NovelToon NovelToon

The Power Of First Love

Hari Terburuk & Kenangan Pahit

Masih teringat dalam benak gadis itu, saat itu hujan begitu deras. Kilatan petir menyambar di langit Jakarta. Lubang jalan yang tergenang air sudah biasa ia lewati. Dengan mengenakan seragam sekolah, Queentsa berlari kencang melewati lorong-lorong jalan perumahan. Setiap beberapa langkah, Queentsa menyeka air matanya. Rambut panjangnya sudah terlanjur basah semenjak ibu guru memberikan kabar duka padanya. Queentsa pun masih terus berlari pulang untuk memastikan kabar itu. Kabar kematian orang tuanya masih tersimpan erat dalam pikirannya.

Berjarak dua puluh meter dari rumah Queentsa, dia telah melihat suasana yang membuat ia takut setengah mati. Tante Ratna yang berdiri sambil memeluk Fawaz pun menambah ketakutan yang bersarang dalam dirinya. Queentsa pun berjalan sempoyongan seraya melewati mobil jenazah yang terparkir di depan rumahnya. Pandangannya menyapu setiap orang yang saat itu berada di sekitar rumahnya. Seakan, memberi jawaban atas berita duka yang ia peroleh sewaktu di sekolah.

"Kakak!!!" teriak Fawaz yaitu adik Queentsa yang masih duduk di bangku SD. Fawaz pun berlari dan memeluk tubuh kakaknya yang masih berdiri lemas.

"Kakak, Ayah Bunda udah pergi ninggalin kita," tangis Fawaz pun pecah dalam pelukan kakaknya.

Queentsa pun membalas erat pelukan itu. Dia mulai mengeluarkan semua emosinya yang semenjak tadi tertahan dalam perjalanan pulang.

"Queentsa!" panggil Sonia, sepupu terdekat Queentsa.

Kehadiran Sonia saat itu, membuat Queentsa sedikit merasa lebih tenang.

Orang tua Queentsa meninggal disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Saat itu, Queentsa hanya mampu meratapi kedua orangtuanya yang telah membujur kaku. Ia tak menduga bahwa orangtuanya telah meninggalkan dirinya dan adik laki-lakinya lebih dulu.

Hujan pun turun dengan deras semalaman, seakan mengiringi kesedihan keluarga itu. Setelah kematian orangtua mereka, hari demi hari Queentsa dan Fawaz pun telah menerima takdir yang harus mereka jalani. Karena Queensta dan Fawaz masih duduk di bangku sekolah, paman dan tante mereka pun memutuskan untuk memarawat dan membawa Queentsa dan Fawaz pindah ke Surabaya.

Malam itu adalah malam ke sepuluh dari hari kematian orangtua Queentsa dan juga malam terakhir untuk Queentsa tinggal di Jakarta. Lagi-lagi Queentsa sedang melamun di balkon kamarnya sambil memandang kosong balkon kamar rumah sebelah yang terlihat usang dan penuh dengan debu. Dia sedang membayangkan sosok lelaki yang sangat berarti baginya. Seorang teman, sahabat, sekaligus tetangga. Bahkan bisa dibilang, lelaki itu adalah cinta pertama Queentsa. Dengan pandangan yang terus menerus terfokus kepada pintu kamar usang itu, Queentsa berharap lelaki yang ia rindukan akan muncul dari dalam sana. Namun, air matanya tak sanggup terbendung. Queentsa pun mulai menangis kembali.

"Queen... sampai kapan kamu akan menangis setiap malam di sini?" tanya Sonia yang setia mendampingi Queentsa selama sepuluh hari terakhir.

"Kenapa orang yang aku sayang, semuanya meninggalkanku? Apa salahku?" tutur Queentsa yang masih terisak tangis.

"Queen, setelah kamu tinggal bersama keluargaku di Surabaya nanti, aku yakin kamu dan Fawaz akan baik-baik saja. Kita akan masuk sekolah SMA yang sama. Aku akan selalu bersamamu baik suka dan duka," sahut Sonia dengan suara lirih sambil menepuk pelan punggung Queentsa.

"Terimakasih Sonia. Aku hanya bersedih karena teringat dengan sahabatku yang bernama Erdo. Kamu masih ingat, bukan?" ucap Queentsa.

