NovelToon NovelToon

BIDIKAN CINTA UNTUK KIM DAE JUNG

MENGEJAR IMPIAN

 

***************************

 

ABAD KE-21 ...

 

  Anna Binar Bintang, Gadis behijab berstyle Korea. Meski dari keluarga sederhana, namun berkat kerja kerasnya ia mandiri dengan berbagai pekerjaan, di usia 28 tahun Anna mampu menghidupi kedua Adiknya yang masih duduk dibangku sekolah, Raka dan Rasti.

 

 Dua tahun yang lalu, Ibunya meninggal disebabkan kanker payudara, setahun kemudian Ayahnya menikah lagi dengan Janda kembang.

 

Ibu Tirinya sama sekali tak menyayangi Anna dan Adik-adiknya, alhasil ketiga bersaudara itu harus tinggal bersama Tante Nuri, adik dari almarhum Ibunya yang menyandang perawan tua (wanita yang tak menikah).

 

 Segala tuntutan hidup mewajibkannya untuk bekerja keras, jika tidak, maka Raka dan Rasti tak dapat melanjutkan sekolah, sementara Tante Nuri hanya membuka warung kecil-kecilan yang hasilnya hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

 

 Siang itu Anna masih duduk menunggu di ruangan direktur salahsatu kantor redaksi ternama di Sulawesi Selatan.

 

 Harap-harap cemas menyeringai, niatnya ingin melamar pekerjaan sebagai penulis kolom.

 

 Rasa percaya diri dengan bakat kepenulisan yang dimiliki membawanya menang di kompetisi "Goresan Pena Anak Muda" bulan lalu, harapan kali ini bisa mendapat kontrak agar impiannya menjadi penulis sukses dapat terwujud.

 

  Selang beberapa menit kemudian, seorang Laki-laki yang sudah mulai beruban datang menghampiri, duduk mengisi kursi didepan Anna yang sedari tadi kosong, disusul pula Sekertaris cantik dengan style formal, rambut pirangnya tersanggul rapi, berdiri tepat disamping kiri Pak Erwin.

 

"Siang, Pak." Salam Anna berdiri memberi hormat.

 

"Ya, silahkan duduk."

 

  Tubuhnya mulai bergetar, aturan nafas tak beraturan,berhadapan dengan orang yang mempunyai garis keras sebagai Aktivis Pembela Kaum Lemah itu.

 

 'Apa yang akan ditanyakan Pak Direktur ini padaku? Ya Allah' Batin Anna.

 

"Anna Binar Bintang, nama yangvvgfdd bagus." Ucap Pak Erwin padanya.

 

"Terimakasih, Pak."

 

Meski mendapat pujian, rasa gugup belum lenyap dari tubuh mungilnya.

 

"Di perusahaan Kami, belum ingin sebenarnya mengontrak penulis, apalagi penulis yang masih pemula, Kami mempunyai kriteria yang harus para penulis tahu tentang kami." Ujar Pak Erwin yang masih mengamati tulisan-tulisan anna yang sudah tercetak diatas kertas putih.

 

Anna berusaha memahami.

 

"Menulis di tabloid itu, harus punya keberanian, lugas dan cermat mengambil kesempatan dalam situasi agar tepat sasaran."

 

"Saya mengerti, Pak." Ujarnya.

 

"Oh tapi tunggu,Saya akan memberimu kesempatan uji coba, tetapi sebelum itu, pelajari dulu tentang tabloid TINDAK, setelah itu Saya akan memberi tugas tema apa yang kamu akan tulis." Ucap Pak Erwin yang penuh wibawa.

 

Tentu anna sangat bahagia,meski tidak mudah, namun ia akan berusaha, peluang apapun di depan mata harus di jadikan asahan untuknya, bukankah ini adalah awal membangun karirnya sebagai penulis.

 

"Sekertaris saya akan mengirimkan email panduan dari kami."

 

Sekertaris itu melempar senyum pada Anna.

 

"Baik, kalau begitu pelajari dan saya menanti coretan bermanfaat dari anda, Anna Binar Bintang."  Lanjut Pak Erwin menutup pembicaraannya.

 

Anna pamit dari ruangan itu, menuju tempat resepsionit dimana Sulfa menunggunya.

