NovelToon NovelToon

Ma Queen ROSE

Rose: Gadis Pendiam

Mata elang Adam terus memperhatikan setiap langkah seorang pelayan wanita yang sedang sibuk mengantarkan makanan kepada para tamu. Sesekali dia tersenyum saat pelayan itu terlihat acuh pada pria yang ingin mengajaknya bicara.

"Mau sampai kapan kau mengintai gadis itu, Dam?" tanya Cesar. "Kau itu tampan, juga memiliki status yang sangat tinggi. Apalagi yang kau takutkan, hem?."

"Diamlah, jangan merecoki urusanku. Cesar, jika kau jadi aku, apa yang akan kau lakukan padanya? Aku benar-benar di buat sangat penasaran dengan identitas gadis itu. Mustahil jika dia hanya berasal dari keluarga biasa mengingat betapa sulitnya dia dalam memblokir data-data diri" tanya Adam sembari mengusap bibir.

"Jika itu aku, maka aku akan langsung menariknya ke tempat tidur kemudian mengajaknya bercinta sampai puas" jawab Cesar kemudian terkekeh melihat tampang mengerikan teman sekaligus bosnya. "Hehehe, aku hanya bercanda. Tidak perlu segarang itu menatapku, bos!."

"Bicara yang benar!" sergah Adam kesal.

Adam dan Cesar segera menoleh kearah pelayan yang kini tengah berjalan kearah mereka. Adam yang melihat gadis itu semakin dekat segera membenarkan letak bokongnya. Mata elangnya terus memperhatikan setiap pergerakan kecil yang di lakukan oleh si pelayan yang dia tahu bernama Rose. Bagai terkena sihir, ruh Adam seperti melayang saat indra penciumannya menangkap aroma wangi vanilla dari tubuh gadis ini.

'Oh shiitt, kenapa tubuh gadis ini wangi sekali. Sialan, juniorku bangun!.'

"Ekhhmm permisi nona, kalau boleh tahu siapa namamu?" tanya Cesar sengaja menggoda.

Tak mengindahkan pertanyaan tamunya, Rose dengan santai menata pesanan makanan mereka di atas meja. Dia sama sekali tidak tertarik untuk meladeninya meskipun dia sadar betul kalau salah satu dari pria ini terus saja memperhatikannya setiap waktu. Sebenarnya ini bukan yang pertama ada pengunjung restoran yang bertanya siapa namanya, jadi Rose sudah tak heran lagi. Dia hanya akan diam tanpa memberikan respon apapun, tak peduli orang itu akan tersinggung atau tidak dengan sikapnya.

"Hey nona, aku sedang bertanya padamu" ucap Cesar gemas dengan kebungkaman gadis ini.

"Cesar, berhenti mengacau. Biarkan dia menyelesaikan tugasnya, kau jangan membuatnya merasa tidak nyaman" omel Adam sambil melirik kearah Rose yang hanya diam tak merespon. Bibirnya berkedut, sungguh pribadi yang sangat dingin.

"Mengacau apa Dam. Aku ini hanya ingin tahu namanya saja, tidak bermaksud mengganggunya" sahut Cesar dengan senyum menggoda. "Ekhmmm nona, ayolah beritahu kami siapa namamu. Boleh kan?."

Cesar terbengang saat pelayan itu berlalu begitu saja dari hadapannya. Ini adalah pertama kalinya Cesar di acuhkan oleh seorang gadis, rasanya seperti ada jarum runcing yang menusuk di jantung. Sambil mengerucutkan bibir, Cesar melihat kearah Adam yang tengah menatap punggung si pelayan.

"Adam, hidupmu akan sangat kesepian jika terus menginginkan gadis itu. Dia..... Dia dingin sekali seperti manusia kutub. Gadis itu bahkan tidak memberikan reaksi apapun saat ada pria tampan yang bertanya padanya" adu Cesar dengan wajah terluka.

"Itu bagus. Tandanya dia bukan gadis murahan yang asal menanggapi pria hidung belang sepertimu" sahut Adam sekenanya.

"Ya Tuhan, sahabat macam apa kau ini Dam. Mulutmu benar-benar sangat tajam seperti pisau!" keluh Cesar.

"Aku bukan sahabatmu, tapi aku bosmu. Itu artinya aku bebas mengatakan apapun pada bawahanku. Dengar tidak?" ejek Adam kemudian mulai menikmati makan siangnya.

