NovelToon NovelToon

My Lazy, Rich Man

MLRM 1 : Nikah?

Hari semakin gelap waktu berjalan menuju semakin malam, waktunya untuk beristirahat atau pergi ke alam mimpi. Namun tidak bagi lelaki tampan penikmat hidup itu. Malam, baginya bukan untuk di lewati dengan tidur nyenyak, namun harus di nikmati sampai ia sendiri lelah menikmatinya.

Malam bukan sepi, namun keramaian baginya.

Berkumpul bersama teman-teman seperti sebuah kewajiban, lebih wajib dari sekedar bekerja mencari uang.

Toh, untuk apa bekerja terlalu keras hanya dengan otaknya perusahaan bisa maju, untuk apa para petinggi perusahaan dan karyawan kalau bukan untuk membantu pekerjaannya.

Maaf saja, Revan bukan seorang yang gila kerja hingga tengah malam.

"Enak ya, Van. Hidup lo kaya bebas gitu dan bokap nyokap lo gak ada yang protes." ujar Dimas seorang cowok tampan yang sedang menikmati camilan di tempat yang mereka sebut basecamp.

"Biasa aja. " sahutnya cuek.

"Dih, monyet. Lo kan anak tunggal gak ada niat serius gitu buat warisi perusahaan?" kini seorang cowok dengan tampang dingin yang bersuara, sebut saja namanya Gara. Nama panjangnya Sagara Wijaya Dinegara. Anak dari keluarga pengusaha dan politikus.

"Nggak usah serius-serius, nanti juga jadi pewaris." jawaban Revan masih santai dan matanya tak menjauh dari ponselnya. Ia sedang bermain game online dengan ponselnya itu.

"Gila banget, hidupnya santai cewek gak pakai nyari datang sendiri, orang tua sayang banget, gak kaya gue, harus banget kayanya beres kuliah tahun ini." keluh Gara.

Sedangkan, Revan. Ia hanya tersenyum miring menanggapi ocehan Gara. Bukannya mau sombong, tapi di usia ke - 22 tahun ini ia sudah benar - benar beres untuk urusan pendidikannya. Bukan karena sogokan uang yang diterima pihak kampus dari pihak orang tua, tapi jelas karena Revan itu genius.

Revan Agra Bagaskara, cowok urakan.

Sejak SMP sudah gemar membolos di jam pelajaran, badboy, tetapi nilainya selalu bagus.

Revan tidak sangar seperti badboy pada umumnya, Revan adalah tipikal lelaki yang hangat karena ia di besarkan penuh cinta oleh kedua orang tuanya Bunda Rena dan Ayahnya Anggara Bagaskara.

Soal cinta, cintanya cuma satu dan itu hanya untuk seorang gadis, gadis yang ia inginkan sejak lama, namun ternyata tak pernah bisa untuknya. Namun statusnya tidak pernah sendiri, ada seorang gadis Tasya Arasya. Kekasih Revan sejak SMA kelas 11 mereka berhubungan dengan hubungan yang aneh terkadang putus lalu pacaran kembali dan baik-baik saja seperti sedia kala.

Dan sekarang, dirinya tak butuh Tasya, ketika dengan tiba-tiba gadis impiannya hadir. Mungkin akan jahat jika ia mengatakan Tasya adalah pelampiasan, tapi salah gadis itu sendiri mau-maunya dengan dirinya. Padahal, Revan sudah bilang, dia suka cewek lain dan itu bukan Tasya.

Tapi dengan angkuhnya, "Van, aku gak akan mau putus dari kamu!" seorang gadis dengan rambut blonde bergelombang memasuki basecamp mereka dengan serangkaian setelan seksi yang menempel di tubuhnya.

"Kenapa? Bisanya juga lo yang minta putus duluan." sahut Revan dengan mata yang masih fokus pada ponselnya.

Dengan kasar, Tasya merebut ponsel Revan agar fokus lelaki itu berpindah padanya.

"Apa-apaan sih lo?!" sentak Revan berdiri tak Terima menatap Tasya.