 

"Anna, bagaimana?" Tanya Sulfa.

 

Anna menghela nafas, sesak di dadanya yang tertahan seketika sirna.

 

"Aku ingin di training dulu."

 

"Sudah ku duga .."

 

Anna memulai langkahnya keluar dari kantor itu, di ikuti Sulfa yang menenteng tas laptopnya.

 

"Ini pertama kalinya aku dihadapkan dengan Pak Direkturnya langsung, Fa. Deg-degannya minta ampun."

 

"Direkturnya ganteng, gak?"

 

"Ganteng, tapi seumuran bapak kita."  Canda Anna terbahak-bahak.

 

 Sulfa langsung membekap mulut Anna,

 

"Husst .. nanti didengar orang sini, bisa gagal kamu, An."

 

"Aku yakin, Fa. Aku pasti bisa."

 

"Iya, kamu pasti bisa, gambatte!" Sulfa mengangkat kedua jempolnya.

 

"Tapi, Fa. Bisa gak aku pinjam laptop kamu?"

 

 Fasilitas Anna masih terbatas, mengetik pun hanya meminjam laptop sahabatnya itu, kadang dia ke warnet untuk menyelesaikan bila Sulfa sedang memakai laptopnya.

 

"Silahkan, lagi pula tugas kuliahku udah selesai juga."

 

  Mereka menuju perpustakaan daerah untuk mencari buku tentang referensi, sulfa yang memilih jurusan ekonomi pun juga hobby menulis, namun itu hanya sebatas hobby, sangat berbeda sengan anna yang menggantungkan cita-citanya setinggi langit sebagai penulis hebat yang menggetarkan Indonesia, bahkan Dunia.

 

 Anna mengelilingi rak yang memajang ribuan buku-buku sejarah, matanya tertuju di salahsatu buku bersampul biru laut yang berjudul "FAKTA REINKARNASI CINTA MANUSIA."

 

Namun daya tarik itu selalu memerangkapnya ingin mengetahui cerita di baliknya.

 

"Sudah kamu temukan buku panduan menulis berita itu?" Tanya Sulfa mengagetkannya.

 

"Iya, belum, nih." Jawabnya seraya menyembunyikan buku yang dipegangnya.

 

"Ya udah, cari sana gih." Imbuh Sulfa.

 

 Kali ini Sulfa akan protes lagi padanya bila melihat buku itu. Saat Sulfa berbalik, Anna memasukkan buku itu ke dalam ranselnya, dia kembali melanjutkam memilah buku-buku tentang panduan sastra.

 

 Setelah dapat, mereka pulang dengan mengendarai sepeda motor menuju laundry tempat Anna bekerja.

 

ANAK YANG TERANIAYA

Makan malam hampir tersedia, Uwa Nuri masih mengulek sambal terasinya, Anna yang menyusun piring sesuai jajaran kursi cukup empat orang saja, air kebokan pun tak lupa diisinya.

 

Setelah semua makanan tertata rapi, Anna duduk di samping Uwa Nuri yang sudah siap menyantap makan malam.

 

"Raka, Rasti, makan." Anna memanggil.

 

 Raka dan Rasti pun ikut duduk ditempat masing-masing, namun Anna melihat mata Rasti sembab, dia mendekatkan diri ke wajah Adiknya.

 

"Rasti kamu kenapa?" selidik Anna yang mengamati Rasti dengan seksama.

 

  Rasti hanya menggeleng, berusaha menutupi kesedihannya saat itu, tetapi Anna belum puas, sebagai Kakak tentu meras khawatir bila Adiknya sedang diterpa masalah.

 

Di gapai nya bahu Rasti, dia memegang dagunya, terlihat jelas kedua kelopak mata Rasti bengkak.

 

 Uwa Nuri yang melihatnya pun ikut khawatir, ia mencoba menenangkan Anna agar tidak memaksa rasti untuk berkata.

 

"Ya sudah makan saja dulu.kita nanti bicarakan, pamali dimeja makan harus marah-marah." Uwa Nuri mengingatkan.

 

 Anna pun terkendali, rasa penasaran semakin menggeliat, sudah makan kamu harus cerita padaku, gerutunya.

 

Mereka menikmati makan malam dalam kebisuan.

