NovelToon NovelToon

My Poor Wife

Bertemu Lagi

Di dalam sebuah kantor polisi, tepatnya di dalam sel sempit berukuran empat kali tiga meter, seorang gadis duduk dengan kepala bersandar di atas lututnya.

Mata gadis itu terlihat sembab, juga dengan kelopak matanya yang membengkak dan menghitam. Sudah berhari-hari dia berada di dalam sel dingin ini. Menunggu proses sidang yang akan dia jalani beberapa hari ke depan.

Gadis itu sudah tidak memiliki harapan lagi. Dia pasrah. Saat ketukan palu pak hakim melantun, disitulah nasib takdirnya ditentukan. Sudah tidak ada harapan lagi. Gadis itu sadar, setelah apa yang dia lakukan, keluarga Hutama pasti tidak akan melepasnya begitu saja.

Sudah dapat dipastikan, hukuman mati atau penjara seumur hidup menjadi pilihannya.

"Hai kamu." seruan polisi wanita mengagetkannya. Gadis itu mengangkat pandangannya, melihat wanita itu membuka pintu sel.

"Cepat, seseorang ingin menemuimu!" sentak wanita itu. Tidak ada perlakukan baik diterimanya selama berada di tempat ini. Sekali kriminal tetaplah kriminal. Mereka selalu menganggap dirinya hina, seolah-olah dirinyalah kotoran paling menjijikkan.

Dengan kedua tangan terborgol di depan, gadis itu berjalan dengan digiring oleh wanita tadi. Gadis itu diperintahkan masuk ke dalam sebuah ruangan.

Kepalanya menunduk, melihat ke bawah, seolah tidak ingin melihat orang yang ingin menemuinya.

"Hai adikku sayang. Lama tidak bertemu."

Kepala gadis itu terangkat dengan cepat saat mendengar suara bariton yang amat dikenalinya. Matanya melebar dengan sempurna melihat seseorang di hadapannya. Lututnya yang sudah keram semakin lemas, jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Keningnya berkerut dalam, ketakutan setengah mati saat ini juga. Bibir gadis itu terkatup rapat, sangat sulit untuk mengucapkan sepatah kata pun.

Meski memiliki wajah rupawan, tetapi tidak seorang pun berani menatap mata pria itu lama. Tatapan itu begitu tajam, seolah ingin mencabik-cabik orang yang menatapnya.

Lelaki dewasa itu berdiri dengan perlahan. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam kantong celananya, dengan tatapan mengejek juga disertai seringaian jahat di bibirnya.

Lelaki itu semakin mendekat, membuat tubuh gadis itu kaku. Dan semakin tegang saja, saat pria itu berdiri di belakangnya, lalu menyampirkan wajahnya di atas bahu mungilnya.

Air mata gadis itu tidak tertahan lagi, mengalir begitu saja tanpa diminta. Gadis itu menangis tertahan saat pria itu menyentuh anak rambutnya yang berantakan.

"Satu tahun tidak berjumpa, aku tidak menyangka kau menjadi berubah seorang kriminal." bisik pria itu dengan nada mengejek.

"Kenapa menangis?" kala mendengar isakan gadis itu. "Seorang kriminal tidak pernah menangis, lalu apa ini?" menggunakan ujung telunjuknya menangkup air mata yang baru menetes itu. "Sangat mengejutkan."

Mengibaskan tangannya yang baru saja menyentuh gadis itu.

"Rara... si anak haram."

Tangis gadis itu pecah seketika sedetik setelah ucapan pria itu mendengung di udara. Sebutan itu, sebutan yang yang selalu melekat padanya sejak masih di dalam kandungan. Sebutan yang selalu menghantuinya dimana pun dan kapan pun. Bahkan dalam mimpi pun, sebutan itu selalu menghantuinya.

Pria itu semakin melebarkan senyumnya, begitu senang melihat Rara menderita.

Pria itu terbahak, "Aku sangat suka melihatmu seperti ini... adikku."

