NovelToon NovelToon

Dia Kakakku Bukan Ibuku

1. Abang Anak Siapa?

Sore ini Faro pulang kuliah harus menjemput adik laki-lakinya Ezo yang sudah duduk di kelas enam SD negeri sedang mengikuti les tambahan untuk menghadapi ujian nasional yang sebentar lagi akan di laksanakan.

Faro selama kuliah di salah satu universitas negeri ternama di Jakarta dari semester satu sampai sekarang semester lima selalu memakai mobil kesayangan hadiah ulang tahun Faro yang ke tujuh belas dari Ken.

Saat berhenti di perempatan lampu merah, ada mobil yang melaju kencang dari arah depan menabrak mobil yang melintas sehingga ada satu mobil yang terpental tepat di atas mobil Faro bagian depan.

"Duuuaaar....... braaaak".

"Abaaaaaaang......".

"Ezo............aaaah".

mobil depan Faro ringsek dan rusak parah, kedua kaki Ezo terjepit sedangkan kepala Faro terbentur stir mobil dan darah mengucur deras dari dahinya.

"Bang.... aduh...kaki gue tergencet, sakit bang Auh.....Auh....." rintihh Ezo dengan meneteskan air mata.

"Elo sabar Zo,.. sebentar Abang turun dulu, elu turun dari sini saja..yok Abang bantu!".

Faro berusaha membantu kaki Ezo keluar dari mobil itu, kaki kanan bisa keluar dengan mudah, tetapi kaki kiri entah bagaimana tertancap rem tangan yang patah tertimpa mobil dari atas tadi, Sehingga darah mengucur deras dari kaki Ezo.

Datang bantuan dari beberapa orang laki-laki yang membantu Faro untuk mengeluarkan kaki kiri Ezo dengan cepat, karena darah terus mengalir Ezo menangis dengan kencang dan selalu memanggil nama abangnya.

"Bang...... sakit....aduh....bang.... sakit huuuuu". rintih Ezo terus menerus.

"Sabar Zo... sedikit lagi" jawab Faro khawatir.

"Mas cepat ini aku tahan dari sini, tarik badan adiknya" perintah bapak yang memakai topi.

"Ya pak.... terima kasih".

"Ayo nak sedikit lagi bisa keluar kakinya" perintah kakek tua yang ikut membantu.

Perlahan tapi pasti sekitar setengah jam berjuang mengeluarkan kaki kiri Ezo akhirnya bisa keluar juga, setelah itu Ezo di baringkan di pinggir trotoar, Faro membuka kemeja putihnya dan mengikatkan di kaki Ezo yang terus mengeluarkan darah segar.

Setelah berkurang darah keluar dari kaki kiri Ezo, Faro langsung menggendong bridal adiknya itu di bawa lari dengan kencang, mengejar ambulance yang baru tiba dari arah depan di ikuti oleh dua polisi yang baru datang di TKP itu.

Faro sendiri tidak memperdulikan luka yang ada di dahinya yang terus mengeluarkan darah yang mengalir melalui pipi.

Dimasukkan ke dalam ambulance, tetap di dalam pangkuan Faro, Ezo dipeluknya dengan erat.

"Elo akan baik-baik aja Zo, jangan khawatir ya!" ucap Faro sambil mengusap air matanya.

"Sakit bang,....umi.... Abi.... sakit".

Mobil ambulance itu melesat cepat membelah jalanan ibukota Jakarta yang padat dan hampir macet total karena terjadinya kecelakaan beruntun di lampu merah itu.

Sampai di depan UGD Faro kembali berlari dengan menggendong Ezo, badan Faro sudah berlumuran darah, sedangkan tas ransel Faro dan Ezo masih tertinggal di mobil.

Setelah Faro di obati oleh suster luka yang ada di dahi dan di perban, Faro di minta untuk keluar ruang UGD.

"Mas tolong tunggu sebentar di luar, akan kami tangani adiknya" kata suster sambil menutup pintu UGD.

Faro mencoba ingin menghubungi kedua orang tuanya, tetapi handphone ada di tas dan tas itu tertinggal di mobil, saat ingin meminjam handphone kepada pak polisi yang mendampingi ada panggilan dari suster.

"Keluarga pasien yang terluka tadi mana?" tanya suster.

"Saya abangnya sus, bagaimana keadaan Ezo adik saya?" tanya Faro gelisah.

"Ayo kita temui dokter, dan isi biodata pasien" perintah suster itu.

Faro mengikuti suster itu masuk kedalam ruang UGD dan menemui dokter jaga.

"Bagaimana dengan Ezo adik saya dok" tanya Faro setelah sampai di ruang dokter.

