NovelToon NovelToon

Pria Penuh Luka

Kehidupan Dika Feryaldi

Kesibukan selalu berlangsung di sebuah kota, yang bernama kota x. Kebisingan dan hiruk-pikuk adalah salah satu ciri khas dari kota ini.

Di pinggir kota x ini, terdapat sebuah rumah yang pekarangan nya kumuh dan tidak terawat. Rumah yang terbuat dari susunan batu bata itu, terlihat berbeda dengan rumah-rumah di sekelilingnya.

Di sinilah Dika hidup, disebuah rumah sederhana yang mungkin hanya bisa di tinggali tiga orang saja.

Dia hanya tinggal berdua dengan Ayahnya, yang berprofesi sebagai buruh.

Dika merupakan anak satu-satunya dari hasil pernikahan Ayah dan Ibunya. Tapi menjadi anak tunggal bukanlah kebanggaan baginya, melainkan menjadi penderitaan.

Ibu Dika bernama Vanessa. Dulu beliau bekerja menjadi model karena wajahnya yang rupawan. Tapi setelah menikah, dia menjadi ibu rumah tangga.

Kehidupan orangtua Dika masih baik-baik saja sebelum Dika lahir. Meskipun mereka hidup sederhana dan apa adanya, tetapi saling mencintai dan mengerti masih bisa di pertahankan.

Tapi setelah Dika lahir, mulai terjadi kegaduhan dan saling adu mulut.

Kepercayaan Ibu Dika mulai runtuh, ketika uang bulanan yang di berikan suaminya berkurang setiap bulannya. Padahal waktu itu, Dika masih butuh banyak biaya untuk pertumbuhannya.

Ibu Dika mulai menyiksanya dengan tidak memberikan susu padanya. Dia juga tidak diberi ASI, karena si Ibu tidak ingin gendut.

Seiring dengan pertumbuhan Dika yang menyedihkan, pertengkaran orangtuanya semakin menjadi-jadi. Ayah Dika menuduh Ibunya sebagai seorang pelacur, sedangkan ibunya menuduh Ayah Dika tukang selingkuh.

Suatu hari, ketika Dika berusia 5 tahun, Dika merasakan sesuatu hal yang sangat menyakitkan. Ibu dan Ayahnya bertengkar hebat. Ayah menampar wajah Ibu dengan keras.

"Kita cerai," kata-kata yang sangat di ingat Dika dari ibunya.

"Baiklah, sebaiknya seperti itu. Aku juga tidak mau hidup dengan pelacur!" Ayah Dika juga ikut mengatakan kata-kata kejam.

Perempuan cantik itu masuk kedalam kamar. Dia memasukkan baju-bajunya kedalam koper dengan tangan yang emosional.

Dika menghampiri Ibunya.

"Ibu,,," anak kecil itu menatap dengan mata tidak mengerti kearah ibunya.

Vanessa melirik anaknya yang masih kecil. Sungguh, rasa kasihan nya tidak bisa dia tahan. Tapi, tidak ada cara lain selain meninggalkan Dika dan suaminya.

Vanessa mengangkat dan mendudukkan Dika di tepi ranjang.

"Sayang, Ibu mau pergi dulu, ya. Dika jaga diri baik-baik ya, Sayang." Tangan Vanessa membelai pipi Dika.

"Ibu mau kemana? Ibu mau ninggalin Dika?" anak kecil itu menangis.

"Ibu sayang sama Dika. Tapi, ibu tidak bisa lagi tinggal bersama Dika." Dengan lembut Vanessa menjelaskan pada anaknya.

"Ibu pergi sayang," Vanessa mencium pipi anaknya dan membawa kopernya pergi.

Di ruang tengah, masih terdengar perdebatan yang terngiang di telinga Dika.

"Aku juga tidak tahan hidup miskin bersama mu!!" suara Vanessa membuat Dika menutup telinga dengan kedua tangannya.

Setelah kejadian itu, Dika tinggal berdua dengan Ayahnya. Tidak ada kebahagiaan yang dia dapatkan sejak dia lahir.