 

 Makan malam telah usai,Rasti bergegas masuk ke kamarnya, begitupun dengan Raka yang kembali ke ruang tamu melanjutkan permainan game.

 

 Uwa Nuri membereskan semua peralatan makan dimeja yang biasa dikerjakan oleh Anna, namun karena Anna yang ingin mengintrogasi rasti meninggalkan Tantenya itu.

 

"Jangan main trus, belajar sana!" Gertak Anna pada  Raka.

 

 Sebagai pengganti Orang tua, Anna harus bersikap tegas mendidik kedua Adiknya itu.

 

 Selain untuk kebaikan mereka, tak ingin kedua Adiknya bisa terjerumus dalam pergaulan Anak jaman sekarang yang semakin brutal.

 

 Anna mengetuk pintu kamar Rasti, tak ada jawaban, diputarnya gagang pintu itu, terlihat Adiknya tengah berbaring menutupi wajahnya dengan bantal.

Anna mendekat, terdengar tangisan rintih, ya, Rasti menangis.

 

 Anna duduk ditepi ranjang, diusapnya ujung kaki Rasti.

 

"Ada apa sih dek? Kenapa kamu menangis?"

 

 Namun tak ada jawaban ia dapat.

 

"Kakak tidak suka Kamu begini, ayo bangun, cerita sama Kakak."  Anna mencoba membangunkan Rasti.

 

 Rasti duduk memperbaiki diri, mengusap butiran air mata melekat di pipinya, dia mencoba sebisa mungkin untuk menceritakan apa yang dialaminya sore tadi.

 

"Tadi aku balik ke rumah, mau ketemu Ayah."

 

"Hhhmmmm ..iya, truss?"

 

"Tapi, Ayah malah marah-marah dan usir Aku."

 

 Anna mulai geram, namun ia berusaha menahannya sebab ingin mendengar Rasti lebih lanjut.

 

"Kenapa dia usir kamu?"

 

"Aku ke sana untuk meminta uang, Aku bilang untuk tukar tambah hp ku, Ayah malah ngusir Aku, katanya Aku kerjaannya minta uang mulu, Aku malah dibilang pembawa sial," tutur Rasti menunduk sedih.

 

 Api amarah semakin membakar Anna, kali ini Ayahnya memang keterlaluan, sungguh tega berkata demikian pada Anak Kandungnya sendiri.

 

 Lagipula semenjak Ibunya meninggal, mereka pun tak pernah lagi dinafkahi oleh Ayahnya, bahkan menengok pun jarang, jika bukan Raka dan Rasti menjenguk Ayahnya, maka mereka tidak akan bertemu, sebab Pria paru baya itu sudah asyik hidup bersama Istri barunya yang sedang hamil melupakan kewajiban pada ketiga Anaknya.

 

"Kan, Kakak sering bilang, jangan pernah ke sana, apalagi minta uang," ucap Anna kesal.

 

"Tapi Rasti tidak ingin kakak repot,"  ucap Rasti dengan wajah memelas.

 

Mendengar Rasti, Anna terenyuh.

 

"Rasti, itu kewajiban Kakak, lain kali jangan pernah ke sana lagi, masalah hp kamu, setelah gajian Kakak coba tanyakan pada teman Kakak, cicil juga gak papa kan?"

 

 Rasti hanya mengangguk, meraih tubuh Anna lalu memeluknya, didalam pelukan hangat seorang Kakak, dia mencium aroma tubuh Ibunya, sesosok pengganti Ibu yang luar biasa. Superwoman yang tak pernah ia bayangkan bila harus kehilangan Kakak seperti Anna.

 

 Anna yang dipeluk oleh Rasti semakin menghardik Ayahnya dalam hati, dia tidak akan tinggal diam bila Adiknya terluka. Sebab Ini bukan kali pertama Ayahnya melakukan yang demikian.

 

Raka pun pernah jadi sasaran pukulan sebab memaksa Ayahnya untuk membelikan sepatu bola untuk pertandingan, merasa sangat kesal, dia memukuli Anak laki-lakinya menggunakan gagangan sapu hingga lengan Raka lebam berhari-hari.

 

"Besok, aku harus bertemu Ayah," kecam Anna dalam hati.