"Begini mas, adiknya banyak kehilangan darah, dan akan segera di operasi dan untuk menjahit lukanya, banyak membutuhkan darah, apakah kamu bisa mendonorkan darah untuk adikmu?".

"Tentu dok, ambil saja sebanyak yang dibutuhkan" perintah Faro dengan cepat.

"Mari ikuti saya mas, kita periksa dulu".

Suster itu memeriksa golongan darah Faro dan Ezo dengan cepat, tetapi karena golongan darahnya sangat berbeda, suster itu mengerutkan keningnya, memandangi wajah Faro dengan heran.

"Ada apa suster, ayo cepat ambil darah saya?" titah Faro dengan nada yang sedikit tinggi.

"Maaf mas, apakah hubungan anda dengan pasien?" tanya suster itu ragu-ragu.

"Saya saudara satu ibu tapi beda ayah suster" jawab Faro singkat.

datang dokter menghampiri mereka, dan suster itu berbisik di telinga dokter, dan kemudian dokter mendekati Faro.

"Maaf mas bisa tolong hubungi keluargamu saja ya, darahmu dengan adikmu tidak cocok!" titah dokter itu dengan hati hati.

Faro mundur satu langkah dari dokter itu, mengapa bisa tidak cocok, seperti ada yang tidak beres gumam Faro dalam hati.

"Bisa pinjam handphone nya dok, karena handphone saya tertinggal di mobil saat kecelakaan tadi".

Bergegas dokter meminjamkan handphone, Faro langsung menekan nomor Ken dan menencet tombol hijau.

"Bi... cepat ke rumah sakit, Abang dan Ezo mengalami kecelakaan baru saja" kata Faro sambil terisak.

"Bang...ya kami kesana" jawab Ken yang saat itu sedang di kamar sedang menemani putrinya Fia mengerjakan tugas sekolah.

Ken berlari menuju kamar memanggil istrinya, bersiap siap dengan cepat menyambar kunci mobil, mengambil dompet dan berlari kecil menuju ke lantai bawah dan langsung ke garasi mobil.

"Kakak ayo cepat ke rumah sakit, Abang dan adikmu kecelakaan, umi cepat?" perintah umi sambil berlari ke garasi, mengeluarkan mobil menunggu Imma dan Fia yang berlari masuk mobil dan bergegas menuju rumah sakit dengan kecepatan yang lumayan tinggi.

Sampai di rumah sakit Ken memarkirkan mobilnya dengan cepat, Imma tanpa menunggu Ken dan Fia turun dari mobil melesat lari ke arah UGD dengan meneteskan air matanya melihat arah Faro yang ada di depan pintu UGD.

"Bang.....dimana adikmu?" tanya Imma saat menghampiri Faro yang berjalan mondar mandir di depan UGD.

"Umi..... Ezo... Ezo... butuh darah banyak tapi Abang tidak bisa mendonorkannya, darah Abang tidak cocok, apa yang terjadi umi mengapa begini?" ucap Faro sambil mengeluarkan air matanya.

Ken yang mendengar jelas pertanyaan Faro kepada uminya jadi teringat saat Faro masih duduk di sekolah dasar bahwa ada satu lagi rahasia yang belum di ceritakan menunggu saat dia lulus SMU, sampai sekarang Faro sudah di semester lima kuliahnya tetapi lupa belum menceritakannya.

"Abang.....biar Abi dan kakak yang akan mendonorkan darah untuk Ezo, soal pertanyaan Abang nanti pasti akan Abi jawab, tetapi setelah adikmu aman ok" jawab Ken sambil. memeluk putranya dengan penuh kasih sayang.

Faro mengangguk, dan mengajak Ken bertemu dokter di ruang UGD dengan sedikit berlari.

"Dokter ini orang tua saya, tolong jelaskan pada beliau" kata Faro.

Dokter kemudian menjelaskan situasi yang terjadi dengan Ezo, Ken dan Fia di periksa oleh suster untuk di ambil darahnya untuk keperluan operasi Ezo.

Darah yang diambil dari Ken dan Fia masih kurang, sehingga Ken menghubungi Sandi untuk mencari tambahan darah, menghubungi Papi Bastian atau Rama atau siapapun yang bisa menyumbangkan darahnya untuk Ezo.

Sandi dan Heri dengan sigap mencari informasi tentang kecelakaan lalu lintas itu, menemui pihak kepolisian yang menangani masalah itu dengan cepat, dan melaporkan kepada Ken ataupun Bastian Wiguna.

Karena trauma tentang penembakan yang terjadi saat Faro SD, tidak lupa Sandi juga menghubungi asisten Hendra dan Budi di group sang asisten, untuk menyelidiki latar belakang kecelakaan itu, karena hampir sepuluh tahun ini masih aman rahasia tentang penembakan itu, belum ada tanda tanda pergerakan kelompok Theo Thanapon mengawasi mereka.