Ayahnya yang memiliki sifat tempramental, tidak jarang memukuli Dika dengan kejam. Dia selalu dianggap anak pembawa sial oleh Ayahnya.

Dika yang terlahir sebagai anak tampan dan cerdas, mulai hancur dengan semua yang dia rasakan. Tidak ada kasih sayang, tidak ada kepedulian dan tidak apresiasi untuknya.

Perlahan, Dika yang malang bertumbuh menjadi pemuda. Dia mewarisi wajah ibunya, sehingga dia sangat tampan.

Pemuda ini memiliki postur badan yang persis seperti model. Dada bidang dan tinggi badan yang ideal, semakin menyempurnakan wajahnya.

Gelang karet, wajah sengak, senyum sinis, rambut di cepak dan di warnai, serta kaos-kaos longgar adalah gaya Dika. Gaya itu semakin membuatnya terlihat cool dan tampan.

Dia jarang tersenyum, dan cenderung pemarah.

Sekarang, Dika sudah berusia 24 tahun. Usia yang sudah seharusnya sudah bisa bekerja. Tapi karena beberapa alasan, Dika mengabaikan kehidupan. Dia tumbuh menjadi anak pemalas dan merepotkan.

Pergaulan Dika juga terbilang luas. Semua dia temani, mulai dari tukang bakso sampai preman pasar yang sering meminta uang keamanan di pasar. Intinya dia akan berteman dengan siapa saja asal membawa keuntungan untuknya.

Didalam kehidupan, Dika tidak pernah percaya dengan namanya kebahagiaan.

Makanya dia berusaha menghancurkan hidupnya dengan berbagai cara. Terkadang dia merokok, meminum minuman keras sampai melakukan berbagai aksi kejahatan. Tidak jarang juga dia ikut tawuran dan melakukan aksi anarkis bersama orang-orang yang mungkin se frekuensi dengannya.

Semua itu terjadi karena Dika yang tak pernah mendapatkan kasih sayang dari siapapun. Sejak kecil, dia menolak percaya dengan siapapun, termasuk ayahnya sekalipun.

Dika besar tak pernah dekat dengan orangtuanya. Ibunya sudah menikah lagi dengan juragan kaya. Sedangkan Ayahnya kembali menjadi jomblo yang tampak menyedihkan.

"Aku tidak perduli. Jika dia kaya, aku ambil." Begitulah Dika menjalani hidupnya. Dia menghabiskan hidup dengan memeras para wanita yang mengejarnya.

Dengan mengandalkan wajahnya, dia bahkan berhasil memiliki mobil sampai hampir segalanya. Tapi dia tidak meminta, melainkan para wanita yang menggilainya yang memberikan dengan sendirinya.

Dika selalu terlihat baik-baik saja dihadapan orang-orang. Ia seakan hidup tanpa beban apapun. Tidak ada yang tahu, bahwa sejatinya dia adalah manusia dengan sejuta luka. Anak sepertinya ternyata bisa memiliki beberapa penyesalan.

Kehidupan memang perih baginya, apalagi ketika dia mengingat momen paling mengharukan saat dirinya dibiarkan tinggal dijalanan tanpa makan dan tanpa tempat tinggal. Padahal saat itu dia masih punya dua orang tua lengkap yang seharusnya menghidupinya. Ya, itu masa-masa saat usianya mungkin sepuluh tahun. Makanya sejak kecil dia sudah sangat terbiasa dengan yang namanya rasa sakit.

Setelah Dika beranjak dewasa, dia semakin kacau saja. Sangat jarang pulang ke rumah ayahnya . Dia tinggal di tempat teman-temannya yang dengan suka rela menampungnya.

Lagian kalau dia pulang kerumah, pasti selalu bertengkar dengan ayahnya.

Tapi ada satu hal yang tidak bisa dimengerti dari pria itu. Sering kali, ia pergi mengintip ke rumah ibunya. Dia ingin memastikan bahwa Ibu baik-baik saja. Bahkan terkadang dia menyusup ke rumah besar itu, demi melihat ibunya.