"Sst jangan menangis. Sisakan air matamu untuk penderitaan berikutnya."

Pria itu memberikan isyarat pada penjaga yang berdiri tidak jauh dari ruangan untuk membuka borgol di tangan Rara. Rara menghentikan tangisnya, saat borgol itu terlepas, menatap heran pria di depannya.

"Bawa dia!" dalam sekali perintah dua orang pria bertubuh besar masuk ke dalam ruangan, dan langsung memegang kedua tangan Rara.

"Aku akan dibawa kemana?" Gadis itu berusaha melepas tangannya dari kedua pria itu.

"Sudah cukup kau bermain-main gadis kecil. Sekarang pulang, dan jalani penderitaanmu!"

Tanpa menunggu Rara bicara, pria rupawan itu meninggalkan ruangan terlebih dahulu. Rara sudah meronta dan berteriak, memberontak sekuat tenaga melepaskan diri. Namun sia-sia saja, tubuh mungilnya tidak berarti apa-apa bagi kedua pria itu.

Rara gadis belia, berumur sembilan belas tahun, yang memiliki hidup penuh lika-liku. Lahir menjadi anak haram dari rahim seorang wanita perusak rumah tangga orang, membuat hidup gadis itu penuh dengan penderitaan.

Ibunya yang dicap sebagai perusak rumah tangga orang, meninggal ketika dirinya masih berumur tiga belas tahun. Dan mulai dari situlah awal penderitaan yang paling menyakitkannya. Sebab tidak ada lagi yang akan melindunginya, ketika ibu dan saudara-saudara tirinya menindasnya.

Seperti itulah kehidupan yang Rara jalani ketika sang Ibu masih hidup. Ibu dan saudara tirinya yang amat membenci ibu dan anak itu, diperlakukan semena-mena. Tidak membiarkan hidup mereka tenang barang sedikitpun.

Bahkan, sang Ayah pun tidak bisa membela mereka ketika saudara tirinya memperlakukan mereka dengan buruk. Ayahnya terlalu takut pada istri pertamanya, karena telah mengkhianatinya di masa lalu.

Sang Ibu yang sudah lelah, dengan caci makian dari keluarga sang suami, mengalami frustasi berat, yang berujung mengakhiri hidupnya sendiri. Rara masih ingat jelas hari itu, enam tahun lalu ketika dirinya pulang sekolah, sudah mendapati mayat sang ibu yang hendak dimakamkan.

Tangisan pilu anak tiga belas tahun itu, mendengung di area pemakaman. Bahkan hujan yang begitu derasnya, tidak cukup menyamarkan suara pilunya, seolah dunia turut merasakan penderitaannya.

Enam tahun Rara tinggal di rumah besar keluarga Pramana di Jerman, tanpa hadirnya seorang ibu yang dulunya selalu melindunginya dari saudara tirinya, kini sendirian menahankan penderitaan itu. Diperlakukan layaknya budak, dan disiksa layaknya seorang tawanan, oleh kedua kakak tirinya.

Sang Ayah benar-benar tidak bisa menolongnya, karena tidak bisa berkutik pada istri pertama yang pernah dikhianati. Derri Pramana hanya bisa menyaksikan putri dari mendiang istri keduanya disiksa, dianiaya dan dimaki oleh istri pertamanya.

Hingga akhirnya, Rara yang sudah tidak sanggup lagi tinggal di rumah itu, memilih melarikan diri dari rumah itu. Batinnya sudah cukup tersiksa, hingga dirinya hampir gila menahan penderitaan itu.

Mungkin kali ini, Rara beruntung, karena tanpa sengaja Rara bertemu Pamannya, dan membawa dirinya dari negara itu. Jauh dari rumah yang selalu menjadi neraka baginya. Jauh dari saudara tirinya yang selalu membuatnya menderita dan jauh dari sang Ayah yang lemah, dan tidak bisa membelanya.

