NovelToon NovelToon

Meet You, Again!

YOU, Bab 1

"Apa???"

Suara pekikan Mita yang begitu keras terdengar, terasa memenuhi aula gedung pernikahan itu.

Mita sangat terkejut mendengar kabar yang tidak mengenakkan hati itu. Bahkan justru menyakitkan hati. Hingga ponsel yang ada dalam genggaman tangannya pun meluncur bebas menyentuh lantai aula gedung itu.

Tiba-tiba, tiada angin tiada hujan, tiada badai. Mendadak secara sepihak Anjas, membatalkan pernikahan mereka.

Bagai tersambar petir di siang bolong. Bagai terhantam ribuan bebatuan seketika. Seperti itulah yang di rasakan Mita saat ini.

Beruntung, pernikahannya baru akan di gelar esok lusa. Dan kedatangan Mita hari ini ke aula gedung pernikahan, adalah untuk mempersiapkan segala keperluan pernikahan mereka.

"Mit, Mita ... kamu masih di sana kan?" terdengar suara seorang pria memanggil namanya dari ponselnya.

"Maaf ya Mit, aku terpaksa."

Tut!!!

Terdengar panggilan telepon terputus.

_

Prang!!!

Mita menjatuhkan semua benda yang ada di meja rias kamarnya dengan buas bagai kesetanan.

Dan suara itu sontak membuat sang Mama yang tengah menonton TV di ruang tengah langsung menghambur ke dalam kamar puterinya.

"Ya ampun Mita ... kamu kenapa sih Nak. Ada apa? Kamu bertengkar lagi dengan Anjas?" tanya Mama.

Namun Mita tidak menggubris sang Mama. Dia justru semakin tenggelam dalam api amarahnya. Sambil mencucurkan air mata. Air mata sakit hati.

Anjas Winata, pria yang di pacarinya selama satu tahun terakhir.

Secara sepihak membatalkan pernikahan mereka. Yang sudah jauh-jauh hari mereka rencanakan. Dan kini 90% persen telah rampung segala persiapannya. Tinggal menunggu hari H nya saja.

Dan entah kenapa air matanya kini seakan telah mengering.

Cukup!

Screw you (persetan denganmu)

You don't deserve me to cry (kamu tidak pantas untuk aku tangisi)

Bastard (keparat)

Sekumpulan sumpah serapah yang memenuhi benak Mita saat ini.

Menangisi pria seperti Anjas?

Tidak akan pernah!

Mita tidak akan menyia-nyiakan air matanya untuk keparat sialan seperti Anjas.

Yang pantas pria itu dapatkan hanyalah kebencian Mita.

Ya. Kebencian yang semakin menggunung.

Mita bersumpah. Tidak ingin bertemu Anjas lagi. Meski di neraka sekalipun.

"Mita. Kamu kenapa sih? kayak orang lagi kesetanan begitu. Kamu bertengkar lagi dengan Anjas?" tanya Mama sekali lagi.

"Jangan sebut nama itu lagi. Anjas sudah mati." Mita menyahuti dengan penuh amarah.

Mama tersentak kaget mendengar jawaban Mita. Lalu mengikuti langkah kaki putrinya yang berjalan keluar dari kamarnya menuju ke dapur.

"Mati? maksud kamu apa?" tanya Mama penasaran.

"Keparat itu sudah mati. Pernikahannya batal. Jadi mulai skarang, jangan pernah sebut nama Anjas lagi. Aku tidak ingin mendengarnya." Mita mempertegas sembari mengambil gelas dan menuangkan air minum dari dispenser ke dalamnya.

Dalam sekali teguk air itu sudah habis tak bersisa.

"Coba tenang dulu. Cerita ke Mama, ada masalah apa kamu sama Anjas. Apa maksud kamu pernikahannya batal." Mama menuntut penjelasan dari puterinya.

"Anjas membatalkan pernikahannya. Secara sepihak."

Mama sangat terkejut mendengarnya,

"Apa? Kamu serius?"