"Mmm, cowok yang sedingin es itu, kan?" sahut Sonia lalu merapikan anak rambut Queentsa yang sedikit berantakan karena hembusan angin malam.

"Semester lalu, Erdo tiba-tiba pindah ke Jepang tanpa berpamitan kepadaku. Sekarang, Ayah dan Bunda pun pergi meninggalkanku. Aku harus gimana, Sonia? Aku...aku ingin bertemu Erdo lagi. Aku ingin cerita sama dia mengenai keluh kesahku menanggung kesedihan ini," terang Queentsa tangisnya pun mulai pecah.

"Apakah kalian berdua tidak berkomunikasi lagi?" tanya Sonia seraya menyeka air mata Queentsa. Queentsa pun menggelengkan kepalanya.

"Kamu gak punya nomer HP nya?" tanya Sonia lagi.

"Aku udah beberapa kali mencoba menghubungi Erdo, tapi nomernya sudah tidak aktif lagi," ucap Queentsa yang hidungnya mulai memerah karena menangis.

"Mungkin, ada alasan tertentu kenapa Erdo mendadak pindah ke Jepang. Suatu saat pasti dia akan kembali," timpal Sonia.

"Entahlah, aku sudah berusaha melupakan dia. Tapi, bayangannya masih terus ada di dalam benakku. Nasibku benar-benar kacau. Tidak muda bagiku melupakan sosok Erdo, sekarang malah lebih parah lagi," ujar Queentsa sambil berusaha menatap Sonia dengan mata lebamnya.

"Queen, apakah bagimu Erdo hanyalah seorang sahabat? atau...." tutur Sonia sangat mengharapkan jawaban pasti dari sepupunya itu.

Mendengar pertanyaan Sonia, membuat Queentsa menatap balkon usang itu lagi. Queentsa pun mulai membayangkan masa-masa bersama Erdo sebelum akhirnya mereka berpisah.

Kenangan masa lalu itu pun dimulai...

* * *

Tok tok tok....

"Queentsa... Fawaz... ayo bangun. Solat subuh dulu!" seru Bunda Naila kepada kedua anaknya.

Mendengar suara indah nan menyejukkan itu, Queentsa pun mulai berusaha menggerakkan mata. Ia hanya mampu mengubah posisinya yang awalnya miring ke kanan berubah menjadi terlentang. Queentsa berusaha untuk beranjak dari tempat tidur sebelum ibundanya memasuki kamarnya. Namun, tubuhnya masih terasa berat seakan tertimpa batu beton teramat besar. Rasa malas pun masih membelenggu dirinya.

"CKREEKKK" suara ganggang pintu kamar terbuka.

"Queen, ayo bangun ah! Bukankah hari ini kamu ada UTS yah?" tanya Bunda Naila seraya duduk di samping anak gadisnya itu.

"He'em," sahut Queentsa dengan mata masih terpejam.

"Kamu ini! ayo bangun! Ini nih, akibat setiap malam mainan gejet terus. Ingat sayang, kamu kan sudah hampir ujian akhir sekolah. Bunda nggak pernah tuh, lihat kamu serius belajar?" tutur Bunda Naila mulai berceramah sambil mencubit hidung mancung Queentsa.

"Kata siapa Queentsa nggak pernah belajar? Setiap malam Queentsa selalu ngerjain latihan soal kok. Bunda aja yang nggak pernah tahu, Hoaammm" Queentsa pun mulai beranjak duduk.

"Lihat tuh si Erdo, mulai dia TK sampai SMP selalu dapat ranking satu. Mamanya aja sampai bosan," sahut Bunda Naila menatap wajah putrinya yang masih terus menguap.

"Kenapa bunda selalu bandingin Queentsa dengan Erdo,sih? Bunda, Erdo itu sudah genius dari janin, berbeda dengan Queentsa. Ah Bunda, apresiasi dikit dong sama kemampuan Queentsa," ucap gadis cantik itu.

"Iya, iya sayang. Nah, cepetan solat. Bunda mau bangunin adek kamu juga," sahut Bunda Naila sambil tersenyum.

"Iya Bun. Ini masih proses pemantapan raga," tutur Queentsa seraya duduk bersila di atas tempat tidurnya.

