NovelToon NovelToon

Tentang Rasa

Bab 1 Awal

Kadang aku takut menjadi dewasa

Tapi sang waktu tetap berjalan

Roda kehidupan pun terus berputar

Dan masa akan menjawab ketakutan itu

Semua ini tentang rasa

Rasa cinta

Rasa sayang

bahkan juga rasa benci

Karena aku hanya manusia cengeng

Yang hanya bisa menangis

Sebagai pelampias rasa

Dan penahan luka

Aku hanyalah sang hawa

Punya rasa dan merasa

****

Namaku Nadya Syafina orang-orang sering memanggilku Nadin, Nad-Nad atau bahkan Donat. Bagiku tak ada masalah toh aku tak keberatan dengan panggilan itu. Usia ku baru menginjak 23 tahun tepat seminggu yang lalu.

Aku tinggal bersama Bunda dan adik centil ku Jeje.

Eits..

Jangan salah ya, meski panggilannya Jeje tapi namanya kaya orang bule.Mau tau apa? Angeligue Syafina,Ya aku yang memberi nama itu dan aku pula yang memberi panggilan itu.Meskipun Jeje sering kali protes minta di panggil Angel.Katanya biar keren dan tak diejek teman-temannya.Tapi karena nih mulut udah biasa manggil Jeje ya udah sih Jeje aja.Apalagi kalau Jeje minta dipanggil Angel malah akunya yang sering salah sebut angel wis angel. He.... akhirnya dia yang pasrah.

Jangan tanya ayahku ya? karena dia tidak tinggal bersama kami. Ayah lebih memilih tinggal dengan istri kedua nya dibanding tinggal bersama kami. Tepatnya setelah Bunda mengandung Jeje. Ayah bilang Jeje bukan anak kandungnya. Entah atas dasar apa ayah bicara seperti itu tapi aku sangat yakin Bunda tidak akan pernah menghianati Ayah. Aku juga yakin jika semua itu adalah ulah istri kedua Ayah. Si monster cabelita itu emang perusak rumah tangga orang. Sejak kedatangannya, keluarga kami hancur se hancur-hancurnya. Bahkan Ayah berubah jadi sosok yang berbeda. Apalagi sama Bunda.Kenapa aku panggil dia cabelita? Karena mulutnya yang pedas dan orangnya yang super duper nyebelin banget.Jadi rasain tuh aku kasih nama Cabelita.

Ingin rasanya aku membenci Ayah karena menikah lagi, tapi Bunda selalu bilang, bahwa Ayah tetap orang tuaku dan aku harus menghormatinya.Lagi pula kata Bunda ada alasan tersendiri kenapa Ayah menikah lagi saat itu.

Aku sadar bahwa Ayah memang tidak pernah jahat kepada ku, bahkan Ayah sangat menyayangiku. Hal itulah yang membuat si monster cabelita sangat membenciku dan ingin menyingkirkan ku dari kehidupan Ayah.

Helloooo

Tak akan aku biarkan cabelita memisahkan ku dengan Ayahku. Mau sampai kapanpun dia tetap lah Ayahku gak ada yang bisa merubahnya.

"Kak Nad-nad" Suara cempreng dari Jeje segera membuyarkan hayalan ku tentang keluargaku. Aku segera bangkit dari tidurku dan segera keluar dari kamarku sebelum si Jeje ngoceh tidak jelas karena panggilannya tidak aku gubris.

"Hemmm" Jawab ku hanya mendongkakkan kepalaku dipintu.

"Di panggil Bunda tuh, disuruh antar gado-gado ke rumah kak Nisha"

Nisha atau Embul adalah sahabat baikku.Setiap hari Bapaknya Nisha selalu memesan gado-gado kepada Bunda. Nisha dan Bapak nya bekerja di sebuah kantin perusahaan besar.Terkadang ada karyawan yang minta menu gado-gado.Jadi Bapak Nisha memesan pada Bunda.Kata beliau itung-itung berbagi rezeki. Salut banget aku sama prinsipnya Bapaknya Nisha, makanya hubungan keluarga kami terjalin sangat baik.