Seberapa kejam pun orangtuanya terhadap Dika, tapi rasa sayang Dika tak bisa dipungkiri. Setiap malam, dia merindukan pelukan wanita yang sudah menjadi tua itu. Mungkin benar, dulu ibunya menyiksa dan meninggalkan nya, tapi hanya pada Vanessa lah Dika bisa menceritakan kejahatan ayahnya. Atau dengan kata lain, dia melakukan itu karena menyayangi ibunya.

Saat Dika kecil, Ibunya juga sering mengantarkan sebungkus makanan untuk anaknya. Dia jauh-jauh datang hanya untuk melihat putranya yang malang. Sering mengutuk diri kalo sudah melihat penderitaan Dika. Saat itulah ia tahu, kalau ibunya sangat menyayanginya. Hanya saja, ibunya tak berdaya waktu itu.

Dan ada hal lain yang membuat Dika semakin keras, yaitu, pada suatu hari, ketika Dika ingin pergi ke klab malam, dia melihat sesosok laki-laki yang terserempet motor. Dengan cepat, dia menolongnya dan melarikannya ke rumah sakit. Ah iya, saat itu Dika masih punya sedikit rasa sosial.

Tapi, tahukah anda, jika kebaikan Dika di balas dengan kekejaman? Dika malah dituduh pelakunya. Alhasil, dia dipenjarakan oleh orang yang dia tolong.

Sejak saat itu pula, Dika merasa jijik menolong orang lain. Dan rasa dendam sangat mudah tumbuh di dadanya.

Satu hal yang selalu Dika katakan pada semua orang, "Gue benci orangtuaku, Gue benci masalahku, gue benci dunia ini, dan yang paling gue benci adalah diriku sendiri."

"Gue benci menolong orang lain, karena yang di tolong akan selalu meminta lebih dan lebih. Terkadang yang ditolong malah menjerumuskan elo tanpa ada kata terimakasih,"

Ya, begitu banyak tragedi dan masalah menyedihkan yang dia dapatkan. Terkadang, dia bahkan melewati semua masalahnya begitu saja tanpa menyelesaikan.

Dika tidak pernah mempermasalahkan tentang kehidupannya yang menyedihkan.

Dia ikhlas menjalaninya sebagai takdir.

(Visual Dika)

Sampai disini dulu ya, jangan lupa like dan komen ya....

Pertemuan

"Hei, Dika, makasih ya sudah mengajakku jalan," Irene hampir saja mencium pipi Dika.

"You're welcome," Dika memalingkan wajahnya, dan ngeloyor pergi. Dia tidak suka di cium, lebay katanya.

(Visual Irene)

Dasar cewek gila, jelas-jelas dia yang ngajak gua jalan.

Malam itu sudah pukul 02.00, Dika baru saja keluar dari club malam bersama Irene. Selesai mengantarkan Irene, Dika bermaksud untuk pulang.

Di perjalanan, Dika melihat seorang gadis tengah digoda oleh tiga orang cowok berandal. Dika sudah biasa melihat kejadian seperti ini, dan dia selalu mengabaikan. Terkadang dia malah ikut untuk menggoda, kalo moodnya lagi baik.

Dika melintas melewati mereka begitu saja. Wajah wanita itu terlihat sangat ketakutan dan tertekan. Bahkan dia sampai berteriak, "Tolong...Tolong..."

Tapi malam itu, sepertinya bukan hari keberuntungan bagi wanita itu. Karena sekeras apapun dia berteriak, tak akan ada orang yang mendengar.

"Ayo ikut kami neng!" seseorang dari mereka menyentuh bahu si perempuan.

"Jangan pegang-pegang aku!" teriak wanita itu.

"Ih, cantik-cantik kok galak sih!" seorang laki-laki yang lebih tinggi diantara ketiganya mulai menyentuh rambut si wanita.

Si wanita hendak kabur, tapi ketiganya berhasil mencegah.

"Ikut kami ya, neng. Gak baik loh wanita cantik berjalan sendiri tengah malam seperti ini."

mereka bertiga lantas menyeret wanita yang tengah panik itu.

