NovelToon NovelToon

The OVERPROTECTIVE Man

Prolog

...Part ini sudah di Revisi, jadi mungkin pembaca lama akan mendapati sedikit perubahan namun tidak mengubah alur dalam skala besar. Terimakasih🙏...

|New York|

Namaku Valerie Vylzia Vasylchenko. Umurku 23 tahun dan aku bekerja di sebuah Perusahaan Design ternama. Aku memiliki seorang sahabat dekat bernama Melanie Agatha Christa, kami sudah bersahabat semenjak High School.

Aku baru saja pindah dan tinggal di sebuah Kawasan Elit bersama kakek-nenekku serta seorang pembantu. Pagi yang cerah ini, aku bangun dan bersiap dengan bekerja dengan semangat. Kutatap diriku di depan cermin dan terperangah saat mendapatkan sebuah tanda kemerahan di leher kananku.

"Ini apa?" Tanyaku pada diriku sendiri.

"Masa di ranjangku ada serangganya sih?" Tanyaku lagi dengan wajah bingung.

Kuusap tanda tersebut dan tak merasakan gatal atau rasa apapun itu. Seperti kulitku yang biasanya.

"Haish, aku harus suruh Bibi mengeceknya." Ucapku lagi, lalu bersiap dengan pakaian kerjaku.

Aku melangkah menuju meja makan dan disana sudah duduk kakek serta nenek yang mengobrol santai.

"Pagi semua." Sapaku gembira.

"Pagi." Jawab mereka berdua dengan senyum lembut. Kulihat Bibi Rain yang datang dari arah dapur, mengantar semangkuk sup ke atas meja makan.

"Oh iya Bi, tolong cek kasur Vale ya! Kulit Vale merah-merah, kayaknya ada serangga." Ucapku.

"Baik Nona." Jawabnya dengan kepala menunduk.

Aku memakan sarapanku dengan ligat sampai tak tersisa, lalu pamit untuk bekerja.

"Aku pergi ya, bye." Ucapku sambil melambai pada kakek dan nenek setelah mengecup kedua pipi mereka.

"Hati-hati Valerie!" Titah kakekku.

"Siap!" Jawabku setengah berteriak sambil terus melangkah keluar rumah dan menaiki Bugatti Chironku menuju kantor tempatku bekerja.

***

30 menit berjalan dan akhirnya aku sampai ke kantor. Setelah menyerahkan kunci mobilku ke petugas Valet Parking, aku melangkah memasuki kantorku dengan senyum yang biasa kulemparkan.

"VALE." Kutolehkan kepalaku ke sumber teriakan tersebut dan mendapati Melanie yang melambai padaku dengan senyum sumringah lebar.

"Hai Mel." Sapaku.

"Vale ada berita eksklusif." Ucapnya dengan wajah semangat, tepat seperti wajah wanita penggosip.

"Apa?" Tanyaku sedikit tak bersemangat.

"CEO baru akan datang hari ini." Ucapnya semangat. Namun apanya yang eksklusif? Aku sudah dengar berita kalau CEO sudah berganti. Lalu, memangnya kenapa jika CEO baru tersebut datang hari ini? Toh, dia pastinya akan datang juga walau bukan hari ini.

"Lalu?" Tanyaku sambil mengangkat bahu heran.

"Valerie, kau terlalu kolot. CEO baru kita itu masih muda, tampan, kaya, dan Pewaris ternama." Ucapnya kesal sambil memukul pelan lenganku.

"Oh."

"Just 'oh' Vale? Are you kidding me?" Ucapnya semakin kesal menatapku.

"Jadi aku harus jawab apa?" Tanyaku ikut kesal.

"Ya apa saja selain oh." Jawabnya nyolot. Aku menghela nafas pasrah, lalu melanjutkan langkahku menuju ruanganku. Namun......

"Itu dia, itu dia." Seketika seisi lobi berbisik-bisik dan berbondong-bondong menatap pintu masuk gedung.

"Vale, sepertinya CEO itu datang sekarang. Aaa... Aku tak sabar melihat wajahnya." bisik Melan padaku dengan nada semangat sambil berjingkrak heboh.

Aku berdiri diam dan menatap ke arah pintu dimana semua orang juga sedang berkerumun menunggu kedatangan seseorang yang masuk melalui pintu tersebut.