Aku pun segera mengeluarkan diriku dan segera bergegas menemui Bunda diluar rumah.

Kulihat Bunda sedang sibuk memasukkan wadah sterefoam yang berisi gado-gado ke dalam plastik. Ya Bunda memang berjualan gado-gado di depan rumah, untuk memenuhi kebutuhan nya dan Jeje karena Ayah tidak mau menafkahi mereke. Ayah hanya memberikan uang bulanan padaku. Karena Ayah merasa hanya aku anak kandungnya.

"Sini Bunda biar Nadin bantuin" Ucapku sambil mengambil plastik dari tangan Bunda.

"Hari ini Bapaknya Embul pesan berapa Bunda? " Tanyaku sambil menghitung sterefoam dalam plastik.

"30 porsi nak?.uhuk... uhuk... uhuk... "

Aku menghentikan aktifitasku menghitung dan melihat kearah Bunda yang sedang batuk. Ku usap pelan punggung Bunda, berharap batuknya segera reda.

"Habis ini Bunda istirahat ya? Toh gado-gado nya juga tinggal dikit. Entar kalau Nadin selesai antar gado-gado ini, biar Nadin gantiin Bunda jualan" Bunda tersenyum kearahku.

"Bunda gak apa-apa Nadin. Cuma batuk biasa, nanti juga sembuh.

" Maafin Nadin ya bun, sampai saat ini Nadin belum dapat pekerjaan yang layak. Nadin janji, entar kalau Nadin dapat pekerjaan maka saat itu juga Bunda gak perlu kerja keras lagi. Biar Nadin yang memenuhi semua kebutuhan kita? "

Kulihat Bunda tersenyum lagi mendengar ucapanku.

"Ya udah sana berangkat dulu, nanti terlambat" Aku mengangguk lalu mencium punggung tangan Bunda.

"Je... ayo ikut kakak" Teriakku. Yang disebut namanya pun segera keluar dari tempat persembunyiannya.

"Nanti beliin es cream ya? " Ucapnya dengan cengiran khas nya. Aku mengacak rambutnya pelan lalu menuju kearah motor butut ku. Jeje memang masih anak-anak usianya baru 13 tahun.

Jarak rumah Nisha dan rumahku memang tidak terlalu jauh hanya 10 menit saja. Begitu sampai rumah Nisha aku segera memarkirkan motor butut ku. Tampak seorang wanita paruh baya datang tergopoh-gopoh menemuiku.

"Nad tadi Nisha sama Bapaknya udah berangkat, katanya hari ini ada bos baru sidak ke kantin. Kamu antar gado-gado nya ke kantin nya sana aja ya. Tadi Emak dititipin alamat ini? " Aku menerima secarik kertas dari Emak dan membacanya sekilas.

"Bapak juga ngasih uang bensin ini buat kamu" Emak menyerahkan uang lembaran lima puluh ribu rupiah kearahku namun segera ku tepis.

"Gak usah Mak, bensin motornya Nadin masih banyak. InsyaAllah cukup" Tolak ku halus. Sebenarnya bensinnya tinggal sedikit tapi gak enak aja tiap hari harus nerima uang bensin dari Bapaknya Embul. Beliau sudah terlalu baik dengan keluarga kami.

"Gak apa-apa Nad, entar malah Emak yang dimarahin. Dipikir Emak gak mau kasih" Emak masih menyodorkan uang itu kearahku.

"Bensin motor Nadin masih ada Mak, mau Nadin buktiin. Nadin buka ya " Aku berpura-pura akan membuka jok motor. Seakan-akan menunjukkan bensinnya masih ada padahal memang gak ada. Beruntungnya Emak percaya sebelum aku berhasil membukanya.

"Ya udah deh kalau kamu gak mau. Dah sono kamu berangkat. Biar gak telat" Aku mengangguk.