"Trus gimana ini? undangannya sudah tersebar, gedung sudah siap. Catering, gaun pengantin, dan teman-teman Mama ... semua sudah tahu." Sambung Mama dengan wajah paniknya.

Jelas siapa saja pasti panik kala menghadapi situasi seperti ini.

Entah siapa yang patut untuk di persalahkan. Rencana pernikahan dadakan itu juga atas rencana mereka berdua, Mita dan Anjas.

Anjas datang melamarnya tanpa di dampingi kedua orang tuanya.

Mita yang hanya tinggal berdua dengan sang Mama pun, langsung mengiyakan. Begitupun dengan sang Mama.

Anamita Kanaya Putri, sering di sapa Mita. Gadis manis berusia 25 tahun. Bekerja sebagai guru salah satu Taman Kanak-Kanak ternama di kotanya.

Berpacaran dengan Anjas Winata, pemuda berusia 28 tahun. Pemuda yang tidak jelas asal-usulnya.

Mohon maaf di ralat.

Selama berpacaran, Mita bahkan belum pernah sekalipun bertemu dengan keluarga Anjas. Anjas hanya sering menjanjikan, jika keluarganya akan datang saat pesta pernikahan nanti.

Dan bodohnya, Mita malah mempercayainya begitu saja.

Sama seperti Mita. Anjas adalah pemuda sederhana yang bekerja sebagai barista di salah satu coffeshop yang berlokasi tidak jauh dari TK tempatnya mengajar.

Setiap pulang mengajar, Mita selalu menyempatkan diri mampir di coffeshop tempatnya Anjas bekerja. Sekedar untuk menikmati secangkir latte favoritnya.

Dari sanalah awal mula pertemuan mereka. Sebab pertemuan yang terlalu sering itulah, akhirnya timbul benih-benih cinta di antara keduanya.

Dan entah kapan dan bagaimana hingga akhirnya mereka pun memutuskan berpacaran.

Selama setahun masa pacaran, tidak pernah sekalipun Anjas bercerita tentang dirinya. Tentang siapa dia, keluarganya, semua tentang dirinya. Mita tidak tahu menahu.

Mita hanya tahu, bahwa Anjas adalah pemuda yang baik, mandiri, dan pekerja keras.

Sudah.

Itu saja.

Sudah cukup untuk meyakinkan seorang Anamita untuk menjalin kasih. Bahkan hingga ke jenjang yang serius. Namun sayangnya, telah lebih dulu kandas di tengah jalan.

"Apa? Serius?"

Sama seperti Mita, Nayla sahabatnya pun, ikut memperlihatkan ekspresi yang sama.

Kaget bukan kepalang.

Sambil kedua bola matanya melotot sempurna. Seakan ingin melompat keluar dari tempatnya.

Saking kencangnya pekikan Nayla hingga para pengunjung kafe pun buru-buru mengalihkan atensinya ke arah mereka.

"Bisa diam tidak!"

"Berisik amat Mak Lampir!"

"Kuntilanak bukan disini tempatnya. Noh, di luar kalau mau treak treak."

Begitulah, seruan sejenis umpatan yang di lontarkan pengunjung kafe pada mereka berdua.

"Kamu tidak bercanda kan?" tanya Nayla memastikan sekali lagi. Kali ini dengan suara sedikit merendah.

Membuat Mita memutar kedua bola matanya jengah.

"Kapan aku suka bercanda." Dengan nada ketus.

"Tapi kamu tau kan alasannya apa?"

"Ya kali."

"Parah ini. Bahaya." Nayla menggeleng- gelengkan kepalanya, sambil bersidekap dada.

"Jangan-jangan dia punya cewek lain Mit." Sambung Nayla cepat.

"Selingkuhan."

"Trus hamil di luar nikah. Otomatis, dia harus tanggung jawab dong." Tambah Nayla lagi sebelum Mita menyanggahnya.

"Atau bisa jadi, ortunya tidak setuju dia nikah sama kamu. Bisa saja kan? secara, kamu belum pernah bertemu dengan keluarganya." Nayla benar-benar bak seorang detektif. Selalu tepat mencari alasan.