"Kamu ini, ada-ada saja," timpal Bunda Naila lalu keluar dari kamar Queentsa.

Waktu telah menunjukkan pukul 06.15 saatnya Queentsa untuk berangkat sekolah. Di dalam kamar, terlihat sedang menata isi tasnya.

"Buku bimbel udah, kotak pensil udah, oke sudah siap semua." Queentsa pun hendak mengambil sepatu favoritnya yang ada di luar balkon kamarnya.

"Jegreekk" suara pintu kaca balkon. Queentsa pun hendak mengambil sepatunya. Namun, tiba-tiba...

"Astaga!!" Queentsa terkejut melihat sosok lelaki yang sedang berdiri di samping balkon kamarnya.

Dia adalah Erdo, siswa genius yang telah dibahas oleh Ibunda Queentsa pagi tadi. Erdogan Qois Multazam adalah tetangga Queentsa sekaligus teman kecil Queentsa sejak bayi. Orangtua Queentsa dan orangtua Erdo memiliki hubungan yang sangat baik. Bagaimana tidak, kedua keluarga telah bertetangga semenjak Queentsa dan Erdo belum lahir di dunia.

"Dia lagi, bikin kaget saja!" gumam Queentsa yang sering kali dibuat terkejut oleh kemunculan Erdo.

"Bisa nggak sih! kamu tuh nggak ngagetin orang !? Kan nggak lucu, tiba-tiba ada penampakan orang di situ," tutur Queentsa seraya menyapu rambut panjangnya yang terkena hembusan angin.

Mendengar ocehan Queentsa, Erdo hanya terdiam sejenak lalu kembali masuk ke kamarnya. Ia sengaja tak menggubris umpatan gadis itu.

"What ! dia pergi begitu saja?! Dasar manusia batu, cowok zombi! baru tahu ada manusia nggak punya hati," umpat Queentsa lalu keluar dari tempat itu.

BERSAMBUNG...

Semoga episode satu berhasil membuat Kakak reader tertarik dengan cerita ini Yah...

Mohon dukungannya dengan memberikan Like, komen & rate 5 nya Yah....Thank You..

Sebuah Kenangan Part 1

Setelah percekcokan batin terjadi di balkon kamar, Queentsa pun turun dari kamarnya dan menuju halaman depan rumah. Terlihat Ayah Soni telah memanaskan mobilnya untuk mengantarkan kedua anaknya berangkat ke sekolah.

"Anak-anak, ayo berangkat! sudah siap belum?" seru Ayah Soni yang telah memasuki mobil lebih dulu.

Queentsa dan Fawaz pun mulai berjabat tangan kepada sang Bunda dan berpamitan untuk segera berangkat.

"Ayah...! Fawaz mau di depan. Fawaz ingin duduk samping Ayah," seru bocah berseragam merah putih itu.

"Hey..hey... anak kecil itu tempat duduknya di belakang!" seru Queentsa seraya menarik kerah belakang baju adiknya.

"Ah, Kakak lepasin! aku kan sudah SD bukan anak TK lagi!" ujar Fawaz berusaha melepaskan diri.

"Kamu kira anak SD bukan bocah? Tuh berangkat aja sama pacarmu tuh, Kania!" ucap Queentsa menunjuk tetangga samping rumahnya yang juga akan berangkat sekolah.

"Ih enak aja! Kakak aja yang bareng sama Kak Erdo sana! malah nyuruh-nyuruh aku. Yang suka sama Kak Erdo kan Kakak," terang Fawaz lalu masuk ke dalam mobilnya.

"Sudah-sudah, Kalian kok hobinya bertengkar terus, sih. Queen ayo masuk sudah mau telat nih," kata Ayah Soni.

"Iya, Ayah." Queentsa pun tak berani membantah sang Ayah dan masuk ke dalam mobil.

Terlihat mobil keluarga Erdo telah terparkir di depan rumahnya. Erdo dan adiknya, Kania pun berpamitan kepada Mama Mika.

"Erdo tunggu! Mama titip bekal buat Queen yah. Kalian kan pagi ini ada ujian, jadi jangan lupa istirahat nanti, kalian makan bersama supaya perutnya nggak kosong," ucap Mama Mika kepada putranya.