Perlahan seorang pria dengan suit hitam kinclongnya yang mencolok, rambut cepak mengkilat dan kaca mata hitam yang ia kenakan, melangkah masuk dengan gagah dan percaya diri.

Pria tersebut berjalan sambil membuka kaca mata hitamnya. Seketika semua orang semakin berisik mendapati atasan mereka setampan dan masih muda seperti ini. Mataku menatap lekat penampilan atasan baruku untuk mencoba mengingatnya.

"Perkenalkan, dia adalah Sean Matthew Aliano, CEO baru Perusahaan kita." Ujar Direktur Utama yang entah sejak kapan sudah berada di sana tersenyum dengan begitu manis sambil memperkenalkan atasan baru mereka kepada para karyawan di sini.

Seisi lobi bertepuk tangan riuh, namun pria itu tetap saja memasang wajah datar dan dinginnya.

"Kembali bekerja!" Ucapnya dingin, lalu melangkah menuju lift khusus menuju ruangannya.

"Wahh.. Dia tampan dan dingin, Mysterious Man. Dia semakin seksi dengan sikapnya." Ucap Melan menatap atasan kami yang berjalan santai melewati kerumunan manusia yang tampak mengaguminya.

"Diam! Bagaimana jika dia sudah memiliki kekasih atau bahkan ternyata istri." Ucapku menatap Melan heran dengan sifat sahabatku yang satu ini.

Aku menoleh kembali menatap atasanku dan entah kenapa sekarang mata tajamnya menatap ke arahku.

"Apa dia melihatmu Vale?" Tanya Melan bingung. Aku masih diam menatap atasanku lekat, memastikan bahwa dia memang menatap ke arahku. Hingga ia memasuki lift, lalu memutar badannya, dia kembali menatap ke arahku, sebelum akhirnya tenggelam ditelan pintu besi tersebut.

"Aku tak yakin." Ucapku masih ragu.

"Yasudahlah, aku ke ruangan dulu. Bye." Aku melangkah meninggalkan Melanie yang berdiri diam dan berlari menuju lift.

Bersambung....

Hay.. hay.. hay..

Jangan lupa share, like, dan comment sebanyak mungkin. jika kalian suka tekan tombol hatinya❤️

bye.. 😘💞

Chapter 1

...Part ini sudah di Revisi, jadi mungkin pembaca lama akan mendapati sedikit perubahan namun tidak mengubah alur dalam skala besar. Terimakasih🙏...

Valerie Pov

Aku berkutat di depan laptopku dan fokus menelaah sesuatu disana. Hingga akhirnya suara ketukan pintu menyadarkanku.

Tok.. Tok.. Tok

"Masuk!" Ucapku. Pintu terbuka dan menampilkan sosok Brenda yang kuketahui sebagai Sekretaris dari CEO.

"Tuan CEO memanggilmu ke ruangannya." Aku tergelak kaget mendengarnya. Aku sangat jarang dipanggil oleh CEO. Biasanya Kepala bagian Design yang akan langsung bertatap wajah dengan CEO dan aku lebih sering berinteraksi dengan Kepala bagian Design.

Aku hanya seorang Designer Utama saja di sini. Apa aku terlalu merendah? Designer Utama harusnya itu jabatan yang cukup tinggi, makanya aku mendapatkan ruanganku sendiri.

"Ada apa CEO memanggilku?" Tanyaku bingung.

"I don't know. Jangan banyak tanya, Mr. Aliano sudah menunggu!" Ucapnya ketus. Ya aku sudah terbiasa dengan sikap Brenda yang ketus pada orang-orang di Kantor. Dia menganggap dirinya sangat tinggi, hanya karena dia Sekretaris Utama Pimpinan teratas.

Aku bangkit berdiri dan bingung harus membawa apa? Bawa berkaskah? Atau bawa note saja?

Tak mau memakan waktu lebih lama, aku meraih noteku dan segera menyusul Brenda.

Ting.

Lift berdenting dan aku keluar menuju sebuah ruangan dengan pintu tinggi dan mewah. Ini kedua kalinya aku kesini. Pertama kali, saat aku diajak Kepala Design untuk ikut rapat membahas proyek besar bersama dengan CEO yang lama. Beruntung sekali Brenda bisa berada di lantai yang sama dengan ruangan CEO.

"Ayo!" Brenda melangkah lebih dulu, lalu mengetuk pintu tersebut.

Tok.. Tok.. Tok

"Masuk!" Kudengar suara perintah dari dalam sana. Brenda membuka pintu besar tersebut, lalu masuk dengan aku yang mengekor di belakangnya.

