NovelToon NovelToon

Pendekar Naga Emas S2

Legenda Pusaka Matahari Penghancur

Novel ini adalah kelanjutan dari novel sebelumnya yang berjudul PENDEKAR NAGA EMAS.

Bagi yang belum membaca serial sebelumnya, silahkan dibaca dulu agar dapat mengikuti alur ceritanya.

*****

Dahulu kala, konon sebelum manusia menghuni kehidupan planet yang bernama Werkurius, dunia ini di tempati oleh makhluk yang suka berbuat kekacauan dan gemar sekali dengan pertumpahan darah.

Ribuan tahun berlalu, sampai ketika kekacauan semakin menjadi-jadi. Pertarungan di segala penjuru dunia berlangsung selama bertahun-tahun, dan hal itu menyebabkan kerusakan yang mengancam kehancuran planet ini.

Sang Maha Pencipta kemudian mengutus salah satu Dewa untuk turun dan membasmi seluruh makhluk itu.

Tidak ada yang tahu persis siapa Dewa utusan tersebut. Berdasarkan cerita masyarakat yang beredar dari zaman ke zaman, Sang Dewa utusan tersebut menumpas habis seluruh makhluk penghuni planet Werkurius sebelumnya dengan menggunakan Pusaka Legenda. Selepas tugasnya tuntas, Sang Dewa utusan itupun kembali ke alam Dewa, namun ia tidak bisa membawa kembali Pusaka Legenda yang bernama Pusaka Matahari Penghancur bersamanya.

Setelah pemusnahan masal tersebut, dunia ini tidak lagi berpenghuni selama puluhan ribu tahun. Kehancuran lingkungan kehidupan di dunia ini dan daratan yang sebelumnya kering tandus, mulai di tumbuhi berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang layak untuk menopang kehidupan baru.

Manusia pertama kemudian di ciptakan dari unsur tanah, dan manusia kedua tercipta dari tulang rusuk manusia pertama. Kedua insan manusia itupun berlainan kelamin, dan seiring waktu berjalan populasi manusia di dunia ini semakin bertambah.

Untuk menemani manusia dan sebagai bahan makanan bertahan hidup mereka, Sang Pencipta kemudian menciptakan berbagai hewan, baik yang hidup di daratan maupun yang di air.

Pertarungan pertama dari bangsa manusia pun terjadi, penyebab pertarungan itu adalah karena memperebutkan wanita.

Ratusan tahun berlalu, manusia yang diciptakan memiliki akal, mereka terus mengembangkan berbagai ilmu pengetahuan. Populasi manusia lambat laun semakin banyak, mereka menyebar ke lima daratan ataupun benua yang ada di dunia ini. 

Untuk menguji manusia yang pada saat itu terbilang memiliki kehidupan yang bisa di katakan damai, Sang Pencipta lantas mengirim seorang bangsa manusia dari belahan dunia yang berbeda.

Manusia itulah yang mengajarkan pada penghuni dunia ini mengenai ilmu sihir, beladiri dan lain sebagainya. Sosok itu pula yang menceritakan mengenai kisah tersebut kepada para muridnya. Sebelum sosok itu menghilang, dia menugaskan para murid kepercayaannya untuk menjaga lima pecahan Pusaka Matahari Penghancur yang tersebar di beberapa penjuru dunia.

Cerita turun temurun itupun seiring waktu mulai di lupakan, banyak yang beranggapan jika cerita itu hanyalah tahayul ataupun dongeng sebelum tidur. Namun cerita tersebut kembali mencuat beberapa waktu belakang ini, banyak dari kalangan Pendekar, orang-orang pemerintahan maupun masyarakat biasanya ramai-ramai membicarakannya. Entah siapa yang terlebih dahulu menyebarkan cerita ini kembali kepada khalayak ramai.

"Jadi Patriark mempercayai cerita itu?" Salah satu tetua yang berkumpul di aula pertemuan angkat bicara setelah mendengarkan Patriark Sektenya malah membahas topik di luar masalah yang sedang mereka diskusikan.