"Apa sih Ma, nggak perlu seperti ini juga. Lagian di sekolah juga ada kantin. Dia bakal jajan di sana," Erdo tak menerima bekal itu dan tetap ingin masuk ke dalam mobil.

"Pokoknya, Mama titip buat Queentsa. Kamu harus kasih bekal ini langsung padanya. Mama gak mau tahu!" pinta Mama Mika meletakkan kotak makan berwarna biru di tangan Erdo.

"Erdo ayo masuk, sudah mau telat loh ini!" Papa Raffi meminta Erdo untuk segera masuk mobil.

"Ayo Kakak, Fawaz udah berangkat tuh. Nanti aku telat," sahut Kania setelah melihat mobil keluarga Queentsa berangkat mendahului mobilnya.

Kemudian Erdo menerima bekal yang diberikan oleh Mamanya. Ia tak berkomentar apa pun tentang bekal itu. Ia hanya mematuhi perintah Mamanya dan masuk ke dalam mobil.

* * *

Pagi yang cerah untuk memulai ujian sekolah. Sayangnya meskipun Erdo adalah tetangga Queentsa, akan tetapi mereka berdua tidak menjadi teman sekelas karena tingkat IQ yang berbeda. Erdo adalah murid paling pintar di sekolahnya, bahkan dia sudah terkenal menjadi siswa SMP yang memiliki IQ tertinggi di tingkat SLTP. Tak hanya itu, Erdo juga sering mengikuti lomba diberbagai tingkat bahkan tingkat Internasional. Sedangkan, Queentsa adalah murid yang memiliki kemampuan pas pasan yang mungkin butuh banyak perjuangan untuk mengikuti setiap ujian, sebagaimana siswa lainnya. Itulah sebabnya, Erdo menempati kelas A, sedangkan Queentsa menempati kelas C yang kebanyakan di tempati oleh murid biasa.

Di dalam kelas A, Erdo selalu menjadi sorotan siswi siswi pintar lainnya.

"Erdo, bagaimana tadi ujianmu?" Sosok murid cantik menghampiri tempat duduk Erdo.

"Lumayan," jawab Erdo tampak dingin.

"Kalau gitu, kita ke kantin, yuk! Biar aku yang traktir," sahut Angle, salah satu murid teladan di kelas itu.

"Maaf, aku ada urusan lain." Erdo pun berdiri dari tempat duduknya dengan membawa kotak makan kemudian keluar kelas begitu saja.

Angle pun hanya bisa berdiri di tempat, di saat Erdo berjalan melaluinya. Dia telah terbiasa menerima perlakuan Erdo yang semacam itu.

Melihat perlakuan Erdo kepada Angel, salah satu teman Angel pun mendekat dan mulai menggerutu.

"Eiit, dicuekin lagi nih sama si Pangeran sekolah. Wah, parah sih Erdo, padahal udah jelas kalau kamu suka padanya. Tapi, dia pura-pura tak tahu," tutur Gita sahabat Angle.

"Sudahlah, Git. Sikap dia yang seperti itu, yang membuatku menyukainya selama tiga tahun ini," ucap Angel.

* * *

Suasana kelas C pun berubah menjadi gaduh setelah ujian selesai. Para murid merasa lega setelah melewati waktu tegang meraka. Begitu pula dengan Queentsa, dia merasa beban hari itu telah luntur.

"Queen, tadi pas ngumpulin, kamu sudah selesai semua?" tanya Sisi teman dekat Queentsa dalam kelas.

"Iyalah, emang punyamu gimana?" timpal Queentsa yang masih duduk di bangkunya.

"Sepertinya ada beberapa nomer yang ketinggalan," terang Sisi dengan wajah sedih.

"Tenang aja, Si. Meski pun kita jawab full, tetap saja nilai kita bakal pas-pasan," tutur Queentsa mulai menyandarkan kepalanya di atas meja.

Di tengah suara kegaduhan itu, tiba-tiba datanglah Erdo yamg merubah suasana menjadi senyap dalam seketika.

"Erdo..." gumam para siswi kelas C yang terpesona melihat penampilan si Wajah Genius itu.

"Brakk..." suara kotak makan yang diletakkan di atas meja Queentsa.