"Kamu yang apa-apaan?!"

"Emang benar kan? Biasanya juga lo yang minta putus, kenapa sekarang gue putusin malah gak terima?" ujar Revan dengan nada mengejek, sedangkan Dimas dan Gara hanya bisa menonton bersama dengan tiga orang lainnya yang beralih dari kegiatan awal mereka akibat perdebatan sepasang kekasih.

Mereka adalah Rafi, Jonathan, dan Daven.

"Itu kan.. "

"Apa? Nggak bosan hah pacaran sama gue melulu?" sentak Revan, namun dengan wajah yang terkesan biasa saja.

"Udah kali, Sya. Benar apa kata Revan, hubungan kalian juga sudah enggak sehat, mending sama gue, gue lebih ganteng dari dia." canda Rafi menaikan kerah bajunya sombong.

Tasya melengos, tak mempedulikan kejahilan Rafi, "Nggak, aku sayang sama kamu!"

"Sayang sama uang gue maksud lo?!" sentak Revan yang langsung membuat Tasya terdiam.

"Nggak, Van. Bukan gitu!"

"Udah, Sya. Gue juga udah mau nikah, gue di jodohin sama ayah bunda, mending lo nyerah, calon istri gue lebih cantik dari elo." lalu dengan kasar ia mengambil kembali ponselnya yang ada di genggaman Tasya.

"Aku pastikan, kita balikan lagi!" ucap Tasya tegas sebelum akhirnya ia meninggalkan basecamp enam pemuda serbuk berlian itu.

"Parah! Tasya cakep tuh, malah di buang, sayang kan." ujar Rafi.

"Halah, cewek model Tasya itu cocoknya cuma buat having fun. Bisanya ngabisin duit doang." tukas Daven yang memang tak pernah suka dengan Tasya.

"Stop!" mendadak Jonathan menghentikan seru-seruan mereka. "Lo pada belum sadar? Tadi si bos bilang mau nikah!" serunya yang sontak membuat semua mata membelalak kecuali Jonathan dan Revan yang kini fokus pada laptopnya.

"Serius, bro?!" seru Daven penasaran.

Sedangkan, Revan dengan tenang mengangguk lalu tanpa di duga bangkit dari duduk manisnya di sofa dan pergi begitu saja.

"Hah?!" mereka berlima terkejut secara bersamaan, padahal tadinya mereka mengira Revan hanya mengada-ada saja.

***

Mobil hitam mewah Laferrari Aperta itu memasuki pagar tinggi sebuah rumah mewah, melewati halaman luas yang di kelilingi taman bunga karya Bunda Rena.

Membuat semua penjaga rumah keheranan, ini masih pukul delapan dan Tuan Muda mereka sudah pulang? Apa ini mimpi?

Karena biasanya, Revan akan pulang paling cepat pukul sepuluh malam dan paling lambat adalah pukul tujuh pagi. Karena ia lebih memilih rumah minimalis yang ia sebut basecamp, bersama kelima temannya.

"Revan?" bunda Rena menatap bingung putera tunggalnya yang masuk rumah dengan tergesa-gesa.

"Ayah mana?" belum sempat Rena menjawab, Ayahnya muncul dari ujung tangga teratas. Ia menunggu sang Ayah sampai turun dan bergabung dengannya dan sang bunda di ruang keluarga.

"Ayah cepetan, lama banget jalannya." ujar Revan tak sabar.

"Apa sih, Van? Berlebihan sekali, ada yang penting, tentang perusahaan?" tanya ayahnya sembari duduk di atas sofa cokelat.

"Bukan!"

"Terus apa? Tumben jam segini sudah pulang." tanya bunda lembut.

"Yah!" ia menjeda sebentar, jantungnya berdegup tak karuan, entah ini benar atau tidak, tapi ia harus bilang, "Revan mau nikah!"

Hening. Ayah dan bunda nya masih kaget hanya ada suara televisi yang menampilkan acara berita saat ini.

"Hahahaha.. " tiba-tiba tawa Anggara meledak.