"Ya, untuk itulah aku mengumpulkan kalian semua." Patriark Pao Shaowen berkata dengan nada serius. Dia adalah salah satu dari dua Patriark Sekte Iblis Berdarah.

Belasan tetua yang berada di ruangan pertemuan hanya bisa tertunduk. Meski merasa cerita yang beredar tersebut hanyalah tahayul dan bahkan terdengar seperti lelucon, namun mereka tidak berani menyuarakan pendapat jika sudah melihat Patriark mereka seserius itu.

"Jika bukan karena mendapatkan informasi dari Raja kegelapan, tentu saja aku juga tidak akan mempercayainya sama seperti kalian."

Semua tetua yang tertunduk, mengangkat kepala menatap Patriark Pao Shaowen yang duduk di sebelah kursi Patriark Chao Yun Kwok. Kini mereka sadar atas kekeliruan mereka, yang sebelumnya beranggapan bahwa Patriark Pao Shaowen telah ikut termakan isu tahayul tersebut.

"Lalu bagaimana dengan rencana kita membangkitkan mayat hidup, Patriark." Tanya tetua Yan Heishan, dia adalah tetua terkuat sekaligus tangan kanan Patriark Pao Shaowen.

"Lakukan saja sesuai rencana, buatlah Kekaisaran ini gempar, dengan begitu para pendekar dan orang-orang kerajaan tidak akan lagi mempersulit tujuan kita yang sebentar lagi akan tercapai." Tandas Patriark Chao Yun Kwok.

"Sebagian dari kalian pergilah ke laut mati yang berada di ujung selatan pesisir Kekaisaran Yun. Di kedalaman laut itu terdapat kota yang hilang dari peradaban. Pecahkan teka-teki kuno yang terdapat disana dan dapatkan jarum langit." Patriark Pao Shaowen memberikan arahan.

"Tapi Patriark, untuk apa mencari jarum langit? Bukankah cerita yang beredar itu menjelaskan tentang pecahan Pusaka Legenda?"

"Tanpa jarum langit kita tidak akan bisa mengetahui keberadaan lima pecahan Pusaka itu. Lakukan saja sesuai perintahku.." Patriark Pao Shaowen berkata dengan lugas.

"Ba.. baik Patriark." Tetua yang mengutarakan pendapat tadi nampak gemetaran dan lalu tertunduk.

Patriark Pao Shaowen kemudian menunjuk delapan tetua yang ada di sana untuk maju ke hadapannya.

"Ini adalah misi rahasia, apapun yang terjadi kalian harus berhasil mendapatkan jarum langit itu."

"Sebelum kalian pergi ke laut mati, kalian bawa dan pelajarilah buku ini untuk memecahkan teka-teki kuno yang ada di sana." Patriark Pao Shaowen melemparkan sebuah buku tipis yang bersampulkan dari pelepah pohon pada salah satu tetua di hadapannya.

"Baik, Patriark. Apapun yang terjadi kami pasti akan mendapatkannya dan tidak akan kembali sebelum tugas kami berhasil." Ucap tetua Hui Chixia dengan mantap setelah menangkap buku yang di lemparkan Patriark Pao Shaowen.

Kedelapan tetua itupun kemudian pamit menjalankan misi mencari jarum langit.

"Kalian semua bawalah beberapa anggota, bongkar pemakaman dan bawa mayat-mayat yang kalian temukan ke sini." Perintah Patriark Pao Shaowen pada tetua yang tersisa.

Setelah semua tetua keluar dari ruangan pertemuan, Patriark Pao Shaowen nampak tersenyum licik.

"Nona, bagaimana keadaan pemuda yang kau bawa kemarin? Sepertinya kau tertarik pada ketampanannya." Tetua Yan Heishan bertanya setelah berjalan beriringan dengan seorang wanita yang memiliki mata biru.

Orang yang di panggil nona itupun menoleh, dia bernama Demiao, salah seorang tetua Iblis Berdarah yang baru beberapa bulan belakangan di angkat menjadi tetua.

"Maaf senior, jika anda bertujuan ingin menggodaku, itu salah besar. Aku hanya tertarik pada kepribadiannya, ku rasa dia akan sangat berguna bagi kita." Balas wanita itu dengan sopan, nampaknya dia segan pada Tetua Yan Heishan.