Tiba-tiba, seorang pria datang dan menarik tangan si wanita, dan membuatnya bersembunyi di belakang badan si pria yang bertubuh besar itu.

"Ngapain kalian ganggu cewek gua?" suara laki-laki itu terdengar berat dan dingin.

Mereka menatap pria itu ketakutan.

"Dika? Apa maksudmu?" sepertinya mereka mengenal baik si laki-laki yang bak super Hiro itu.

"Iya, dia pacar gue. Gue tadi menyuruhnya untuk menungguku di bahu jalan ini." Suara Dika masih terdengar dingin dan berat.

Mereka bertiga melongo.

"Bukankah kau pacaran sama Susi?" satu dari mereka bertanya.

"Bukan urusan elo! Suka-suka gue dong, mau pacaran dengan siapa aja. Sekarang minta maaf sama cewek gua! Sebelum gue memberi elo-elo pada pelajaran." Suara Dika sudah mulai meninggi.

Tiba-tiba ketiganya menunduk minta maaf pada si wanita.

"Maafkan kami neng, kami tidak tahu kalau anda pacarnya Dika."

Si wanita malah bersembunyi di belakang Dika, dan mengintip dari bahu bidang itu.

"Udah! Kalian pergi sana! Jangan pernah ganggu cewek gua lagi!" Dika menghentakkan kakinya kuat ke jalan.

Ketiganya langsung ketakutan dan lari terbirit-birit dari hadapan Dika.

Setelah ketiga berandal itu pergi, Dika melirik sebentar ke arah si wanita, dan pergi meninggalkannya.

"Hei, tunggu aku!" teriak si wanita sambil berlari menghampiri Dika.

Dika tidak menjawab. Dia hanya berjalan lurus ke depan.

"Makasih ya, kamu sudah nyelamatin aku." Ucap si wanita ketika sudah menyamai langkah Dika.

"Hmmm" jawaban singkat dari Dika.

"Aku Hana," perempuan bernama Hana itu mengulurkan tangannya.

"Ohk..." jawab Dika singkat.

Hana memang sedikit kesal dengan laki-laki ini. Jawabannya selalu saja singkat.

"Nama kamu siapa?" Hana berusaha bersabar.

"Dika." Ucapnya sambil memasukkan tangannya ke saku jaket.

"Kalo nama panjangnya?" tanya Hana lagi.

"Perlu apa dengan nama panjang gua?" Dika menundukkan wajahnya supaya bisa bersitatap dengan Hana.

Hana langsung tertegun melihat perlakuan laki-laki ini.

"Ti..tidak kok. Aku hanya penasaran." Jawabnya gugup.

"Dika Feryaldi. Tapi kalo elo mau manggil gua, jangan sebutin nama belakang gua, jijik gua dengarnya!" ketus Dika.

Nih cowok ganteng banget sih.

"Rumah elo dimana?" tanya Dika dengan wajah datar.

"Apa? Aku gak dengar." Kelihatannya Hana ingin menjahili Dika.

"Ya udah, gua mau pergi aja. Elo pulang sendiri." Dika memanjangkan langkah nya dan meninggalkan Hana di belakang.

"Ehk..tunggu!!!" kembali Hana berlari mengejar Dika.

Hana meraih tangan Dika dan menggandengnya.

"Ngapain Elo?" tanya Dika melepaskan tangan Hana karena merasa tidak nyaman.

"Kan tadi kamu bilang aku pacarmu. Gak salah dong aku gandeng kamu." Hana lagi-lagi menggandeng tangan Dika.

Dika menyerah, dia membiarkan perempuan itu menggandengnya. Inilah yang Dika benci, seseorang yang di tolongin, akan selalu meminta lebih dan lebih.

"Kenapa elo jalan sendirian tadi?" tampak tak biasa, Dika menanyakan itu pada perempuan yang tidak dia kenal.

"Aku nungguin kakakku." Balas Hana.

" ohk."

Mereka berdua sampai di tempat motor Dika di parkir.