Dalam waktu setengah jam semua keluarga ngumpul di depan ruang UGD, sudah datang bantuan, termasuk Heri dan Andri Pranoto untuk menyumbangkan darahnya.

Akhirnya Papi Bastian, Kemmy, dan Andri Pranoto yang mendonorkan darahnya setelah Fia dan Ken.

Setelah cukup darah yang di butuhkan untuk operasi Ezo, akhirnya Ezo di bawa ke ruang operasi, semua keluarga menunggu dengan cemas di depan ruang operasi.

Imma menangis tersedu dalam pelukan Ken, Fia juga tidak kalah terisak memeluk Uthi Mami dengan penuh kecemasan.

"Honey....sabar, Ezo pasti baik-baik saja, kata dokter tulang Ezo tidak ada yang patah hanya retak saja, robek di bagian betis yang cukup lebar dan banyak mengeluarkan banyak darah" keterangan Ken kepada istrinya.

Imma hanya menganggukkan kepalanya, memeluk suaminya dengan erat, hanya bisa berdoa semoga putranya baik-baik saja.

Sedangkan Faro hanya duduk termenung, memikirkan perkataan abinya, Faro jadi teringat saat masih duduk sekolah dasar jika ada rahasia yang belum di ketahui dan waktu itu abinya akan menceritakan saat setelah lulus SMU akan menceritakan hal itu.

Faro hanya bisa mengira-ngira saja tentang apa yang terjadi, Abang anak siapa gumam dalam hati sendiri sambil menunduk, sedangkan Opa Tomy dan keluarga juga tidak pernah menyinggung tentang masalah apapun.

Yang Faro tahu hanya Abi Ken adalah abi sambungnya, Abi Dona adalah Abi kandungnya serta umi adalah ibu kandungnya, Faro sebenarnya ingin tahu secepatnya tentang siapa sebenarnya dirinya tetapi mengingat adiknya yang masih di ruang operasi, Faro hanya mengambil nafas dengan kasar.

Ken memandangi Faro yang dari tadi menyendiri dengan menundukkan kepalanya sesekali mengusap air matanya, mungkin anak ini merasa bersalah apa yang terjadi pada adiknya.

"Abang sini nak, peluk Abi dan umi, kami sangat menyayangi mu, jangan merasa bersalah, semua akan baik-baik saja" kata Ken dengan memeluk putranya yang dari tadi gelisah.

"Maafkan Abang, Abi...umi, Abang tidak bisa melindungi Ezo dengan baik, Abang juga tidak bisa mendonorkan darah buat Ezo......hu..hu.." kata Faro dengan rasa bersalah yang begitu besar.

"Jangan salahkan dirimu nak, semua akan baik-baik saja, bersabarlah pasti Ezo besok sudah sehat seperti sedia kala dia kuat seperti dirimu" jawab Ken dengan sabar.

2. Jadi Dia Kakakku Bukan Ibuku

Sudah lima hari ini Ezo di rawat di rumah sakit, teman, guru sekolah, teman karate, keluarga dan relasi bisnis Ken yang menjenguk Ezo di rumah sakit.

Opa Tomy Sanjaya dan Mama Meera juga sempat ke rumah sakit karena kebetulan posisi berada di Jakarta.

Hari ini rencana Ezo sudah di perbolehkan pulang, Faro begitu antusias menyambut adiknya pulang karena Ken berjanji akan menceritakan tentang rahasia yang disembunyikan selama ini.

Ezo sudah mulai bisa berjalan walaupun masih menggunakan tongkat kruk untuk membuatnya berjalan.

"Eeee adikku yang ganteng, elo sudah sehat?" tanya Faro sambil mengacak-acak rambutnya saat Faro baru pulang kuliah.

"Jelas dong Bang, gue kan kuat kayak Abang, emang kakak cengeng" jawab Ezo tersenyum melirik Fia dan membetulkan tatanan rambutnya.

"Enak aja, gue tidak cengeng, Abi... umi itu berdua kebiasaan ngeledek terus" jawab Fia dengan menghentakkan kakinya cemberut.

"Abang, adik kebiasaan ya.... sukanya usil, Kakak juga sudah mau lulus SMP masih aja manja" ucap Imma dengan lembut dengan penuh kasih sayang.

Faro dan Ezo tersenyum devill berhasil mengganggu saudara perempuan yang cantik tetapi paling manja diantara bertiga jika berkumpul di rumah.

"Sudah sana, kakak katanya mau ngerjain tugas, adik istirahat dulu di kamar, jangan banyak berjalan dulu" titah Ken dengan bijaksana.