"Hmmm, jika benar dugaanku, sepertinya kau ingin menjadikannya murid, bukan?." Tetua Yan Heishan menyeringai tipis.

**** 

Sepeninggal dari kota Tianjing, Arya dan kawan-kawan melanjutkan perjalanan ke Sekte Lembah Petir dengan kembali menaiki Griffinhan.

Terlihat di atas punggung siluman elang setengah singa tersebut, ketiga bocah bersaudara sedang sibuk berlatih meskipun terkena terpaan angin yang lumayan kencang. Meski begitu keseimbangan tubuh mereka bertiga tetap terjaga, dan gerakan latihan merekapun juga tanpa kendala. 

Di sudut lain, Arya sedang menikmati kesendirian dengan duduk di atas kepala Griffinhan, tatapannya lurus ke depan tapi dari sorot matanya terlihat jika dia sedang melamunkan sesuatu.

Perkataan Putri Ming Yu Hua masih terus berputar-putar di benaknya, Arya belum bisa mengambil sikap untuk memutuskan menolong Sang Putri atau justru memusuhinya. Satu sisi hatinya bergejolak menyuruhnya untuk memusuhi Sang Putri, namun di sisi lain dia merasa semua ini tidak ada hubungannya dengannya dan memilih untuk membantu sebagai sesama manusia.

Mata Arya mendadak mendelik, dia memegangi kepalanya yang terasa mau pecah. Entah kenapa tiba-tiba dalam otaknya terlintas kejadian demi kejadian yang tidak asing baginya, dia merasa pernah mengalami kejadian yang serupa seperti yang terlintas di dalam otaknya tersebut.

Tubuh Arya menggeliat sesaat sebelum. "Aaakkhh.." Pemuda itu menjerit histeris, lalu pingsan terjatuh dari atas kepala Griffinhan.

Huang She reflek mengulurkan kedua tangannya sedikit menunduk dengan posisi masih duduk bersila, ketika melihat Arya terjatuh. "Arya.."

Ketiga bocah bersaudara juga spontan menghentikan latihan, lalu menoleh ke tempat Arya duduk sebelumnya. Tubuh mereka bertiga tiba-tiba terdorong ke belakang saat Griffinhan bergerak terjun ke bawah.

Dengan kecepatan tinggi, Griffinhan berhasil mendaratkan tubuh Arya kembali ke atas tubuhnya.

Huang She dan ketiga bocah bersaudara segera menghampiri Arya yang terbaring pingsan, mereka nampak khawatir sekaligus kebingungan mengapa tanpa sebab Arya tiba-tiba pingsan seperti itu. "Apa yang terjadi?" Begitu pikir mereka.

"Tidak perlu khawatir, dia akan baik-baik saja. Sebentar lagi dia pasti akan jauh lebih baik." Tukas Putri Ming Yu Hua sambil memandangi Arya dengan senyuman penuh arti.

"Apa maksudmu? Pasti ini semua ulahmu." Cercah Huang She dengan ekspresi mengintimidasi kepada Putri Ming Yu Hua.

"Kenapa kau menuduhku? Apa kau lihat aku melakukan sesuatu padanya?"

"Tentu, setelah malam itu dia berubah. Apa yang sebenarnya kau katakan padanya."

"Aku hanya mengatakan yang sebenarnya. Dia hanya sedang mengingat sesuatu, biarkan dia istirahat, sebentar lagi dia pasti sadar." Putri Ming Yu Hua tetap tenang, lalu kembali duduk menghadap ke depan.

Huang She sebenarnya ingin memaksa Putri Ming Yu Hua untuk menceritakan semuanya, namun segera di urungkannya sebab dia teringat perkataan Arya, jika permasalahan antara pemuda itu dengan Sang Putri adalah privasi mereka berdua.

"Kalian bertiga kembalilah berlatih, kak Arya hanya butuh istirahat." Huang She berkata lembut kepada ketiga bocah bersaudara yang menatap Arya dengan cemas.