"Sir, ini dia Nona Valerie Vylzia Vasylchenko, Designer Utamanya." Ucap Brenda memperkenalkanku, sedangkan aku menundukkan kepala.

"Selamat pagi Sir." Sapaku, lalu kembali menatap lelaki di depanku yang duduk dengan santai di kursi kebesarannya.

"Tinggalkan kami!" Titahnya dingin. Brenda pamit pergi setelah melempar tatapan tajamnya padaku.

"Ada apa Sir memanggil saya?" Tanyaku bingung dan sedikit gugup setelah mendengar suara pintu yanga ditutup.

"Siapa nama orang tuamu?"

"Ehh?" Aku terkejut bukan main. Kenapa seorang CEO menanyakan hal seperti ini?

"Me... Mereka sudah lama meninggal, sejak aku kecil." Jawabku ditengah kebingungan yang berputar di kepalaku.

"Jadi kau hanya tinggal bersama Kakek dan Nenekmu?" Tanyanya lagi.

"Iya Sir." Jawabku.

"Sebenarnya ada apa Sir?" Tanyaku bingung.

"Catat ini!" Aku buru-buru membuka buku note yang kubawa sambil menggeledah sakuku untuk mencari pena.

"Shit." Batinku. Aku merutuk kesal. Ternyata aku tak membawa pena ataupun pensil ke sini.

Aku menatap sebuah pena yang terletak di atas meja Atasanku.

"Maaf Sir, saya lupa membawa pena. Boleh saya meminjam pena Anda?" Tanyaku takut. Sungguh, aku benar-benar takut jika dia memarahiku karena tidak telaten.

Dalam diam, pria tersebut membuka laci di sebelahnya dan memberikan pena yang kelihatan sangat mewah.

Kenapa dia tak memberikanku pena yang di atas mejanya saja? Kenapa harus mengambil pena yang dia simpan di dalam lacinya.

"Pakai ini!" Ucapnya sambil menyerahkan pena tersebut.

Aku meraih pena tersebut dengan kepala menunduk. Pena tersebut berwarna emas dan terdapat nama 'Sean Matthew Aliano' yang terukir disana. Aku bersiap untuk menulis dan menunggu sampai Atasanku berbicara.

"Panggil aku Sean jika kita sedang berdua!" Aku menatap Atasanku bingung dan tanganku sama sekali tak bergerak untuk menulis. Mataku menatap ke arahnya dan begitupun ia menatapku.

Perlahan Atasanku bangkit berdiri dan melangkah ke hadapanku. Aku terdiam kaku tak tau harus melakukan apa.

"Sir, anda.... "

"Sean! Panggil aku Sean!" Ucapnya tegas dan aku sedikit bergidik takut.

"Tapi..."

Aku tersontak kaget saat pria yang baru saja menjadi Atasanku ini, menciumku dan menarik tubuhku sangat dekat dengannya.

Bersambung....

hai..

jangan lupa tinggalin jejak kalian guys.

bye😘💕

Chapter 2

...Part ini sudah di Revisi, jadi mungkin pembaca lama akan mendapati sedikit perubahan namun tidak mengubah alur dalam skala besar. Terimakasih🙏...

Gila ya dia? Sakit jiwa? Kenapa Bosku bisa yang seperti itu? Bodoh.. Bodoh. Aku merutuk kesal di dalam ruanganku sambil menerawang kejadian 30 menit yang lalu.

Flashback On

Aku merasakan bibirku mulai dikulum olehnya. Dengan sekuat tenaga aku mendorong tubuhnya dan ciuman paksaan tersebutpun terlepas.

Kutarik nafasku dalam-dalam karena aku tak bisa bernafas saat dia menciumku secara tiba-tiba begitu. Kuangkat kepalaku dan kutatap wajahnya yang tak merasa bersalah sedikitpun.

Kutampar wajahnya marah hingga menghasilkan bunyi nyaring, sedangkan dia memasang senyum miringnya. Seketika entah mengapa aku merasa ketakutan melihatnya seperti itu. Aura yang dikeluarkan pria di hadapanku ini begitu kuat dan seakan mengikatku.

"Sir, anda sudah kelewatan batas." Ucapku kesal namun dengan nada sedikit takut. Tetapi aku harus tetap terlihat berani agar dia tidak bisa mempermainkanku.