"Bercanda kamu tidak lucu, kerja malas -malasan begitu kok mau nikah, mau jadi apa rumah tanggamu? Kasihan istri kamu punya suami pemalas." sarkas Anggara pada kalimat terakhir.

"Bunda... " rengeknya manja mendekat pada sang bunda.

"Kan sama bunda saja masih manja, begitu mau nikah?" sindir sang Ayah.

"Nikah sama Tasya?" kali ini bunda nya yang bertanya.

"Bukan, tapi sama perempuan yang mau Revan lindungi." ujarnya serius.

"Banyak gaya anak kamu, Bun." ledek Anggara.

"Ayah, jangan lupa di balik kesuksesan perusahaan ada otak Revan di baliknya." ujarnya kesal.

"Heum... ya sudah sana menikah, tapi ada syaratnya."

"Apa, Yah?!" tanyanya antusias mendekat pada sang Ayah.

"Pimpin perusahaan! Bagaimana?" tawar Anggara, mungkin ini bisa jadi jalan agar anaknya itu mau mulai mengurus perusahaan.

Agar para dewan direksi tidak terlalu banyak omong dengan menjadikan salah satu dari mereka pengganti Anggara karena Revan tidak mau belajar memimpin perusahaan.

MLRM 2 : Letta

"Letta?" gadis yang di sapa dengan nama Letta itu menoleh menghentikan kegiatannya yang sedang melayani pelanggan di kedai ayam milik bibinya.

"Eh, Revan, cari apa?" dengan senatural mungkin Letta bersikap sebagai seorang penjual pada pembeli. Meski ia tahu, ini Revan teman satu kelasnya saat SMA.

"Cari kamu." jawab Revan asal, sedangkan Aletta hanya tersenyum ramah.

"Buruan, Re. Banyak yang antre di belakang kamu." ujar Aletta memperingatkan, sebab di belakang Revan sudah banyak yang mengantre untuk memesan dan beberapa dari mereka sudah berdecak kesal atau sesekali memutar bola matanya malas.

"Yaudah, aku mau ayam goreng satu box, tapi habis ini kita ketemu!"

Sial! Ketemuan dengan lawan jenis adalah hal yang paling malas Aletta lakukan. Pasti akan canggung, apalagi dia dan Revan tidak dekat.

Kenapa sih tiba-tiba Revan terus ada di dekatnya, ini sudah satu minggu lelaki itu terus datang kemari, Aletta jadi tidak enak dengan bibinya, jika begini.

***

Aletta duduk di bangku taman tempat yang telah mereka sepakati untuk bertemu.

Aletta menundukkan kepala tak berani melihat ke arah lelaki tampan yang sangat populer pada masa SMA dulu. Populer karena urakan, populer karena tampan, populer juga karena jahil dan cerdas.

Andai Revan itu anak rajin, pasti sudah jadi idamannya, meski dengan statusnya saat itu adalah cowok urakan Aletta tetap menaruh rasa lebih, namun ia sadar diri. Jadi, lebih baik jika ia mengubur rasa itu.

"Kamu susah untuk di temui." celetuk Revan memulai pembicaraan.

"Ah ya, aku itu perempuan dengan banyak pekerjaan, jadi cepat kalau mau bicara, aku harus segera pulang."

"Selalu seperti itu dari dulu." cibir Revan.

Aletta tersenyum samar, mana bisa ia seperti Revan yang bisa melakukan segalanya dengan seenak jidat cowok itu.

Aletta sudah di siplin sejak kecil, bukan karena didikan orang tua, tapi karena dirinya sendiri yang membuat dirinya menjadi perempuan di siplin dan mandiri.

"Kamu sudah pikirkan ulang jawaban kamu?" tanya Revan serius. Yang membuat tubuh Aletta langsung menegang.

"Nggak bisa, Re. Tetap enggak bisa." tegasnya.

"Kenapa?!" tanya Revan frustasi.

"Terlalu banyak perbedaan di antara kita."

dan segala perbedaan itu selalu menghalangi aku untuk bisa mencintai kamu. lanjutnya dalam hati.