Satu tahun, Rara akhirnya bisa merasakan damai dan tenangnya kehidupan, di sebuah negara yang jauh dari jangkauan keluarga bejatnya.

Namun, kedamaian itu tidak bertahan lama. Rara yang dibutakan hati nuraninya, membuat kesalahan yang amat fatal, dan berujung maut baginya. Hingga akhirnya, tanpa dia sangka, Rara kembali lagi ke rumah yang bagaikan neraka itu. Penderitaan kembali bertabur dalam kehidupannya.

Jalan hidupnya semakin berat, ketika Rara dinikahi oleh seorang pria, yang merupakan kakak angkatnya, Bara Adi Pramana. Lelaki dua puluh tujuh tahun, yang merupakan anak angkat dari Pamannya, yang sudah meninggal beberapa tahun silam. Tapi karena Derri Pramana, sangat menyayangi Bara, Derri memutuskan untuk mengangkat Bara menjadi anaknya. Menggantikan mendiang kakaknya menjadi orang tua pengganti bagi Bara.

Menikah dengan Bara adalah sebuah kesalahan fatal. Bukannya mengobati penderitaannya, Bara malah semakin menambah beban gadis itu. Bara yang termakan akan hasutan ibu angkat dan adik-adik angkatnya, pun ikut membenci Rara. Hingga Bara berambisi untuk menyiksa gadis itu, melalui pernikahan ini. Pernikahan yang akan menjadi neraka terpanas bagi Rara nantinya.

Tapi, tanpa Bara sadari, skenario yang disusunnya untuk menyiksa Rara, menjadi rajang tajam baginya. Bara terjebak dalam skenarionya sendiri.

TBC ☘️☘️☘️

JANGAN LUPA LIKE DAN VOTENYA

...Hai, ketemu lagi di karya baru aku. My Cruel Husband, adalah sequel dari karya aku yaitu My Hot Daddy. Cerita ini mengisahkan kehidupan Rara. Agar lebih mudah memahami, silahkan baca dulu karyaku sebelumnya My Hot Daddy....

Membawanya Pulang

Rara menjerit kesakitan, ketika tangannya ditarik paksa oleh sebuah tangan kekar dengan cengkraman kuku tajamnya. Air matanya yang berlinang, tak urung membuat hati pria itu luluh. Bahkan semakin benci, benci ketika melihat gadis itu menangis.

"Kakak sakit..." Jerit Rara, dengan langkah kaki yang terseok mengikuti langkah lebar pria itu.

"Diam!" Dalam satu kali bentakan yang menusuk gendang telinganya, mampu membuat Rara bungkam. Isakan gadis itu tertahan, ketika manik hazel itu menatapnya dengan tajam.

Rara ketakutan.

Langkahnya kembali terseok mengikuti langkah panjang pria itu.

Gadis itu kebingungan, dari mana pria yang merupakan Kakak angkatnya ini menemukan dirinya di negara ini. Padahal satu tahun yang lalu, Rara sudah memastikan keberadaannya tidak diketahui seorang pun oleh keluarganya.

Pria itu memaksa Rara masuk ke dalam sebuah mobil mewah. "Rara nggak mau Kak. Rara nggak mau pulang ke Jerman!" Teriaknya di telinga pria itu.

Plak!

Satu tamparan keras yang berasal dari tangan kekar itu melayang di wajah cantiknya. Bahkan jemari pria itu tercetak dengan jelas di pipinya.

"Jangan sekali-kali membantahku. Sudah cukup kau membuat kekacauan di sini. Sekarang ikut aku. Kau harus diberi pelajaran!" Bentak pria itu.

Rara masih terpaku, memegangi pipinya yang panas bekas tamparan pria itu. Air mata kembali mengalir di sudut matanya, manik coklatnya menatap nanar penuh penderitaan. Tubuhnya lunglai, ketika hentakan keras mendorongnya masuk ke dalam mobil.