Setelah Ezo dan Fia masuk lift menuju lantai atas, dan Faro juga ingin berjalan ke lantai atas Ken memanggil Faro dengan cepat.

"Abang sini duduk, Abi dan umi ingin bicara sebentar" kata Ken sambil menepuk kursi dengan posisi tengah antara Ken dan Imma.

Faro berjalan mendekati mereka dengan mata berbinar, duduk diantara abi dan uminya karena dari kemarin ingin sekali mengetahui siapa sebenarnya dia dan mengapa darahnya tidak sama dengan adiknya Ezo.

Ken sengaja mempersiapkan kartu keluarga yang akan di gunakan untuk memperkuat apa yang akan di katakan untuk putranya.

"Coba Abang bandingkan, berapa perbadaan umur Abang dengan umi?" tanya Ken kepada Faro.

Faro menghitungnya dengan cepat antara tahun uminya lahir dan dirinya, dengan mengerutkan keningnya.

"Hanya tujuh belas tahun Abi, kenapa bisa begini?" tanya Faro heran.

"Saat abi Dona mendengar Faro berumur empat bulan dalam kandungan Abi Dona berumur empat puluh satu tahun" kata Imma dengan lirih.

"Coba Abang lihat golongan darah umi dan Abang sama, sedangkan golongan darah Abi, Fia dan Ezo sama, Abang faham sampai disini?" tanya Ken menjelaskan dengan perlahan.

Faro menggelengkan kepalanya, berpikir lagi jika mengandung selama sembilan bulan, umi hamil berumur enam belas tahun itu tidak mungkin gumamnya dalam hati.

"Jadi maksudnya gimana Abi...umi... Abang tidak faham" tanya Faro lagi dengan sangat penasaran.

"Abang sudah besar, jadi Abi harap bisa mengerti apa yang akan kami ceritakan, berjanjilah tidak akan mengubah panggilan kepada kami terutama umi?" tegas Ken.

"Pasti Bi, Abang sangat menyayangi Abi dan umi, apapun yang terjadi Abi dan umi adalah orang tua Abang" jawab Faro dengan memeluk keduanya dengan erat.

"Baik sayang, sebenarnya umi ini kakakmu satu ibu tetapi beda ayah" jawab Imma dengan terus memeluk Faro dengan erat.

"Ha, umi,...umi...jadi kakakku bukan ibuku?" tanya Faro kepada keduanya.

Ken dan Imma mengangguk bersamaan, sambil tersenyum memandangi Faro dengan seksama, ada raut wajah yang bingung dan belum faham.

"Coba umi, jelaskan lebih rinci lagi dari awal agar Abang faham" perintah Faro lagi.

Akhirnya Imma yang menceritakan dari awal tentang pernikahan sirinya Ibu lestari dengan ayah Dona, saat lari dari kampung ke Jakarta karena takut diketahui oleh Opa Tomy, amanah Abi Dona kepada Anton Sahroni, Ken yang mengakui Faro sebagai putra kandungnya, menyembunyikan dari kejaran anak buah Leo Bardan dan Baron Pranoto, tentang dendam mereka.

Faro baru mulai dapat menarik benang merah dari cerita perbedaan umur itu dengan menganggukkan kepalanya.

"Tetapi mengapa harus selama ini Bi, menceritakan tentang kebenaran ini?" tanya Faro yang tidak mengerti dengan rahasia tentang dirinya.

"Dulu karena kami menyembunyikan dari anak buah Baron Pranoto, tetapi sekarang kami menyembunyikan dari Theo Thanapon" jawab Ken cepat.

"Siapa Theo Thanapon itu?" tanya Faro kemudian.

"Abang masih ingat waktu menembak tiga sniper yang di gedung kosong saat Abang masih SD?".

"Iya Bi masih".

"Salah satu orang yang Abang tembak adalah putra angkat dari Theo Thanapon, sampai sekarang mereka masih mencari Abang, mereka menyangka jika waktu itu yang menembak adalah sniper handal".

"Baiklah Abang faham sekarang".

Pada malam harinya Faro menghubungi putranya Akung Letnan yang sekarang berpangkat jenderal, bernama Jenderal Hendro Darsono yang memimpin divisi Intel rahasia, Faro sudah hampir empat tahun ini bergabung dengan jendral Hendro sebagai pegawai rahasia yang sering membantu memecahkan masalah rahasia di instansi yang jenderal Hendro pimpin, hanya Ken dan Sandi yang mengetahui Faro bergabung dengan jenderal Hendro.

Faro ingin meminta bantuan informasi tentang sepak terjang Theo Thanapon dan dimana markas besar mereka, jenderal Hendro meminta waktu beberapa hari untuk menyelidiki tentang Theo Thanapon, jika sudah di dapat berjanji akan menghubungi Faro.