"Jauh gak kak alamat kantornya. Wah asyik banget nih Jeje bakalan lihat kantor beneran. Bisa pamer sama temen-temen disekolah besok" Ucap Jeje. Aku segera menjitak kepalanya.

"Sakit kak" Ringisnya dan aku hanya cuek saja.

Setelah menyalami Emaknya Embul aku pun segera menuju alamat yang tertera dikertas itu. Ternyata jaraknya cukup jauh. Setelah menempuh perjalanan hampir 30 menit kami pun sampai.

"Jauh banget, tangan Jeje sampai pegel" Rengek Jeje

"Katanya pengen lihat kantor, tuh.... " Jeje menghembuskan nafasnya pelan lalu tersenyum.

"Iya deh" Ucap nya girang lalu berjalan mendahuluiku.

"Eh... gak mau bantuin kakak bawa ini" Protes ku sambil mengangkat dua kresek di tangan kanan dan kiriku.

"Tadi Jeje udah bawa di motor ya. Tangannya masih pegel. Kakak bawa sendiri aja kedalam"Ucapnya lalu melanjutkan langkahnya dengan riang. Aku hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan adikku yang satu itu. Akupun mengikuti langkah Jeje menuju kedalam.

Aku memandang gedung besar di hadapan ku.

"Ceva Group. Kapan aku memiliki perusahaan seperti ini. Mungkin Bunda tidak akan kerepotan lagi soal keuangan "

Aku tersenyum getir. Mimpiku terlalu tinggi. Jangankan memiliki. Bisa berada disini mengantar gado-gado saja sudah untung. Karena tidak semua orang bisa masuk kedalam gedung ini.

*

*

*

Bersambung.......

Bab 2 Jangan Sedih Adikku

Aku dan Jeje sudah sampai di dapur kantin perusahan Ceva Group. Ruangan itu sangat luas, bahkan lebih luas dari rumahku . Kulihat Jeje juga sangat takjub dengan tempat itu sampai-sampai mulutnya menganga. Kalau saja gak aku tepuk tu bocah mungkin air liurnya udah menetes atau tu mulut udah kemasukan laler. he.....

"Ih kak Nad-nad bikin Jeje kaget aja" Ucapnya sewot sesaat setelah aku tepuk pundaknya.

"Kalau gak kakak tepuk, tuh keran air bisa bocor. Bisa-bisa tempat ini jadi banjir kena air itu"Jeje sedikit faham dan.....

Sreeetttt

Karena refleks Jeje mengusap bibirnya dengan punggung tangannya, membuatku tertawa karena berhasil mengerjai adikku.

"Ih kakak ah mana ada air liur ku netes"Jeje semakin sewot dan membuat ku semakin lepas tertawa.

" Lagi ngetawain apaan sih"Ucap Embul yang tiba-tiba sudah berada dibelakang kami. Gadis sedikit gendut itu eh...bukan gendut ya. Embul bakalan langsung marah kalau dikatain gendut jadi kami orang terdekat nya mengganti kata gendut dengan kata montok dan kata itu sukses membuatnya jadi ke ge-er an. Antik banget kan tuh anak.

"Kak Nad-nad usilin Jeje Kak Embul. Nyebelin banget kan? " Adu Jeje.

"Emang dasar donat ini biang resek Je, kayak gak tau sifat kakak kamu aja"

Puk

Satu pukulan mendarat di tubuh montok Embul.

"Berisik kalian berdua, nih bantuin bawa gado-gado nya.Entar Bapak marah kalau telat" Aku menyerah kan masing-masing satu kantong ke tangan mereka lalu melenggang pergi.

"Kak Nad-nad"

"Donat" Teriak mereka bersamaan. Aku hanya menutup telingaku lalu berlari menuju Bapak yang sudah tertangkap retina mataku untuk mencari perlindungan.Sementara mereka mengejarku dari belakang.