Queentsa pun terkejut melihat sebuah kotak makan berwarna biru yang ada di depan matanya. Ia mendongak untuk memastikan siapa murid yang memeberinya bekal itu.

"Kamu? Kenapa datang ke mari?" tanya Queentsa merasa canggung.

"Aku hanya menyampaikan titipan dari Mama," sahut Erdo yang hendak meninggalkan Queentsa.

"Tunggu! kenapa Mama kamu ngasih ke aku?" tanya Queentsa lagi.

"Kalau ingin tahu, sebaiknya kamu tanya langsung pada Mama. Aku pergi dulu," ucap Erdo lalu meninggalkan kelas C begitu saja.

Mendengar perkataan Erdo, membuat seisi kelas berseru kecil.

"Cieeee, Queeenstaaa..." seru teman-teman Queentsa dalam kelas.

"Queentsa, OMG!!! Erdo ganteng banget! dia seharusnya jadi selebriti aja!" Sambil berpaku pada kedua tangannya, Sisi yaitu teman sebangku Queentsa tak sanggup kenahan mulutnya.

Queentsa hanya dapat bernafas panjang dan menepuk jidatnya.

Bagaimana bisa seorang cowok punya kulit putih bersih seperti itu! Queen, kamu harus tanya Erdo, selama ini dia pakai skin care apa? nanti kasih tahu aku yah?" cetus Sisi yang masih mengoceh sambil membayangkan sosok Erdo di depannya.

"Kenapa malah bahas skin care sih!" gumam Queentsa menatap tajam kotak makan itu.

Setelah jam istirahat hampir selesai, Erdo masih duduk di tempatnya sambil membaca buku pelajaran kesukaannya. Tiba-tiba, datanglah murid yang bernama Reyhan dan meminta tolong kepada Erdo memgenai suatu hal.

"Erdo," panggil Reyhan dengan membawa sepucuk surat di tangannya.

"Ada apa?" timpal Erdo menatap penampilan Reyhan yang berlagak canggung di depannya.

"Aku ingin minta tolong kepadamu," sahut Reyhan dengan nada tak yakin.

"Mmm?" sahut Erdo.

"Aku dengar, ketika jam istirahat tadi, kamu pergi ke kelas C untuk menemui Queentsa. Aku ingin minta tolong kepadamu. Tolong sampaikan surat ini kepada Queentsa, aku dengar kamu adalah teman sekaligus tetangganya. Jadi..." terang Reyhan dengan serius.

"Tidak mau," sela Erdo sebelum Rayhan menyelesaikan ucapannya.

"Apa," sahut Reyhan terkejut dengan respon itu.

"Maaf, aku tak bisa membantumu," jawab Erdo seraya berdiri hendak meninggalkan tempat duduknya.

Reyhan pun hanya berdiri kaku mendengar respon itu.

"Ah, satu lagi. Queentsa bukanlah gadis seperti yang kau bayangkan. Sebaiknya, jangan sekali-kali mengirim surat padanya," tutur Erdo lalu melanjutkan langkahnya.

"Wah, parah! Aku hanya minta tolong kepadanya bukan meminta pendapat darinya. Aiissh sial!" umpat Reyhan lalu kembali ke tempat duduknya.

BERSAMBUNG....

Sebuah Kenangan Part 2

Jam ke dua pelajaran pun dimulai. Soal bahasa inggris yang ada di atas meja Queentsa saat itu penuh dengan tetesan air liurnya. Queentsa pun tertidur alih-alih mengerjakan soal ujian dengan serius. Kemudian, ibu guru yang menyaksikan kondisi itu, meminta Queentsa untuk mencuci muka guna mengembalikan nyawanya kembali.

"Wah, itulah kenapa aku tak suka pelajaran bahasa, semuanya membuat mataku berat dan ngantuk. Hoaammm," gumam Queentsa dalam kamar mandi.

Queentsa pun mulai mencuci tangannya hendak membasuh muka. Setelah Queentsa membasahi wajahnya, datanglah salah satu teman kelasnya yang sengaja mengikuti Queentsa masuk ke kamar mandi.

"Eh, kamu disuruh ibu guru cuci muka juga, Zara?" tanya Queentsa yang menatap wajah murid cantik yang bernama Zara itu dari bayangan cermin kamar mandi.