Keesokan harinya Faro ke kampus seperti biasa, sebelum masuk kelas mengikuti mata kuliah, Faro masuk ke ruang sekretariat senat mahasiswa, Faro menjabat ketua senat itu sudah satu tahun terakhir ini, Faro rencananya akan mencari pengganti sekertaris senat yang mengundurkan diri karena pindah kuliah ke luar negeri.

Kandidat wakil senat ada tiga orang yang di rekomendasikan oleh sebagian besar mahasiswa dua laki-laki yaitu Dio dan Seto sedangkan ada satu perempuan yang bernama Ineke Farisa mahasiswi semester satu jurusan ekonomi gadis kelahiran Bandung tetapi sekolah SMU di negeri Jiran Malaysia.

"Mario bagaimana, elo sudah persiapkan mengenai pemilihan sekertaris senat mahasiswa besok?" tanya Faro duduk di samping Mario.

"Beres bro, sudah gue atur semuanya, elo tinggal tunggu tanggal mainnya" jawab Mario yang saat ini menjabat sebagai wakil senat kemahasiswaan.

Mario adalah teman Faro dari SD dan kuliah di biayai oleh Ken tetapi dengan syarat Mario akan menjadi asisten Faro kelak jika sudah lulus kuliah.

Di kampus Faro memiliki teman akrab yang sekolah selalu sama dari kecil yaitu Rendi dan Mario dan kuliah dengan jurusan yang sama yaitu ekonomi bisnis.

Rendi masuk ke ruang senat dengan tersenyum devil memandang dua sahabatnya yang sedang membolak-balik kertas melihat biodata lengkap calon kandidat sekertaris senat.

"Bro...kalian sudah lihat belum kandidat cewek yang akan jadi sekertaris, beeuuuh cantik dan anggun dengan rambut lurus, putih bersih" celoteh Rendi.

"Elo...bro... pacaran aja yang ada di otak, tugas elo tuuuh segunung kerjakan" protes Mario.

Rendi terkekeh dengan protes Mario, memang antara Mario dan Rendi memang berlawanan dalam segala hal, Mario sangat disiplin dan Rendi ceroboh.

"Baiklah gue selesaikan, sebentar juga beres" jawab Rendi yang menjabat sebagai ketua seksi olahraga.

Pukul sembilan pagi kelas di mulai, mereka bertiga mengikuti mata kuliah dengan serius sampai dua jam, rasanya kepada mau pecah menerima mata kuliah yang begitu banyak materinya hari ini.

Saat istirahat mereka bertiga ke kantin untuk makan siang dan memesan makanan disana, ada dua cewek cantik mendekati mereka dari jauh.

"Faro, lihat tuuuh, Sari Sagita yang suka sama elo dari dulu mau kesini sepertinya" kata Rendi sambil mengedipkan matanya.

"Cih...ogah gue, cewek kecentilan begitu, buat elo aja Ren" jawab Faro kesal.

"Gue udah pernah pacaran ama dia, sorry sudah bekas" celoteh Rendi jumawa.

"Wuiiih betul Ren, sudah berapa cewek yang elo pacarin di kampus ini?" tanya Mario heran.

Semakin dekat kedua cewek itu dekat, mereka terdiam tidak melanjutkan percakapannya.

"Hay... Faro, boleh kita gabung?" tanya Sari dengan suara di buat lembut.

"Silahkan aja, tapi maaf gue udah selesai makannya, silahkan bergabung dengan mereka ok" jawab Faro sambil meninggalkan mereka.

"Tunggu bro, gue udah selesai juga" ucap Mario berdiri meninggalkan mereka berlari mengikuti Faro yang berjalan dengan langkah kaki yang panjang.

Kedua cewek itu hanya bengong dengan memandangi tubuh Faro yang menjauh dari pandangan, sedangkan Rendi dengan tersenyum sinis berdiri mendekati Sari.

"Bay....mantan, jangan banyak berharap dengan sahabat gue ok" kata Rendi berbisik di telinga Sari lalu berlari menyusul Faro dan Mario yang berjalan menuju ke ruang senat kemahasiswaan.

"Tega lo, ninggalin gue sendiri dengan mantan" kata Rendi kesal.

"Ha..ha.. ha, gue ngasih kesempatan lo untuk CLBK" jawab Faro sekenanya.

"Enak aja, namanya bekas itu wajib di buang, bukan disayang" Rendi yang ikut duduk di kursi samping Faro duduk.

"Idih, emang sampah, wajib dibuang?" Celetuk Mario sambil melempar gulungan kertas yang tidak terpakai.