Mita membuang napasnya kasar. Sambil menatap tajam Nayla.

"Begini nih, resiko pacaran dengan cowok yang tidak jelas asal usulnya. Entah dari planet mana. Alien jenis apa." Nayla memang suka pedas terkadang.

"Bisa-bisanya kamu termakan bujuk rayunya." Sambil menatap Mita curiga.

"Tapi kamu belum di apa-apain kan?" tanyanya cepat.

Mita tersentak.

"Sialan. Ya jelas belum lah. Enak saja."

"Syukurlah. Aku pikir kamu udah sempat di utak-atik."

"Motor kali."

Nayla cekikikan. Sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Lagi. Seakan tengah meledek Mita.

"Bagus. Pertahankan sifat kamu yang seperti itu. Biar susah di obrak-abrik sama sembarang alien." Sambil cekikikan.

"Sialan. Ngeledek kamu."

"Ha ha ha ..." Nayla justru tertawa terbahak-bahak membuat pengunjung kafe kembali melancarkan serangannya.

"Woi, ini bukan di pasar tau."

"Dasar kuntilanak. Noh, treak aja di hutan. Dekat kuburan."

"Maaf, maaf." Nayla justru membungkuk bungkukkan badannya meminta pengampunan.

"Eh, tapi, seandainya nih ya. Seandainya kalian di pertemukan kembali suatu hari nanti, gimana?" tanya Nayla usil.

"Aku berharap itu tidak akan pernah terjadi." Seru Mita lantang.

Namun takdir, tidak ada yang tahu.

*

*

*

...-Bersambung-...

......................

**Hai ... 🤗

Ini karya kedua Author abal-abal ini.

Mohon dukungannya ya guys 🤗

Love u all 😘**

YOU, Bab 2

Empat tahun berlalu.

Mita masih setia menjalani profesinya sebagai seorang guru Taman Kanak-Kanak.

Dan hari ini, adalah tahun ajaran baru. Di mana dia masih harus menyesuaikan diri dengan murid baru. Berbeda dengan murid yang sebelumnya. Yang sudah mengenalnya dengan baik.

Mita sebetulnya pribadi yang baik dan menyenangkan. Namun mendadak jutek jika berhadapan dengan orang yang tidak di sukainya.

Mita menyukai anak kecil. Sebab dia anak tunggal, tidak memiliki saudara. Sehingga bermain dengan anak kecil bisa menjadi hiburan tersendiri baginya.

"Pagi anak-anak," sapa Mita ramah dengan senyum manis terkembang.

"Pagi Bunda," begitu anak-anak itu menyapanya.

"Sebelum kita belajar, boleh dong Bunda kenalan dulu sama kalian."

"Boleh Bunda ..." anak-anak menyahuti bagai paduan suara.

"Kalian bisa panggil Bunda, Bunda Mita. Sekarang Bunda panggil satu per satu ya," sambil membuka buku absen yang sudah berisi deretan nama siswa.

Dan Mita pun mulai mengabsen mereka satu per satu. Yang di balas dengan acungan jempol mereka. Hingga akhirnya tiba pada nama satu anak perempuan.

"Nara."

Belum ada sahutan.

"Nara ..." panggil Mita sekali lagi.

Tiba-tiba, di ambang pintu, sudah berdiri seorang anak perempuan. Nan imut dan cantik. Namun sayangnya wajahnya terlihat cemberut. Maka Mita pun menghampirinya.

"Nara Mikayla?" Mita mencoba menyapanya.

Anak itu mengangguk dengan wajah cemberut.

Mita pun membungkukkan badannya agar sejajar dengan tinggi anak perempuan itu. Lalu menyunggingkan senyum termanisnya kemudian.

"Loh, kok cemberut. Kita masuk yuk," ajak Mita.

Namun anak itu masih saja menggeleng. Enggan menuruti ajakan Mita.