'Huhh, dasar pria kesepian!.'

"Aku tahu kau sedang mengataiku pria kesepian" celetuk Adam yang langsung membuat Cesar tersedak makanan yang sedang dia kunyah.

"Apa kau seorang cenayang? Bagaimana bisa kau tahu apa yang sedang aku pikirkan?" tanya Cesar kaget.

"Tanpa perlu menjadi seorang cenayang aku akan langsung mengetahuinya karena kau baru saja memberitahuku. Dasar bodoh, aku hanya asal bicara saja tadi. Siapa yang tahu kalau kau akan mengaku secepat ini!."

Rasanya ingin sekali Cesar melempar piring berisi makanan ini ke wajah Adam. Bisa-bisanya dia terjebak oleh akal-akalan sahabatnya yang sangat tidak bermutu ini.

"Makanlah, sebentar lagi jam istirahat habis. Kita harus segera kembali ke perusahaan" ucap Adam sembari menahan geli melihat temannya yang merajuk.

"Kalau sampai aku mati karena tidak memiliki tenaga maka kau yang harus bertanggung jawab. Huh, bagaimana bisa aku betah berada di sampingmu sih?!" gerutu Cesar kemudian mulai melanjutkan makan siangnya. "Oh iya Dam, kapan kau akan mengunjungi Rolland?."

"Mungkin besok atau mungkin lusa. Kau tahu sendiri lah kalau Rolland sedang sangat sibuk mengurusi cabang bisnisnya yang baru buka di Texas" jawab Adam.

"Benar juga. Ck, aku benar-benar sangat kagum dengan kecerdasannya. Di usia muda dia sudah sukses dalam memimpin dua perusahaan besar milik orangtuanya yang kita sama-sama tahu kalau kedua perusahaan itu bukanlah perusahaan kelas biasa. Mungkin jika aku jadi Rolland, aku akan mati dalam tumpukan berkas yang tiada habisnya itu" ucap Cesar bergidik ngeri sekaligus mengangumi kehebatan salah satu rekan bisnisnya.

Adam mengangguk. Matanya menyipit saat dia melihat Rose yang terlihat buru-buru saat keluar meninggalkan restoran. Saat Adam hendak menyusulnya, tangannya di tahan oleh Cesar. "Ck, apa-apaan kau! Singkirkan tanganmu!."

"Dia hanya akan pergi kuliah, bukan ingin berkencan dengan pria lain. Begitu saja sudah panik" ledek Cesar geli melihat kekhawatiran di wajah Adam.

"Aku tidak peduli. Mataku harus melihat sendiri kalau dia memang hanya akan pergi ke sekolah, bukan untuk melakukan hal lain!" sergah Adam kemudian kembali duduk. "Astaga, kenapa gadis itu membuatku jadi kacau begini sih."

Cesar tertawa. "Sudahlah Dam, nanti malam kau datangi saja tempat kostnya. Ajak dia untuk bicara, lebih bagus lagi jika kau bisa langsung menidurinya. Kalau kau terlalu lama mengulur waktu bisa-bisa ada pria lain yang mendahuluimu. Rose itu sangat cantik, aku yakin ada banyak pria yang sedang mengincarnya. Jangan sampai kau kalah start dari mereka Dam!."

"Itu tidak akan terjadi, Ces. Rose itu hanya boleh jadi milikku, aku sudah mengikutinya selama satu tahun" sahut Adam mulai resah.

"Selama apapun kau mengikutinya tetap akan kalah pada orang yang berani mengakuinya secara langsung. Kau sadar tidak kalau pria-pria yang selama ini gencar mengajak Rose berkenalan rata-rata berasal dari kalangan mapan sepertimu. Bahkan pria yang menggodanya tadi adalah salah satu musuh bebuyutan kita. Harga dirimu bisa hancur kalau dia yang berhasil mendapatkan Rose duluan. Sudahlah Dam lebih baik kau ikuti apa saranku, datang dan temui dia sebelum semuanya terlambat!."

Sayangnya Adam yang tengah termenung memikirkan ucapan Cesar tidak menyadari jika di bibir temannya ini ada sebuah seringai licik yang tertuju untuknya. Adam tidak tahu kalau ucapan Cesar mengandung sebuah trik jebakan yang akan membuat nasibnya berubah dalam satu malam.

