ke rumah ayahnya jika ia di panggil untuk membersihkan rumah. Nantinya ia akan mendapatkan upah walau tak seberapa.

Lana memilih duduk di depan gubuk sembari memandangi langit yang mulai gelap. Air matanya kembali menetes mengingat kenangan-kenangan bersama sang ibu.

"Ibu sudah pergi, jadi tinggal aku sendiri disini. Siapa yang akan peduli padaku? Nyonya Lili? Tuan Jakson? Mereka memang orang baik, tapi pasti akan ada waktunya mereka tak bisa memperdulikan aku karena aku bukanlah siapa-siapa." Lana bergumam sembari menghapus air matanya.

"Lana," panggil seorang pria mendekat dengan sebuah rantang.

"Bang Aldi," lirih Lana tersenyum sendu melihat pria bernama Aldi itu mendekat.

"Aku turut berdukacita, Lana. Semoga bibi Anjani tenang di alam sana. Aku membawakan makanan untuk mu, kau pasti lapar. Bersihkan dirimu dan makan lalu istirahatlah," ucap Aldi yang merupakan kakak tiri Lana.

Lana bersyukur karena kakak tirinya ini baik padanya dan ibunya, berbeda dengan kakak perempuannya yang bernama Shanaz yang selalu saja julid padanya.

"Yasudah, aku pergi dulu. Jangan lupa dimakan, semangat."

"Terimakasih, bang."

"Sama-sama."

Setelah kepergian Aldi, Lana memilih masuk ke dalam gubuk. Ia meletakkan rantang di dalam gubuk dan kembali keluar rumah sembari membawa ember untuk mengangkut air dari samping gubuknya.

_

_

_

_

_

_

_

Typo bertebaran dimana-mana harap bijak dalam berkomentar yah

tbc.

Kesialan Gamian.

Kediaman Jakson.

Hari baru saja menjelang malam, warna langit pun masih ke jingga-jinggaan. Gamian duduk di balkon kamarnya sembari menikmati secangkir teh hijau. Dirinya kini tengah kesal karena tadi ketika ia berjalan-jalan, ia malah di tabrak oleh gadis lusuh. Itu sangat menjengkelkan.

Sangking kesalnya, laki-laki itu langsung membuang bajunya. Mana tahu gadis yang menabraknya tadi mengidap penyakit rabies, ia tak mau tertular penyakit orang desa. Itu sangat menjijikan.

"Menikmati senja?" tanya Jakson sembari menghampiri Gamian.

"Hm."

"Bagaimana jalan-jalan mu?" tanya Jakson duduk di samping Gamian menatap lurus ke depan dengan pemandangan persawahan.

"Sangat tidak menyenangkan," jawab Gamian ketus.

"Oh, ada apa?" tanya Jakson terkekeh geli.

"Tidak ada!" ketus gamian. "Kemana paman dan bibi pergi tadi?" tanya Gamian.

"Hm, salah satu warga desa ada yang meninggal. Jadi, kami ke sana untuk melihat proses pemakaman dan memberikan semangat pada keluarga yang di tinggal," jawab Jakson tersenyum sendu tak kala mengingat wajah Lana yang menangis pilu di depan makam ibunya.

"Oh, jadi karena itu bibi tak bisa menemaniku jalan-jalan." Gamian mengangguk mengerti.

"Apa kau menemukan masalah tadi?" tanya Jakson.

"Sangat menyebalkan, paman. Di saat aku sedang berjalan-jalan menikmati pemandangan, seorang gadis lusuh menabrak ku. Lalu dengan tidak tahu dirinya dia memanggilku paman. Apa aku setua itu, ha? Dan satu lagi, bajuku jadi bau keringat gadis itu. Itu sangat jorok dan menjengkelkan," papar Gamian penuh emosi dan kesal.

Mendengar cerita Gamian, Jakson sontak langsung tertawa terbahak-bahak. Memang betul kata orang, Gamian itu adalah laki-laki tipe pemilih dan juga sombong.

"Apa yang lucu, paman?" tanya Gamian kesal.

"Semuanya lucu." Jakson kembali melanjutkan tawanya, sudah lama ia tak berbincang seperti ini.

"Gamian, keponakan paman yang tampan. Dengarkan paman baik-baik. Manusia itu di ciptakan dengan kelebihan dan kekurangan nya masing-masing. Dimana manusia itu akan memiliki kelebihan yang mungkin akan menjadi kekurangan orang lain, dan orang lain akan memiliki kelebihan yang bisa jadi adalah kekurangan kita.

Kita tidak bisa menilai orang dari seberapa banyak harta yang ia miliki. Karena banyak orang kaya di jaman sekarang yang tidak memiliki sopan santun, contohnya kau."

Gamian menaikkan sebelah alisnya menatap sang paman dengan tatapan datar.

"Bukan berarti karena dia orang dari pedesaan maka dia menjijikan dan juga rendah. Rendah atau tidaknya seseorang tidak bisa di lihat darimana dia berasal, melainkan bagaimana caranya berprilaku." Jakson tersenyum lalu mendekatkan wajahnya.

"Terkadang orang kaya dan juga tinggal di kota lebih rendah daripada orang yang tak punya dan berasal dari desa," bisik Jakson penuh arti.

Satu tepukan di pundak Gamian," turunlah dan makan. Bibi mu pasti sudah menunggu," lanjutnya dan berlalu meninggalkan Gamian yang masih terdiam.

