...🌻Selamat Membaca🌻...
Bandara Soekarno-Hatta
Di depan pintu masuk sebuah bandara tersibuk di Jakarta, tampak dua orang perempuan berdiri saling berhadapan. Mereka berdua baru saja tiba dari negara yang jauh dari Indonesia.
"Kau sudah mengurus semuanya kan, Carly?" tanya seorang gadis bersurai chocolate brown pada seorang wanita bule bernama Carly. Dua perempuan itu terlihat sama-sama cantik. Satu berwajah Asia dan yang satunya lagi memiliki wajah khas eropa dengan rambut pirang, kulit putih cenderung pucat dan lensa mata berwarna biru.
"Sudah nona, kedatangan anda kemari tidak akan diketahui oleh siapa pun. Semua jejak sudah saya lenyapkan," jelas wanita bule itu.
"Bagus, mulai sekarang kita berpisah di sini. Kau jangan kembali dulu ke sana, bersembunyilah!"
"Baik nona." Carly mengangguk patuh pada sang majikan.
"Baiklah, aku akan mulai kehidupan baruku di sini. Saat kondisinya sudah terkendali, aku akan menghubungimu. Kita akan kembali ke sana."
"Baik nona, dan ya... ini semua berkas yang anda butuhkan." Carly menyerahkan satu amplop cukup besar pada sang majikan.
"Terimakasih, kalau begitu sekarang kau boleh pergi!"
"Baik nona, jaga diri anda baik-baik. Jika terjadi sesuatu, segera hubungi saya. Saya tetap berada di negara yang sama dengan anda." Carly membungkuk hormat.
"Ya, aku mengerti."
Wanita bule yang merupakan tangan kanan gadis itu pun pergi, meninggalkan si nona sendiri masih di depan bandara yang sama.
Gadis itu membuka amplop yang tadi diberikan sang asisten, mengelurkan sebuah kartu identitas dari dalamnya. Ia tersenyum melihat ID cardnya selama di Indonesia. "Stela Putri Atmajaya," gumamnya lalu tersenyum. Ya, itu adalah nama yang akan ia gunakan selama kabur ke negara ini.
Setelah menyimpan amplop berharga itu ke dalam tas selempang yang digunakannya, si gadis menyeret koper besarnya ke jalanan. Ia akan menyetop taksi untuk membawanya pergi menjelajahi kota yang baru pertama kali ia kunjungi.
...🌺🌺🌺...
Setelah menghabiskan waktu selama 70 menit, kini gadis bernama Stela itu sudah sampai di pusat kota Jakarta. Ia sedikit takjub melihat negeri tempat kelahiran sang ibu, ia pikir negeri itu hanyalah negeri kecil yang peradabannya belum maju, tapi ternyata anggapannya salah. Negara ini sudah berkembang, walaupun memang tidak semaju negara-negara di Eropa.
Hari sudah sore, Stela masih berjalan menyusuri kota, kini ia mencari tempat yang akan digunakannya untuk bermalam. Khusus hari ini, ia akan menginap dulu di hotel, besok baru akan mencari apartemen untuk tempatnya tinggal selama di Indonesia, tepatnya di Jakarta ini.
"Hai cantik.." Saat melewati jalanan yang cukup sepi, Stela dikejutkan dengan kemunculan dua orang pria berandalan yang menggodanya. Ia mencoba mengabaikan, namun bukannya berhenti, berandalan itu semakin gencar mengganggunya. Bahkan kini mereka sudah berani menyentuh tubuhnya.
"Disgusting!" pekik Stela tak terima.
"Apa kau bilang, cantik?" salah satu di antara mereka dengan lancang mencolek dagu Stela.
"Let me go!"
Stela segera berlari kencang sambil menyeret kopernya. Sungguh ia ketakutan, ia tidak ingin berandalan itu berbuat macam-macam padanya.
Sampai pada sebuah jalan buntu, Stela kalut. Ia memutar otak dan berpikir, syukurlah saat itu ada seorang pria yang masuk ke dalam mobilnya, tanpa pikir panjang lagi, Stela segera masuk ke dalam mobil pria itu. Bukan di kursi penumpang, melainkan di bagasi yang kebetulan tidak tertutup rapat. Ia takut jika nanti pemilik mobil itu tidak mau menolongnya sementara Stela harus menyelamatkan diri secepatnya.
"Kemana gadis itu pergi?" dari dalam bagasi Stela masih bisa mendengar suara dua pria yang tadi mengejarnya.
"Syukurlah aku selamat.." ucapnya lega.
Tak bisa Stela bayangkan jika tadi dirinya berhasil tertangkap dan menjadi santapan lezat dua berandalan itu. Ternyata, keamanan di negara ini masih belum sebagus di negaranya. Ia sedikit kecewa.
Beberapa saat kemudian, mobil pun berjalan. Stela hanya bisa pasrah berada dalam bagasi kecil dan pengap. Apalagi koper besarnya mengambil ruang yang cukup besar, membuat tubuhnya terjepit.