"Ayo! Gua akan nganterin elo!" tumben tumbenan Dika berbaik hati. Biasanya kan diakan orang paling gengsi membantu orang. Apa mungkin karena Hana tampak seperti orang tajir? Atau karena gadis ini bisa dijadikan target baru?

Hana tersenyum manis. Gadis itu memunculkan lesung pipi yang memikat hati setiap orang yang melihatnya.

"Dimana rumahmu?" tanya Dika sambil memberikan helm yang di pakai Irene tadi.

Hana memberitahu letak rumahnya sambil memakai helm itu, dan secepat kilat, Dika melesat di jalanan.

"Dika? Boleh gak aku berteriak?" tanya Hana mendekatkan bibirnya ke telinga Dika.

Dika terdiam dan tetap fokus mengemudi.

Sebenarnya cewek ini agak menggemaskan juga sih, pikirnya.

Hana yang merasa mendapatkan ijin langsung berteriak, "Terimakasih Dika!!!"

Dika tersenyum di balik helm.

Perempuan ini lumayan juga pikirnya.

Motor Dika berhenti di sebuah rumah berpagar. Rumah itu sangat besar, dengan chat yang dominan putih. Sekelilingnya menawarkan keindahan yang menyejukkan mata. Ditambah lagi, mobil yang berjejer didepan rumah itu semakin memberitahukan bahwa pemilik rumah ini adalah orang yang sangat kaya.

"Ini rumah elo?" tanya Dika.

"Bukan. Ini rumah Papaku." balas Hana memberitahu.

"Ohk!" balas Dika.

"Kamu masuk dulu yuk." Hana menawarkan.

"Tidak usah, gua mau cabut aja." ucapnya sambil kembali menyalakan motornya.

"Hati-hati ya. Makasih sekali lagi," Hana kembali tersenyum.

Tanpa ada jawaban, Dika langsung ngeloyor pergi. Ditinggalkan nya rumah mewah milik wanita yang bernama lengkap Hana Angela itu. Gadis pemecah rekor, yang berhasil membuat Dika merasa kasihan.

Hana masuk kedalam rumah. Dilihatnya satpam yang tertidur sambil ngorok.

Tanpa mengatakan apapun, dia masuk kedalam rumah. Jantungnya deg-degan dan senyum masih tergambar di wajahnya. Dia menaiki tangga dan masuk ke kamarnya.

"Dika, kamu itu keren banget!" gumamnya sambil menutup pintu kamarnya.

(Visual Hana)

Apa yang membuat gua tertarik menolong perempuan itu?

Sepanjang perjalanan, Dika memikirkan hal itu. Ini kali pertamanya tertarik menolong seseorang setelah sekian lama.

hah...bodoh amat. Tak ada juga untungnya buat gua.

Dika semakin menaikkan kecepatannya. Dia melewati gedung-gedung bertingkat bagaikan angin.

Tiba-tiba dia teringat sesuatu.

"Hana... dia sangat mirip dengan Ibu." ucapnya.

Dia melambatkan laju kendaraannya sambil berfikir lagi.

"Benar...jadi itulah mengapa aku tertarik menolongnya. Dia sama seperti Ibu di waktu muda."

Lalu, sebuah senyum meremehkan muncul di bibir Dika.

"Dia bisa menjadi mangsaku selanjutnya. Hana Angela!"

Masalah Dika

Dika turun dari motor sport yang dia gunakan. Kakinya melangkah, menuju sebuah kos-kosan yang di huni oleh beberapa anak berandalan seperti dia.

"Hei, Dika! Elo dari mana aja?" teman Dika tampak mabuk.

Dika tidak menjawab, dia malah duduk dan mengeluarkan rokok dari saku celananya, menghisapnya dalam-dalam.

"Minum dulu, Ka!" salah seorang teman Dika yang bernama Andi memberikan sebotol minuman keras pada Dika.

Tangan Dika menerima botol itu, secepat kilat, dia meneguknya tanpa menuangkan kedalam gelas.

