NovelToon NovelToon

Arrogant Husband

Awal Pertemuan

Tiinn!

Suara klakson mobil yang terdengar begitu keras hingga menggema di telinga.

"Aakh!" Zara berteriak keras saat mobil tersebut hampir mematahkan tulang kakinya.

Dirinya kini telah bersimpuh di atas aspal yang basah akibat curahan hujan yang baru saja reda, ia perlahan membuka mata setelah lampu mobil yang menyilaukan telah padam.

Seseorang keluar dari mobil dan menghampirinya. "Nona, apa Anda baik-baik saja?" Sambil menunduk menatap Zara.

Zara mendongak, menatap pria berjas biru gelap yang tampak khawatir. "Apa kau melihatku dalam keadaan baik-baik saja?" bentak Zara dengan kesal.

"Maaf, Nona. Seharuanya Anda tidak perlu berlari saat menyebrang jalan, Anda muncul secara tiba-tiba, beruntung saya masih bisa mengendalikan rem dengan baik, jika tidak, tidak tahu apa yang akan terjadi pada mobil ini," jawabnya lagi.

"Apa? Kau malah lebih peduli dengan keadaan mobil jelek ini? Apa kau mampu membayar nyawaku jika sampai aku mengalami kematian akibat teknik menyetirmu yang begitu buruk?" hardik Zara dengan tersungut.

"Lee, apa kau ingin mengajaknya berkencan dengan bicara begitu lama?" Seseorang dari dalam mobil melongokkan kepala dengan raut wajah muram.

"Maaf, Tuan muda. Wanita ini sungguh aneh, dia bahkan memarahiku jelas-jelas dia sendiri yang bersalah," teriak pria yang bernama Lee.

"Bilang apa kau barusan?" Zara melotot tajam begitu murka.

"Jika kau sudah tahu dia aneh dan gila, kenapa kau begitu betah meladeninya? Kembali dan tinggalkan!" titahnya lagi.

Gaza Munarga, dialah seorang pengusaha yang sukses mengembangkan perusahaan Tirtama Group yang diwariskan oleh ayahnya hingga berkali-kali lipat dalam jangka waktu lima tahun, ia memiliki seorang sekertaris bernama Lee Jonas, kerap disapa dengan sebutan Sekertaris Lee, pria yang menjadi kaki tangannya Gaza, juga mendapat julukan pria es kedua.

Sekertaris Lee kembali menoleh pada Zara dengan wajah datar tanpa ekspresi, lalu ia melangkah pergi, masuk ke mobil meninggalkan Zara begitu saja.

"Apa ada manusia yang lebih sombong darinya? Sudah membuat orang lain hampir celaka, tetapi sekarang malah pergi tanpa mengucapkan kata maaf, sepertinya aku harus melakukan sesuatu agar dia meminta maaf di depanku." Zara mengambil batu sebesar genggaman tangannya dan melemparkan ke arah mobil Gaza yang kini tengah berjalan menjauh.

Prank!

Seketika kaca mobil bagian belakang pecah hingga hampir melukai pria es ini.

"Tuan muda, apa Anda baik-baik saja?" tanya Sekertaris Lee yang tiba-tiba menginjak rem karena terkejut.

Gaza tidak mengatakan apa pun, hanya tatapan matanya yang mulai menyiratkan sebuah amarah yang menggetarkan, rahangnya mulai mengeras, diiringi dengan kepalan tangan yang begitu kuat.

Gaza keluar dari mobil dan menghampiri Zara tanpa melepas kepalan tangannya.

"Matilah, dia tampak begitu marah, kepalan tangannya yang begitu besar, apakah dia ingin memukulku?" Zara mulai panik, perlahan ia mundur dan berbalik badan, saat ingin kabur. Namun, kecepatan Gaza melebihi ekspektasinya, kerah bagian belakang berhasil ditarik hingga membuat Zara tak mampu melarikan diri.