"Namanya bekas, mantan ya... seperti itu" kata Rendi lagi dengan menaikkan bahunya keatas.

Jam istirahat sudah selesai, mereka bertiga bergegas kembali menuju kelas untuk mengikuti satu mata kuliah lagi.

Saat selesai mata kuliah, karena waktu masih belum terlalu sore Faro ingin ke markas yang di rahasiakan oleh pemerintah, tempat itu dari luar hanya seperti tempat mainan online biasa, tetapi di balik itu ternyata tempat rahasia yang biasa untuk menyelidiki kasus yang tidak bisa di pecahkan oleh pihak yang berwajib.

Tetapi sayangnya Faro tidak sempat bertemu dengan jenderal Hendro, karena beliau sedang tugas di luar kota dalam waktu beberapa hari, tetapi ternyata yang diminta Faro kemarin tentang penyelidikan Theo Thanapon sudah berada di meja kerjanya dengan rapi.

"Wuih.. cepat juga nich sang jenderal kerjanya" gumam Faro.

Tetapi sebelum membuka amplop itu, Faro harus mengerjakan tugas yang sudah si berikan sang jenderal untuk menganalisa kejadian penembakan seorang pengusaha di jalan tol Jagorawi.

Ruangan itu tidak terlalu besar tetapi memiliki fasilitas yang sangat canggih, hanya ada sekitar lima tenaga ahli dan di jaga oleh tiga polisi yang bergantian setiap hari, dan hanya Faro yang satu satunya orang sipil di antara tenaga ahli itu.

3. Data Theo Thanapon

Menganalisa suatu kejadian sangat memerlukan konsentrasi yang tinggi, Faro bersama dengan dua orang laki-laki yang sudah cukup umur tetapi memiliki kemampuan yang sangat handal, hanya dalam waktu satu jam, mereka bertiga berhasil mengungkap misteri dari penembakan itu.

Setelah selesai menganalisa tugas yang tidak setiap hari ada, Faro pulang ke rumah dengan membawa amplop yang berisi tentang biodata lengkap Theo Thanapon, karena jika pulang telat dan tidak mengabari rumah pasti kedua orang tuanya akan khawatir terutama umi pasti akan menghubunginya berkali-kali.

Malam harinya Faro berniat membuka amplop itu di kamarnya tetapi di urungkan karena ada ketukan pintu.

"Tok....tok...tok...".

"Masuk.. tidak di kunci" kata Faro singkat.

"Lagi ngapain Bang, umi masuk ya?" tanya Imma sambil membuka pintu kamar Faro.

"Eeeee umi, ini baru mau belajar, ada apa umi?".

"Ayo... makan malam dulu Bang, nanti sakit lo kalau telat makan" ajak Imma sambil duduk di samping Faro.

"Iya mi, sebentar lagi" jawab Faro sambil kembali menutup amplop dan di masukkan ke dalam tasnya.

"Bang hari Minggu besok umi mau ke makam ibu Lestari, Abang mau ikut?".

"Ikut umi, Abang ingin berdoa secara khusus kepada beliau, yang selama ini tidak pernah Abang lakukan".

"Maafkan umi ya Bang, baru bisa menceritakan tentang ibu kita".

Faro hanya tersenyum mendengar perkataan uminya yang ternyata kakak satu ibu beda ayah, tetapi bagi Faro Imma lah orang yang sangat berjasa dalam hidupnya dan merupakan idola dan contoh bagi Faro.

"Justru Abang yang harusnya berterima kasih pada umi, karena Abang, umi banyak sekali mengorbankan cita-cita dan masa depan umi sendiri" ucap Faro sambil memeluk Imma dengan erat.

"Semoga suatu saat nanti Abang dapat jodoh gadis yang seperti umi, cantik, anggun baik hati dan keibuan" gumam Faro lirih tetapi masih tetap di dengar oleh Imma.

"Aamiin... memang Abang sudah punya pacar?"

tanya Imma dengan mengedipkan matanya.

"Ah...umi, di kampus Abang belum menemukan gadis yang seperti umi, rata-rata cewek kecentilan, iiiih Abang aja geli, ayo.. kita makan nanti di tunggu Abi"

Faro menggandeng Imma turun ke lantai bawah dengan menggunakan lift yang ada di tengah ruang keluarga.

Selesai menikmati hidangan makan malam bersama seluruh anggota keluarga, Faro kembali ke kamar dan membuka kembali amplop yang tadi di masukkan ke laci.

Perlahan lahan Faro membuka amplop, membaca dengan seksama, nama Theo Thanapon berumur empat puluh delapan tahun warga negara Thailand, ayah Thailand dan ibu dari Malaysia.