"Batas katamu?" Tanyanya sambil menatapku dingin.

"Ya, anda adalah Atasan saya dan saya Karyawan anda. Pilihlah wanita yang ingin bermain dengan anda dan tentu itu bukan saya." Ucapku menatapnya dengan tatapan tak mau kalah.

"Hahahhh." Kudengar dia terkekeh kecil namun dengan senyum miringnya seakan mengejekku. Aku melangkah mundur karena melihat tatapannya yang semakin tajam menusuk ke arahku.

Sebelum aku semakin menjauh, aku tersentak saat merasakan tangannya menarik tubuhku dan melingkar di pinggangku. Aku menatap wajahnya yang sangat dekat dengan wajahku, hingga rasanya aku sulit bernafas dengan jarak sedekat ini.

"A—Apa?" Aku tak tau harus berkata apa. Tanganku hanya dapat berusaha mendorong bahunya menjauh dariku.

"Lepas Mr. Aliano!" Aku memberontak dan mendorong tubuhnya kuat. Namun sia-sia karena dia semakin menarik tubuhku lebih dekat dan rapat padanya.

Lagi. Dia lagi-lagi menciumku dan kali ini begitu kasar dan menuntut. Tangannya menekan tengkukku kuat dan bibirnya menjelajah bibirku dengan liar. Bahkan, mataku tertutup karena tak sanggup melihat ini semua.

Tanganku terus mencoba mendorong bahunya, namun kekuatanku sangat tak dapat dibandingkan dengan pria di depanku ini. Tetapi, aku tak bisa pasrah saja diperlakukan seperti ini oleh pria yang baru satu hari kukenal.

Dengan sepenuh tekat, kuangkat dengkulku ke atas dan menendang selangkangannya.

"Arghh... Shit." Aku berhasil. Dia menunduk kesakitan sambil memegang barang berharganya dengan wajah kesakitan.

Tanpa basa-basi aku segera ke luar dari ruangannya untuk melarikan diri, menyisakan suara teriakan Sean yang memenuhi ruangannya sendiri. Aku berlari melewati Brenda yang memandangku bingung, namun aku menghiraukannya dan tenggelam masuk di dalam lift.

Flashback Off

"Haishh." Aku menggeleng kuat mencoba menghilangkan kejadian itu dari otakku. Namun tetap saja potongan di mana pria itu menciumku selalu terputar di kepalaku.

Ditambah, bagaimana jika dia memecatku? Tetapikan dia yang salah? Tapi dia Bosnya dan Bos selalu benar Valerie bodoh. Aku merutuk kesal, sambil memukul kepalaku berulang kali. Rasanya aku ingin menangis mengingat itu semua.

Tapi Bosku yang melecehkanku, memangnya aku salah melindungi diri? Aku masih terus mencari alasan untuk menenangkan diriku sendiri. Namun tetap saja rasanya aku gelisah dan khawatir. Sebenarnya dia itu siapa sih? Baru ketemu, langsung nyosor begitu? Dia gila ya?

Hingga akhirnya bunyi pintu terbuka membuyarkan segala pikiranku. Kuangkat kepalaku dan menatap sosok Melanie yang memasuki ruanganku dengan senyum manisnya.

"Vale, sebentar lagi jam makan siang. Ayo ke kantin!" Ajaknya sambil berdiri di depan mejaku.

Aku menerawang sebentar dan sepertinya kantin bisa menghilangkan kejadian itu dan mencari ketenangan di sana.

"Ayo!"

Aku bangkit berdiri dari kursiku dengan wajah lemas, sedangkan Melanie langsung menggandeng tanganku dengan wajah berbinar bahagia.

Setibanya di kantin, aku dan Melanie duduk bersama dengan beberapa teman kantorku dan mengobrol santai sambil menunggu pesanan.

"Lihat! Mr. Aliano makan di kantin." Seketika seluruh kantin heboh dikarenakan pria yang dibicarakan itu berjalan dengan Brenda—Sekretarisnya dan duduk di meja seberang kiriku yang kosong.

"Hell, Kenapa harus di situ?" Batinku berteriak tak suka. Apa dia sengaja mengambil tempat di situ? Ahh... Stop Vale! Kau hanya membuat pikiranmu semakin tertekan karenanya.

Aku mencoba untuk tak melihat bahkan melirik ke arahnya dan melanjutkan obrolanku pada teman-temanku yang baru saja menyapa pria itu.