"Mau melarikan diri setelah merusak barang orang lain?" ucap Gaza dingin.

Perlahan Zara menoleh dengan ketakutan. "Lepaskan!" Zara berteriak membentak Gaza, semua itu ia lakukan demi mengurangi rasa takutnya.

Gaza hanya diam saja, ia tetap memegang kerah baju Zara lalu mengeluarkan ponselnya dan mengambil gambar wajah wanita di hadapannya ini.

Zara melotot heran, tidak mengerti kenapa lelaki di hadapannya ini tiba-tiba mengambil gambar wajahnya. "Apa kau gila?"

"Jika aku sedang tidak memiliki urusan yang lebih penting, kau tidak akan kulepas begitu saja, fotomu ada bersamaku, akan kuingat wajah jelek ini untuk memberimu pelajaran, apa yang kau lakukan barusan adalah hutang, kau harus membayar ganti rugi atau jika tidak, sangat mudah bagiku untuk membuatmu berakhir di penjara, paham?" Gaza mendekatkan wajahnya, membuat Zara refleks memundurkan kepala.

Setelah mengucapkan itu, Gaza pun berbalik badan dan meninggalkan Zara yang masih mematung di tempat.

Apa aku sedang bermimpi? Bagaimana bisa aku mendapat kesialan yang seperti ini? Dia ingin aku mengganti rugi, tetapi sama sekali tak memberitahu siapa dia dan di mana alamatnya, bagaimana aku bisa menggantinya? Namun, bagus juga, dengan begini aku tidak perlu repot-repot mengeluarkan uang hanya untuk membayar ganti rugi, jika punya fotoku memangnya kenapa? Kau juga tidak tahu di mana aku tinggal, kau tidak akan mampu menemukanku. Zara mencibir dengan senang di dalam hati.

Beberapa saat kemudian Zara tersadar, ia menepuk dahinya dengan keras. "Astaga, apa yang aku lakukan? Jam berapa sekarang? Sepertinya aku akan telat lagi hari ini." Ia pun berlari sekuat tenaga agar tiba di sebuah restoran di mana tempat ia bekerja.

"Hufft ... akhirnya aku tiba juga, semoga Pak Doni tidak memarahiku lagi kali ini." Ia memegangi lututnya merasa begitu lelah setelah berlari begitu jauh, ingin menggunakan kendaraan umum, tetapi ia sama sekali tak memiliki uang.

"Pak Doni memang tidak akan memarahimu kali ini, tetapi dia mungkin langsung memecatmu," ujar seorang pegawai wanita dari arah belakang. Zara menoleh, ternyata Susan yang bicara, wanita ini memang selalu mencari masalah setiap kali bertemu Zara, entah karena dia sedang iri pada kecantikan Zara atau yang lain, yang jelas dia sangat tidak menyukai Zara.

Zara hanya diam saja, begitu malas untuk meladeni apa yang diucapkan oleh wanita bermulut kaktus tersebut, ia pergi meninggalkan Susan tanpa menoleh sedikit pun.

"Anak sialan, awas saja, kau. Setelah dipecat, kau tidak akan bersikap sombong lagi padaku," cibir Susan sembari menaikkan sudut bibirnya tersenyum sinis.

"Zara, jam berapa sekarang? Semakin hari kau datang semakin terlambat, apa kau pikir restoran ini milik orang tuamu? Datang kapan pun yang kau mau, kau tau prioritas dalam bekerja itu apa? Disiplin, jika kau tidak disiplin, bagaimana kau akan dipertahan untuk tetap bekerja?"

"Maaf, Pak. Saya sungguh tidak bermaksud untuk lalai dalam bekerja. Namun, di jalan saya mengalami kejadian buruk hingga menyebabkan saya terlambat datang, saya benar-benar minta maaf, berikan kesempatan lagi untuk saya," ujar Zara tertunduk, tidak berani untuk bertatap mata dengan Pak Doni sang atasannya.