"Enggak kok. Aku sengaja pamit ke kamar mandi karena ingin bicara sama kamu, Queen." Zara menunjukkan sebuah surat di hadapan Queentsa.

"Iya? bicara apa?" sahut Queentsa meladeni ucapan Zara sambil merapikan rambutnya di depan cermin.

"Begini, aku dengar kamu adalah satu-satunya murid yang cukup dekat dengan Erdo. Kalian juga bertetangga, jadi apakah aku boleh minta tolong kepadamu untuk memberikan surat ini kepada Erdo?" terang Zara menyodorkan surat yang ada di tangannya.

"Jangan salah paham, meskipun kami berdua bertetangga, akan tetapi, hubungan kami tak sedekat yang kamu kira. Lebih baik, kamu berikan langsung kepadanya," jelas Queentsa berusaha menolak permintaan Zara.

"Jika aku memberikan surat ini langsung kepadanya, aku yakin dia akan menolakku secara langsung," balas Zara dengan raut wajah sedih.

"Jika tahu bakal ditolak, kenapa kamu tetap saja ingin mengirimkan surat itu," sahut Queentsa dengan wajah tak yakin.

"Aku berharap, Erdo akan menerima suratku jika yang memberikannya adalah kamu, Queen." Zara benar-benar memohon kepada Queentsa.

"Ya ampun... Erdo, sebaiknya kamu enyah saja dari dunia ini! dari pada membuat keributan di antara kalangan remaja, dasar si batu itu, bikin repot saja!" umpat Queentsa dalam hati.

"Queen, please... tolong aku, yah?" bujuk Zara sambil memberikan surat itu kepada Queentsa.

"Baiklah, tapi jangan berharap banyak padaku, yah? Aku akan berusaha memberikan surat ini kepada Erdo." Queentsa pun terpaksa menerima surat itu.

Tak lama kemudian, bel tanda pulang pun berbunyi. Semua murid telah keluar dari kelas masing-masing untuk pulang.

Saat itu, Queentsa berdiri di depan gerbang sekolahnya hendak menunggu Erdo. Ia telah berjanji akan berusaha membantu Zara untuk memberikan surat itu.

"Queen, kamu nungguin siapa, sih?" tanya Sisi yang dari tadi ikut berdiri di samping sahabatnya.

"Aku nunggu Erdo!" seru Queentsa sedikit sebal.

"Serius?! yah... tapi aku harus pulang sekarang juga. Karena mamaku nyuruh aku mampir ke toko dulu," tutur Sisi seakan tak rela ingin melihat murid idolanya.

"Ya udah, kamu pulang duluan aja. Aku cuman ada perlu sebentar kok," sahut Queentsa.

"Mmm, oke deh. Sampai ketemu hari Senin yah," timpal Sisi lalu meninggalkan Queentsa seorang diri.

Beberapa menit kemudian, Erdo pun keluar dari gerbang sekolah. Dia berjalan santai sambil membetulkan tasnya.

"Erdo, tunggu!" seru Queentsa yang melangkah tepat di depan Erdo.

"Ada apa?" timpal Erdo seraya mengerutkan kedua alis tebalnya.

"Ini, aku hanya bantu temenku buat menyampaikan surat ini kepadamu," ucap Queentsa sambil memberikan sepucuk surat milik Sisi.

Erdo pun hanya menatap surat yang masih ada pada genggaman Queentsa. Erdo pun enggan merima surat itu. Melihat tingkah Erdo yang hanya diam saja, membuat Queentsa geram dan menyaut tangan Erdo lalu memberikan surat itu pada genggamannya.

"Cepat terima ini! aku tak mau mereka yang melihat salah paham," ujar Queentsa yang sejak tadi salah tingkah karena banyak murid yang memperhatikan mereka berdua.

"Aku gak mau!" seru Erdo menepis surat beserta tangan Queentsa.

"Apa susahnya sih nerima surat ini. Berat juga enggak!" cetus Queentsa mulai mengomel.

Erdo pun tak merespon lagak Queentsa kala itu, ia ingin pergi meninggalkan Queentsa secepat mungkin.

"Iisss! dia bikin malu saja!" sahut Queentsa lalu segera menutup wajahnya.