 

 Dia meninggalkan Rasti dalam tidurnya, lalu keluar dari kamar itu menuju ke kamarnya pula.

 

Dia melirik ponselnya, tak ada pesan masuk dari siapapun hanya setumpuk pesan promo yang tak berkepentingan.

 

 Anna menghempaskan diri di kasur, meregangkan kedua tangannya, menatap langit-langit rumah yang terbuat dari kain bekas jahitan Uwa Nuri.

 

Merangkai mimpi-mimpi yang belum jua terwujud, satu per satu harapan yang tercatat di kepalanya, akankah bisa ia raih atau malah membuatnya menyerah pada waktu yang tak menemukan tujuan.

 

"Ahh, aku lelah, ya Allah," keluhnya.

 

Matanya melotot, ia meraih ponselnya yang di atas meja kayu, dia bertanya-tanya seraya melihat jajaran daftar panggilan, tak ada nama Faiz ia temukan.

 

Apakah sesibuk itu, sudah tiga hari mereka tak berkomunikasi, tak adakah waktu sejenak untuk menelpon menanyakan kabar atau hanya sekedar mengirim pesan chat untuknya.

 

Aku harus yang memulai!

 

 

 

***.alaikum ..Kak Faiz bagaimana kabarnya? Sibuk ya?

 

 

 

 Faiz adalah pacar Anna sudah setahun, mereka menjalani hubungan hanya sebatas pacaran yang sehat pada umumnya, berkenalan dan sekedar bercerita sama sekali tak pernah berkencan.

 

Sebab Faiz sebagai guru disekolah menengah atas sekaligus pengajar les privat hingga waktu mereka tak pernah bersama.

 

 Hubungan yang mereka jalani mengalir apa adanya, Anna tak ingin lebih jauh menjalani hubungan bila kedua Adiknya belum menamatkan sekolah.

 

Sudah centang biru dua, menandakan pesannya sudah dibaca oleh Faiz terlihat dibawah nama Faiz status online.

 

Anna menunggu beberapa menit,tak ada balasan dari Pria yang mengisi hatinya itu, tidak lama kemudian Faiz offline dari peradaban WA.

 

"Baik ..kali ini Aku juga akan cuek,emang kamu saja yang bisa jual mahal." Kesalnya membanting hp di atas kasur.

 

 Jika Faiz tidak bisa menjadikannya prioritas, maka Anna pun pasrah saja, jika memang jodoh takkan lari kemana, bila sudah ditakdirkan takkan mungkin tertukar, bila sudah jalannya takkan mungkin salah alamat, dan bila sudah saatnya tidak akan tertunda.

 

 Sebagai perempuan, Anna juga tak ingin dijajah oleh perasaan yang jelas itu belum waktunya, meski Faiz memiliki tempat dihatinya, namun logikanya masih ia andalkan sehingga mengendalikan hati yang rindu pada tuannya.

 

Ahh ..hati memang lemah, mengajak seluruh anggota tubuh untuk merenung, padahal cinta itu pun belum tentu sejati yang menikah saja bisa cerai, apalagi dia yang berpacaran dengan Faiz.

 

Di tambah lagi, Orang tua Faiz yang acuh tak acuh padanya, mungkin karena Anna yang tidak memilik pendidikan tinggi, ataupun memiliki pekerjaan yang layak di banggakan sebagai calon mantu.

 

Sedangkan Faiz dari keluarga yang berpendidikan, hampir semua keluarganya menjadi Aparatus Sipil. Jika dibandingkan dirinya, jelas dia tidak di kategorikan untuk dipersunting pria berdarah bugis itu.

 

ANNA TERTATIH

  Selepas kerja Anna bergegas pulang, tubuhnya sudah sangat letih, hari ini resto tempatnya bekerja mengadakan promo sehingga pelanggan membludak harus di layani.

 

 Anna menyusun barang-barang seperti cas dan alat make up ke dalam tasnya lalu memasukkannya ke bagasi motor, dia melajukan motor maticnya membelah jalan.

 

Niatnya ingin ke Desa dimana Ayah dan Ibu tirinya tinggal, kali ini dia harus memberikan peringatan agar Ayahnya jangan kasar lagi terhadap Raka dan Rasti.