"Sekarang aku tidak menerima alasan apa pun, kau terlambat tidak hanya sekali dua kali, kau mengulanginya hingga belasan kali, silahkan angkat kakimu dari sini dan jangan pernah datang lagi!" Pak Doni merentangkan tangannya menunjuk ke luar.

"Tapi, Pak ...."

"Keluar," ucap Pak Doni dengan nada rendah.

Zara hanya bisa terdiam dan terus menunduk, ia pun mengangguk pelan lalu melangkah pergi meninggalkan restoran itu.

"Ini semua gara-gara lelaki sombong itu, awas saja jika sampai kau bertemu lagi denganku, akan kuhabisi tubuhmu tanpa sisa." Zara terus menggerutu dengan kesal sambil menendang batu- batu kecil di jalan.

Hai-hai ... Author akhirnya kembali setelah sekian lamanya bertapa, muehehe

Author cuma mau bilang, semoga cerita kali ini bisa menemani dan menghibur kalian setiap hari dalam keadaan apa pun. Salam cinta yang banyak untuk kalian pembaca setiaku.

Sampai ketemu lagi di next episode, see you

Biaya Kompensasi

Dalam perjalanan pulang, Zara melewati sebuah gedung perusahaan yang begitu tinggi, dengan tampilan yang begitu mengesankan, dari luar dapat disimpulkan bahwa perusahaan tersebut memiliki puluhan lantai.

Seketika Zara berpikir untuk mencoba mencari pekerjaan di sana, mencoba untuk menguji keberuntungannya setelah mendapat musibah.

"Perusahaan ini besar sekali, jika aku melamar pekerjaan, apa akan diterima?" gumam Zara sembari mendongak menatap gedung di hadapannya.

"Huft ... tidak masalah, aku harus berusaha terlebih dahulu, berhasil atau tidaknya, aku tidak akan peduli lagi soal itu. Ingat, Zara. Kau masih memiliki dua orang adik yang membutuhkan biaya besar demi kelangsungan masa depannya, kau tidak boleh menyerah hingga adikmu dapat mewujudkan impian mereka." Zara memantapkan hati dengan tegas lalu berjalan ke arah perusahaan dengan yakin.

Sebelum benar-benar masuk, Zara sekali lagi mendongak, melihat tulisan besar yang terpampang di depan perusahaan. "Tirtama Group, apakah aku akan dapat bekerja di sini?" Zara sedikit ragu, tetapi kembali lagi ke pemikirannya di awal, kedua adiknya masih membutuhkan banyak uang. Dengan memejamkan mata mencoba berdoa, ia sekali lagi meyakinkan dirinya bahwa ia harus percaya akan takdir yang tak akan pernah berkhianat.

Saat ingin masuk, ia dihalang dengan dua orang penjaga. "Maaf, Nona. Jika tidak memiliki kepentingan apa pun, lebih baik Anda pergi," ujar salah satu penjaga.

Zara semakin ragu, baru mau masuk saja, ia mesti diusir seperti binatang liar tanpa kehormatan, perasaannya semakin tidak enak, tetapi dia sama sekali tak menghiraukan itu, ia mengutarakan maksud kedatangannya pada kedua penjaga tersebut.

"Maaf, Nona. Perusahaan ini tidak sedang mencari karyawan baru, lebih baik Anda pergi saja," jawabnya lagi.

"Tapi, Pak ...."

"Minggir, Nona." Penjaga itu pun menarik Zara ke tepi, lalu mereka berdua menunduk seakan sedang hormat pada sang raja. "Selamat pagi, Tuan," sapa mereka bersamaan.

Zara menoleh ke arah di mana mereka membungkuk. "Apa? Dia lagi? Kenapa bisa ada dia di sini?" Zara seketika menutup wajahnya dengan tas kecil yang ia bawa, mencoba untuk menghindari Gaza agar tidak mengenali dirinya.