Istri Theo asli warga Singapura, dan memiliki satu Putri kandung yang sedang kuliah di universitas USA dengan jurusan bahasa dan sastra bernama Achara Thanapon

Mempunyai dua anak angkat laki-laki yang salah satunya sudah meninggal karena Faro yang menembaknya, dan satu lagi menjadi wakil Theo tetapi tinggal di Singapura bernama Decha Thanapon.

memiliki markas di seluruh wilayah Asia tenggara, dan bermarkas di setiap negara ibu kota, sedangkan markas besar ada di Thailand dan Singapura.

Bisnis yang di miliki Theo sangatlah luas, tetapi mayoritas di dunia hitam, karena Theo memiliki pribadi yang terbuka tidak tidak pernah menutup nutupi bisnis haramnya itu dari pemerintah ataupun kepolisian.

Dari narkoba, senjata ilegal, penyelundupan barang antik sampai perdagangan tenaga kerja semua dikuasai oleh kelompok Theo Thanapon.

Semenjak Baron Pranoto mengundurkan diri dari ketua mafia terbesar sepuluh tahun yang lalu dan meninggal dunia lima tahun yang lalu sepak terjang Theo Thanapon semakin meraja rela, jika dulu Baron masih memiliki empati terhadap anak buah beserta keluarga tetapi Theo Thanapon berdarah dingin selalu menghabisi orang yang selalu berkhianat terhadapnya.

Di Indonesia Theo memiliki markas yang berada di daerah Jakarta barat tepatnya di wilayah kota tua yang di pimpin oleh Ramos Sandara.

Ternyata setelah Baron mengundurkan diri dari ketua mafia, Theo Thanapon merekrut sebagian besar anak buah Baron Pranoto di seluruh wilayah Indonesia, hanya saja banyak juga yang insaf dan tidak mau ikut ke kelompok Theo, termasuk Lewi Cervantes, sekarang ini Lewi menjadi asisten pribadi Andri Pranoto yang mempunyai perusahaan konfeksi di daerah Tangerang.

Tugas mencari informasi tentang keberadaan sniper handal yang pernah menembak anak angkat Theo sekarang ini juga di pundak Ramos Sandara, itu yang di dapat Faro dari laporan yang di bacanya di biodata Theo, sehingga Faro juga ingin mencari informasi tentang keberadaan Ramos Sandara.

Sedangkan Faro tidak memiliki informasi tentang wakil Theo yang memimpin kelompoknya di Indonesia, Faro berfikir sejenak dengan mengerutkan keningnya, mencari informasi di internet tetapi tidak begitu lengkap, karena hanya bisnis legal saja informasi tentang Ramos.

Faro teringat dengan Andri Pranoto, kemungkinan Andri mengenal Ramos Sandara karena mantan anak buah dari Baron papanya, baru kemudian Faro menghubungi Andri meminta bantuan dengan mengirim pesan WA.

"Pak Andri apakah bisa ketemu, Abang ingin menanyakan sesuatu?" kirim Faro dalam pesannya.

Tidak menunggu lama mendapatkan jawaban dari Andri karena dia masih berada di ruang kerjanya membuka email mengenai pekerjaan, mendapatkan pesan dari Faro, Andri langsung membacanya dan dengan segera membalas pesan itu.

"Bisa bang, bagaimana kalau besok jam makan siang?" Jawab Andri dalam tulisannya.

"Baiklah terima kasih sebelumnya, Abang tunggu di kafe NN besok".

Walaupun hari ini hari Sabtu tetapi ada jadwal pemilihan sekertaris senat mahasiswa hari ini, saat semua keluarga berkumpul di meja makan Faro meminta ijin kepada kedua orang tuanya.

"Abi....umi...hari ini ada pemilihan sekertaris senat mahasiswa jadi Abang akan ke kampus hari ini" ijin Faro.

"Iya bang hati-hati, jangan sore pulangnya, kita akan ke rumah Akung Papi nanti sore" jawab Ken.

"Ada acara apa Bi, ke tempat Akung Papi?".

"Akung Papi akhir akhir ini sering sakit-sakitan Bang, katanya beliau tidak enak badan makanya kita akan kesana nanti sore".

"Bang, gue ikut dong ke kampus, lihat cewek cantik disana" kata Ezo.

"Eeeee anak kecil, baru kelas enam SD sudah tahu cewek, kagak lurusin tuuh kaki, jangan mikirin cewek dulu" celoteh Faro sambil melempar tisu yang sudah di meras kepala Ezo.

"Suntuk tahu Bang, di rumah terus" jawab Ezo lagi.

"Main aja tuuuh ama kakak, jangan ikut Abang".

Sedangkan Fia hanya menggelengkan kepalanya saja sambil memasukkan nasi goreng ke dalam mulutnya perlahan.