.
Kurang lebih selama seperempat jam Stela sudah berada di dalam bagasi mobil entah milik siapa. Wajahnya menjadi merah dengan peluh yang membanjiri dari ujung kepala sampai ujung kaki. Pakaiannya menjadi lembab dan hal itu membuatnya risih.
"Aku sudah tidak tahan lagi!" gumamnya.
Dua menit berlalu terasa seperti dua jam untuk Stela. Kondisinya saat ini bisa dikatakan buruk, napas stela merasa sangat sesak. Dadanya kembang kempis tidak beraturan. Itu semua disebabkan oleh bagasi mobil yang sempit serta tidak adanya ventilasi udara yang bisa menyuplai udara baru untuk ia hirup. Untung saja tidak berapa lama kemudian, mobil yang ditumpanginya berhenti dan Stela akhirnya akan bisa keluar.
"What?" Gadis itu terkejut saat ia coba membuka pintu bagasi tapi tidak berhasil. "Ini pasti terkunci," jeritnya.
DUKK.... DUKKK.... DUKKKK....
"Buka bagasinya!" Stela berteriak dari dalam, berharap si pemilik mobil mendengar dan membukakan pintu bagasi untuknya.
"Buka!" Belum ada yang membukakan pintu bagasi untuknya jadi Stela kembali berteriak dengan sisa tenaga yang ada.
DUKKK ....DUKK ....DUKK....
"Bagaimana ini? Apa si pemilik mobil tidak mendengar teriakanku?" pikirnya kacau.
Stela semakin keras memukul pintu bagasi agar seseorang di luar sana segera menolongnya. Sungguh, ia sudah kehabisan napas berada di dalam tempat kecil, sumpek dan panas seperti ini. Stela tak pernah membayangkan jika dia akan mati muda dan dengan cara yang konyol pula.
"Mommy... Daddy!" lirihnya. Sedikit terbesit rasa menyesal dalam hati Stela, kenapa ia kabur dan meninggalkan kehidupan nyamannya di Inggris sana.
"Ya Tuhan... apakah aku akan mati di sini?" napasnya sudah sendat. Dengan lemah Stela masih mencoba memukul pintu bagasi. "Help me!"
"Help me, please! I don't wanna die here!"
Stela hampir saja memejamkan mata karena sudah tak sanggup lagi bertahan, namun seketika udara segar langsung memasuki rongga pernapasannya. Ia membuka mata perlahan dan menatap langit malam yang penuh bintang.
"Apa aku selamat? Atau sekarang aku sudah berada di surga?" Stela memperhatikan sekitarnya. Ternyata ia masih ada di dalam mobil dan pintu bagasinya sudah terbuka.
"Syukurlah, aku selamat." Akhirnya Stela tersadar dari pikiran anehnya dan dengan susah payah ia mencoba untuk keluar.
Hal pertama yang ia lihat saat menapaki tanah adalah, seorang pemuda yang menatapnya heran. Gadis yang hidupnya baru saja terselamatkan itu berjalan menghampiri si pemuda dengan tubuh sempoyongan, "Who... are you?"
BRUKKK
Setelah mengatakan itu, tubuh Stela ambruk dan jatuh ke tanah. Ia tak sadarkan diri karena terlalu lelah.
"Hey!"
Sayup-sayup Stela masih bisa mendengar suara berat yang memanggilnya.
...Bersambung...
...🌻Selamat Membaca🌻...
Seorang pemuda tampan bernama Tristan Gautama baru saja sampai di kediamannya. Sebuah apartemen elit yang berada di tengah kota Jakarta. Ia memakirkan Audi S8-nya di basement, saat akan melangkah pergi, sebuah suara menghentikannya. Suara gaduh yang disinyalir berasal dari dalam bagasi mobil miliknya.
Tanpa pikir panjang, Tristan langsung membuka kap bagasinya dan sedikit kaget kala mendapati seorang gadis di dalam sana. Ia memandang heran gadis yang saat ini mencoba keluar dari dalam bagasi itu. Dalam benaknya Tristan berpikir, kapan gadis itu masuk dan kok bisa dia masuk tanpa sepengetahuan dirinya sebagai pemilik mobil.
Gadis itu perlahan mendekat dengan tubuh sempoyongan dan kemudian dia berkata, "Who are you?"
BRUKKK
Tepat saat gadis itu selesai bertanya, ia langsung pingsan.
"Hey!" Tristan menangkap tubuh gadis itu dan mencoba menyadarkannya.
.......
Di sebuah mansion mewah yang berlokasi di London-Inggris, terjadi kegaduhan. Semua penghuni mansion kalang kabut mencari keberadaan seorang gadis yang merupakan putri bungsu dari si pemilik mansion.
"Ela di mana?" seorang wanita paruh baya yang masih sangat cantik diusianya itu hanya bisa terduduk lemas di kursi ruang tamu seraya terus bergumam.