Gaza yang berjalan penuh dengan kharismanya, didampingin oleh Sekertaris Lee, dengan tubuh yang tegap dan rupawan, seketika ia menghentikan langkahnya tepat di depan Zara.

Ia menoleh dan perlahan mendekati Zara yang masih menutup wajahnya.

Gaza mengangkat tangan kiri, bergerak perlahan membuka tas kecil yang menutupi wajah Zara.

Zara hanya bisa memejamkan mata dengan pasrah, tidak ada yang bisa ia lakukan sekarang, kini seekor singa jantan telah menemukan mangsanya.

"Wanita jelek, kau benar-benar tidak ada takutnya datang ke perusahaanku, apa yang kau inginkan? Kau sengaja membuntutiku demi mendapat keuntungan, benar begitu, bukan?" ujar Gaza dengan dingin.

Jelas-jelas aku yang tiba di sini duluan, bagaimana mungkin dia mengatakan bahwa aku mengikutinya, dasar psikopat. Cibir Zara dalam hati.

"Maaf, Tuan. Wanita ini mengatakan bahwa dia ingin melamar pekerjaan, kami sudah mengusirnya, tetapi dia sama sekali tak ingin pergi," sahut sang penjaga.

"Ah, tidak. Siapa bilang aku ingin melamar pekerjaan? Justru tadi aku tanpa sengaja melihat ada temanku yang bekerja di sini, aku hanya ingin menyapanya, jika aku tahu bahwa ini adalah tempatnya, aku tidak akan sudi menginjakkan kaki di sini," jawab Zara menyangkal.

"Masih ingin berdalih? Beraninya berbohong di depan Tuan Gaza, sudah bosan hidup?" bentak si penjaga.

"Aku akan pergi," ujar Zara sembari menekuk wajahnya dan berbalik.

"Mau ke mana? Bukankah mau melamar pekerjaan? Kalian berdua, bawa dia masuk," ujar Gaza lalu menyerahkan Zara pada dua orang penjaga itu.

"Hei, apa yang kalian lakukan? Lepaskan aku!" Zara terus berteriak dengan keras. Namun, tidak ada yang peduli, ia tetap diseret menuju ke ruangan Gaza.

Saat tiba di depan ruangan, Zara didorong paksa agar masuk, semetara Gaza, ia telah duduk di kursi kebesarannya sebagai pemimpin perusahaan.

Melihat Zara yang kini tertunduk diam, Gaza pun beranjak dan menghampiri.

"Selama ini kau wanita paling berani yang pernah kutemui, tetapi apa pernah kau berpikir bahwa terlalu berani itu bisa menyebabkan suatu musibah yang tak menguntungkan bagimu? Jika kau bisa bersikap menjadi wanita penurut, maka kau tidak akan terseret ke sini, tetapi kau malah membuat lubang menuju ke jurang untuk dirimu sendiri." Gaza menatap Zara dengan sangat dingin, sambil berjalan mengitari tubuh Zara yang berdiri membeku.

Melihat Zara yang tidak memiliki reaksi, ia pun kembali duduk di kursinya. "Lee, beritahu apa yang harus dia lakukan."

"Baik, Tuan." Sekertaris Lee membungkuk hormat.

"Nona Zara Maharani."

Apa? Dari mana dia mengetahui namaku? Batin Zara merasa sedikit tercengang.

"Karena Anda sudah berani menyeberang jalan di lampu hijau dengan berlari, Anda telah membuat Tuan Gaza kehilangan sedikit waktunya, dengan itu Anda harus membayar uang kompensasi sebesar lima juta. Kedua, Anda telah dengan sengaja melempar sebuah batu hingga menyebabkan mobil Tuan muda rusak, kerusakan ini membutuhkan banyak biaya untuk perbaikannya, Anda harus membayar sebesar Seratus Juta, total semua berjumlah 105 juta, silahkan dibayar sekarang," ucap Sekertaris Lee datar tanpa ekspresi.

"Em ... s-sekarang?" tanya Zara tergagap.