"Kalau Nara masuk, trus duduk di bangku itu tuh," sambil menunjuk satu bangku kosong, "Bunda bakal kasih Nara cokelat yang banyak. Setelah itu, Bunda bakal dengerin semua cerita Nara. Nara mau kan cerita ke Bunda, kenapa Nara cemberut?"

Akhirnya anak itu pun menuruti perkataan Mita. Lantas memasuki kelas dan mengambil duduk pada salah satu bangku kosong.

Usai mengabsen muridnya, Mita kemudian memulai pembelajarannya yang di mulai dengan menyanyikan lagu anak-anak yang sudah sangat familiar di telinga anak-anak itu.

__

Di satu sudut kota, di tempat yang berbeda.

Seorang pria tampan terlihat baru saja keluar dari dalam lift dengan di dampingi seorang asistennya. Pria itu melangkah panjang sambil menerima panggilan telepon. Dengan langkah cepat.

"Iya Ma, nanti aku jemput dia." Kata pria itu. Lalu memutuskan sambungan telepon segera.

"Soal Nara lagi?" tanya sang asisten.

"Padahal anak itu baru empat tahun. Tapi Oma nya tetap ngotot memasukkan dia ke sekolahan."

"Mungkin maksud Oma nya, biar dia punya teman. Di rumah temannya hanya Oma nya dan aunty nya saja. Kasihan kan?"

Tiba di tempat parkir, tiba-tiba ponsel sang asisten berdering.

"Halo ..."

"Sekarang? Iya, baiklah."

Tut!

Bunyi sambungan telepon terputus.

"Maaf Pak, sepuluh menit lagi kita ada rapat." Kata sang asisten.

"Loh, kenapa mendadak sekali?"

"Sengaja di majukan. Mengingat jadwal anda selama sebulan ini sangat padat."

"Trus gimana dengan Nara?"

"Tidak ada cara lain lagi. Terpaksa anda harus meminta bantuan Nona Sasha."

Pria itu nampak membuang napas berat berkali-kali.

"Ya sudah. Tolong kamu saja yang hubungi dia. Hah ... Nara pasti ngambek lagi nih."

Sang asisten pun segera melaksanakan perintah tuannya. Dan mulai mengambil ponselnya. Lalu segera menghubungi seorang wanita yang bernama Sasha.

__

Sementara itu, di Taman Kanak-Kanak.

Pembelajaran telah usai. Terlihat seorang anak perempuan yang bernama Nara masih saja cemberut. Dan belum beranjak dari tempat duduknya. Sementara teman-temannya yang lain sudah mendapat jemputan dari orang tuanya masing-masing.

Melihat anak itu, timbullah rasa kasihan di hati Mita. Maka Mita mencoba menghampirinya.

"Sesuai janji Bunda tadi." Kata Mita sembari menyodorkan cokelat batangan pada anak itu.

Nara menggelengkan kepalanya.

"Kata daddy, Nara tidak boleh makan cokelat. Nanti giginya rusak."

"Oh ya? Kalau permen, mau?"

Nara kembali menggelengkan kepalanya.

"Nara takut di marahi daddy."

"Daddy nya galak yah? Ya sudah, nanti kalau daddy datang, biar Bunda yang minta ijin biar Nara bisa makan cokelat dan permen. Gimana?"

Nara menggelengkan kembali kepalanya. Kini wajahnya semakin cemberut.

"Loh, kok cemberut. Boleh Bunda tahu kenapa Nara cemberut?"

"Daddy dan mommy sibuk terus. Mereka tidak punya waktu nganterin Nara ke sekolah. Oma sibuk di butik. Aunty sibuk kuliah. Setiap hari Nara cuma sama supir."

Kasihan.

Begitu batin Mita berkata.

"Daddy dan mommy tinggalnya di rumah yang berbeda. Nara jadi sedih. Nara jadi tidak bisa selalu bersama mommy." Tambahnya lagi.

Oh, anak korban perceraian orang tua.

Begitu batin Mita kembali berkata.