"Calm down Honey, everything will be okay. Our princess must be fine," ucap pria bersurai pirang di samping si wanita, mencoba menenangkan.
"Tapi, kita tidak tahu dia ada di mana sekarang? Bagaimana kalau sesuatu yang buruk terjadi padanya?" Si wanita sudah berkaca-kaca matanya, ia tak sanggup membayangkan jika putri kesayangannya mengalami hal buruk di luar sana.
"Hustt, positive thinking okay?" Pria yang merupakan suami dari si wanita hanya bisa memeluk sang istri agar merasa lebih tenang.
"Daddy!" sebuah suara memanggil si pria, seketika ia menoleh dan menemukan anak sulung serta putrinya yang lain mendekat.
"How? You found her, Cio?" tanya si pria pirang itu pada anak laki-lakinya.
"I'm sorry, Dad," jawab sang anak yang dipanggil Cio itu seraya tertunduk lesu.
Mendengar jawaban sang anak, sang Ibu semakin cemas. "Apa kau sudah mengecek penerbangan ke seluruh negara, mana tahu adikmu itu melarikan diri ke luar negeri?"
"Sudah Mom, tapi namanya tidak ada di dalam penerbangan mana pun," jelas si sulung.
"Dan ya, Carly juga menghilang Mom, Dad. Sepertinya Ela kabur bersama pelayannya itu," tambah gadis yang berada di samping si sulung, gadis cantik berambut pirang dan bermanik mata biru seperti sang ayah.
Si Ibu semakin lemas saat mendengarnya.
"Anne, please take your mommy to her room!" pinta sang ayah pada putrinya dan langsung dituruti.
"Mr. Anthony!" selepas dua orang itu pergi, datanglah beberapa orang berpakaian hitam menghampiri Anthony dan Abercio. Mereka adalah detective handal yang disewa guna menemukan putri bungsu keluarga itu yang entah kabur ke mana.
.......
Tristan berdiri tegak, memangku tangannya di depan dada sambil memerhatikan seorang gadis yang saat ini terbaring tak sadarkan diri di salah satu tempat tidur yang ada di apartemennya. b
Ia meneliti wajah si gadis dengan seksama, cantik, satu kata yang dapat mewakili keseluruhan bentuk muka dari gadis yang masih betah memejamkan matanya itu.
Cukup lama, mungkin sekitar 15 menit, Tristan hanya terpaku di tempat, kemudian di lihatnya si gadis mulai bergerak. Matanya perlahan terbuka, menampakkan bola mata berlensa coklat yang sedikit memerah. n
Si gadis mengerjap beberapa kali sebelum memilih bangkit dan terkaget begitu melihat sekitarnya yang begitu asing.
"Where is this?" pekiknya histeris. "And who are you?" tanyanya begitu melihat seorang pria yang berdiri menatapnya datar di depan sana.
Tristan mengernyit mendengar si gadis yang menggunakan bahasa asing, dia mengerti artinya namun bingung kenapa gadis di depannya harus menggunakan bahasa asing? Apakah dia baru saja datang dari luar negeri, pikirnya.
Tanpa harus memikirkan masalah itu lebih lanjut, Tristan berdehem sejenak dan kemudian berucap, "Untuk malam ini kau bisa menginap di sini, tapi besok pagi kau harus segera angkat kaki dari sini!" katanya datar seraya berlalu pergi.
Stela melongo, bukan karena dia tidak mengerti bahasa yang digunakan pria itu. Ia tahu dan paham, bahasa Indonesianya sangat fasih karena sedari kecil sudah diajarkan sang ibu ditambah setiap harinya sang ibu juga menggunakan bahasa Indonesia di rumah, tapi yang membuatnya melongo adalah sifat pemuda itu yang begitu dingin dan datar. Memang sih dia baik karena sudah mengizinkannya untuk bermalam di apartemen ini, tapi kata-kata terakhir pria itu membuatnya sedikit sakit hati.
"Heii!" Seru Stela cukup keras.
Pria yang hendak membuka pintu itu menoleh sedikit ke arahnya, tanpa mengucapkan sepatah kata pun ia hanya menanti apa yang akan diucapkan si gadis padanya.
Niat awal Stela memanggil adalah untuk sedikit memberi teguran pada si pemuda, namun saat netranya melihat wajah dingin itu, ia jadi ngeri sendiri.
"Th-thank you so much," ucap Stela terbata. "Ah...maksudku, terimakasih banyak." akhirnya cuma kata itu yang dapat Stela ucapkan.
"Ya," jawab si pemuda yang kemudian hilang di balik pintu.
"Ya? Hanya 'Ya'?" gerutu Stela kesal.
.......
Stela keluar dari kamar mandi dengan keadaan segar dan rambut yang masih basah. Ia memperhatikan sejenak kamar yang kini dihuninya, kamar itu memang tidak sebesar kamarnya di mansion, tapi cukup nyaman dan menenangkan dengan dekorasi simple dan warna dominan putih.