*****

Setelah menerima uang gado-gado dan uang hasil bantuin Bapak didapur tadi, aku dan Jeje segera pergi. Ya, aku tidak langsung pulang setelah mengantar kan gado-gado tadi. Aku sempat membantu Bapak dan Embul sebentar. Setelah itu aku berpamitan pulang karena sudah berjanji sama Bunda untuk menjaga warung gado-gado nya.

Aku berjalan keluar bersama Jeje sambil menghitung uang yang aku terima.

Hari ini Bunda dapat pesanan yang lumayan. Meskipun tidak banyak tetap harus disyukuri.

"Dapat uang banyak ya kak Nad-nad, jangan lupa beliin Jeje es cream ya? Tadi kan udah janji mau beliin Jeje es cream" Oceh Jeje.

Aku mengambil uang dua puluh ribuan uang pemberian Bapak dan memasukkan uang jualan Bunda ke saku celanaku.

"Iya kakak gak lupa, tapi es cream nya beli setelah beli bensin dulu ya. Kalau ada sisa uang kita beli"Jeje mengangguk. Adik kesayangan ku itu meskipun sedikit urakan tapi masih memahami keadaan keuangan keluarga kami.

Karena saking senangnya akan ku belikan es cream, Jeje menarik tangan ku agar cepat sampai pada motor kami.

Tiba-tiba.... Brugggg

Saking semangatnya Jeje menarikku dan aku yang tidak punya persiapan.Akupun menabrak seorang pria tinggi, berkacamata dan memakai masker diwajahnya. Aku terpelanting jatuh sementara pria itu terlihat baik-baik saja.

Bagaimana tidak baik. Tubuh pria itu lebih besar dan sedikit berotot. Sedangkan tubuhku hanya kecil dan tidak ada apa-apa nya dibanding dengannya. Tapi aku sadar, aku yang bersalah dalam hal ini. Akupun segera berdiri dan membungkukkan badan ku kearahnya.

" Maafkan saya tuan, saya tidak sengaja" Merendah adalah jalan terbaik bukan. Apalagi secara penampilan pria itu bukan orang sembarangan. Aku ingat jika Bapak dan Embul bekerja disini. Dan aku tidak mau membuat mereka terkena masalah karena ulahku.

Kulihat juga pria itu melihat penampilan ku dari atas sampai bawah. Oh Tuhan... sungguh aku merasa sangat risih, ingin rasanya aku menggampar muka mesumnya karena berani memandangku seperti itu.Kalau saja aku tidak teringat Bapak dan Embul.

Tapi lihat saja, kalau sampai dia berani mentoel-toel tubuhku. Akan ku pastikan bogem mentah mendarat di mukanya yang mulus itu. Eh sok tau banget aku kalau mukanya mulus. Yang terlihat kan hanya matanya doang. Karena sebagian wajah nya tertutup masker.

Aku baru bisa bernafas lega, setelah pria itu menyuruh ku pergi dengan memberi isyarat dengan jari tangannya.

"Ck...Dasar pria sombong" Umpat ku dalam hati lalu sekali lagi membungkuk dan meminta maaf sambil tersenyum dengan memperlihatkan deretan gigi putihku. Terlalu lebay memang senyumanku itu. Mana ada senyuman seperti itu. Terlihat banget kalau aku memaksa tersenyum. Gak apa-apa deh, toh setelah ini aku tidak akan bertemu dengannya lagi. Kemudian aku pun berlalu.Baru beberapa langkah......

Deg... deg... deg...

Aku berhenti sejenak sambil memegangi dada ku. Ada apa dengan ku, mungkinkah aku terkena serangan jantung? Kenapa tiba-tiba jantungku berdetak dengan cepat seperti ini? Lalu kenapa aku tidak merasakan sakit?

Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepalaku, hingga aku merasa seakan ada yang mendorong ku untuk menengok kebelakang. Aku dapat melihat pria itu masih berdiri ditempatnya sambil ber telpon ria. Sementara aku hanya dapat melihat punggungnya. Punggung yang pernah aku lihat.

Ettt dalah...makin ngelantur kan akunya. Aku pun segera menggeleng-gelengkan kepalaku mencoba mengusir pikiran aneh dari kepalaku.