#flashback

Akhirnya, demi menuruti permintaan aneh anak tunggal mereka, Rena dan Anggara datang ke rumah sederhana milik keluarga Aletta.

Yang di sambut terbuka oleh Danugraha Pratama, kakak tertua Aletta.

Keluarga Aletta beranggotakan, ayahnya yang sakit - sakitan, dirinya sendiri dan kedua kakaknya yang kesemuanya laki-laki.

"Maaf, kami datang mendadak, kami dari keluarga Bagaskara."

Dengan sopan semua anggota keluarga tanpa Aletta mengangguk. "Siapa yang tidak tahu Tuan Bagaskara yang terkenal." ujar Riyanto ayah Aletta.

"Anda bisa saja, tanpa mau banyak berbasa-basi lagi kami ingin mengungkapkan niat baik kami datang kemari." ungkap Anggara.

Danu mengerutkan kening bingung dengan arah pembicaraan Anggara begitupun Bayu kakak kedua Aletta.

"Niat baik apa itu ya, Tuan?" dengan hati-hati Riyanto dengan suara yang mulai lemah bertanya.

"Kami ingin melamar puteri keluarga ini. " dan tepat saat kalimat itu selesai terucap Aletta dengan sekantung plastik belanjaannya langsung diam mematung mendengar itu.

"Jadi bagaimana jawaban Raina?" tanya Bunda Rena, setelah percakapan yang cukup panjang dan dengan tiba-tiba saja Bunda Rena lebih suka memanggilnya dengan nama Raina bukan Aletta.

"Maaf, saya enggak bisa." jawab Aletta to the point, tak perlu banyak cakap. Jawabannya adalah tidak.

Ia tahu siapa Anggara Bagaskara, apalagi setelah ia melihat sosok yang beberapa bulan belakangan ini sering muncul di hadapannya, Revan yang kini ada di antara Rena dan Anggara.

Bahkan kini lelaki itu tersenyum ke arahnya, namun setelah beberapa detik senyuman itu pudar karena sepertinya Revan paham jawaban Aletta.

"Lho, kenapa sayang?" serbu Rena, ia sudah terlanjur suka pada Aletta. Cantik sekali, apalagi Rena tidak punya anak perempuan.

"Letta masih harus kuliah, tante. Letta masih jalan semester empat, jangan nikah harusnya. Revan juga kan harus kuliah dulu kan?" ujarnya tak enak.

Rena menggeleng, "Revan sudah lulus, sayang. Sudah lama, makannya minta di nikahin sama kamu."

"Tapi, Aletta..."

"Maaf, Tuan Bagaskara, mungkin sekarang Aletta belum bisa berpikir jernih, mungkin dia masih butuh waktu." ujar Bayu kakak keduanya.

#end

"Alettara, dengar!" tegas Revan saat Aletta terlihat akan meninggalkan dirinya.

"Cukup menikahlah denganku dan kamu tidak perlu bekerja keras. Kamu tidak akan menderita dengan terus bekerja. Aku bisa memberikan kamu uang tanpa kamu harus bekerja." ujar Revan dengan lancarnya tanpa memperdulikan hati Letta yang tersentil.

"Kamu kira aku cewek matre? Aku mungkin tertarik dengan kamu, tapi aku tidak mau menikahi cowok malas kaya kamu."

balas Aletta sengit dan berjalan meninggalkan Revan.

"Aletta bukan begitu maksud aku!" teriak Revan berusaha mengejar Aletta.

"Sebenarnya apa maksud kamu melamar aku?!" berbalik Aletta berteriak bertanya di depan wajah Revan yang seketika berhenti karena yang ia kejar mendadak berbalik.

"Kamu mau apa? Mau kasihani aku?!" sambung Aletta dengan Revan yang masih terdiam.

"Aku bisa, Re. Aku bisa biayai hidupku sendiri!" ya memang, tujuan Revan adalah ingin memberikan segalanya pada yang tercinta, Aletta. Gadis yang ia cintai sejak pandangan pertama, gadis ceria dengan senyum manis yang tak pernah ia sangka menyimpan banyak luka di hatinya.