Tubuhnya kaku duduk di jok belakang mobil. Masih terpaku, bahkan tidak menyadari Kakak angkatnya sudah masuk ke dalam mobil, duduk tepat di sampingnya.

Selama di perjalanan yang entah kemana arah tujuannya, Rara hanya diam. Menatap kosong sambil meremas ujung gaun selututnya.

Ketika mobil yang mereka tumpangi berhenti, Rara kembali ditarik paksa keluar. Barulah Rara kembali memberontak, ketika menyadari dimana dirinya sekarang.

"Nggak mau. Rara nggak mau pulang!" Teriaknya, meronta sekuat tenaga agar bisa lepas dari genggaman pria itu.

"Diam!" Teriak laki-laki itu untuk yang kesekian kalinya. Sekarang semua tatapan para pengunjung bandara berpusat pada mereka. Bahkan ada beberapa petugas yang sudah menghampiri mereka. Tapi pengawal yang sedari tadi mengikuti mereka langsung menghadang para petugas itu mendekati Rara.

"Kalau kau masih memberontak, kupastikan tubuhmu ini akan melayang dari atas pesawat!" Bentak pria itu.

Bukannya takut, Rara malah tertawa sinis, menatap pria itu dengan tatapan mengejek. "Silahkan saja Kak. Aku tidak peduli lagi. Bahkan aku senang, lebih baik aku mati daripada harus kembali ke rumah yang bagaikan neraka itu!" Teriak Rara dengan geram, namun air matanya terus mengalir.

Pria itu diam sejenak, melihat wajah gadis itu penuh selidik.

Tangan kanan laki-laki itu merogoh saku celananya, mengambil sesuatu dari dalam sana. Sepersekian detik, benda tajam yang berasal dari saku celananya, ditancapkan di lengan gadis itu.

Rara terpekik ketika sesuatu yang tajam menusuk kulit lengannya. Matanya melebar melihat wajah pria itu, hingga matanya berangsur meredup, hingga dirinya tidak sadarkan diri.

Pria itu dengan sigap menangkup tubuh mungil yang sudah tidak sadarkan diri lagi, mengangkat ke dalam pelukannya, lalu membawa pergi dari tempat itu.

Sesekali matanya tertuju pada wajah Rara yang terkulai dalam pelukannya. Banyak pergolakan dalam hatinya, tapi Bara tidak tau apa.

Rara membuka matanya ketika ruang di sebelahnya bergerak. Gadis itu melenguh lalu memegangi kepalanya yang terasa pusing.

Manik bulat berwarna coklat itu memperhatikan sekitarnya. "Aku dimana?" Lirihnya ketika hanya kabin putih memenuhi penglihatannya.

Pandangannya berhenti pada seseorang yang duduk di sampingnya. Seorang pria tampan berbadan kekar, mengenakan kemeja navy yang terlihat pas di badannya, hingga otot-otot pria itu terlihat menonjol dari balik kemeja.

"Kak Bara?" Lirihnya memandang pria yang sedang fokus pada tablet di depannya. Pria itu bahkan tidak mendengar lirihannya.

Dalam hitungan detik, semua ingatannya kembali. Ketika dirinya yang dibawa dengan paksa oleh pria ini. Rara tersadar lalu tiba-tiba terduduk.

Rara melihat sekitarnya, dan menyadari dimana dirinya saat ini. Dia ada di pesawat pribadi keluarga Pramana.

Bara melirik Rara yang tiba-tiba duduk, mungkin gadis itu terkejut. Lalu mengabaikannya, fokus pada benda pipih di depannya.

Setelah mengingat semuanya, Rara melihat Bara yang bahkan tidak mempedulikannya.

"Kenapa kakak membawaku? Aku tidak mau pulang. Jangan bawa aku ke rumah itu!" Rara menjerit histeris pada pria di sampingnya.

Teriakan Rara berhasil membangkitkan amarah pria itu. Matanya menatap tajam pada Rara. "Teruslah menjerit, dan sebentar lagi akan kau akan kulempar keluar!" Sergah Bara.