"Apa yang akan aku katakan padanya jika aku tiba-tiba muncul kemudian mengajaknya bicara?" tanya Adam ragu. Tangannya terus mengaduk-aduk makanan yang ada di dalam piring.

"Ya Tuhan Adam Clarence, apa otakmu hanya bisa bekerja dengan baik jika itu menyangkut masalah tender saja? Astaga, sebagai pria yang di juluki Casanova aku merasa sangat malu mempunyai teman bodoh sepertimu!" ejek Cesar terperangah.

"Sialan kau!" umpat Adam sambil melemparkan sendok kearah Cesar. "Rose itu berbeda dengan wanita lain, Cesar. Dia bahkan tak merespon saat sang Casanova sepertimu menggodanya. Lalu apa bedanya denganku nanti kalau kau saja di acuhkan begitu saja!."

Cesar terdiam. Benar juga apa yang di katakan oleh Adam, Rose memang sedikit berbeda dari wanita-wanita yang selama ini berada di sekeliling mereka. Meski hanya seorang pelayan, Cesar bisa melihat kalau gadis itu memiliki harga diri yang sangat tinggi. Tapi hal itu tidak membuat orang lain yang melihatnya merasa kesal, melainkan malah semakin penasaran kepadanya. Hal itu juga yang menyebabkan temannya ini menjadi gila seperti sekarang.

"Em begini saja Dam, malam ini kau tetap datangi dia. Selebihnya biar aku yang urus!" ucap Cesar.

"Jangan macam-macam Cesar, aku tahu apa yang ada di dalam otakmu saat ini!."

"Hehehehe......."

Meski curiga, Adam akhirnya memutuskan untuk tetap mengikuti saran dari Cesar. Dia ingin tahu apa yang akan di lakukan oleh pria yang menyebut dirinya sebagai sang Casanova hanya karena memiliki banyak wanita yang siap melayaninya setiap waktu.

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

...📢 Jangan lupa tinggalkan vote, like dan komen gengss 🔪🔪🔪...

...🌹 Ig: emak_rifani...

...🌹 Fb: Nini Lup'ss...

Rose: Seorang Teman

"Hai Rose..."

"Rose, bagaimana kabarmu hari ini?."

"Rose, kau semakin cantik saja. Mau berkencan denganku tidak?."

Kurang lebih seperti itulah sapaan yang Rose terima saat dirinya berjalan masuk ke dalam kampus. Sudah dua tahun lebih dia mengabaikan godaan dari pada hidung belang yang terus bertambah setiap harinya. Sementara para gadis ada sebagian dari mereka yang merasa iri, namun ada juga yang menatapnya penuh kagum. Karena selain memiliki tubuh dan wajah yang sangat mempesona, Rose adalah mahasiswi terpintar di universitas ini. Wajarlah jika hal itu menimbulkan banyak kecemburuan sosial bagi para gadis yang merasa tersaingi. Pernah beberapa kali para gadis itu berniat mencelakai Rose. Namun usaha mereka selalu saja gagal, bahkan Rose dengan mudahnya membalik keadaan hingga akhirnya gadis-gadis itu yang menjadi korban dari kejahatan mereka sendiri.

"Rose....!!!."

Langkah Rose terhenti. Dia kemudian berbalik, menatap seorang gadis culun yang sedang berlari-lari kecil kearahnya.

"Dekan memanggilmu, sekarang!" ucap Mona terengah. "Eh tunggu dulu, kau tidak membuat masalah kan? Aku takut ada seseorang yang ingin menjebakmu!."

Tanpa memberi tanggapan, Rose berlalu begitu saja dari hadapan Mona. Dia mulai menebak-nebak gerangan apa yang terjadi hingga dirinya harus di panggil ke ruang dekan. Saat Rose tiba di depan pintu ruangan, dia tidak langsung mengetuk pintu. Rose merasa ada yang janggal karena dia tidak merasa pernah melakukan kesalahan apapun yang membuatnya harus masuk ke ruangan ini.

Ceklek

"Oh Rose, kau sudah datang?" tanya seorang pria paruh baya yang terlihat kaget melihat keberadaan muridnya. Dia adalah Tuan Regar, dekan ter-killer yang ada di universitas ini.

Rose mengangguk. Dia hanya berdiri diam tanpa berniat menyapa sang dekan. Tuan Regar yang memang sudah hafal dengan tabiat murid jenius ini hanya tersenyum kecil. Dia kemudian mempersilahkan Rose untuk masuk ke dalam.