Setelah ketiga bocah bersaudara melanjutkan latihan, Huang She lantas mengangkat kepala Arya dan menyandarkannya di atas pahanya. Gadis itu membelai lembut rambut Arya sambil terus memandangi wajah tampan pemuda itu.

"Selama bersamamu aku tak pernah melihatmu tidur bahkan pingsan seperti ini. Sebenarnya apa yang terjadi padamu." Huang She membatin sambil memegangi pipi pemuda yang bersandar di pangkuannya tersebut.

"Aku tahu dengan semua kemampuanmu, kau pasti memiliki takdir yang berat. Tapi kenapa kau tidak pernah berterus-terang dan menyimpan banyak rahasia padaku. Jika kau memang tidak menaruh hati terhadapku, setidaknya biarkan aku menjadi tempat keluh kesahmu." Lanjut Huang She membatin. Melihat pemuda yang sangat di kagumi dan dicintainya terbaring di atas pangkuannya, ingin rasanya dia mencium pemuda itu.

Tiba Di Sekte Lembah Petir

Matahari berubah berwarna jingga bersiap bersembunyi di bawah cakrawala.

Sudah berjam-jam berlalu, namun Arya masih belum sadarkan diri. Kepala pemuda itu masih setia bersandar di pangkuan Huang She.

Huang She yang sebelumnya tenang dan nyaman saat menatap wajah Arya, kini mulai nampak gelisah dan begitu cemas. Berkali-kali dia merutuki Putri Ming Yu Hua, sebab dia merasa pasti kejadian ini ada hubungannya dengan Sang Putri. Sehingga Huang She merasa perlu melimpahkan kekesalannya pada gadis itu.

"Tenanglah, aku yakin dia akan baik-baik saja." Putri Ming Yu Hua merespon kekesalan Huang She dengan wajah tenang. "Lihatlah, sebentar lagi kita akan sampai." Lanjutnya dengan menunjuk ke arah jajaran pegunungan.

Huang She menatap ke depan sambil membatin. "Bertahanlah, sesampainya di sana aku akan secepatnya mencarikan tabib untukmu."

Ketiga bocah bersaudara berdiri, mereka begitu takjub melihat keindahan alam di sekeliling mereka. Yang mana mereka melewati beberapa pegunungan, terdapat banyak perbukitan dan padang rumput hijau yang luas. Terdapat pula beberapa tebing yang menumpahkan air terjun, di balik vegetasi mereka juga melihat adanya danau beraneka warna.

Tidak jauh dari sana, terlihat tanah lapang seluas kira-kira 5 km². Di tanah lapang itu berdiri puluhan tenda besar, dengan beberapa tenda yang berkibaran lambang sekte berbeda-beda.

"Bendera Kekaisaran?" Huang She menajamkan penglihatannya agar tidak salah melihat.

"Benar itu bendera Kekaisaran. Mungkin selain di adakannya turnamen, ada hal lain yang lebih penting sehingga pihak Kekaisaran mengutus beberapa panglima dan jenderal kemari." Putri Ming Yu Hua berpendapat.

Kening Huang She mengkerut, dia tidak bisa melihat adanya panglima ataupun jendral dari jarak sejauh ini. "Kenapa kau menyimpulkan seperti itu? Apa kau sudah tahu mengenai hal ini sebelumnya.?"

"Aku hanya mengetahui jika disini akan di adakan turnamen, tapi aku menolak untuk ikut serta. Dan aku juga baru tahu sekarang jika ternyata ayahku mengutus beberapa panglima dan jenderal kesini."

"Kau bisa melihat sejauh itu? Apa jangan-jangan kau juga memiliki padangan yang tajam seperti dia." Huang She menatap Putri Ming Yu Hua penuh selidik.

"Hahaha... Apa menurutmu hanya dia saja yang memiliki kemampuan seperti itu. Kau juga bisa memilikinya jika kau mau."

Huang She yang masih hijau dalam dunia persilatan tentu tidak tahu banyak tentang berbagai macam teknik beladiri. Sebelumnya dia hanya belajar beladiri dengan jurus-jurus seadanya dan sembari di ajari ilmu pengobatan oleh sang ayah. Huang She beranggapan jika kepekaan indera hanya dimiliki orang-orang yang memiliki tubuh istimewa.