Tapi Rara yang sepertinya tidak memiliki rasa takut, malah menantang. "Lempar saja. Lebih baik aku mati dari pada harus kembali ke rumah itu!" Teriak gadis itu.

"Sepertinya kau sudah bernyali besar rupanya. Setahun tidak bertemu, kau sudah berani melawanku. Apa kau lupa siapa diriku?" Mencengkeram dagunya kuat, hingga membuat wanita itu meringis kesakitan.

Tentu saja Rara tidak lupa siapa pria ini. Kakak angkatnya yang sejak kecil berkomplot dengan saudari tirinya untuk menyiksanya. Menyakiti fisik dan juga mentalnya.

Rara tersenyum lebar, "Kakak pikir aku takut? Aku tidak takut sama sekali." Namun air matanya sudah berlinang.

Mendengar itu, Bara mengetatkan rahangnya, berani sekali, gadis ingusan lemah ini melawan dirinya. Cengkraman Bara turun ke leher gadis itu. Mencekik dengan kuat, hingga membuat gadis itu kesakitan.

Bara menyeringai ketika melihat wajah Rara yang kesakitan. "Sakit? Baiklah aku akan mengabulkan keinginanmu. Aku akan mencabut nyawamu saat ini juga." Semakin mengeratkan cengkramannya.

Namun apa, Bara pikir Rara akan menyerah dan memohon padanya. Tebakannya salah, Rara malah memejamkan matanya, seolah bersiap mati seperti apa yang dikatakan Bara.

Bara langsung melepaskan tangannya dari leher gadis itu. Lalu menarik rambut panjangnya, hingga kepalanya mendongak ke atas.

Rara bernafas terengah-engah, menatap Bara yang juga menatapnya tajam. "Kau sudah bodoh!" Bentak Bara di wajah gadis itu.

Rara menatapnya sendu, air mata terus mengalir. "Kenapa tidak jadi Kak? Padahal aku sudah senang, karena tidak akan merasakan penderitaan lagi. Bunuh aku Kak." Jawabnya lemah.

Matanya sudah sayu, hingga matanya berangsur meredup. Rara tidak sadarkan diri. Kepalanya jatuh tepat di dada Bara.

Bara menangkup Rara yang sudah tidak sadarkan diri. Menyandarkan kepalanya di atas dadanya.

Bara tidak tau kenapa Rara menjadi seperti ini. Rara yang dia kenal adalah gadis kuat yang tidak gentar dengan semua penderitaan yang diberikan olehnya dan juga saudari tirinya.

TBC ☘️☘️☘️

KALAU KALIAN SUKA JANGAN LUPA LIKE DAN COMENTNYA YAA. BANTU DUKUNG OTHOR OLENG DENGAN SEGELAS KOPI 🥰

Ada apa dengan dirimu

Di sebuah rumah rumah mewah bergaya modern, sepasang suami istri dan kedua anak perempuannya sedang duduk di sebuah ruangan. Pasangan itu sedang berbincang-bincang sedangkan kedua gadis itu pun asik dengan obrolannya.

Kegiatan mereka terhenti ketika mendengar suara langkah kaki tidak jauh dari mereka. Pandangan mereka teralihkan pada kedatangan seseorang itu. Senyum mereka mengembang saat tau orang itu, namun sedetik setelahnya senyum itu pudar ketika melihat seseorang di dalam gendongan pria itu.

"Kak Bara..." kedua gadis itu menyapa, seraya memperhatikan lekat tubuh mungil yang terkulai dalam pelukannya.

"Kau sudah pulang Nak?" wanita yang merupakan nyonya pemilik rumah itu menyapa putra angkatnya, pun bertanya-tanya melihat gadis yang dibawa oleh Bara.

"Siapa yang kau bawa itu Nak?" tanya wanita bernama Davina itu. Mereka berusaha melihat wajah yang bersembunyi di dada bidang pria itu.