Namun disela obrolanku, aku merasakan wajah sebelah kiriku terasa panas entah kenapa. Seperti ada yang menatapku dengan sangat tajam saat ini. Apa jangan-jangan pria itu? Aku mencoba melirik ke kiri dengan ekor mataku dan ternyata memang benar dia menatapku sejak tadi, bahkan tak berpaling sedikitpun.

Sampai pesanan kami datang dan aku memakannya dalam diam, berusaha bersikap senetral mungkin dan membiarkan pria itu melakukan apapun yang dia mau. Aku hanya perlu menghiraukannya dan tak meladeninya.

***

Aku sampai di rumahku dan melangkah masuk dengan malas. Bibi menyambutku dan membantu membawakan tasku ke dalam kamar.

Aku melangkah menuju kamarku yang berada di lantai dua sambil memijat tengkukku yang kaku. Mataku lelah dan badanku benar-benar pegel.

"Nona, saya sudah memeriksa kamar anda dan tak ada serangga atau sarang apapun." Ucap bibi dengan nada lembutnya.

"Benarkah? Nyamuk?" Tanyaku.

"Setiap saat alat pembasmi nyamuk dalam ruangan ini selalu menyala Nona." Jawabnya lagi dan aku mengangguk membenarkan.

"Yasudah Bi, mungkin kulit Vale lagi iritasi." Ucapku sambil membuka heelsku dan duduk di atas ranjang.

"Saya permisi Nona." Aku tersenyum mengangguk dan bibi pergi meninggalkan kamarku. Aku bangkit berdiri dan meletakkan heelsku di dalam Walk in Closet.

Aku mandi membenah diri dan memutuskan untuk tidur karena aku benar-benar mengantuk.

***

Keesokan harinya.

Aku melangkah lemas ke dalam lobi kantorku. Tubuhku benar-benar pegal. Bahkan tadi pagi, bisa-bisanya aku mandi dengan keadaan setengah sadar. Aku mencoba untuk terlihat bugar dengan make-up yang terlihat cerah dan fresh.

"Vale." Aku menoleh ke sumber suara dan melihat Melanie yang berlari ke arahku. Setelah sampai sejajar denganku, Melanie menepuk lengan atasku dengan wajah gembiranya.

"Aww." Aku meringis sakit karena pukulannya. Padahal dia sering memukulku seperti ini. Bukan pukulan yang sakit, namun pukulan seperti menepuk punggung orang lain saat kita menanyakan jalan.

"Kenapa?" Tanyanya khawatir sambil mencoba menyentuh lengan atasku.

"Tidak apa-apa." Ucapku padanya dan mencoba menghindar saat Melan mencoba menyentuh lenganku.

"Yasudah ayo." Melan beralih menarik pergelangan tanganku. Namun...

"Awss.. Sakit." Aku kembali meringis merasakan tangannya menggenggam pergelanganku, menimbulkan rasa nyeri tak nyaman.

Melanie dengan cepat menyingkap baju lengan panjangku dan menemukan memar sedikit kebiruan di sana.

"Astaga, memar. Ini kenapa?" Tanya Melan dengan wajah khawatir sambil memutar pergelanganku dan mencoba mengecek pergelanganku yang sebelahnya. Dan tada, dia juga menemukan memar di sana.

"Aku tidak tau, semalam aku baik-baik saja." Ucapku yang ikut bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.

"Astaga, Vale bibirmu luka." Melan kembali berteriak heboh dan aku buru-buru mengeluarkan kaca dalam tasku dan mengecek bibirku yang ternyata sedikit terluka di sudut kanan.

"Shh." Aku meringis saat menekannya dan bodohnya kenapa aku barus sadar semuanya sekarang.

"Kenapa bisa begini?" Tanya Melan padaku.

"Aku juga tidak tau, aku benar-benar bingung dan sekarang aku takut." Ucapku menatap Melan dengan wajah takut dan gelisah.

"Ayo kuantar ke ruang kesehatan. Lebih baik kau istirahat saja hari ini." Ucapnya sambil mengelus pundakku untuk menenangkanku. Aku mengangguk setuju dan mengikutinya menuju ruang kesehatan.

Bersambung.....

Lambaikan tangan yang datang kesini karna baca lapak sebelahku. 😆😁

Jangan lupa, share, like, dan komen sebanyak mungkin dongssss.. dan tekan tombol favoritenya❤️💕

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!