 

Hanya butuh waktu tiga luluh menit dari Kota kecil itu, dia pun sampai di Desa asal Ibu tirinya, menyusuri jalan bebatuan yang sedikit berlubang,buat seluruh badan Anna terpent-pental.

 

 Tibalah dia di depan rumah bercat tembok ungu, diteras terlihat Ibu tirinya sedang duduk santai berselojoran sambil memainkan ponsel, tampaknya wanita berbadan gempal itu tak menyadari kehadiran Anna.

 

"Assalamualaikum."  Ucap Anna.

 

Ibu tirinya hanya menyerngit, tak menjawab salam Anna, malah memajang wajah masam.

 

"Ayahku mana Bu? "  Tanya Anna yang mengamati isi rumah dari pintu terbuka.

 

 Ibu tirinya masih asyik mengotak-atik ponselnya.

 

"Ayah kamu sekarang tidak ada di rumah."

 

"Kemana Bu?? "

 

Ibu tirinya tak menjawab, bak orang tuli.

 

"Bu, aku tanya, Ayahku kemana? " Tegas Anna sekali lagi.

 

"Mau apa? minta uang lagi? "

 

Anna membelalakkan mata, perempuan dihadapannya ini memang sangat pencemburu bila itu sudah menyangkut keuangan, tetapi bukankah dia tahu bahwa Anna dan Adik-adiknya sudah tak lagi dinafkahi oleh Ayahnya.

 

"Bu, Aku kesini bukan untuk meminta uang, tanpa uang dari Ayah pun, kami bisa makan dan sekolah."  Tutur Anna.

 

"Baguslah kalau begitu, Ayahmu saja itu belum mampu mencukupiku, jadi jangan harap kalian dapat hasil darinya."

 

 Anna berusaha menahan emosinya. Andaikan Ibu tirinya sedang tidak hamil, mungkin di sudah mengata-ngatainnya.

 

  Karna tak ingin bertengkar dengan Ibu tirinya, Anna langsung pergi dari rumah itu, meninggalkan wanita itu dengan tatapan sinis.

 

 Anna melajukan kembali sepeda motornya, mencari letak posisi Ayahnya sering mangkal.

 

"Ya Allah, ujian sekali kami untuk Anak-anak yang mendapat ibu tiri macam dia."  Lirih Anna yang mengingat segala perlakuan Ibu tirinya.

 

  Anna melihat sekumpulan Bapak-bapak yang sedang main kartu, pasti Ayahnya juga nimbrung disitu,dia sangat yakin. Memang benar, Ayahnya sedang memegang kartu sambil terkekeh melihat kekalahan lawannya.

 

"Ayah. " Anna memanggilnya.

 

Ayahnya memperbaiki pandangannya yang agak buram melihat sosok Anna dari jauh, dia menitipkan kartu di temannya lalu pun menghampiri Anaknya itu.

 

"Anna, mau apa kamu kemari? " Tanyanya yang memalas juga tidak suka dengan kehadiran Anna.

 

Ayahnya memang benar-benar berubah. tak lagu sayang pada mereka, semenjak Ibunya meninggal dunia, saat itulah kasih sayang itu lenyap.

 

"Ayah kenapa memukul Raka? dan kenapa juga ayah mengatakan pada Rasti dia pembawa sial? " Komplen Anna.

 

"Ini yang jadi salah satu Ayah sudah tidak mau memperhatikan kalian, selalu banyak protes sama Ayah. Ayah beginilah, begitulah, sana pulang saja."  Hardiknya pada Anna.

 

Pria bertubuh kurus yang sudah mengriput itu kembali ke rombongan teman-temannya, tak menggubris Anna yang mulai berkaca-kaca.

 

"Malangnya nasib kami punya Ayah seperti dia. "  Ucap Anna dengan mata nanar.

 

 Anna pergi dengan perasaan kesal, dia seperti berbicara dengan orang lain yang tak ia kenal, seorang Ayah yang satu-satunya orang tau mereka sudah tak mau ambil pusing dengan ketiga Anaknya.

 

"Baiklah.. jika itu mau Ayah, kami juga tidak akan mau bertemu."kecamnya.

 

Dia kembali ke Kota tempat tinggalnya,arahnya menuju pulang ke rumah Uwa Nuri,dia ingin beristirahat sejenak, sebab usai mahgrib dia akan kembali bekerja di loundry.