"Paman Jakson sedang mengejekku, sial!"

*****

23.00

Sudah jam sebelas malam, Gamian belum juga mengantuk. Ia memilih berdiri di balkon sembari memandangi bintang-bintang di langit. Semilir angin malam membelai wajah tampannya.

Sesekali pandangannya menyapu persawahan yang tampak remang-remang karena adanya pencahayaan dari gubuk yang ada di tengah sawah.

Mata Gamian mengunci satu penampakan. Ia mencoba mengucek kembali matanya, mana tahu ia sudah mengantuk sehingga ia salah lihat.

Sudah dikucek-kucek, tapi penampakan itu tetap terlihat di mata Gamian. Seorang wanita dengan baju seperti daster putih. Rambut panjang terurai dan berjalan di samping gubuk. Cahaya yang remang-remang membuat Gamian merinding.

"Mana ada hantu di jaman sekarang," ucapnya berusaha menenangkan diri.

"Tapi kalau bukan hantu, lalu apa itu? Apakah itu pencuri berkedok kuntilanak?"

Penasaran.

Itu yang dirasakan Gamian, ia pun berinisiatif turun dari kamarnya lalu berjalan mengendap-endap menuju persawahan yang terdapat tepat di depan rumah.

Dengan pelan dan penuh hati-hati Gamian berjalan di pinggiran ladang. Sengaja ia tak menghidupkan senter di ponselnya agar wanita berbaju putih itu tidak kabur.

Di sisi lain, Lana baru saja selesai mengangkut satu ember air lagi. Air yang ia angkut tadi sore sudah habis untuk keperluan mandi, sekarang ia harus mengangkut air jika nanti di tengah malam ia ingin buang air kecil.

Dengan memakai daster putih kesayangan almarhumah ibunya, ia mengangkut air dari samping gubuk. Setelah air penuh, Lana membawa ember berisi air itu masuk ke dalam gubuk. Tanpa menyadari sepasang mata kini tengah memperhatikannya.

Kembali pada Gamian. Laki-laki itu menghentikan langkahnya ketika ia melihat target masuk ke dalam gubuk.

"Dari gelagatnya sepertinya dia manusia, tapi mana ada manusia yang mau tinggal di gubuk, apalagi di tengah sawah. Itu sangat konyol. Pasti wanita itu sedang melakukan pesugihan," batin Gamian.

Gamian berjalan mendekati gubuk, dengan pelan ia naik ke atas gubuk lalu mencoba membuka pintu yang hanya di kunci dengan kunci kayu saja.

Krieeeettt...Suara pintu terbuka.

Belum sempat Gamian membuka pintu, pintu sudah terbuka sendiri dan betapa terkejutnya ia ketika yang ada di hadapannya adalah target yang ia incar tadi.

Karena terkejut tubuh Gamian sontak mundur kebelakang, begitu juga dengan si pemilik rumah yang kaget dengan tamu tak diundang di depan gubuknya.

"Ada yang bisa saya bantu, paman?" tanya gadis si pemilik rumah yang tak lain adalah Lana.

Hm, ternyata manusia. batin Gamian.

"Hah? Paman? Cih, tidak ada! Apa yang kau lakukan di sini malam-malam?" tanya Gamian ketus.

"Paman pasti pendatang baru kan?" tanya Lana balik.

"Paman...Paman... Aku bukan paman mu!"

"Oh, begitu yah. Yasudah kalau tidak ada keperluan silahkan paman pergi dari sini," usir Lana ingin menutup pintunya namun tangan Gamian sudah terlebih dahulu memegang pintu itu.

"Apa yang kau lakukan di sini tengah malam? Apa kau melakukan pesugihan?" selidik Gamian.

"Paman ini orang gila yah, kalau iya lebih baik paman pergi sebelum aku berteriak," ancam Lana sembari menguap. Melihat mulut Lana yang menguap, Gamian merasa merinding.

Teng...Teng...Teng...Teng...

Di saat Gamian dan Lana tengah berdebat, suara ketukan besi para pemuda desa yang sedang melakukan jaga malam pun berbunyi dan sialnya suara nya malah mendekat ke arah Gamian dan Lana.

"Cepat pergi dari sini, paman!" tegas Lana khawatir.

"Memangnya kenapa?" tanya Gamian kebingungan.

"Pergi saja!"

Gamian yang kebingungan turun dari gubuk sedangkan Lana menutup pintu gubuknya. Gamian berlari sekencang-kencangnya namun sialnya para pemuda itu malah mengejarnya.

"Sial! Mengapa mereka mengejar ku? Seharusnya mereka menangkap wanita pesugihan itu!" gerutu Gamian terus berlari.

Hingga..

Bruuukkk

Kakinya tersandung dahan kayu dan alhasil laki-laki tampan itu jatuh ke dalam ladang padi yang pastinya becek.

"Argghhh, sial!" umpat Gamian.

"Tangkap laki-laki cabul itu!" teriak para pemuda.

"Apa? Laki-laki cabul?" tanya Gamian pada dirinya yang syok mendengar teriakan pemuda desa yang mengejarnya.

_

_

_

_

_

_

_

_

Waduh, bakalan di apakan tuh bang gami🤣

Typo bertebaran dimana-mana harap bijak dalam berkomentar yah

Jangan lupa tinggalkan like, komen, hadiah an juga vote nya.

tbc.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!