Ia bukan mau sombong, ia tidak tega, melihat Aletta yang mulai bekerja semakin keras demi membiayai pendidikannya.

Tentu ia sendiri, sebab keluarga gadis itu tidak ada yang setuju jika Aletta berkuliah, karena hanya akan menambah beban hidup yang serba pas-pasan.

"Aku tau, tapi--"

"Bukan karena mencintai aku, tapi karena mengasihani aku. Aku tidak akan menerima pinanganmu, Revan Arya Bagaskara." tegas Aletta.

"Aletta!" dengan nada tinggi Revan menyentak gadis yang mulai emosi dengan prasangkanya sendiri.

"Ingat ini baik-baik! Aku mencintai kamu dan kamu akan jadi milikku, milikku Aletta!" setelahnya Revan lah yang pergi lebih dulu meninggalkan Aletta yang mulai menitikkan air mata.

Tidak bisa!

Tidak akan ia biarkan Aletta lepas dari tangannya, dulu baru ia ingin menggapai namun ada si pengganggu. Sekarang, jangan sampai ia gagal memenuhi hasrat hatinya.

"Aku cinta kamu, tapi perbedaan menghalangi aku untuk bisa mencintai kamu dengan sebenar-benarnya." bisik Aletta menatap punggung Revan yang semakin menjauh.

Sama, itu satu kata yang membuatnya senang. Setidaknya ada satu kesamaannya dengan Revan. Mereka sama-sama saling menyukai.

Ingin, Aletta berkata ya, tapi Aletta sadar diri. Siapa dia, siapa Revan.

Entah siapa yang akan menang, Revan yang memaksa mendapatkan cintanya atau Aletta yang berusaha menutup hatinya rapat-rapat?

MLRM : Keraguan Revan

Di rumah yang tak kecil tapi tak besar juga itu, terjadi perdebatan sengit antar tiga orang laki-laki dan satu orang perempuan yang tak lain adalah Alettara.

"Nikah, Ta! Nggak perlu kamu susah-susah kerja buat kuliah, pokoknya nikah!" tekan sang kakak pertama, Danu.

"Gak! Aku punya impian mas, aku gak mau nikah begitu saja!"

"Jangan jadi anak durhaka kamu, dengan terus sekolah kamu menambah beban keluarga!" bentak sang ayah.

"Harusnya kamu cukup di rumah, kamu tahu kan harusnya kami yang cari uang dan kamu urus rumah ini, bukannya malah kuliah, buat keadaan makin susah!" cerca kakak keduanya.

"Mas! Letta kuliah, gak ada salahnya kan?"

"Nggak, Ta, gak salah. Tapi keadaan seperti ini membuat pendidikan tinggi kamu itu salah!" sela Danu.

"Mas sudah setujui pernikahan kamu, pokoknya kamu harus menikah. Dengan begitu juga keluarga Bagaskara menawarkan pekerjaan bagus untuk Bayu, jika kamu menjadi menantu mereka."

"Kalian ini selalu saja kaya gitu, enggak pernah memikirkan aku! Egois!" Aletta mengakhiri perdebatan itu dengan berjalan cepat dan masuk kamar kemudian menutup pintunya kencang, sembari memaki, "Kenapa bukan mas Bayu atau mas Danu saja yang menikah sama Revan!"

Jelas terdengar dari luar ayahnya berteriak, "Kurang ajar! Siapa yang mendidikmu seperti itu, Aletta!" lalu kemudian terbatuk, karena memang ayahnya sudahlah sakit.

Aletta mau kok nikah sama Revan, dia tampan dia kaya, dia hangat, tapi Aletta sadar diri.

Dia bukan perempuan yang sepadan untuk Revan.

Aletta miskin, wajahnya pas-pasan, dompet juga pas-pasan, level mereka sangat jauh.