"Apa tujuanmu belajar ilmu beladiri?"

Pertanyaan Putri Ming Yu Hua membuyarkan lamunan Huang She. "Awalnya aku hanya ingin memiliki kemampuan untuk menjaga diri dan melindungi orang-orang terdekatku, tapi setelah mengenalnya aku sekarang jadi ingin hidupku bisa bermanfaat bagi mereka yang membutuhkan."

"Hmmmm... Tidak sesederhana itu, menjadi seorang pendekar artinya kau sudah menyerahkan dirimu pada Dewa kematian. Kapan dan dimana saja kematian selalu mengintaimu. Apa kau tahu, energi alam yang kau serap juga bisa mempengaruhi hatimu. Semakin banyak menyerap energi alam, bukan hanya akan membuat seseorang bertambah kuat, ia juga akan mempengaruhi hatinya, salah sedikit saja seseorang akan mudah terjerumus ke dalam kesesatan."

"Ya aku sudah tahu, tapi aku yakin selama aku tetap berpegang teguh pada prinsipku, aku pasti tidak akan mudah tergiur pada jalan yang menyimpang."

"Kehidupan manusia terlahir seperti kertas tanpa noda, seiring berjalannya waktu kertas itu akan di penuhi dengan coretan. Dan bisa saja semakin banyaknya coretan akan membuat kertas putih menjadi hitam. Suatu kenyataan, semakin tinggi pohon yang tumbuh semakin kencang pula angin yang menerjang." Putri Ming Yu Hua berkata dengan pandangan menatap ke angkasa.

Huang She mengerutkan dahi, dirinya merasa aneh dengan perkataan Ming Yu Hua. Namun dia tidak mau memusingkan hal itu, baginya yang terpenting sekarang Arya secepatnya mendapatkan pertolongan.

Melihat adanya burung raksasa yang mendekat, para pendekar yang berada di bawah merasa perlu waspada. Meski kebanyakan pendekar dari beberapa sekte juga datang dengan cara serupa, namun mereka juga harus memastikan bahwa yang datang tersebut adalah musuh ataukah kawan sesama aliran putih.

"Maaf jika kami menghadang jalan kalian, kami hanya ingin memastikan. Tunjukan tanda pengenal kalian." Seorang pria yang menggenggam sebuah pedang, tiba-tiba melayang menghadang laju terbang Griffinhan.

"Tidak perlu, kalian masuklah. Patriark kami sudah lama menunggu kedatangan kalian." Tetua Din Thai Fung tiba-tiba muncul dan tersenyum hangat.

"Terimakasih tetua, mohon bantu kami mengobatinya." Balas Huang She tanpa berdiri, gadis itu masih memangku kepala Arya.

"Apa yang terjadi dengannya?" Tetua Din Thai Fung yang tadinya berfikiran jika Arya sedang bermesraan dengan Huang She, lantas ekspresinya berganti khawatir ketika mendengar nada kecemasan dari perkataan gadis itu.

"Nanti saja aku ceritakan, tetua."

"Tuan Putri..." Muncul sosok lain berzirah perang melayang tidak jauh dari posisi tetua Din Thai Fung. Seorang pria terlihat berumur 30'an tahun menunduk menjura hormat kepada Putri Ming Yu Hua.

"Kembalilah panglima, aku sedang buru-buru. Jika kau ingin menemuiku, datanglah ke markas Lembah Petir." Putri Ming Yu Hua menunjukkan wibawanya sebagaimana seorang Putri.

"Baiklah Tuan Putri, hamba pamit. Senang melihat Tuan Putri baik-baik saja."

Orang berzirah yang di panggil panglima itupun membungkuk lalu melesat turun.

"Kalau begitu mari ikuti aku." Tetua Din Thai Fung segera melesat terbang ke arah Markas Sekte Lembah Petir berada.

Sebelum memasuki tembok pertahanan Sekte Lembah Petir, ternyata mereka harus melewati beberapa lapis tabir pelindung yang cukup kuat. Sepertinya Sekte Lembah Petir saat ini tengah meningkatkan keamanan.