"Iya, Nona." Sekertaris Lee mengangguk pelan.

Zara menggaruk kepalanya yang tidak gatal, tidak tahu harus berbuat apa, bahkan sepeser pun ia tidak punya.

"Anda bisa mencicilnya jika Anda mau, tetapi dengan syarat, Anda harus bekerja di sini dan setengah dari gaji Anda akan menjadi jaminan, pihak perusahaan akan memotong gaji Anda setiap bulannya," lanjut Sekertaris Lee.

"Apa tidak ada cara lain, Tuan?" tanya Zara lagi.

"Cara lain hanya dengan Anda membayarnya secara tunai hari ini juga," ujar Sekertaris Lee tanpa peduli kegugupan Zara.

Zara menghela nafas dengan panjang, tidak ada cara apa pun lagi yang bisa ia lakukan, ia tak berhenti merutuki dirinya di dalam hati sebelum ia benar-benar menyetujui kesepakatan itu. "Baiklah, saya akan bekerja di sini,"ujarnya dengan sangat berat.

"Silahkan tanda tangan di sini, Nona." Sekertaris Lee menyerahkan sebuah kertas yang berisi perjanjian bahwa pihak kedua setuju untuk mendapat potongan dari gajinya saat bekerja. Dan jika berani mengundurkan diri sebelum batas waktu yang sudah ditentukan, akan dikenakan sanksi atau denda sebesar 500 juta.

"Apa tidak ada yang salah dengan isi perjanjian ini?" Zara terkejut setelah membaca isinya.

"Tanda tangan jika Anda setuju, jika tidak, maka akan kembali pada perjanjian awal," ujar Sekertaris Lee datar.

Zara melirik ke Sekertaris Lee dan berpindah menatap Gaza. Pria itu sekarang sama sekali tak melihat ke arahnya, sibuk menatap layar komputer mengerjakan pekerjaannya.

Ini namanya perampokan. Cibir Zara dalam hati sambil menatap kesal ke arah Gaza.

Mengelap Sepatu Gaza

Zara akhirnya menandatangani surat perjanjian tersebut, salahnya yang berani mencari masalah dengan seseorang yang memiliki kuasa.

"Ini." Zara pun mengembalikan surat tersebut setelah bertanda tangan.

"Bisakah saya pergi sekarang, Tuan?" tanya Zara dengan sopan.

"Siapa yang mengatakan kau boleh pergi? Kemari," panggil Gaza.

Zara pun menatapnya, dengan ragu ia tetap melangkah menuju lelaki dingin yang sangat tidak ia sukai.

Saat Zara berada di samping Gaza, lelaki ini pun sama sekali tidak menghiraukannya, terlalu sibuk menatap layar komputer hingga tanpa sadar Zara telah berdiri sampai setengah jam, Sekertaris Lee pun telah keluar dari ruangan itu sedari tadi.

Zara merasa serba salah, di satu sisi ia terus terbayang akan wajah adik bungsunya yang terbaring lemah di rumah, sedang mengalami sakit paru-paru semenjak setahun yang lalu, ia tak mampu membawa adiknya berobat di rumah sakit, ia memutuskan untuk merawatnya sendiri meski ia tahu dia tidak akan mampu menyembuhkan adiknya itu, di lain sisi, ia juga tak berani untuk pergi begitu saja saat tanpa ada perintah yang dikeluarkan oleh lelaki yang dia anggap sebagai pria robot, sama sekali tak memiliki ekspresi wajah.

"Tuan, apa saya tidak memiliki pekerjaan apa pun sekarang? Jika tidak ada, saya ingin pulang," tanya Zara ragu-ragu.

Gaza akhirnya menoleh dengan tatapan dingin. "ambilkan sepatuku di dalam lemari sana," ujarnya lalu kembali fokus pada layar komputer.

"Baik, Tuan." Zara pun melangkah dengan perasaan yang begitu gugup.

"Ini, Tuan," ucap Zara dengan menunduk sopan.