"Kak Nad-nad ayo buruan, Jeje sudah gak sabar ingin makan es cream" Celotehan Jeje menyadarkanku. Aku pun menghembuskan nafas pelan dan benar-benar tersadar dari fikiran liarku. Mana mungkin aku mengenal punggung itu. Kalau aku mengenal punggung itu berarti aku mengenal pria itu. Kalaupun pria itu mengenalku pasti sudah sejak tadi dia menyapaku. Tapi kenyataannya tidak bukan.

Aku kemudian segera mengikuti langkah Jeje yang kembali menyeret ku. Tiba-tiba pria itu menoleh dan pandangan kami bertemu sekilas. Setelah itu aku benar-benar menjauh dan pria itu melangkah masuk kedalam gedung. Hingga pandangan kami terputus karena saling menjauh.

****

Jeje menerima es cream nya dengan senang, ketika aku memberikan 3 buah es cream seharga dua ribuan rupiah. Walaupun murahan tapi sudah membuat adikku iku terlihat bahagia.

Akupun ikut membuka satu bungkus es cream itu lalu menikmatinya. Cuaca memang terasa benar-benar panas siang hari ini. Sehingga biasanya aku yang tidak begitu doyan es krim ikut makan es krim juga.

Ku pandangi adikku yang makan es krim sambil belepotan. Aku tersenyum melihatnya sambil melap bibirnya dengan penggung tanganku. Bahagia bagi orang miskin seperti kami ini memang sederhana. Melihat orang yang kita sayangi tersenyum dan tertawa adalah sebuah kebahagiaan besar untuk diri kita. Dan semua itu tidak tergantikan dengan uang.

Saat asyik-asyiknya mekan es krim, tiba-tiba suara handphone jadul ku berbunyi. Masih untung punya, dari pada tidak sama sekali. Lagi pula handphone itu pun boleh dikasih. Itu satu-satunya alatku untuk berhubungan dengan Ayah.

Aku sekilas melirik ke layar. Tampak nama Ayah berkelap-kelip dilayar itu dan dengan cepat aku menekan tombol hijau. Jeje yang sekilas melihat nama Ayah dilayar pun ikut antusias dan menempelkan telinganya di handphone ku.

"Assalamu'alaikum Ayah" Ucapku mengawali.

"Waalaikumsalam"

"Ada apa yah? Tumben Ayah telpon Nadin? Biasanya juga Nadin yang telpon Ayah? Ada hal yang penting banget ya? " Tanya ku bertubi-tubi

"Tidak apa-apa Ayah hanya kangen sama Nadin, Nanti malam bisakan Nadin kerumah Ayah. Kita makan malam sama-sama"

"Kalau Ayah kangen sama Nadin, Ayah kan bisa pulang? "Aku mencoba memancing Ayah.Kudengar helaan nafas berat disebrang sana dan aku tau jawabannya. Ayah pasti tidak mau pulang kerumah Bunda.

" Ayah sedang sibuk Din? "Jawabnya akhirnya. Aku mau tak mau harus menerima jawaban itu.

" Nanti malam bisa ya nak, makan malam sama Ayah dirumah Ayah "

"Iya yah" Jawabku Akhirnya. Tiba-tiba Jeje merebut handphone dari tangan ku dan meletakkan di telinganya.

"Halo Ayah ini Jeje, Jeje kangeeeeen banget sama Ayah? Ayah kapan pulangnya? Jeje pengen ketemu" Ucap Jeje semangat, namun sedetik kemudian.

Tut... tut... tut

Ayah memutuskan hubungan itu secara sepihak, sehingga raut wajah Jeje yang bersinar berubah jadi murung. Aku mengusap pelan rambut Jeje lalu segera memeluknya. Tubuh Jeje seakan bergetar dan kudengar samar-samar isak tangisnya. Tanpa terasa air mataku pun menetes.