Disinilah Dika bersenang-senang. Sebuah tempat yang disewa oleh seorang temannya yang kaya raya. Semua penghuni kos-kosan itu adalah korban terabaikan oleh orangtuanya masing-masing.

Salah satu kesalahan terbesar dari orang tua adalah mengabaikan anaknya. Mungkin beberapa orang bisa tahan menghadapi hal seperti itu, tapi sebagian besar tidak akan bisa tahan. Bagi yang tidak tahan, mereka akan berusaha menghancurkan hidup dan reputasi keluarganya. Sama hal dengan yang dilakukan oleh teman-teman Dika saat ini.

Doni, laki-laki ini berasal dari keluarga terpandang. Ayahnya seorang pebisnis sukses yang sibuk berbisnis dimana-mana. Tapi sayang sekali, dia tidak punya Ibu. Tidak ada yang memperhatikan atau mengurusnya sejak kecil. Jadi dia bergabung di grup ini untuk menumpahkan rasa kekesalannya.

Rio, anak seorang kepala rumah sakit. Ibunya seorang direktur utama perusahaan. Uang tidak jadi masalah di hidupnya, yang jadi masalah adalah, ketika orangtuanya tidak pernah memanggilnya dengan sebutan "nak" atau "sayang"

Agus, Kalau yang satu ini memang agak berbeda. Dia merupakan korban dari kerasnya seorang Ayah. Setiap hari dia dipukuli jika melakukan kesalahan. Akibatnya, dia mampir ke grup ini dan bergabung di dalamnya. Sambil berusaha menghancurkan hidupnya.

Andi, mungkin inilah yang paling waras di antara mereka. Dia pulalah yang paling tajir diantara mereka. Seluruh keluarga serta kerabatnya adalah orang kaya melintir. Tapi yang menjadi masalah adalah, dia tidak mau kaya. Dia ingin hidup miskin seperti orang jalanan. Karena menjadi orang kaya merepotkan katanya. Menjaga kehormatan, tidak boleh ini , tidak boleh itu. Sedangkan jika dia menjadi anak jalanan, dia bebas melakukan apapun. Kabar terakhir tentang dia adalah, Andi di drop out dari kampus tempat dia kuliah.

Dan ada Dika, laki-laki yang paling menyedihkan diantara mereka. Dia adalah korban kekerasan, perceraian , kemiskinan, dan korban kerasnya hidup. Diantara mereka semua, Dika lah yang paling memprihatinkan dan paling sakit.

"Elo dari mana aja?" tanya Andi duduk di hadapan Dika.

"Habis antarin Irene pulang," jawab Dika.

"Irene? Irene itu siapa? koleksi baru elo?" tanya Andi.

"hmmm" jawab Dika.

Persahabatan para berandalan ini memang sangat kuat. Mungkin disinilah mereka bisa mendapatkan kasih sayang dari satu sama lain. Mereka masih memiliki hati nurani untuk saling bersahabat.

"Ka, gue ada cewek baru buat elo. Dia cantik, sexi dan kaya raya. Sepertinya dia juga korban broken home. Elo mau ga?" Doni dalam pengaruh alkohol. Matanya memerah dengan wajah yang berantakan.

"Siapa?" tanya Dika.

"Namanya Anastasia." jawab Doni oyong.

Dika dan Andi langsung menjitak kepala Doni. Karena cewek yang dia sebutkan adalah ceweknya sendiri.

Dika memandang datar kedepan. Diantara mereka semua, Dika pulalah yang paling tampan dan pendiam. Entah datang darimana wajah tampan anak ini. Tapi dia bisa di andalkan untuk pdkt. Atau gak, pastinya tidak akan malu-maluin kalau diajak ke kondangan.

"Knapa lo Ka?" Andi menepuk bahu Dika.

"Gak!" balasnya singkat.

"Lo lagi jatuh cinta ya?" imbun Doni mendekat ke arah mereka.

"kayak pernah aja si Dika jatuh cinta. Diakan orang paling anti dengan cinta." Andi mencoba bercanda.

"Udah ah... gak usah dibahas. Gue mau tidur." ucap Dika meninggalkan teman-temannya.