 

***************

 Anna mengepal kedua tangannya lalu memghetakkan diatas meja.

 

Braaakkkk!!

 

"Ini mahgrib Dek, Kakak selalu bilang kalau mahgrib jangan main hp, apalagi saat Adzan."

Geram Anna melihat Raka dan Rasti yang masih saja memainkan hp disaat Adzan berkumandang.

 

  Kedua Adiknya itupun beranjak menuju kamar mandi untuk berwudhu, Anna menyapu dadanya sendiri.

"Astafirullah, lama-lama aku bisa cepat tua kalau begini, setiap hari ada saja yang buat jengkel." Gerutu Anna.

Raka pun mengambil alih untuk menjadi Imam, Anna, Rasti, dan Uwa Nuri berbaris menjadi Makmun.

 

Setelah sholat Anna menuju ke kamar, bersiap-siap menuju ke laundry, sedikit make up dengan memodifikasi kerudung pahsminanya ia sudah makin cantik, nalurinya sebagai perempuan memperindah diri agar hatinya sedikit terhibur.

 

 Ada yang membuka pintu kamarnya dari luar, dibaliknya ada Raka.

 

"Kenapa berdiri disitu? masuk? " Imbuhnya pada Raka.

 

 Raka hanya menyandarkan diri dipintu.

 

"Kak, masih pacaran dengan Pak Faiz? " Tanya Raka menunggu jawaban.

 

  Anna yang sibuk membereskan tempat tidurnya  menjawab.

 

"Ya,memang kenapa?"

 

"Jangan dilanjutkan lagi." Pinta Raka.

 

Anna terperangah, memutar wajah ke Raka.

 

"Kenapa? Faiz orangnya baik."

 

"Pokoknya jangan. Aku sebagai Adik Kakak tidak setuju Pria seperti dia tidak baik untuk Kakak. "

 

  Remaja yang duduk dikelas dua SMU itu sangat menunjukkan ketidaksetujuannya.

 

 Anna menatap wajah Raka yang meradang, baru kali ini dia melihat Adiknya seperti itu, apalagi ini  hanya menyangkut masalah pribadinya yang tak begitu penting, pikir Anna.

 

 Tidak ingin berdebat lagi, Anna menyudahi pembelaannya pada Faiz.

 

"Ya sudah, Kamu belajar sana,Kakak mau ke laudry dulu, Kakak pulang agak telat banyak pakaian yang harus diselesaikan, tanya Uwa kalau pulang nanti, ya."

 

Anna yang berada diatas sepeda motornya menaruh sederet pertanyaan, mengapa tiba-tiba Raka menentang hubungannya dengan Faiz.

Padahal Faiz adalah salahsatu guru Raka disekolah, dan mereka juga sering bertemu ketika Faiz bertamu ke rumah.

Akhir-akhir ini Faiz memang tak seperti dulu, dia sudah sangat mengabaikan dirinya, membalas chat pun tak pernah,an membelok ke tikungan,tiba-tiba Anna dikagetkan oleh deretan mobil mewah yang melaju dengan kecepatan tinggi tepat disampingnya, sontak Anna menarik rem.

 

"Ya Allah, orang kaya, orang kaya." Hardiknya.

 

  Segerombolan mobil mewah itu tampaknya diisi para bos-bos besar yang memilik kekuasaan. Ssebagai pengguna jalan yang kecil, hanya bisa memaklumi.

  Anna hanya mengelang, tak habis pikir dengan orang yang ada di dalam mobil-mobil itu, bila membuat orang disekitarnya terkejut bisa membahayakan pengendara lain.

 

 Dia kembali melanjutkan perjalanannya dengan kecepatan rendah sebab rasa terkejut itu belum sirna, takut bila ada yang seperti itu lagi, dia tak ingin terjadi sesuatu dengan dirinya, apa jadinya Raka dan Rasti nanti.

 

"Hidup, hidup, penuh perjuangan." Tuturnya dalam hati.

Pribadi Anna memang sangat Ceria, namun segala problema hidup buat gadis berzodiak sagitarius itu kadang pemurung.

Kisah hidup yang berlika-liku banyak memberinya pelajaran agar menjadi pribadi yang baik.

 

 

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!