Lebih dari itu, menikah itu bukan hanya tentang cinta tapi juga harus memikirkan kehidupan kedepannya. Yang dia tahu, Revan itu urakan di sekolah, terlebih lagi lelaki itu sangat pemalas. Tidak di siplin, tidak menghargai waktu, sangat berbeda dengan Aletta yang selalu tepat waktu.

Kalau, nanti ia menikah dengan lelaki malas yang hanya mengandalkan uang orang tuanya, lalu ketika orang tua lelaki itu mati, lalu meninggalkan warisan yang malas Revan urus. Yang ada nanti mereka akan jatuh miskin!

Maaf saja, Aletta tidak mau hidup miskin terus menerus, ia berkuliah agar dirinya bisa menjadi gadis mandiri, menjadi wanita karier yang sukses. Aletta akui dia suka uang, berarti Aletta matrealistis, ia berencana mencari pria kaya.

Namun, ia masih punya harga diri, kalau suka uang ya cari uang sendiri, lalu nikmati semaunya. Bukan minta - minta pada lelaki!

Gadis itu menghembuskan napasnya kasar, ia ingat, ia suka Revan. Karena saat awal masuk SMA, Revan adalah cowok cerdas dan baik di matanya, sebelum sifat aslinya itu keluar.

Tapi anehnya, ia masih tetap menyukai Revan yang populer saat itu, meski yaa sangat nakal.

Aletta tahu diri, jadi ia memilih memacari teman sekelasnya selama masa SMA untuk menutupi rasa yang ada.

"Aku suka kamu, Re. Tapi punya begitu banyak perbedaan." gumamnya pasrah.

"Aku mau nikah sama kamu, tapi nanti ketika aku adalah seorang perempuan sukses, sehingga aku pantas bersanding sama kamu. Kamu mau gak ya nunggu aku?" ujarnya seolah ada Revan di hadapannya padahal kenyataan nya adalah ia hanya ada di kamar kecilnya dengan memeluk seonggok guling kesayangannya.

"Ah, mana mungkin! Kamu kan tampan, cuma cewek pasti gampang dapatnya." ia menerawang ke masa lalu dimana ada beberapa adegan manis antara dirinya dan Revan meski tanpa sengaja.

"Kamu sayang banget, untuk di tolak! Tapi aku gak mau nikah sama kamu!" hebohnya menendang-nendang selimutnya.

"Setidaknya, tidak untuk saat ini." ujarnya kembali tenang.

***

Sedangkan, di kediaman Bagaskara.

Senyum terpatri di wajah semua orang.

"Aletta setuju untuk menikah." ujar Bunda semangat.

"Iya bun, akhirnya anak manja ini akan menikah, secepat ini."

"Anak bunda mau nikah, ah bunda tidak menyangka, awas ya jangan jadi pemalas lagi, yang rajin kerja di perusahaan ayah, kamu harus pintar nafkahi keluarga kamu kelak." nasihat sang bunda.

Namun, yang di nasihati seperti tidak senang.

Ada rasa tak yakin saat ayah dan bunda mendapat berita bahwa Aletta setuju untuk menikah. Karena sebelumnya, Aletta tidak mau menikah dan menolak dengan keras.

Revan tidak yakin, sama sekali tidak.

"Oh ya, setelah menikah jangan sering kumpul sama geng kamu itu, harus kasih waktu yang banyak untuk Aletta." namun perkataan sang bunda seolah hanya lewat saja, karena pikiran Revan entah ada dimana.

'Revan, aku gak akan setuju, kita gak cocok.'

kalimat itu masih terngiang.

"Revan, aku gak pantas untuk kamu dan kamu gak pantas untuk aku." lalu kalimat menyakitkan lainnya datang lagi.

"Aku terlalu baik untuk kamu, dan kamu terlalu kaya untuk aku." Revan tersenyum kecut kala kalimat itu kembali terngiang.

Gadisnya yang berpikiran sempit itu berulang-ulang menyakiti hatinya dengan ribuan kalimat dengan makna yang sama dalam satu minggu saja.

Jadi kalau biasanya yang dingin dan yang cuek itu cowok, dan yang bucin ceweknya, disini beda ya... maaf.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!