"Duduklah Rose, ada hal penting yang ingin saya bicarakan denganmu" ucap Regar sembari mendudukkan bokongnya di kursi.

Rose patuh. Dia segera duduk kemudian kembali menatap wajah si dekan. Dia masih enggan untuk membuka mulut, lebih memilih untuk diam menunggu dekannya yang berbicara terlebih dahulu.

"Begini, tahun ini adalah tahun terakhir kau menjadi mahasiswa di universitas ini. Jadi minggu depan pihak sekolah ingin mengadakan sebuah acara perpisahan untuk para mahasiswa yang akan segera melakukan wisuda. Berhubung kau sangat pandai bermain piano, saya memasukkan namamu ke dalam daftar mahasiswa yang akan ikut berpartisipasi dalam acara tersebut. Bagaimana, kau merasa keberatan tidak? Kalau iya, saya akan mencoretnya da..

"Tidak" sahut Rose singkat.

Regar tersenyum. Sesuai harapannya, muridnya ini pasti tidak akan menolak. Bukan tanpa alasan kenapa Regar memasukkan nama Rose ke dalam daftar pengisi acara. Jujur saja, semua guru dan bahkan seluruh mahasiswa sangat menyukai alunan melodi yang di bawakan olehnya. Rose selalu berhasil membuat semua orang terbius dengan permainan pianonya yang sangat indah. Membuat semua orang menjadi ketagihan ingin mendengarnya lagi dan lagi.

"Baguslah, senang mendengarnya" ucap Regar lega. "Ya sudah, hanya ini saja yang ingin saya bicarakan. Kau boleh kembali ke kelasmu!."

Rose mengangguk. Setelah itu dia segera keluar dari ruangan, mengabaikan sang dekan yang sedang menggelengkan kepala melihat sikapnya yang begitu dingin.

Di luar ruangan, Mona tengah mondar-mandir seraya menggigit jari. Dia langsung menghambur kearah Rose begitu melihatnya keluar. "Bagaimana Rose? Apa yang di katakan oleh Tuan Regar? Kau tidak di keluarkan dari Universitas ini kan? Siapa yang melaporkanmu padanya?."

Di cecar seperti itu oleh satu-satunya orang yang menjadi temannya membuat Rose menghela nafas panjang. Dia lalu menatap lekat kearah Mona yang terlihat sangat khawatir.

"Tidak terjadi apapun di dalam tadi!."

Hanya jawaban sesingkat itu yang berhasil Mona dengar dari mulut temannya yang irit bicara ini. Kendati seperti itu dia sudah bisa merasa lega. Tanpa merasa canggung, Mona segera melingkarkan tangannya ke lengan Rose. Dia lalu mengajaknya untuk berjalan menuju kelas mereka.

"Rose, sebentar lagi kita akan segera menyelesaikan kuliah di sini. Kira-kira di perusahaan mana kau ingin magang?."

Tidak ada jawaban dari Rose. Dia hanya diam mendengarkan celotehan temannya sambil terus melangkah menuju ruangan mereka. Rose acuh saat tidak sengaja mendengar gunjingan beberapa gadis yang terus menatap sinis kearah mereka berdua.

"Ayo jawab aku, Rose. Aku sangat penasaran perusahaan beruntung mana yang akan di singgahi oleh mahasiswi tergenius di negara ini. Bahkan jika mampu aku akan mengikutimu magang di sana, aku tidak mau berpisah denganmu Rose" rengek Mona seperti anak kecil.

Mona begitu mengangumi kepintaran Rose sejak dia masuk ke universitas ini. Jika mahasiswa lain membutuhkan waktu selama kurang lebih empat tahun untuk menyandang gelar sarjana, Rose hanya memerlukan waktu selama dua setengah tahun untuk menyandang gelar tersebut. Itupun dengan predikat mahasiswi terbaik sepanjang masa, padahal Rose sendiri berasal dari pedesaan. Sedikit mustahil jika di pikir dengan akal sehat. Namun yaitu, semua penghuni universitas ini mau tidak mau harus mengakui kecerdasan seorang Rose. Bahkan gadis pendiam ini menjadi tolak ukur para pria dalam mencari pasangan hati. Mereka seakan menjadikan Rose sebagai patokan utama dalam setiap hal yang ingin mereka lakukan.