Bara tidak menjawab, hanya menatap mereka dengan wajah datar. Tidak berselang lama, tubuh mungil itu menggeliat, sehingga orang-orang itu dapat melihat wajah itu dengan jelas.

Seketika wajah mereka penuh keterkejutan, yang semakin lama dipenuhi amarah.

"Rara!" pekik kedua kakak beradik itu.

"Kak Bara, kenapa Kakak membawa anak haram ini ke rumah ini?!" Dena putri pertama Derri Pramana menatap tajam pada gadis yang tidak sadarkan diri itu.

"Itu benar-benar Rara kan? Si anak haram itu?" tatapan kebencian jelas terlihat di wajah mereka.

Namun Bara tidak menjawab pertanyaan dari adik-adik angkatnya itu. Kini pandangannya tertuju pada Derri dan Davina.

"Bara..." diantara orang-orang itu, Davina-lah yang paling tertekan melihat kedatangan Rara. "Apa maksud semua ini?" desisnya. "Beraninya kau membawa anak haram itu ke rumah ini! Kau sudah gila?"

Bara yang jengah dengan protes orang-orang itu, memilih melanjutkan langkahnya. Tapi Vina yang belum terima langsung menghadang langkahnya.

"Apa yang kau lakukan Bara?" menatap tidak percaya pada anak angkatnya itu.

"Bawa anak itu pergi dari dari rumah ini!" sentaknya.

Namun Bara tidak menanggapinya, dia melanjutkan langkahnya lagi.

"Kau sudah tidak menyayangi Ibu lagi?" seru Vina dan itu berhasil membuat Bara berhenti, dia tau Bara tidak suka dengan pertanyaan itu.

Sejenak keheningan melanda, "Aku tau apa yang kulakukan Ibu. Ibu tenang saja, aku membawanya pulang bukan untuk bersenang-senang." timpal pria itu tanpa membalikkan tubuhnya. Setelah itu pergi tanpa mendengar respon orang-orang itu.

Mereka menatap punggung Bara yang perlahan menghilang dari pandangan.

"Apa maksud Kak Bara? Ck, anak haram itu, sudah bagus dia pergi dari rumah ini." kesal Safira.

"Heh. Dia pikir dia bisa hidup tenang setelah ini? Lihat saja nanti, aku akan membuat hidupnya menderita. Dasar anak haram!" Safira dan Dena bergantian mengutuki gadis malang itu.

"Dena Safira!" Derri sudah tidak tahan lagi. Sudah cukup dia mendengar anak dan istrinya merendahkan putri bungsunya.

"Kenapa Ayah? Dia memang anak haram bukan?" seru Dena.

"Tutup mulutmu! Rara tidak bersalah di sini, kalian tidak pantas menghina putriku!" Derri sudah muak. Jika di masa lalu dia tidak bisa berkutik untuk melindungi putri bungsunya dari kekejaman anak dan istrinya, kali ini tidak lagi. Dia berjanji setelah ini akan berjuang untuk melindungi Rara, bahkan jika harus melawan istrinya sekalipun.

"Apa maksudmu Derri? Kau membela anak haram itu?" Vina tidak terima.

"Tentu saja. Karena Rara tidak pantas kalian perlakukan seperti itu!"

Vina tertawa sumbang, tidak percaya sekarang suaminya sudah berani berpihak pada Rara.

"Kau... aku tidak percaya ini."

"Vina dengarkan aku baik-baik." menatap lekat sang istri. "Aku akui aku bersalah pada kalian di masa lalu. Tapi maaf, aku tidak bisa diam saja melihat kalian menyiksa Rara. Rara dan Andin tidak bersalah. Aku yang salah Vina." menyentuh kedua sisi bahu Vina. "Sudah berapa kali kukatakan, aku yang membohongi Andin sehingga dia mau menikah denganku! Dia tidak tau apa-apa?" Derri berusaha memberikan pengertian pada istri pertamanya itu.