Jangan sedih adikku, suatu hari nanti Ayah akan sadar dan tau kalau kamu adalah anak kandungnya juga. Saat itu tiba kamu akan merasakan kasih sayang seorang Ayah.

*

*

*

Bab 3 Perjodohan

Autor Pov

Alexander Wijaya atau sering dipanggil Ale. Seorang pria blasteran Indonesia Jerman. Tinggi 170 Cm, hidung mancung dan jangan lupa wajah bule nya yang tampan.Hal itu tidak disia-siakan Ale untuk bisa menaklukan semua hati wanita.

Playboy

Itulah gambaran diri Ale saat ini. Kelakuan nakal Ale setidaknya membuat Dimas selaku orang tua Ale sedikit cemas. Berulang kali Dimas menasehati putra satu-satunya itu namun berkali-kali pula Ale selalu mengabaikannya. Lalu harus dengan cara apa lagi supaya dirinya bisa mengubah putranya itu?

Tiba-tiba terlintas dipikiran Dimas untuk menikahkan Ale. Ya mungkin saja ketika Ale sudah berkeluarga pria itu akan berubah.Tidak ada salahnya dicoba? Lalu dengan siapa Dimas menikahkan putranya itu? Walaupun Ale bukan pria yang baik tapi Dimas juga berharap kelak akan mempunyai menantu yang baik setidaknya perempuan yang bisa membimbing Ale ke jalan yang benar.

Dimas memijat kepalanya yang sedikit pening. Mengerjakan pekerjaan kantornya jauh lebih mudah di banding dengan mencarikan putranya seorang pendamping. Banyak calon yang berseliweran dikepalanya namun selalu saja ada kekurangan menurutnya. Dimas hanya butuh menantu yang Pintar, sopan, baik dan tegas. Kalau cantik.... Bukankah cantik bisa didapatkan saat ada uang. Dan Dimas sangat mampu dengan itu.

Tiba-tiba Dimas teringat seorang gadis sederhana anak rekan bisnisnya. Kurang lebih gadis itu sangat cocok dengan Ale putranya. Pemberani tapi juga sangat sopan dengan orang tua. Gadis itu juga termasuk cantik hanya tinggal poles dikit saja maka kecantikannya akan terpancar.

Dengan senyum mengembang Dimas segera menghubungi rekan bisnis nya itu dan tanpa diduga permintaannya langsung saja diterima dengan baik. Kini tinggal dirinya memberi tahu Ale. Dimas segera menuju ruangan Ale.

"Kemana anak nakal itu? Kenapa dia tidak ada diruangannya? Pasti lagi jalan sama perempuan" Ucap Dimas saat sudah ada di ruangan Ale. Tak berapa lama nampak Ale masuk ke ruangannya.

"Papa? Tumben ada diruangan Ale? Ada apa? "Tanya Ale.

" Duduk? Ada yang mau papa omongin sama kamu? "Ucap Dimas tegas. Ale segera mengikuti Papanya duduk disofa ruang kerjanya.

" Dari mana saja kamu? Dengan perempuan lagi? Kapan kamu sadarnya Ale, papa ini sudah tua. Papa lelah tiap hari harus memarahi kamu seperti anak kecil. Papa cuma ingin kamu jadi laki-laki yang bertanggung jawab dan tidak main perempuan"

"Seperti Papa? Ale tidak mau seperti Papa"Potong Ale

" Ale stop, Papa bicara tentang kamu? "Bentak Dimas

"Ale tidak mau diatur pa? "Dimas menghela nafasnya pelan kemudian mendekati putranya.

" Papa tau kamu kecewa dengan Mama mu, tapi jangan kamu lampiaskan kekesalanmu dengan main perempuan. Tidak semua perempuan sama dengan Mama"

Ale terdiam mendengar ucapan Papa nya sekelabet masa lalu nya terlintas dikepalanya. Tiba-tiba Ale teringat akan cinta pertamanya. Cinta yang indah pada awalnya. Hingga kesalahan fatal membuatnya kehilangan cinta itu untuk selamanya.