"Aku belum tahu perusahaan mana yang ingin aku datangi. Kalau kau ingin mengikutiku, pastikan otakmu tidak tumpul. Akan sangat memalukan jika orang lain tahu aku membawa seorang teman bodoh untuk bekerja di tempat yang sama!" ucap Rose pedas.

Mona langsung menelan ludah begitu geraham temannya ini terbuka. Bukan sekali dua kali dia di buat kaget dengan kata-kata pedasnya, tapi tetap saja dia akan merasa kaku jika mendengarnya.

"Hehehe Rose, kau ini kalau bicara suka terus terang sekali ya. Iya iya aku tahu kalau aku ini tidak sepintar dirimu. Itulah kenapa aku terus menempel padamu seperti parasit, siapa tahu dengan begini aku bisa terjangkit virus yang membuatmu begitu pintar. Kan lumayan!" ucap Mona tanpa ragu mengakui kebodohannya.

Rose tersenyum samar, merasa tergelitik dengan ucapan jujur temannya. Langkah mereka berdua terpaksa harus terhenti saat ada tiga orang gadis berdiri menghadang di depan pintu masuk.

"Grace, mau apa kau?" tanya Mona sedikit takut.

"Ck, diam kau gadis culun. Aku tidak ada urusan denganmu, tapi dengan temanmu yang sok kecantikan ini" sahut Grace sembari menunjuk wajah Rose. "Hei kau gadis desa, sihir apa yang sudah kau gunakan untuk mengguna-gunai semua pria yang ada di universitas ini hah! Beraninya kau ingin menguasai mereka seorang diri!."

Mona mengeratkan tangannya ke lengan Rose melihat Grace yang sedang melotot seperti nenek sihir. Grace adalah putri dari keluarga paling kaya yang ada di Negara S. Itulah kenapa semua orang takut jika bermasalah dengannya. Tapi sepertinya ketakutan itu hanya akan berlaku pada mahasiswa lain, tidak dengan Rose. Gadis ini terlihat santai-santai saja saat Grace memakinya.

"Yakkk Rose, kau dengar aku tidak!" sentak Grace kesal.

Baru saja dua teman Grace hendak maju ke depan, mereka harus kembali mundur dengan takut saat Rose melemparkan tatapan datar kearah mereka. Mona yang melihat hal itu tersenyum puas. Dia senang sekali melihat para gadis ini diam tak berkutik meski temannya tidak melakukan apapun pada mereka bertiga.

"Menyingkirlah. Tubuh gemuk kalian menghalangi jalanku!."

Ucapan singkat Rose berhasil membuat Grace dan teman-temannya berteriak histeris. Mereka segera berlari kearah kamar mandi untuk memeriksa apakah benar tubuh mereka menggendut. Sedangkan Rose sendiri kini sudah melenggang masuk ke dalam kelas kemudian duduk di bangkunya. Dia bahkan tak mempedulikan Mona yang masih berdiri tercengang di depan pintu masuk.

"Luar biasa. Mulutnya Rose benar-benar sangat tajam. Ahh, kapan aku bisa sekeren dia ya?" gumam Mona kemudian berlari masuk ke dalam kelas.

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

...📢 Jangan lupa tinggalkan vote, like, dan comment ya gengss 🔪🔪🔪🔪🔪...

...🌹 Ig: emak_rifani...

...🌹 Fb: Nini Lup'ss...

Rose: Phobia

Hujan rintik nampak mulai turun dari langit saat Rose hampir sampai di tempat kostnya. Nafas gadis itu mulai tersengal, butiran keringat dingin juga mulai membasahi wajah cantiknya. Rose yang memang memiliki phobia akut terhadap hujan berusaha secepat mungkin agar dirinya bisa segera masuk ke dalam rumah. Sesampainya dia di depan pintu kamar, tangannya yang sedang gemetaran merogoh saku celana untuk mengambil kunci. Tapi sayang, kunci kamarnya tidak ada di sana.

"Hahh.. Hahhh...J-jangan s-sekarang" ucap Rose tersendat dengan nafas yang semakin memburu.