"Aku tidak peduli!" menyentak tangan Derri dari tubuhnya. "Aku tidak peduli dengan itu semua. Yang aku tau, wanita itu telah merusak keluargaku, aku tidak terima!" teriak Vina histeris.

"Vina!" bentak Derri. "Apa kematian Andin masih belum cukup untuk memudarkan kekecewaanmu padaku? Andin sudah pergi Vina. Dia pergi karena kekejamanmu."

"Mungkin aku bisa memaafkanmu Derri! Tapi tidak dengan wanita murahan itu! Dia memang pantas mendapatkannya. Wanita itu harus membayar mahal semua perbuatannya." tanpa merasa bersalah sama sekali.

"Vina..." lirih Derri lemah. Dia tidak tau lagi bagaimana cara membuat istrinya itu mengerti.

"Cukup! Bagaimana pun kau membujukku, sampai kapanpun aku tidak akan memaafkannya. Wanita itu harus menderita juga dengan anak haram itu!" pergi begitu saja meninggalkan mereka.

Sedangkan di dalam sebuah kamar yang terlihat luas, seorang gadis terbaring di atas ranjang. Melihat wajah penuh guratan kesedihan itu, pasti membuat hati terenyuh. Lihat saja, dalam tidurnya pun gadis itu tidak memiliki kedamaian sama sekali, terlihat dari keningnya yang berkerut dalam.

"Malang sekali hidupmu adikku tersayang." lirih pria yang duduk di sebelah gadis itu. Tatapan tajam itu selalu begitu menatap Rara sejak dulu. Tiga belas tahun yang lalu ketika Bara masih berumur empat belas tahun, dia masih ingat dengan jelas pertengkaran hebat antara Derri dan Davina yang saat itu masih menjadi Paman dan bibinya.

Kedatangan seorang wanita dan gadis kecil berusia lima tahun yang mengaku anak istri dari Derri. Derri tidak menyangkal kebenaran itu, bahwa dirinya telah mengkhianati keluarganya.

Sejak kedatangan wanita itulah kedamaian keluarga Pramana hancur. Setiap hari hanya diisi dengan pertengkaran yang tiada berkesudahan.

Bara saat itu masih labil. Dia sangat menyayangi Davina dan juga Dena dan Safira. Sebab Vina tetap memperlakukannya dengan baik meski dirinya bukanlah keponakan kandungnya. Oleh sebab itulah Bara sangat membenci Rara, karena telah menghancurkan kebahagian bibi dan kedua saudarinya.

Untuk menuntaskan kebenciannya, Bara turut membuat Rara hidup menderita di rumah itu. Mereka tidak membiarkan Rara bisa bernafas lega barang sedetik pun. Bara dan adik-adiknya yang lain selalu menindas Rara, memperlakukan Rara tidak manusiawi. Bahkan ketika ibunda Rara meninggal pun, tidak ada rasa iba sedikitpun dalam hati mereka.

Hingga satu tahun yang lalu, Rara tiba-tiba menghilang entah kemana. Barulah kehidupan di rumah itu kembali damai seperti dulu. Vina bisa hidup tenang tanpa membuat pertengkaran lagi pada Derri.

Memang takdir tidak ada yang tau. Siapa yang menyangka bahwa ternyata Rara berada di Indonesia, tinggal bersama Pamannya. Dan Bara lebih tidak menyangka, ketika mengetahui Rara telah melakukan sebuah kejahatan di rumah itu.

Bara hampir tidak percaya. Karena dia tau betul bagaimana sifat gadis ini. Rara tidak akan pernah berani melawan bahkan separah apapun orang lain menindasnya. Dia hanya diam dan membiarkan orang lain menindasnya.

Tapi tidak mungkin Pamannya itu berbohong padanya. Hingga akhirnya mau tidak mau Bara mempercayai hal itu.

"Apa yang sudah terjadi padamu?"

TBC ☘️☘️☘️

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!