Menghempaskan pantatnya di tempat tidur, ia bersenandung kecil sembari mengeringkan rambut coklat sepunggungnya.
"Ahh..." Stela mendesah memperhatikan surainya dengan tatapan sendu. Demi menyamarkan identitasnya di negeri ini, ia harus rela mewarnai rambut pirangnya dengan warna coklat. Menurutnya rambut pirang itu sedikit mencolok apalagi di negara yang mayoritas penduduknya memiliki rambut gelap seperti di Indonesia ini.
Setelah dirasa cukup mengeringkan rambutnya, Stela beralih ke cermin besar yang ada di dekat jendela. Ia memperhatikan wajahnya sejenak, wajah khas Asia yang diturunkan oleh sang ibu. Sementara manik matanya berwarna biru turunan sang ayah yang merupakan orang Inggris asli. Berbicara mengenai mata, Stela lupa kalau dia harus meneteskan obat mata di kedua matanya yang sedikit memerah karena terlalu lama matanya kering karena lensa kontak yang dipakainya.
KRUYUK...KRUYUKK....
Setelah memakai obat mata, Stela langsung memegang perutnya yang tiba-tiba meraung. Ia ingat, dia belum makan apa-apa sejak sore tadi, pantas saja jika saat ini ia merasa lapar. Namun yang jadi masalahnya sekarang adalah, di mana ia harus makan malam-malam begini? Kalau keluar sendiri, ia masih takut akibat kejadian tadi. Apa ia harus meminta makan saja pada pria dingin itu? Tapi gengsi juga, pikirnya dengan wajah bingung.
KRUYUK...KRUYUKK....
Perut yang terus meraung minta diiisi, mau tak mau membuat Stela harus rela membuang gengsinya kali ini. Ia berjalan ke arah pintu dan membukanya, sedikit melongokkan kepala keluar melihat situasi. Sepi, itulah yang dapat ia lihat. Dengan langkah mengendap, ia berjalan menuju dapur.
Sampainya di dapur bergaya minimalis milik si pemuda, Stela langsung grasak-grusuk mencari sesuatu yang dapat dimakan. Pertama, ia membuka pintu lemari es dan langsung melongo melihat isinya. Cuma ada beberapa botol air mineral dan juga seplastik buah tomat, sangat menyedihkan.
Stela mengusap-usap perutnya yang masih bergendang dengan prihatin, "There's no food to be eaten" ucapnya lemas. Ia berniat menutup kembali pintu lemari es namun sebuah tangan menahan aksinya.
DEG
Seseorang berdiri di belakang Stela, meraih sebotol air mineral dari dalam lemari es.
"Kau?!" Pekik Stela kaget seraya bergerak menjauh dari si pemilik dapur yang tiba-tiba datang.
Pria itu tak memedulikan kekagetan Stela dan memilih untuk meneguk air dari dalam botol yang dipegangnya.
Stela memperhatikan penampilan pemuda itu dari atas sampai bawah. Rambut basah sehabis mandi, baju kaus putih pas di badan dan celana training berwarna hitam. Oh...dan jangan lupakan jakun yang naik turun saat pemuda itu meneguk air dengan begitu rakusnya, kelihatan haus sekali. Woah, betapa indahnya pemandangan.
PLAKK
Stela menampar pipinya sendiri karena pikirannya yang sudah menjalar kemana-mana.
"Kau lapar?" Tristan bertanya saat melihat gadis di depannya berdiri macam patung dengan tangan menempel di perut.
Stela tersentak dan kemudian mengangguk pelan berusaha menahan malu karena ketahuan mengintip di dapur orang.
"Saya belum sempat belanja, jika mau kau bisa memakan ini?" Tristan membuka lemari kabinet dan mengeluarkan satu cup mi instan dari dalamnya.
Stela memperhatikan cup berwarna kuning dengan gambar mi pada bungkusnya itu. Jujur saja, ia belum pernah memakan makanan itu sebelumnya dan seingatnya sang ibu juga tidak pernah mengenalkan makanan jenis itu padanya. Setahunya, jenis mi yang pernah ia konsumsi hanyalah spaghetti.
Akhirnya Stela mengambil makanan itu, membawanya duduk di sebuah meja yang ada di dapur. Penasaran, Stela langsung membuka bungksusnya dan benar ada mi di dalamnya. Setelah mengeluarkan beberapa bungkus bumbu yang ada di dalamnya, Stela langsung menyeduh mie itu menggunakan air panas yang ia ambil dari dispenser. Meletakkan kembali kemeja dan menunggu mienya kembang. Petunjuk cara penyajian mi instan itu dilihat Stela dari tulisan yang ada di cupnya.
Tristan hanya berdiri bersandar pada pintu kulkas sembari mulutnya mengunyah buah tomat. Matanya awas memperhatikan gadis yang saat ini duduk memangku kepalanya di atas tangan dengan siku menempel pada meja, menunggu mi nya matang.