"Jangan fikiran Ale Pa? Fikiran diri Papa sendiri? Sudah berapa lama Papa menduda carilah pengganti Mama. Jangan tunggu wanita tukang selingkuh itu"

"Papa tidak menunggu Mama mu. Papa tidak menikah lagi karena Papa menghawatirkan mu. Lagi pula Papa sudah tua kan? siapa yang mau dengan lelaki tua ini" Canda Dimas.

Ayah dan anak ini memang sering bertengkar tapi juga saling menguatkan. Apalagi semenjak Mama nya pergi, Ale sangat menyayangi Papanya.

"Jadi, maukah kamu berubah untuk Papa nak? " Tanya Ale kemudian

"Tergantung" Ale mengherdikkan bahunya.

"Kalau begitu keputusan Papa ini sudah benar"

Ale mengernyitkan dahinya. Keputusan... Sebenarnya keputusan apa yang sedang Papa nya buat.

"Maksud Papa apa? " Tanya Ale.

"Papa akan menjodohkan kamu dengan anak rekan bisnis Papa"

"Whattttt!!!!!!! " Pekik Ale

"Keputusan Papa sudah bulat, Papa akan menikahkan mu. Mungkin dengan cara itu rasa tanggung jawabmu akan ada"

"Come on Pa, mana ada perjodohan dijaman sekarang" Tolak Ale

"Tidak ada penolakan Ale. Nanti malam kita akan makan malam bersamanya. Jadi persiapkan dirimu" Ucap Dimas lalu beranjak pergi

"No Pa, Ale belum mau menikah"

"Awas kalau kamu coba-coba kabur. Maka saat itu juga kamu tidak akan melihat Papa" Ucap Dimas sebelum akhirnya benar-benar pergi dan menutup pintu krmbali. Sementara Ale hanya bisa mengacak rambutnya dengan kasar. Sepertinya keputusan ayahnya yang satu ini akan sulit dia tolak.

****

Selepas sholat magrib aku baru berangkat menuju rumah ayah untuk makan malam bersama keluarga baru ayah.Malas sih tapi karena ayah yang minta terpaksa aku mengiyakan.

Sebenarnya ayah menyuruh ku untuk datang kerumahnya sejak sore tadi. Ya kale aku bakal betah lama-lama disana. No... Untuk makan malam dengan ibu tiriku itu saja sudah perjuangan berat untukku apalagi ayah nyaranin ngobrol bareng ieuh no no no....

Namun rupa-rupanya aku sedikit salah sangka. Gak ada angin gak ada hujan tante Cabelita yang biasanya omongan nya pedes se pedas nama yang ku berikan padanya, tiba-tiba aja jadi baik.

Gak kesambet setan pohon taoge kan tu orang. Apalagi makin lama sikapnya makin aneh. Dari mulai memberi baju baru,sepatu baru sampai make-up in aku sampai aku jadi cantik secantik bidadari kalau dilihat dari sedotan.

Wait.. wait... wait...aku jadi kepikiran.

Kok aq jadi ngeri sendiri ya sama sikap tante Cabelita? Tiba-tiba aku teringat dengan sinetron dan novel-novel yang aku baca. Pikiran buruk pun melintasi kepalaku.

"Jangan-jangan aku mau dijual sama pria tua dan berperut besar. No aku gak mau. Apa aku kabur aja ya dari sini" Monolog ku. Aku celingukan ke kanan dan kiri. Saat kupastikan tak ada orang aku segera melepas sepatuku dan berjalan jinjit seperti maling yang takut ketahuan.

"Mau kemana kamu" Suara cempreng yang sangat ku kenali itu menggema dibelakang ku. Aku membalikkan badan sambil nyengir kuda.

"Pulang" Jawabku enteng. Wanita cabe-cabean itu seperti menahan kesal padaku tapi dia berusaha menahan kekesalannya sebelum misi nya terhadap ku tercapai. Mungkin.