Akhirnya Rose jatuh terduduk ke lantai saat hujan turun semakin deras. Waktu yang memang sudah malam membuat Rose merasa tidak enak untuk meminta tolong pada tetangganya. Di tambah lagi dengan cuaca yang sedang hujan, pastilah mereka semua sudah berada di dalam gelungan selimut masing-masing. Dengan kondisi wajah yang semakin memucat Rose hanya bisa meringkuk ketakutan sambil memejamkan mata. Pikirannya kacau, seakan suara hujan ini menenggelamkannya ke dalam lautan yang sangat gelap. Sesuatu yang selalu menjadi mimpi buruknya selama ini.

Saat Rose hampir hilang kesadaran, tiba-tiba ada suara langkah terburu-buru yang datang mendekat. Dia hanya bisa pasrah jika yang datang adalah orang jahat. Rose benar-benar sudah tidak berdaya lagi.

"Rose, apa yang terjadi denganmu? Kenapa kau duduk di sini?."

Suara ini, Rose seperti mengenalnya. Masih dengan memejamkan mata akhirnya Rose memberanikan diri untuk meminta tolong pada pria tersebut. Dia menunjuk kearah pintu kamar, kemudian beralih menunjuk kearah tasnya yang sudah tergeletak di lantai.

"Kau ingin aku membantumu membuka pintu kamar?."

Adam, akal sehatnya seperti tidak berfungsi saat dia melihat Rose yang terlihat begitu panik sejak hujan mulai turun. Atas saran dari Cesar, dia akhirnya diam-diam membuntuti Rose hingga ke tempat tinggalnya. Awalnya Adam hanya ingin mengawasinya saja, tapi siapa yang menduga kalau dia akan melihat hal semengejutkan ini. Terlebih lagi gadis cantik ini terlihat sangat tidak berdaya, seperti orang yang sedang ketakutan terhadap sesuatu.

"I-iya...."

Lembut, suara Rose terdengar begitu lembut di telinga Adam. Bukannya segera mencari kunci kamar, Adam malah terpaku sambil memandangi wajah cantiknya Rose. Terpesona, sudah pasti. Bahkan dalam kondisi wajah yang sangat pucat kecantikan Rose mampu menenggelamkan jiwanya. Adam benar-benar di buat gila oleh gadis ini.

"O-obat, t-tolong...." bisik Rose yang sudah tidak kuat lagi menahan phobianya.

Nafas Rose semakin sesak saat bayangan gelap itu merasuk semakin dalam ke pikirannya. Tangannya bergerak mencari pegangan, segera memeluk benda yang berhasil dia gapai.

"T-tolong aku... Tolong...!."

Adam tersentak kaget saat Rose tiba-tiba memeluk lengannya. Dia baru tersadar kalau sejak tadi dia hanya sibuk mengagumi kecantikannya, bukan malah membantunya untuk membuka pintu kamar. Dengan satu tangannya Adam bergegas membuka tas milik Rose, merogoh ke dalamnya untuk mengambil kunci.

"Em, kalau kau menahan tanganku seperti ini aku jadi tidak bisa membuka pintu kamarmu. Bisa lepaskan dulu sebentar tidak?" tanya Adam yang kesulitan berdiri.

Rose menggeleng cepat. Biarlah jika nanti pria ini menganggapnya sebagai wanita murahan, Rose benar-benar sangat membutuhkan keberadaan pria ini sekarang. Ini salahnya, seharusnya dia tadi langsung pulang dari kampus saat tahu kalau langit mulai mendung. Karena kecerobohannya sendiri sekarang dia jadi terjebak oleh phobia yang di deritanya, bahkan sampai harus memeluk pria asing yang entah bagaimana caranya bisa datang di saat dia membutuhkan.

Sadar kalau Rose begitu ketakutan, tanpa membuang waktu lagi Adam segera memeluknya. Dia tidak peduli kalau gadis ini akan memakinya nanti. Karena yang paling penting sekarang adalah segera membawa gadis ini masuk ke dalam kamar. Adam bisa merasakan betapa tubuh Rose bergetar dengan sangat kuat, bahkan gadis yang terkenal sangat pendiam ini tak ragu untuk memeluknya meski sebelumnya mereka tak saling kenal.

'Rose, sebenarnya apa yang membuatmu jadi ketakutan seperti ini? Tidak mungkin kan kau takut pada air hujan?.'

"O-obat" bisik Rose setelah dia mendengar suara pintu kamar terbuka.

"Obat? Obat apa?" tanya Adam bingung.

Adam panik saat tubuh Rose tiba-tiba melemah. Hampir saja mereka berdua jatuh ke lantai jika dia tidak sigap mengangkat tubuh Rose ke dalam gendongannya.