Semenit berlalu, Stela mengangkat kepala dan menolehkannya ke samping. Saat itu juga manik matanya bertemu pandang dengan manik legam milik pria dingin yang kini tengah menatapnya. Lensa sekelam malam itu seperti akan menyeretnya masuk dan membuatnya terperangkap di dalam sana.
Sadar akan keterpukauannya, Stela segera mengalihkan wajahnya kembali ke depan, menatap mi di hadapannya.
Dengan tangan sedikit bergetar, Stela mengintip ke dalam mangkuk mi nya. Tak bisa dipungkiri, jantungnya sedikit berdetak di luar kendali saat matanya bersitatap dengan si pemuda yang bahkan sampai saat ini belum ia ketahui namanya.
"Haha... sudah matang," ucap Stela sedikit salah tingkah. Tanpa menunggu waktu lama lagi, gadis itu segera memasukkan bumbu mi ke dalam cup dan bersiap memakannya.
Tristan yang baru lepas dari keterkejutannya hanya bisa menggaruk singkat rambut hitam lebatnya dan kemudian memilih pergi meninggalkan dapur, membiarkan Stela sendirian menikmati makan malamnya.
.......
Sampai di kamar bernuansa Grey dan Navy miliknya, Tristan segera mendudukkan dirinya di atas tempat tidur. Ingatannya kembali pada saat kedua matanya terpaku pada mata biru sejernih samudera milik gadis yang kini menginap di tempatnya. Sedikit heran, awalnya ia melihat gadis itu memiliki lensa mata berwarna coklat namun kini mata itu dihiasi manik cantik berwarna safir. Apa itu hanya lensa kontak, pikirnya.
"Ck.." Tristan berdecak. "Tidak penting untuk memikirkan masalah itu," sambungnya. Kemudian pemuda itu langsung merebahkan diri dan tidur.
.......
"Enak sekali....." Stela sudah menghabiskan suapan mi terakhirnya. Ia tak pernah tahu jika ada makanan selezat ini di sini, ia merasa beruntung mencobanya dan mungkin saat ini mi instan telah menjadi makanan favoritnya.
Selesai membersihkan sisa makanannya, Stela kembali ke kamar. Lelah yang mendera tubuh, membuatnya langsung tertidur pulas di atas tempat tidur bernuansa putih itu.
.......
Tepat pukul 7 pagi, Stela bangun dengan tubuh lebih ringan. Ia melakukan beberapa peregangan di atas tempat tidur.
Cukup lama terduduk, kini ia turun dan melangkah masuk ke dalam kamar mandi.
.......
Stela mamatut dirinya sejenak di depan cermin, penampilannya sudah sempurna dan kini ia sudah siap berangkat untuk mencari tempat tinggalnya selama di Jakarta.
Keluar dari kamar sambil menyeret kopernya, suasana masih terlihat sepi sepertinya pria itu belum bangun. Tanpa mau merepotkannya lagi, Stela memilih untuk menulis memo dan menempelkannya di pintu lemari es. Ia segera pergi meninggalkan tempatnya menginap semalam.
.
Tristan baru bangun saat jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Ia langsung membersihkan diri, berpakaian rapi karena hari ini ia punya jadwal pemotretan.
Setelah dirasa penampilannya oke, Tristan segera keluar dari kamar. Sebelum pergi, ia berjalan ke dapur untuk sekedar minum air putih sebagai pembasah tenggorokannya yang kering.
Saat akan membuka lemari es, matanya menemukan sebuah catatan kecil yang tertempel di sana. Ia membacanya.
Aku pamit, terimakasih atas tumpangan dan juga makanannya. (Stela)
"Jadi namanya Stela," ucap Tristan pelan.
.......
Pukul sepuluh malam, Tristan baru pulang. Seharian ini jadwal pemotretannya sangat padat ditambah ia harus mengunjungi beberapa cafe miliknya untuk sekedar tahu perkembangannya. Dan kini badannya sangat lelah dan ingin sekali beristirahat.
Sampai di depan pintu kamar apartemennya, ia terkejut melihat penampakkan gadis semalam yang ia ketahui bernama Stela.
"Kau?!"
"Ya, th-this is me. I'm back" ucap Stela pelan.
"Mau apalagi? Bukannya kau sudah pamit?" tanya Tristan heran.
"I-itu...." Stela mendadak gelisah.
Tristan mengernyit heran melihat tingkah aneh gadis di depannya.
"Itu...."
"Ya?"
"Itu..."
"IZINKAN AKU UNTUK TINGGAL LAGI DI APARTEMENMU, PLEASE!"
"APA?!"
...Bersambung...
...🌻Selamat Membaca🌻...
Jakarta, 12.30 a.m
Stela sudah berkeliling ke beberapa sudut kota Jakarta untuk mencari apartemen yang cocok untuk dihuninya. Cukup lama mencari, dirinya masih belum menemukan yang pas. Jam sudah menunjukkan pukul dua belas lewat, jadi Stela memutuskan singgah di sebuah restoran untuk menikmati makan siang. Sungguh, dirinya sudah mati kelaparan. Pagi tadi ia cuma sempat mampir di cafe untuk sekedar mengisi perut dengan secangkir kopi juga pancakes.