"Ya sudah. Kalau begitu Bunda temani Nara menunggu sampai supir yang menjemput Nara datang. Mau ya?"

Akhirnya Nara pun menganggukkan kepalanya.

Tak berapa lama, saat mereka berdiri di depan gerbang. Sebuah mobil berhenti tepat di depan mereka.

Dari mobil itu, turun seorang wanita berparas cantik. Nan modis dengan rambut panjang kecokelatan. Datang menghampiri mereka.

Sontak Nara pun langsung menghambur ke dalam pelukannya.

"Mommy ..."

"Nara sayang, sorry ya, mommy telat jemput Nara. Nara tidak marah kan sama mommy."

"Bunda ... ini mommy nya Nara." Nara memperkenalkan ibunya pada Mita.

Mita pun menyunggingkan senyumnya menyambut sapaan hangat wanita itu.

"Terima kasih ya, sudah mau menemani Nara sampai ada yang menjemput." Kata wanita itu ramah.

"Sudah kewajiban saya sebagai gurunya Bu ..." Mita ingin mengetahui nama wanita itu agar lebih akrab dengan orang tua murid.

"Sasha." Ucap wanita itu cepat sambil mengulurkan tangannya.

Mita menerima uluran tangan itu dengan senyum ramahnya.

"Saya Mita Bu, wali kelasnya Nara."

"Panggil saja Sasha. Lagi pula, aku belum setua itu kok. Biar lebih akrab saja." Seloroh Sasha.

"Ah iya."

"Kalau begitu aku bawa Nara pulang dulu. Sekali lagi terima kasih ya."

"Da da Bunda, Nara pulang dulu ya?" kata Nara sambil melambaikan tangannya.

"Da da Nara. Besok-besok jangan cemberut lagi ya?"

"Oh ya, kalau mau bareng, boleh." Sasha menawarkan sebelum sempat membuka pintu mobil.

"Tidak, terima kasih. Saya sudah pesan ojol."

"Ya sudah. Duluan ya. Mari."

Mita pun melambaikan tangannya mengiringi kepergian Nara. Muridnya yang termuda dan terimut.

__

Sasha tidak langsung mengantarkan Nara pulang ke rumahnya. Dia membawa anak itu jalan-jalan sebentar. Membeli mainan baru, makan es krim, dan masih banyak lagi yang mereka lakukan.

Menjelang sore barulah Sasha membawanya pulang.

"Nara ..." panggil Oma begitu Nara memasuki rumahnya.

"Maaf ya, Oma tidak bisa mengantar dan menjemput Nara di sekolah." Kata Oma dengan wajah memelasnya.

"Daddy belum pulang ya Oma?" tanya Nara. Sambil menggandeng tangan Sasha berjalan menghampiri Oma nya.

"Sudah ... baru aja sampe." Tiba-tiba sebuah suara berat menyahuti pertanyaan Nara dari arah depan.

Seorang pria tampan berperawakan tinggi tegap. Dengan bentuk tubuh yang proporsional.

Dia berjalan menghampiri Nara. Kemudian berjongkok di depan Nara.

Seketika, Nara kembali memasang wajah cemberutnya. Membuat sang daddy jadi gemas dan mencubit pipinya.

"Anak daddy jadi jelek kalau lagi cemberut begini. Kita ke kamar yuk, mau daddy gendong?"

Nara menganggukkan kepalanya. Kemudian naik ke atas dekapan daddy nya. Lalu mereka beranjak pergi ke kamarnya.

"Maaf ya Sha, Nara selalu saja merepotkan kamu." Pinta Oma Lidya, Oma nya Nara.

"Tidak apa-apa kok Tante. Nara udah aku anggap seperti anak sendiri. Dari kecil aku sudah merawatnya. Aku malah senang dia menganggap aku ibunya."

"Kalau tidak ada kamu, Anjas sudah pasti sangat kerepotan mengurus anak itu. Dia sangat bergantung pada Anjas. Sampai-sampai Anjas tidak punya waktu bersama kamu."