"Astaga Rose, kau ini kenapa hah? Obat apa yang kau maksud?" cecar Adam sambil membaringkan Rose di atas ranjang. "Dimana kau menaruh obatnya?."

Jari Rose menunjuk kearah laci meja. Dia lalu sedikit membuka mata, menatap sayu kearah pria yang membawanya masuk ke dalam kamar. "Di sana, obatku!."

"Baiklah, tunggu sebentar, aku akan segera mengambilnya!."

Dengan cepat Adam membuka laci tersebut kemudian mengambil botol kecil yang berisi butiran obat. Setelah itu dia segera mengambil air minum kemudian kembali lagi ke sisi Rose. Dengan hati-hati Adam mencoba membantu Rose untuk duduk, namun tubuh gadis ini terlalu lemah. Bahkan tatapan gadis ini perlahan-lahan mulai meredup.

"Rose, hei, ayo minum dulu obatmu" ucap Adam panik sambil menepuk pelan pipinya Rose yang sudah setengah tidak sadar. "Rose..."

Tak ada jawaban. Pikiran Rose sudah di kuasai sepenuhnya oleh phobia yang dia derita. Bahkan untuk sekedar bicara Rose sudah tak mampu lagi. Hanya bola matanya saja yang masih terus menatap sayu ke mata pria ini, berharap sekali lagi kalau pria ini akan membantunya meminum obat penenang yang selama ini menjadi satu-satunya penyelamat saat ketakutan ini datang.

Seakan mengerti apa yang di inginkan oleh Rose, tanpa ragu Adam segera memasukkan satu butir obat ke mulutnya. Setelah itu dia meminum air, dan apa yang dia lakukan selanjutnya sungguh di luar dugaan. Adam tanpa merasa jijik sedikit pun segera memindahkan obat yang ada di dalam mulutnya ke dalam mulut Rose. Dia mengulangi tindakan itu hingga Rose benar-benar sudah menelan obatnya.

"Rose, maaf kalau aku lancang melakukan hal ini. Aku sama sekali tidak mempunyai niat buruk, aku hanya ingin membantumu menelan obat ini saja. Sungguh" ucap Adam merasa sedikit tak enak.

Rose hanya diam tak menanggapi. Suasana di dalam kamar itu terasa sedikit canggung saat Adam terlihat salah tingkah karena Rose yang terus menatapnya. Dia kemudian berniat untuk duduk menjauh.

"Jangan pergi!" ucap Rose dengan suara lemahnya. "Di sini saja, aku masih takut."

"Haa....." beo Adam kaget. "Oh, a-aku tidak akan pergi kemana-mana. Kau jangan khawatir, aku akan menemanimu di sini!."

Tanpa merasa malu Rose kembali masuk ke pelukan Adam. Dia sedikit heran dengan respon tubuhnya yang langsung merasa tenang berada di dalam dekapan pria ini. Rose seperti mendapatkan obat baru dari segala ketakutan yang membelenggu jiwanya.

"Jangan menarikku terlalu kuat, nanti aku jatuh menimpamu" bisik Adam dengan wajah yang merah padam.

Adam adalah pria yang sangat normal. Nafsunya mana mungkin tidak muncul ketika benda kenyal milik Rose menempel di dadanya. Belum lagi aroma vanilla yang menguar kuat dari tubuhnya, membuat Adam mulai kesulitan mengendalikan pikirannya dari hal-hal mesum dan juga sesuatu yang sangat panas.

Nafas Rose yang tadi sesak kini berangsur-angsur normal. Namun dia masih enggan untuk melepaskan pelukannya. Rose terlalu sayang untuk keluar dari zona nyaman ini, dia takut phobianya akan kembali menyambut jika dia melepaskan Adam sekarang.

Saat Adam dan Rose sedang terdiam dengan pikiran masing-masing, tiba-tiba saja pintu kamar di dobrak dengan sangat kuat. Lalu muncullah beberapa orang asing yang langsung meringsek masuk ke dalam kamar menghampiri mereka berdua.

Brrraaaaakkkkkkkkkk

🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹

...📢 Jangan lupa tinggalkan vote, like dan comment ya gengss 🔪🔪🔪...

...🌹 Ig: emak_rifani...

...🌹 Fb: Nini Lup'ss...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!