"Pakaikan," lanjut Gaza.

Zara menghela nafas dengan kasar. Jelas-jelas dia memiliki tangan yang lengkap, kenapa harus meminta orang lain untuk memasangkan sepatu di kakinya? Itu sama saja dengan merendahkanku. Cibir Zara.

"Kenapa? Kau tidak mau?" Gaza menoleh dengan tatapannya yang tajam.

"Segera saya lakukan, Tuan." Zara pun dengan sigap berjongkok di kaki Gaza, melepas sepatu yang dikenakan lelaki itu dan menggantinya dengan yang baru.

Sepatu yang ia kenakan terlihat begitu baru dan mengkilap, tetapi masih harus menggantinya lagi. Zara terus menggerutu dengan kesal.

"Apa kau mengerjakan sesuatu selalu selamban ini?" ujar Gaza tiba-tiba.

Itu karena kakimu yang terlalu berat, kau bahkan tak ingin mengangkat kakimu saat aku ingin menggantinya. Batin Zara.

"Maaf, Tuan." Hanya itu yang bisa ia jawab tanpa berani untuk membantah.

Sepuluh menit kemudian, akhirnya sepatu itu berhasil ia pasang di kaki Gaza. Saat Zara berdiri, tiba-tiba Gaza mengatakan, "Siapa yang mengizinkanmu untuk berdiri?"

"Lalu apakah saya harus tetap berjongkok, Tuan?" tanya Zara kebingungan.

"Lakukan," titah Gaza.

Zara menggertakkan gigi dan menghela nafas dengan kasar. Sepertinya aku benar-benar sedang bertemu dengan orang gila. Benak Zara sembari berjongkok dengan sangat malas.

"Gunakan sesuatu apa pun yang menurutmu terbuat dari bahan yang lembut, lap sepatuku," sahut Gaza.

Zara mengepalkan tangannya dan memejamkan mata begitu kesal. "Baik, Tuan." Lagi-lagi hanya bisa menurut tanpa pembantahan.

Zara melirik kiri dan kanan, ia tak menemukan apa pun yang bisa digunakan untuk mengelap, tiba-tiba matanya tertuju pada kemoceng yang tergantung di tepi lemari hias. Ia pun tersenyum dan melirik Gaza sekilas, melihat lelaki itu terlalu fokus pada komputernya, ia pun diam-diam beranjak lalu mengambil kemoceng tersebut dan menggunakan itu untuk mengelap sepatu Gaza.

Beberapa saat kemudian, Sekertaris Lee kembali masuk ke ruangan Gaza. "Nona, apa yang Anda lakukan pada sepatu Tuan muda?" Sekertaris Lee mengerutkan alisnya tak percaya dengan keberanian Zara.

Gaza menoleh dan melihat Zara memegang sebuah alat pembersih debu yang ia gunakan pada sepatunya.

"Berdiri," perintah Gaza.

Zara menggigit bibir bawahnya merasa takut, kini ia ketahuan oleh singa jantan, mungkin ia benar-benar akan di makan hidup-hidup kali ini.

Perlahan Zara memberanikan diri untuk berdiri. Gaza segera bangkit dan menghampirinya.

"Wanita, apa aku memperlakukanmu dengan begitu lembut? Kau tampaknya begitu semena-mena meski telah diberi hukuman, apa kau ingin aku memberikan hukuman tambahan?" ujar Gaza sembari mendekatkan wajahnya pada Zara.

"Maaf, Tuan. Lantas saya tidak tahu lagi harus membersihkannya menggunakan apa, saya hanya melihat kemoceng ini dan menggunakannya," jawab Zara gemetaran.

"Kau lihat betapa beraninya dia, Lee? Sepertinya dengan membuatnya bekerja di sini tidak akan cukup untuk menghukumnya. Apa kau memiliki usul apa yang harus dilakukan pada wanita ini?" Gaza menoleh pada Sekertaris Lee.