Setelah melewati tabir pelindung, mereka langsung menuju gedung utama Markas Lembah Petir tanpa perlu melewati pintu gerbang ataupun meminta izin dulu pada para penjaga, karena para penjaga yang bertugas tentunya sudah mengenali tetua mereka.

"Antarkan mereka ke kamar tamu istimewa." Perintah Din Thai Fung pada salah seorang tetua yang berada di halaman depan gedung utama.

Din Thai Fung kemudian berkelebat menuju 'gedung balai pengobatan' untuk menemui Alkemis senior yang dimiliki Sektenya.

"Bagaimana keadaannya?" Tanya Huang She saat tangan Alkemis tua Lembah Petir baru saja melepaskan pergelangan tangan Arya.

"Dia hanya kelelahan dan butuh istirahat. Mungkin ada hal yang mengguncang pikirannya, sehingga dia menjadi seperti ini. Tapi tidak perlu khawatir, semuanya akan baik-baik saja." Balas Alkemis tersebut dengan wajah tenang.

Mendengar keterangan dari Alkemis paruh baya tersebut, Huang She dan ketiga bocah bersaudara terlihat sedikit tidak puas, mereka merasa tidak yakin mengenai hasil diagnosa Alkemis tersebut.

Sementara Din Thai Fung yang sedari tadi nampak begitu risau, akhirnya dapat bernafas lega.

"Minumkan saja pil ini padanya agar kesadarannya cepat pulih." Alkemis paruh baya tersebut memberikan sebutir pil pada Huang She dan lalu pamit keluar ruangan.

Din Thai Fung tersenyum ramah pada Huang She yang masih terlihat cemas. "Tidak usah khawatir, kekasihmu itu hanya kelelahan." Godanya dengan wajah bersahaja.

Huang She melebarkan mata sesaat, pipinya mulai memerah. Dengan sedikit malu-malu, dia kemudian mendekati Arya dan lalu menelankan pil pemberian Alkemis paruh baya tadi kepada pemuda itu.

"Kalian mau tetap disini atau aku antarkan ke kamar kalian masing-masing?" Tanya Tetua Din Thai Fung setelah Huang She selesai meminumkan pil pada Arya.

"Kami akan tetap di sini dulu sampai dia sadar, tetua." Balas Huang She, ketiga bocah bersaudara hanya mengangguk pelan.

"Baiklah, kalau begitu aku akan menyampaikan kabar ini dulu pada Patriark, dia sudah lama menunggu kedatangannya."

Di ruangan pertemuan, terlihat banyak orang sedang berkumpul mendiskusikan sesuatu yang nampaknya sangat penting. Semua terlihat dari ekspresi orang-orang yang berada di ruangan itu, di selimuti keseriusan.

Perbincangan di hentikan, manakala ada suara pintu terbuka. Semua orang yang ada di ruangan tersebut sontak saja menoleh ke arah pintu.

Mereka semua tersenyum karena tentu saja mengenali sosok yang baru saja membuka pintu tersebut. Din Thai Fung, salah satu tetua senior Sekte Lembah Petir.

"Apa yang ingin kau sampaikan, Tetua?" Patriark Tao Lian merasa sedikit heran dengan senyuman yang di tunjukkan sahabatnya itu.

"Aku membawa kabar baik, Patriark. Orang yang anda tunggu-tunggu selama ini telah tiba." Tetua Din Thai Fung tersenyum sumringah.

"Benarkah?" Patriark Tao Lian terlihat begitu antusias. Kabar yang di bawakan Tetua Din Thai Fung tersebut, memanglah sesuatu yang sangat dia harapkan.

Semua petinggi dari beberapa Sekte dan kerajaan yang berada di ruangan itupun nampak penasaran dengan siapa yang di maksud telah sampai, sehingga membuat wajah Patriark Tao Lian berseri-seri seolah mendapatkan hadiah yang istimewa.

"Maaf saudara-saudara dan tuan-tuan, aku ada urusan penting. Sekiranya kalian semua dapat memahaminya, pertemuan ini selesai sampai di sini. Jika masih ada yang ingin di bahas, besok kita akan adakan lagi pertemuan kembali." Patriark Tao Lian menelangkupkan tangan dan sedikit menundukkan badan. Dia merasa tidak sopan, tapi diskusi yang sedang dibahas sampai sekarang tidak mendapatkan titik terang.