"Tidak apa-apa Tante. Bagi Anjas, Nara itu sangat penting. Nara sudah menjadi tanggung jawabnya."

"Makasih ya, kamu sangat pengertian. Oh ya, apa Anjas sudah melamar kamu?"

Sasha tersentak mendengar pertanyaan Oma Lidya. Kemudian menundukkan wajahnya malu-malu.

"Pasti belum kan?" tebak Oma Lidya dengan cepat.

"Sampai kapan anak itu sendiri. Walau bagaimanapun dia juga butuh pendamping hidup." Tambahnya lagi.

Oma Lidya menghembuskan napasnya kasar. Tidak habis pikir dengan jalan pikiran puteranya.

*

*

*

...-Bersambung-...

YOU Bab 3

Anjas terlihat tengah menuruni anak tangga.

Setelah menidurkan Nara dan berganti pakaian, dia lantas menemui Oma Lidya dan Sasha yang masih mengobrol di ruang tengah.

Melihat kedatangan Anjas, Sasha pun menyunggingkan senyum manisnya disertai tatapan berbinar.

Tatapan matanya terus mengikuti hingga Anjas mengambil duduk di samping Oma Lidya.

Anjas Winata, pria dingin, cuek, dan susah di tebak. Pria yang membuat Sasha jatuh cinta hingga bertahun-tahun lamanya. Namun sayangnya, hubungan di antara mereka tidak ada kejelasan status sampai hari ini.

Dari teman, entah kapan akan berganti menjadi pasangan.

Sampai saat ini, Anjas belum pernah sekalipun mengutarakan perasaannya. Dan Sasha masih setia menunggu hingga kalimat itu meluncur dari lisan Anjas sendiri.

Mereka sudah berteman sejak keduanya berstatus sebagai mahasiswa. Hingga empat tahun lalu, mereka di pertemukan kembali melalui sebuah tragedi yang menimpa kakak tertua Anjas.

Sejak saat itu, Anjas memutuskan berhenti dari pekerjaannya sebagai barista. Dan kembali ke tengah-tengah keluarganya.

Serta di haruskan menggantikan posisi kakaknya sebagai pimpinan Winata Group. Sebuah perusahaan yang bergerak di industri makanan cepat saji, makanan instan, dan sejenis lainnya.

Sasha adalah orang pertama yang selalu setia berada di samping Anjas.

Sasha Adelina Abraham, wanita cantik, ramah, bersahabat, mandiri. Mengelola toko bunganya sendiri, dan hanya di bantu oleh beberapa orang pegawainya.

Oma Lidya terus memperhatikan Sasha yang sejak tadi pandangannya tidak lepas dari Anjas.

Sementara Anjas sendiri, justru menyibukkan pandangannya pada layar ponselnya yang menyala terang. Dan menampilkan halaman beranda akun Instagramnya.

Senyum terbit di wajah Anjas kala beranda instagramnya memperlihatkan postingan terkini seorang gadis manis yang tengah memperlihatkan dirinya sedang menikmati cokelat batangan.

Aku heran, kenapa ada orang tua yang masih melarang anaknya makan cokelat. Yang jelas-jelas sangat di sukai anak-anak.

Evil old man (orang tua yang jahat)

Begitulah caption yang menyertai postingan gadis itu.

Sasha masih memperhatikan, hingga senyuman itu pun kembali terbenam.

Dan Anjas pun menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku celananya.

"Anjas, kamu sudah makan?" tanya Oma Lidya sembari menoleh. Namun hanya sekilas, sebab kini Oma Lidya melirik ke arah Sasha.

"Belum Ma," jawab Anjas singkat.

Membuat Oma Lidya tersenyum senang. Karena rencananya kali ini akan berjalan mulus. Yaitu, mendekatkan hubungan Anjas dan Sasha.

"Kebetulan sekali, kayaknya Sasha juga belum makan kan? Gimana kalau kalian berdua makan malam di luar saja. Nara biar sama Mama. Sebentar lagi juga Anjani pulang. Lagian juga, ada si Bibi. Kamu tidak perlu khawatir meninggalkan Nara. Nara juga kan cucu Mama."