Tempat yang dipilih Stela sebagai tempat makan siangnya kali ini adalah sebuah kedai sederhana. Ia melihat daftar menu yang tertempel di depan kedai menyajikan mi rebus. Setelah semalam memakan makanan berupa mi itu, entah kenapa Stela ingin mencicipinya lagi. Rasanya sungguh lezat.
Stela segera memasuki kedai dan langsung di sambut hangat di sana. Setelah duduk dan memesan kini Stela tinggal menunggu mi rebus dengan asap mengepul itu datang, woah.. .membayangkannya saja sudah membuat salivanya menetes.
Sambil menunggu, Stela iseng membuka ponselnya, ponsel baru yang ia beli tadi pagi. Sengaja ia meninggalkan ponsel lamanya di rumah karena takut keberadaannya dilacak. Tapi tenang, semua nomor yang ia anggap penting sudah di catatnya di buku memo.
Di ponsel barunya, Stela membuat beberapa akun sosial media yang baru. Ia memilih nama Sunflower_AK untuk akun instagram miliknya, dengan foto profil setangkai bunga matahari dengan latar belakang cahaya matahari senja. Jangan salah kenapa Stela menggunakan user name dan juga foto profil bunga matahari, itu semua karena dia sangat menyukainya. Ibunya bilang, dirinya itu seperti bunga matahari, hangat dan ceria.
Tak berselang lama, mi rebus pesanan Stela datang. Sebelum menyantap mi berkuah itu, ia membidik kamera ponsel canggihnya ke arah hidangan di depannya dan segera memposting foto itu sebagai postingan pertamanya di Instagram.
Selesai dengan instagramnya, tanpa menunggu lebih lama lagi, Stela langsung melahap mi rebus plus telor itu dengan nikmat.
.......
London, 04.30 a.m
"STELA?!"
Pekikan Ambar di pagi buta itu membangunkan Anthony dari tidurnya yang baru beberapa jam saja.
"Sayang, apa yang terjadi? Kenapa kau berteriak?" Anthony mendekat ke arah sang istri yang kini terduduk di tempat tidur mereka. Wajah wanita itu tampak cemas dengan bulir keringat yang membasahi muka sampai ke lehernya.
"Anthony, Ela-ku?" Ambar menatap dengan mata berair ke arah suaminya.
"Tenanglah sayang, putri kita pasti baik-baik saja. Aku sudah mengerahkan beberapa bawahanku untuk mencari di mana keberadaan Stela saat ini. Sebentar lagi dia pasti akan ditemukan, percayalah!" Ucap Anthony tenang, namun di dalam hati ia sangat mencemaskan keadaan bungsunya yang menghilang itu. Hanya saja ia harus bersikap kuat dan tetap tenang demi sang istri.
"Tapi kita tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang. Apakah dia sudah makan, di mana dia tinggal, kau tahu sendirikan kalau putri kecil kita itu tidak pernah berpisah dari kita sebelumnya, lalu bagaimana cara dia bisa bertahan hidup di luar sana? Bagaimana kalau sesuatu yang buruk menimpanya? Siapa yang akan menolongnya Anthony, siapa?" raung Ambar.
Anthony menghela napas panjang, ketakutan yang dirasakan istrinya turut ia rasakan juga. Tapi untuk saat ini ia hanya bisa berharap pada Tuhan agar selalu melindungi putri mereka di mana pun dia berada.
"Sekarang tidurlah lagi, besok kita akan cari tahu perkembangannya." Anthony membantu Ambar berbaring dan kemudian memeluk istrinya itu agar dapat terlelap kembali.
"Dimana kamu, Nak?" batin Anthony pilu.
.......
Stela kini berada di depan salah satu gedung apartemen yang menurutnya cocok sebagai tempat tinggalnya. Gedungnya memang tak semewah gedung apartemen pemuda dingin yang ia kenal kemarin malam, namun entah mengapa dia merasa pas kalau tinggal di sini. Tempatnya sedikit jauh dari jalan raya dan juga dikelilingi banyak sekali tumbuhan hijau di sekitarnya, menjadikan tempat ini begitu asri, nyaman dan tenang.
"Baiklah..." Stela menyemangati dirinya dan kemudian mulai melangkah untuk memasuki gedung apartemen. Baru saja kakinya menginjak halaman apartemen, seseorang yang entah darimana datangnya langsung menyambar koper yang ia gerek di tangan kirinya.
"PENCURI!!!!!" Pekik Stela heboh. Sambil berteriak ia berusaha untuk mengejar si pencuri. Beberapa warga sekitar yang menyaksikan juga ikut membantunya, namun naas pencuri itu langsung menaiki sebuah motor dan melesat pergi.