"Apa urusanmu itu lebih penting daripada permasalahan yang kita hadapi?" Cercah Patriark Liu Bei selaku Patriark Sekte Macan Putih.

"Maaf sekali lagi saudara sekalian, bukannya aku menganggap masalah yang kita hadapi tidak penting. Tapi daripada kita terus berdebat dan tidak menemukan solusi terbaik, lebih baik kita mengambil waktu untuk mendinginkan pikiran, siapa tahu besok di antara kita ada yang mendapat pencerahan."

"Kau benar, seharusnya kita mencari solusi dengan pikiran dingin. Berdebat hanya akan membuat pikiran kita semakin rumit. Tapi kalau boleh tahu, siapa tamu istimewa yang baru tiba, Patriark Tao?" Patriark Xin Fei, Patriark dari Sekte Pedang Tunggal mengutarakan rasa penasarannya.

"Seorang pendekar yang baru saja kita bicarakan." Patriark Tao Lian tersenyum, nampak raut wajahnya menunjukkan kebahagiaan.

Semua Patriark maupun petinggi kerajaan saling berpandangan.

"Pendekar Naga Emas?" Gumam mereka saling bersahutan.

Bertemu Sang Paman

Dalam pertemuan, Patriark Tao Lian memang sempat menyinggung Arya dalam pembahasan. Dia memberitahukan pada semua orang yang ada di ruangan pertemuan mengenai seorang pendekar yang baru saja bergabung dengan Aliansi Pendekar Surgawi. Patriark Tao Lian tidak memberitahukan jika pendekar itu adalah Tabib Xian, melainkan dia memperkenalkannya sebagai Pendekar Naga Emas. Julukan itu dia sematkan terhadap Arya, karena ia menyaksikan sendiri pada saat kelahiran anak tersebut, yang mana bersamaan dengan kelahiran Li Xian dia melihat penampakan Naga Emas di angkasa.

Jelas saja semua orang yang ada di tempat pertemuan dibuat penasaran, sebab mereka selama ini tidak pernah mendengar adanya Pendekar yang memiliki julukan seperti itu. Ketika mendengar Pendekar Naga Emas sudah tiba di Lembah Petir, merekapun serta-merta meminta agar Patriark Tao Lian mempertemukan mereka dengan Pendekar tersebut.

Patriark Tao Lian menyetujuinya, dia mengatakan akan memperkenalkan Pendekar Naga Emas pada mereka semua di pertemuan besok.

Selepas membubarkan pertemuan, Patriark Tao Lian dan Tetua Din Thai Fung menuju ke kamar yang di persediakan untuk Arya. Meski sudah di beritahukan jika Arya masih belum sadarkan diri, namun Patriark Tao Lian tetap ingin menemui pemuda itu. Dia sudah tidak sabar ingin memastikan benar tidaknya Arya adalah anak dari adik angkatnya, Li Hongyi.

Dalam keadaan tidak sadarkan diri, Arya seperti di tarik ke dalam dunia lain. Dia melihat rentetan kejadian di masalalu Kaisar Dewa Naga Emas. Mulai dari permulaan terciptanya alam semesta, pertempuran dahsyat dengan para monster dan Dewa Iblis Ashura, sampai terpecahnya roh Kaisar Dewa Naga Emas yang berakhir dengan reinkarnasi dirinya sendiri.

Huang She, Putri Ming Yu Hua dan ketiga bocah bersaudara melihat keanehan pada tubuh Arya yang terbaring di atas ranjang. Mereka menyaksikan tubuh pemuda itu bersinar keemasan dan lalu terangkat mengambang di udara.

Karena panik takut terjadi sesuatu pada Arya, Huang She mencoba meraih tubuh pemuda itu. Namun baru beberapa jengkal dia melompat, tubuhnya terpelanting membentur dinding ruangan sampai jebol.

Kejadian itu membuat ketiga bocah bersaudara ketakutan, tanpa sadar mereka beringsut mundur dengan tubuh gemetaran.