"Ogah main ama adik yang reseh dan usil, bisanya mengganggu aja" protes Fia tanpa melihat adiknya yang kesal.

'Sudah cepat habiskan sarapannya, tidak usah ribut aja" titah Ken dengan tegas.

Akhirnya mereka sarapan dengan diam hanya sesekali ada suara sendok yang yang beradu dengan piring.

Faro berangkat ke kampus tetapi harus menjemput Mario terlebih dahulu, karena tadi pagi sudah janjian jika Mario menunggu di pinggir jalan raya samping gang rumahnya.

"Bro... cepat masuk, nanti kita terlambat" kata Faro, Mario masuk dalam mobil, Faro kembali melanjutkan mobilnya ke kampus karena waktu sudah mepet.

Saat sudah sampai di kampus, sudah di tunggu Rendi dan anggota yang lain, Faro langsung duduk dan akan memulai acara yang di pimpin olehnya.

Tetapi saat ada wanita yang masuk ke ruangan sendirian, dia anggun, cantik berambut panjang Faro hanya memandangi dari kejauhan, hati Faro seperti bergetar, gadis ini anggun seperti umi gumam Faro dalam hati, Faro sampai tanpa sadar mulutnya hampir terbuka karena kagum dengan dengan gadis itu.

Mario dan Rendi yang dari tadi memperhatikan tingkah Faro hanya menggelengkan kepalanya.

"Mulut di tutup, awas ada nyamuk bersarang" celetuk Mario dengan menyenggol lengan Faro.

"Bagaimana si doi bro, keren kan?, target gue selanjutnya itu?" Rendi jumawa sambil membetulkan kerah kemejanya.

"Jangan macam-macam, calon makmum gue tuuuh, awas lo berani merayunya!!" ancam Faro sambil tetap menatap gadis itu dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.

"Naaah lho... Rendi, jangan macam-macam jika sang ketua sudah menentukan pilihan, elu cari kandidat yang lain untuk di jadikan target, gue juga akan dukung calon sang imam" celoteh Mario dengan tos mengadukan kedua tangan mereka bersamaan.

"Yaelah... kalau dua lawan satu, jelas aja gue kalah, baiklah gue ngalah si doi buat elo deh" jawab Rendi pasrah.

"Mario...itu cewek idaman gue, tolongin gue dong, agar target masuk perangkap" rayu Faro dengan mata berbinar.

"Memangnya apaan harus masuk perangkap, rayu sendiri masak elo kalah sama si playboy Rendi" protes Mario.

Akhirnya acara pemilihan di mulai, pemilihan itu di lakukan dengan votting, dan suara terbanyak di menangkan oleh Inneke dengan suara mayoritas.

Faro tersenyum, dengan terpilihnya Inneke akan memudahkan dia untuk mendekati gadis cantik dan anggun itu, walaupun baru sekali bertemu Faro begitu tertarik dengan gadis itu, seperti pepatah jatuh cinta pada pandangan pertama.

"Baiklah.. sudah di putuskan ya... bahwa Inneke adalah sekertaris senat mahasiswa yang baru, Inneke selamat bergabung dengan kami, semoga bisa bekerja sama dengan baik" kata Faro dengan mengulurkan tangannya untuk bersalaman.

"Terima kasih kak, mohon bimbingannya" kata Inneke lembut sambil mengulurkan tangannya menyambut uluran tangan Faro.

"Panggil Abang aja biar lebih akrab" titah Faro, dan disertai anggukan oleh Inneke.

"Ciek....ciek.... Abang ni...ye" goda Rendi usil.

Faro melempar pensil kearah Rendi dengan sedikit salah tingkah "Apa sih elo reseh tau".

Setelah selesai menanda tangani semua dokumen akhirnya mereka membubarkan diri, hanya tinggal Faro, Mario dan Rendi yang masih duduk di kursinya, saat Inneke mau meninggalkan tempat itu sampai di samping pintu, Faro memanggilnya dengan cepat.

"Inneke...." panggil Faro.

"Iya Bang, ada yang bisa di bantu?" tanya Inneke berbalik badan mendekati Faro kembali.

"Gue minta nomor handphone elu, biar mudah nanti jika ada tugas mengenai senat kemahasiswaan" jawab Faro.

"Modus.... modus...." teriak Rendi dengan cepat.

Inneke hanya tersenyum, mengambil handphone yang ada di dalam tas, membuka handphone dan menyodorkan nomornya sendiri.

"Apa sih lo, bilang aja ngiri" ucap Faro pada Rendi dengan hanya meliriknya saja.

"Ini Bang....".

"Ok... sudah,... nomor gue juga sudah masuk di handphone elo....ya, disimpan"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!