"Gimana? Kamu mau kan? Kasihan, Sasha udah kelaperan." Tambah Oma Lidya cepat.

Anjas malah melirik ke arah Sasha. Namun belum juga memberikan tanggapan.

"Tidak usah Tante, biar aku makan di rumah saja. Lagi pula Anjas pasti capek. Biar Anjas istirahat dulu. Makan malamnya bisa kapan-kapan kan?" tolak Sasha dengan halus. Meskipun sebenarnya hatinya menginginkannya.

Kapan lagi dia bisa berduaan dengan Anjas. Mengingat, setiap waktu yang mereka habiskan, pasti ada Nara di antara mereka. Membuat Sasha jadi tidak leluasa mengutarakan perasaannya.

"Baiklah." Jawab Anjas singkat. Namun berhasil membuat Sasha tersenyum bahagia.

"Tunggu apa lagi. Ayo cepetan, kamu siap-siap." Desak Oma Lidya sambil mendorong Anjas agar segera bangkit dari duduknya.

Anjas pun menuruti perintah mamanya. Entah dengan senang hati, atau justru karena terpaksa. Karena Sasha sudah banyak membantunya dalam merawat Nara.

__

"Heran aja, kenapa masih ada orang tua yang melarang anaknya makan cokelat dan permen. Kasihan kan, masa kecil mereka jadi tidak berkesan. Masa kecil tidak bahagia. Tega orang tua yang seperti itu." Ujar Mita dengan wajah kesal.

Nayla sudah terlihat bersemangat ingin menanggapi ucapan Mita, namun dengan cepat Mita menempelkan telunjuknya di bibirnya. Yang artinya, jangan kencang-kencang suaranya. Sambil mengedarkan pandangannya.

Nayla mengerti dengan isyarat itu. Sudah pasti para pengunjung kafe yang lain akan menyerang mereka dengan berbagai jenis umpatan. Seperti waktu itu.

"Oke." Ucapnya lirih sambil mengacungkan jempolnya. Nayla memang sahabat Mita yang paling bersemangat.

Nayla mengelola toko online nya sendiri. Bahkan dia sudah memiliki ruko yang menjual berbagai macam produk siap jual. Seperti pakaian, tas, sepatu, dan berbagai jenis lainnya. Tidak heran jika dia punya banyak waktu untuk sekedar nongkrong bersama sahabatnya. Sebab jam kerjanya yang begitu fleksibel.

"Sebagai orang tua yang baik, tentu saja mereka melarang anak-anaknya makan cokelat dan permen. Karena itu tidak baik untuk kesehatan gigi anak-anak. Begitu saja kamu tidak mengerti. Kamu kan guru TK. Gimana sih?" seru Nayla dengan nada pelan agar tidak mengganggu pengunjung kafe yang lain.

"Oh ya Mit, by the way, udah empat tahun nih. Apa kamu sama sekali tidak kepikiran untuk mencari pengganti Anjas gitu. Apa kamu mau sendiri terus?" tanya Nayla cepat.

Mita mengembuskan napasnya kasar.

Pengganti Anjas?

Jujur, Mita belum memikirkan soal pria hingga detik ini. Apa yang di lakukan Anjas terhadapnya dulu, sudah cukup membuatnya trauma.

Yang kata Nayla, pria yang entah dari planet mana, alien jenis apa. Sesungguhnya, Mita pun belum begitu mengenal baik Anjas. Pria sederhana yang berprofesi sebagai barista di coffeshop langganan Mita dulu.

Anjas tahu Mita adalah seorang guru Taman Kanak-Kanak. Namun belum sekalipun Anjas bertandang ke sekolahan Mita. Mengingat pekerjaannya sebagai barista, yang mengharuskannya bekerja dari pukul 10 pagi hingga pukul 11 malam.

"Makhluk yang bernama pria, entah kenapa aku merasa benci. Apalagi kalau harus berhubungan dengan mereka."