Zara semakin gemetar, tangannya mulai berkeringat dingin mendengar penuturan Gaza, apakah dia benar-benar akan dihukum berat oleh pria yang tak berkemanusiaan ini?

"Tuan, di luar ada Tuan Rangga ingin bertemu dengan Anda," ucap Sekertaris Lee tanpa menjawab apa yang diucapkan oleh Gaza.

"Ck, bahkan kau mengabaikanku, Lee. Suruh dia masuk," ucap Gaza lalu kembali duduk di kursinya.

"Kau, kembali pada pekerjaanmu, gunakan tissu, jika kau tak membawanya, kau bisa menggunakan pakaianmu untuk mengelap sepatuku," ujar Gaza pada Zara.

Zara hanya mengangguk, beruntung ia selalu menyediakan tissu di dalam tasnya setiap kali keluar rumah, kali ini dia benar-benar selamat dari ancaman, jika tidak, maka dia akan mempermalukan dirinya dengan mengelap sepatu mengenakan pakaiannya sendiri.

Beberapa saat kemudian seorang lelaki paruh baya masuk ke ruangan Gaza dengan diantar oleh Sekertaris Lee.

"Lama tidak berjumpa, Gaza," sapa lelaki yang bernama Rangga tersebut.

"Tentunya kau datang bukan untuk berpura-pura seolah menjadi orang yang begitu akrab denganku, katakan maksud kedatanganmu dan kau bisa segera keluar dari perusahaanku," ucap Gaza tanpa menoleh pada lelaki tersebut.

Rangga terkekeh. "Tentunya kau masih ingat tentang apa yang tertulis pada surat wasiat yang ditetapkan oleh ayahmu, apa perlu aku mengatakannya lagi?" Sembari berjalan ke arah sofa di pojok ruangan.

Gaza menatap Rangga dengan begitu tajam, seakan hendak ingin menghabisi lelaki itu dalan sekejap.

"Kecilkan tatapanmu, aku takut melihatnya. Apa kau tidak berniat untuk menemani aku duduk di sini sebagai tamu menjemput tuan rumah?" Sambil terkekeh dengan puas.

Gaza tersenyum sinis. "Kau benar-benar merasa bahwa perusahaan ini adalah milikmu?" ucap Gaza dingin.

"Tentu saja, setidaknya itulah yang kuingat saat terakhir kali ayahmu wafat."

Gaza tak menggubris ucapan Rangga, ia hanya tergelak dengan seramnya. Sementara Zara yang tidak tahu apa-apa, ia terus mengamati ucapan demi ucapan yang terlontar dari kedua belah pihak yang seakan tidak sedang bersahabat.

"Ngomong-ngomong kau tidak menyuruh wanita itu keluar saat aku sedang di sini, siapa dia? Apa dia kekasihmu?" tanya Rangga.

"Jika kau datang hanya untuk menanyakan hal itu, lebih baik angkat kakimu dan jangan pernah datang lagi," jawab Gaza tanpa menoleh.

Rangga tertawa terbahak-bahak. "Baiklah, sikapmu benar-benar tidak berubah. Kalau begitu, gadis kecil, bisakah kau ambilkan aku segelas air?" ucap Rangga sambil menatap Zara.

"Baik, Tuan." Zara pun bangkit dari tempatnya.

"Kembali ke tempatmu dan selesaikan pekerjaan yang aku perintahkan," sahut Gaza dingin.

Zara pun akhirnya kembali duduk tanpa berani membantah, sementara Rangga, ia malah terkekeh.

"Katakan apa yang kau inginkan, setiap detik waktuku sangat berharga, aku tidak memiliki waktu untuk meladenimu yang hanya ingin bertele-tele, satu hal yang kau perlu ingat, kau tidak memiliki hak menyuruh segala apa pun pada wanita itu terkecuali aku, apa kau paham?" Sembari bangkit dari tempatnya dan melangkah menghampiri Rangga.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!