Queentsa pun berlari menyusul Erdo. Ia akan mencoba memberikan surat itu lagi kepada Erdo.

"Erdo please, cepat terima surat ini. Jangan bikin aku malu di depan umum dong!" seru Queentsa yang masih membujuk Erdo.

"Jika kamu malu, ngapain kamu bersedia disuruh temanmu buat ngasih surat ini ke aku? Lain kali, jangan mau jadi suruhan mereka! kau ngerti?!" Erdo mulai marah dan berjalan cepat meninggalkan Queentsa.

"Aduh, gimana aku ngomongnya ke Zara, nih!" Queentsa pun gagal memberikan surat cinta itu kepada Erdo.

Setelah sampai di rumah, Erdo merasa sebal dengan perilaku Queentsa padanya. Erdo segera memasuki kamarnya dan melempar tas ranselnya di atas sofa.

"Ada apa dengannya? Apakah dia benar-benar bodoh? Sudah hampir sebelas tahun kita satu sekolah tapi dia masih belum menyadari sama sekali!" celoteh Erdo seraya merebahkan badannya di atas tempat tidurnya.

"Sudah puluhan kali aku menolak surat dari para siswi itu. Karena berharap suatu saat aku akan menerima surat dari Queentsa. Ah sudahlah! mungkin kali ini aku yang bodoh," tutur Erdo lalu melepas seragam sekolahnya.

* * *

Malam hari pun tiba, Queentsa dan keluarganya sedang makan malam bersama.

"Queentsa, gimana ujian kamu?" tanya Ayah Soni sesekali menghentikan suapannya.

"Alhamdulillah, lancar kok, Yah." jawab Queentsa sambil menarik piring yang berisi ayam goreng di depannya.

"Nanti, setelah lulus SMP, kamu mau masuk SMA mana, Nak?" tanya Bunda Naila sambil membantu Fawaz mengambilkan sayur di meja makan.

"Entahlah, Bun. Queentsa mau diskusi dulu sama Sisi. Kita udah janjian mau barengan lagi," terang Queentsa.

"Kenapa Kakak nggak diskusi sama Kak Erdo? Kan supaya bisa barengan terus," sahut Fawas yang berbicara dengan mulut penuh makanan.

"Dia pasti akan memutuskan masuk sekolah berbasis internasional. Otak yang dimiliki Erdo nggak sebanding dengan sekolah pilihan Queentsa nantinya," tutur Queentsa.

"Loh, buktinya, meskipun Erdo punya nilai di atas rata-rata, tapi dia selalu masuk sekolah yang sama dengan kamu," kata Bunda Naila.

"Bun, tahun ajaran baru, Queentsa minta kepada Bunda untuk merahasiakan sekolah pilihan Queentsa nanti kepada Tante Mika dan Om Raffi, yah?," pinta Queentsa dengan sangat

"Loh, kenapa? bagus dong kalau kamu satu sekolah lagi sama Erdo.., kalian bisa belajar bersama lagi, liburan juga bisa barengan, iya kan?" ucap Ayah Soni.

"Bagus apanya, Yah. Ayah tahu, Erdo itu sangat populer di sekolah. Pasti ujung-ujungnya yang kena imbasnya Queentsa. Kakak kelas banyak yang wawancara Queentsa hanya untuk menggali informasi tentang Erdo. Aaah...Queentsa nggak mau satu sekolah lagi sama dia!" terang Queentsa seakan kapok dengan nasipnya.

"Hahahahha, Queensta..Queentsa.. jadi kamu selama ini jadi makcomblangnya teman-teman kamu yang suka sama Erdo?" Ayah Soni tertawa terbahak-bahak mendengar cerita lucu putrinya.

"Bisa dibilang seperti itu," sahut Queentsa.

"Tapi, kenapa anak remaja seperti kalian sudah mengerti rasa menyukai atau hal semacam itu? Seharusnya kalian masih dalam masa fokus untuk belajar!" seru Bunda Naila.

"Betul Bunda ..., Queentsa setuju banget!" Queentsa mulai bersemangat.

"Bukankah Kakak sendiri suka sama Kak Erdo?" sahut Fawaz membuat semua tertegun geram.

BERSAMBUNG...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!