"Masih trauma ya? Jangan kelamaan kali. Nanti kamu jadi perawan tua."

"Lebih baik seperti itu. Lebih enjoy menjalani hidup. Tidak ada beban."

"Eh, siapa bilang. Ada bebannya kali. Beban gunjingan orang." Nayla cekikikan. Membuat Mita harus memelototinya.

Namun tawa Nayla justru pecah. Hingga pengunjung kafe yang lain serentak mengalihkan pandangan ke arah mereka. Sambil menatap garang.

"Upsss!" Nayla membekap mulutnya sendiri.

__

Sementara itu, Sasha terlihat sedikit kesal. Namun tidak berani menunjukannya di depan Anjas.

Sebelumnya dia sempat berpikir, kalau Anjas akan mengajaknya makan di sebuah restoran berbintang. Tapi Anjas malah mengajaknya ke sebuah kafe di pinggir jalan.

Tanpa sadar, dan tanpa ada yang menyadari, Anjas dan Sasha mengambil duduk di meja yang bersebelahan dengan meja Mita dan Nayla. Dan posisi duduk mereka saling memunggungi.

Tak lama berselang, pelayan kafe pun datang menawarkan menu.

"Mau pesan apa Pak?" tanya si pelayan kafe.

Anjas tidak menjawab. Sasha sudah tahu kebiasaan Anjas. Setiap kali mereka makan bersama, Sasha yang selalu memesan menunya. Dan untungnya, Anjas tidak pernah menolak menu apapun yang di pesan oleh Sasha.

"Spaghetti sama orange jus aja. Dua ya?"

Pelayan itu mengangguk, "segera kami siapkan." Kemudian berlalu pergi.

Anjas masih saja diam seribu bahasa. Sementara Sasha, otaknya sibuk berpikir keras mencari topik apa yang cocok sebagai obrolan mereka malam ini.

Sementara di meja sebelah, Mita tengah asyik menatap layar ponselnya.

Kedua bola mata indahnya membulat seketika. Saat dia mendapati seseorang yang sudah membuat dunianya hancur tiba-tiba menjadi followersnya di instagram. Sontak saja dia langsung memblokir akun itu.

"Mau kepo pake akun baru ya?" gumam Mita sambil menatap layar ponselnya.

"Siapa sih?" tanya Nayla heran.

"Alien sialan."

"Ha ha ha ... udah empat tahun loh. Tapi dia masih ingat kamu. Itu artinya kamu masih punya harapan."

"Tidak akan pernah. Jangan mimpi."

"Ha ha ha ... Anamita, itu baru sahabat aku."

Mendengar nama itu, sontak saja pria yang membelakangi Mita memalingkan wajahnya ke belakang. Menatap punggung Mita.

Mita masih belum menyadarinya. Hanya Nayla yang melihat Anjas tengah memandangi sahabatnya itu. Dan matanya langsung berbinar, kala melihat ada seorang pria tampan yang duduk di meja sebelah.

"Udah, pulang yuk." Ajak Mita kemudian bangkit dari duduknya.

"Ayo..." Nayla nampak enggan beranjak dari duduknya. Sebab di depannya ada makhluk tampan yang entah sejak kapan sudah menghuni meja itu.

Mita pun membalikkan tubuhnya dan hendak beranjak pergi. Namun langkahnya terhenti, dan tidak sengaja menabrak seseorang yang tiba-tiba saja sudah berdiri di depannya. Dan menghalangi jalannya.

"Aww ... maaf, maaf, saya tidak sengaja." Ucap Mita terbata.

"Sudah mau pergi?"

Mita tertegun.

Suara itu?

Suara yang sangat familiar di telinganya. Dulu. Apakah itu dia? Mungkinkah itu dia?

Mita pun mengangkat pandangannya. Dan kedua matanya terbelalak sempurna.

Absolutely correct (tepat sekali)

There he is (itu dia)

Anjas!

*

*

*

...-Bersambung-...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!