"Masuk, sebentar lagi tamu nya datang"

Nah lo.... benar kan dugaan ku. Gak mungkin tante Cabelita baik-baikin aku kalau gak ada mau nya.

"Maaf tante, sepertinya makan malamnya lain kali aja ya. Nadin ingat ada sesuatu yang harus dikerjakan"Sejenak aku terdiam melihat ekspresi tante Cabelita yang sulit diartikan.

"Apa karena aku masih pakai baju dan sepatu punyanya ya" Batinku. Aku segera menyerahkan sepatu yang ku tenteng dari tadi.

"Sepatu nya Nadin balikin ya tante, kalau bajunya...? Besok aja deh, Nadin malas kalau harus ganti baju lagi. Kalu gitu Nadin pamit dulu, salamin maaf Nadin buat ayah ya. Permisi tante" Ucapku sok-sok an ikut baik. Biasanya juga nyablak. Setidaknya saat ini aku bisa kabur.

Perlahan aku membalikkan badan ku hendak pergi. Namun aku salah tante Cabelita mencekal tanganku dengan erat.

"Kamu tidak boleh kemana-mana. Malam ini kamu akan bertemu dengan calon suami kamu"

Duarrrrrr

Hancur sudah hatiku. Kenapa ayah tidak bilang dari awal. Tau gini sejak awal aku pasti nolak acara makan malam ini.

Terlalu cepat untuk ku memulai hidup baru dengan seseorang. Aku belum bahagiain Bunda dan Jeje. Kalau aku menikah sekarang siapa yang bantuin Bunda? Siapa yang antar jemput Jeje tiap hari kesekolah? Tidak aku tidak mau menikah sebelum kehidupan keluarga ku mapan aku harus menolak perjodohan ini.

"Tan..... "

"Aku tau apa yang kamu fikiran. Tenang saja kali ini kamu beruntung karena kamu akan dijodohkan dengan orang kaya. Kamu tidak perlu kerja keras untuk memenuhi kebutuhan mu dan ibumu yang tidak berguna dan sakit-sakitan itu. Lagi pula, ini saatnya kamu harus balas budi dengan ayahmu yang sudah membiayaimu sampai saat ini. Pak Dimas berjanji akan membantu perusahaan ayahmu yang sedang bermasalah kalau sampai kamu menerima perjodohan ini.Jadi jangan coba-coba kamu bertingkah atau kamu akan tau akibatnya nanti"

Sakit se sakit-sakitnya itu yang ku rasakan saat ini. Jadi Ayah melakukan semua ini karena perusahaan nya. Bukan karena dia menyayangi ku. Entah kenapa aku semakin yakin menolak perjodohan ini.

"Ada apa Ma? Kok kalian ada diluar. Ayo masuk ini pak Dimas dan putranya sudah datang" Suara Ayah terdengar dibelakangku. Aku masih terdiam ditempat sedangkan tante Cabelita sudah mulai berakting ibu tiri yang baik di depan ayahku saja.

"Gak apa-apa Pa, tadi Nadin cuma merasa tidak betah saja memakai sepatu hak tinggi. Jadi dia mau ganti sepatu yang gak ada hak nya. Biar mama tuker sama sepatunya Raya dulu" Ucap tante Cabelita sok imut.

Aku semakin geram saja. Lama-lama ni perempuan cabe-cabean makin pintar berakting. Aku segera membalik badanku menghadap Ayah. Kulihat sosok pria seusia Ayah berdiri di belakang Ayah yang aku yakini adalah Pak Dimas yang disebut kan si tante tadi. Aku tersenyum sebentar kearah pria paruh baya itu dan dibalas juga dengan senyuman, sebelum aku menghadap Ayah.

"Maaf Ayah, sepertinya Nadin menolak perjodohan ini" Ucapku tegas yang sontak membuat Ayah dan Pak Dimas tampak kaget dengan keputusan ku yang terlalu cepat.

"Tapi aku menerima perjodohan ini" Seorang laki-laki muda yang tiba-tiba datang sontak membuat mataku membola.

*

*

*

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!