"Ya Tuhan, barang-barangku..." Stela hanya bisa terduduk lemas di aspal jalanan. Beberapa warga tampak prihatin, namun mereka tak bisa melakukan apa-apa dan kini Stela hanya bisa pasrah.
Setelah menenangkan diri, Stela bangkit dan membersihkan wajahnya yang sempat dibanjiri air mata. Ia harus kuat, ia harus menanggung semua resiko karena kabur dari rumah.
Dengan langkah pelan, Stela mendekati sebuah taman yang berada di samping gedung apartemen. Dia duduk di taman itu. Mengeluarkan ponselnya dan segera mencari nomor Carly-asisten pribadinya- untuk meminta bantuan.
Entah kesialan apa yang menimpanya hari ini, ia lupa jika belum menyimpan nomor Carly dan nomor-nomor penting lainnya. Dan sialnya lagi, catatan dari nomor-nomor telepon itu berada di dalam kopernya.
"Shit.." umpatnya kesal. Ingin sekali Stela meraung-raung meratapi nasib malangnya tapi urung ia lakukan. Prinsip awalnya, ia harus kuat karena memang inilah jalan yang ia pilih.
Kini Stela menggeledah isi dari tas selempangnya. Di dalam sana ia menemukan lima lembar uang rupiah pecahan seratus ribu, satu lembar lima puluh ribu, 3 lembar uang sepuluh ribu dan satu lembar uang lima ribu, selain itu juga ada kartu indentitas dirinya. Ya, cuma ada itu di dalam tasnya kini. Semua kartu, dokumen-dokumen penting, dan juga puluhan juta rupiah uang tunai, berada di dalam koper.
"Oh God, langsung kaya mendadak pencuri sialan itu!" Pekik Stela frustasi.
Cukup lama termenung meratapi kesialannya, kini Stela memilih pergi ke sebuah mall terdekat dengan berjalan kaki. Di sana ia membeli beberapa baju dan juga pakaian dalam, ia tidak akan betah jika harus menggunakan pakaian yang sama seharian penuh.
Stela meringis memperhatikan barang belanjaannya, Ia hanya membeli tiga potong atasan, tiga bawahan, dua piyama, tiga stel pakaian dalam dan sepasang flat shoes. Satu hal yang perlu diingat, semua barang belanjaannya itu adalah barang murah dan diskonan. Kini sisa uangnya adalah sebanyak seratus lima puluh ribu rupiah saja dan itu tidak tahu bertahan sampai kapan. b
.......
Tak terasa waktu kini sudah menunjukkan pukul 7 malam, berbelanja ternyata menghabiskan banyak waktu. Sebelumnya Stela tidak pernah berbelanja pakaian, karena apa yang ia kenakan dulu semuanya sudah tersedia. Setiap baju, dress, gaun atau apapun yang ia inginkan akan ada designer terkenal keluarganya yang menyiapkan. Dan kini Stela tahu, betapa sulit dan ribetnya membeli pakaian sendiri.
Sebelum pergi ke tempat tujuannya yaitu kembali ke apartemen pemuda dingin itu, Stelabmemilih untuk mengisi perutnya terlebih dahulu disebuah restoran ayam goreng yang ada di dekat mall. Haah, memikirkan bagaimana pendapat si pemuda saat nanti ia menampakkan diri lagi, Stela tak bisa membayangkannya. Namun ia harus bisa, tak ada seorang pun yang dapat menolongnya di Jakarta ini kecuali pemuda dingin itu.
Tepat pukul delapan malam, Stela sampai di depan apartemen mewah milik si pemuda yang sampai saat ini belum ia ketahui namanya. Untung saja Stela ingat nama gedung apartemen itu, jadi dia hanya menyebutkannya ke supir taksi online dan ya, di sinilah dia berada sekarang. Unit apartemen pemuda itu berada di lantai paling atas, dengan menggunakan lift, Stela akhirnya sampai.
Ia memencet bel berkali-kali namun tak ada jawaban. "Sepertinya dia belum pulang," ucap Stela dibarengi suara desahan lelahnya. Mau tak mau, ia harus menunggu pemuda itu pulang karena selain tempat ini tak ada lagi tempat yang bisa ia tuju.
Menyedihkan...
.......
Dua jam sudah berlalu dan saat ini Stela tengah duduk di sofa ruang tamu Tristan. Setelah mengutarakan niat kedatangannya, Tristan mempersilahkan Stela masuk. Kini mereka duduk saling berhadapan. Sedari tadi belum ada yang berbicara, Stela hanya bisa menunduk takut, sesekali ia mengangkat kepala dan melihat pemuda di hadapannya sedang memijit kening.
"Apa kedatanganku membuatnya pusing?" batin Stela bertanya.
"Jadi?" Ucap Tristan tiba-tiba, hal itu membuat Stela terkesiap.
"Jadi apa?" tanya gadis itu polos.
Pemuda itu berdecak, sepertinya kesal. "Jadi kenapa kau harus kembali kemari?" tanya pria itu sedatar mungkin, sementara di dalam hati ia merasa sedikit risih dengan kedatangan gadis yang dua hari ini mengusik hidup tenangnya.