******

pagi hari....

"Teman-teman, gua pulang dulu ya. Gue dipanggil Tuan Ruben." ucap Andi. padahal Tuan Ruben itu ayahnya sendiri.

"Ngapain Lo di panggil pagi-pagi gini?" Rio bertanya.

"Gak tahu nih. Mungkin masalah perjodohan lagi." jawab Andi.

"ohk. Cepat lah menikah ya bro, biar lo tahu indahnya malam pertama," ucap Doni sambil ngelap iler iler nya.

"Sialan lo, Don! Gua kan udah rasain itu." Andi berucap.

"Itu beda cerita. Kalau yang itu, elo kan nyuri anak orang, kalo udah nikah, Lo ngelakuinnya seribu kali pun tidak akan apa-apa." Balas Doni yang di susul tawa teman-temannya.

Andi pun pergi, dia mengendarai mobilnya yang terparkir di halaman kos.

"Elo kapan pulang, Don?" tanya Agus setelah selesai mual-mual.

"Gak tahu. Belum ada panggilan dari pak bos." Jawabnya.

"Sama, gua juga belum." Rio menimpali.

Kalian masih enak ada yang cariin. lah, gua? bahkan jika gua mati, tak akan ada yang perduli. batin Dika.

"Udah ah. ngapain di pikirkan, lebih baik kita sarapan diluar yuk, dah lapar nih!" Agus mengambil dompetnya yang berserak di lantai.

"Kalau Nyokap gua tahu gua sarapan diluar, bisa di bunuh gua," ucap Rio memakai jaketnya.

"Emang nyokap elo perduli sama lo, kalau dia perduli, tak mungkin Lo bisa gabung sama kita-kita." Agus memukul kepala Rio pelan.

"Iya juga ya. Gua ketahuan bohong dong?" mereka tertawa kompak.

Dika jarang tersenyum, apalagi tertawa. Bahkan jika dia menonton drama Welcome To Waikiki sekalipun, dia tak kan tertawa. Mungkin karena kerasnya hidup, membuat dia mengalami penyakit yang bernama, tidak bisa tersenyum atau tertawa.

"Kira-kira kalo kita punya bini, kita masih kek gini gak?" tanya Agus.

"Ya enggaklah. Kalo elo punya bini, yang ada elo diatur-atur. Gak bisa lagi ketemu kek gini, dan harus kerja cari duit sendiri!" balas Doni.

"Tapi beda juga, Don. Kalo kita punya bini, otomatis kita juga akan mendapatkan kasih sayang. Diurusin, dimasakin makanan yang enak-enak, dilayani, pokoknya bahagia banget deh." Rio mengeluarkan pendapatnya.

"Aku jadi ingin menikah." Agus menatap keluar jendela mobil.

Mereka bertiga sibuk memperbincangkan soal pernikahan. Hanya Dika yang sudah tenggelam dipikirannya sedari tadi. Entah apa yang dia pikirkan.

"Hei Dika, apa elo juga ingin menikah?" tanya Doni yang mengemudikan mobil.

"Untuk apa gua menikah?" dia malah membalas dengan pertanyaan.

"Biar bisa enak-enak," Rio yang duduk di samping Dika menepuk pundaknya.

"enak enak? persetan dengan itu!" ucapnya sambil menarik satu sudut bibirnya.

"Pasti kalau Dika udah nikah dan memiliki anak, pasti dia bisa berubah. Ditambah lagi kalau istrinya cantik. Otomatis anak-anaknya bisa seperti dewa-dewi kecantikan." Agus mengutarakan pendapatnya.

Dika memasang wajah murung. Tidak terbersit di benaknya kata menikah.

Selama ini, dia pacaran dengan para wanita hanya ingin mengambil sesuatu. Dia tidak pernah punya niat untuk menikah.

Mobil itupun melesat dijalan. Beberapa menit kemudian, mobil itu berhenti di sebuah kafe berkelas. Siapa dulu dong, orang kaya mah bebas. Mereka hanya perlu meminta uang pada orang tua masing-masing jika butuh.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!