"Aku dirampok," kadu Stela.
"Dirampok?" kening Tristan mengernyit.
"Iya, saat aku tiba di sebuah apartemen yang akan ku sewa, seorang pencuri datang, ia merampas koperku dan kemudian melarikan diri. Semua baju dan barang berharga ada di dalam sana. Kini aku tak punya apa-apa lagi," Cerita Stela dengan raut sendu minta dikasihani.
Tristan memperhatikan sekitar Stela, ternyata benar, tidak ada koper gadis itu di sana. Namun matanya tertarik kala melihat kantung besar yang ada di samping tempat gadis itu duduk.
"Itu apa?" tanya Tristan.
"Ini baju yang aku beli sebelum datang kemari, semua bajuku berada di dalam koper jadi aku tak punya baju lagi" jawabnya lesu.
"Jadi kau masih punya uang untuk membeli baju, kenapa tidak kau gunakan juga untuk menyewa apartemen?" tanya Tristan menyelidik.
"Kan sudah ku katakan, semua uangku berada di dalam koper itu. Baju ini saja kubeli dengan uang yang ku dapat dari tas selempang ini." Stela mengangkat tas selempangnya, menunjukkan pada Tristan. "Jika kau tak percaya kau boleh lihat." Gadis itu membuka tasnya dan menumpahkan semua isinya keluar.
Tristan bisa melihat, ada dua lembar uang berbeda warna, ponsel dan kartu identitas yang kini tergeletak di atas meja.
Stela mengambil uangnya. "Lihat! Uangku cuma tersisa seratus dua puluh ribu saja. Apa kau pikir ini cukup untuk menyewa apartemen? Belum lagi dengan biaya makanku?" Stela langsung tertunduk lemas setelah menceritakan betapa menderitanya ia.
Lagi-lagi Tristan hanya bisa memijit keningnya pusing. Tubuhnya sudah letih dan sekarang batinnya ikutan letih menghadapi gadis asing di hadapannya ini.
"Jadi bolehkan aku menginap di sini lagi?" pinta Stela dengan jurus andalan puppy esyesnya. Biasanya hal itu mempan jika ia lakukan pada keluarganya, entahlah jika pria ini. Setidaknya dia mencoba.
Tristan sedikit luluh kala melihat mata sendu Stela, namun ia tidak bisa membiarkannya begitu saja. Harus melewati seleksi ketat terlebih dahulu.
"Kenapa harus di tempatku? Apa kau tidak punya keluarga di sini?" interogasi Tristan.
"Tidak, aku datang dari jauh dan tidak punya siapa-siapa di sini," jawab Stela bohong. Tentu saja ia punya keluarga di sini, saudara ibunya ada di Jakarta ini tapi tak mungkinkan Stela kesana, bisa-bisa ia langsung ditendang kembali ke London.
"Lalu kemarin apa yang kau lakukan di dalam bagasi mobilku?" pertanyaan yang dari semalam membuat Tristan penasaran.
"Kemarin aku baru datang, niatnya ingin mencari hotel, eh...di jalan aku malah dikejar preman. Ya sudah, aku lari dan tak sengaja malah bersembunyi di bagasi mobilmu," ungkap Stela.
"Lalu dari mana kau berasal?"
Untuk pertanyaan kali ini Stela terdiam sejenak, jujur dengan mengatakan jika ia datang dari Inggris, ah... tidak bisa. Ia tidak bisa membiarkan identitas aslinya diketahui.
"Da-dari tempat yang jauh," jawab Stela tak yakin.
"Huh?" Mata Tristan menyipit, merasa curiga dengan jawaban aneh Stela.
"Jadi bolehkan aku tinggal di sini?" pinta Stela lagi, mengalihkan topik pembicaraan, ia tak ingin pria itu menggali lebih jauh tentang asal muasalnya.
Tristan mendesah, "Sampai kapan?"
Stela menerawang. "Sampai aku punya uang untuk menyewa apartemen."
"Dari mana kau dapat uang?"
"Aku akan bekerja."
"Bekerja di mana?"
"Akan kucari."
Tristan bangkit dari duduknya. "Baiklah" putusnya.
"Jadi boleh?" tanya Stela memastikan.
"Ya, tapi dengan satu syarat. Kau harus membersihkan tempat ini setiap harinya"
"Maksudmu dengan membersihkan tempat ini, aku harus menyapu, mengepel, menyuci, memasak dan lain-lain?"
"Ya."
"Jadi dengan kata lain aku harus jadi pelayan begitu?" tanya Stela agak sewot.
"Ya, jika tidak mau kau bisa keluar sekarang juga!" Ucap Tristan yang sudah berbalik hendak pergi.
"Okay, aku mau."
"Ya." Dan kali ini pemuda itu benar-benar pergi.
"Oh God, I'm already a Maid now!"
...Bersambung...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!