"Jangan takut, tidak akan terjadi sesuatu padanya." Putri Ming Yu Hua berkata sambil terus mengamati tubuh Arya yang di selimuti cahaya berupa Naga Emas yang melilit tubuh pemuda itu.

Peristiwa tersebut berlangsung beberapa menit sebelum semuanya menjadi gelap, bersamaan dengan kesadaran Putri Ming Yu Hua dan ketiga bocah bersaudara yang turut menghilang, alias pingsan.

Patriark Tao Lian dan Tetua Din Thai Fung mengetuk pintu meminta izin masuk, namun beberapa saat menunggu mereka tidak kunjung mendapatkan jawaban dari dalam. Merekapun kemudian memaksa masuk dan mendapati semua orang yang ada di dalam ruangan itu dalam kondisi terbaring di atas lantai, kecuali Arya yang sudah kembali terbaring tenang di ranjang. Namun anehnya tembok yang tadinya jebol telah kembali utuh, seolah tidak pernah terjadi sesuatu sebelumnya.

"Mungkin mereka kelelahan.." Gumam Tetua Din Thai Fung, meski begitu dia menghampiri dan memeriksa mereka semua satu persatu.

Patriark Tao Lian berjalan perlahan dan berhenti tepat di sisi kanan ranjang Arya. "Adik Li, anakmu Xian'er telah kembali." Ucapnya lirih dengan mata berkaca-kaca.

Terlihat jari jemari Arya bergerak dan kemudian matanya terbuka.

"Xian'er.."

Arya menoleh, meski tidak pernah bertemu dengan pria tersebut, namun dari ingatan Li Xian, dia mengenalnya sebagai Paman Toa Lian, seseorang yang dulu tidak pernah putus asa dalam melatih dirinya yang cacat tanpa Dantian.

"Paman Lian.." Arya berusaha duduk.

Patriark Tao Lian dengan sigap membantu mendudukkan Arya. "Benarkah kau Xian'er kami?” Meski Patriark Tao Lian mendapati kemiripan Arya dengan Nie Xun istri dari Li Hongyi, tetapi Patriark Tao Lian merasa perlu untuk memastikannya langsung dari pemuda itu.

Arya mengangguk. "Maaf paman jika aku baru kembali sekarang."

"Ah sudahlah tidak perlu di pikirkan, justru aku merasa lega dan sangat senang melihatmu masih hidup, Xian'er." Patriark Tao Lian tersenyum hangat dan lalu bertanya. "Tapi bagaimana kau bisa membentuk dantianmu?"

Arya lantas menceritakan tentang kematian orang tua Li Xian, dan mengenai dirinya yang di selamatkan oleh seorang kakek tua ketika terjatuh ke dalam jurang kematian.

"Aku beruntung paman, kakek Zhen Long menyelamatkanku pada saat itu. Beliau juga mengangkatku menjadi cucu angkatnya, serta mengajariku berbagai ilmu sehingga aku bisa menjadi seperti ini."

"Tidak di sangka di balik musibah yang menimpamu, ternyata Sang Maha Kuasa memberkahimu berbagai anugerah yang besar." Patriark Tao Lian tersenyum namun terlihat kesedihan dari pancaran sorot matanya ketika menatap Arya.

Arya kemudian mengeluarkan lukisan seseorang yang sudah sejak lama dia lukis ketika masih berada di jurang kematian. "Apa paman mengenali orang ini?"

Patriark Tao Lian mengamati sosok yang ada di lukisan itu dan lalu mengangguk pelan. "Xu Zhong.. Apa dia yang telah membunuh orang tuamu?"

Sebenarnya Patriark Tao Lian sudah menduga pelaku dibalik kematian Li Hongyi dan Nie Xun adalah Xu Zhong, namun dia tidak mendapatkan bukti yang kuat. Semua itu hanyalah dugaan karena dia tahu Xu Zhong menyimpan kebencian pada keduanya, terlebih setelah Li Hongyi dan Nie Xun meresmikan hubungan mereka dalam ikatan pernikahan.

"Iya paman, orang inilah yang membunuh mereka. Apa paman mengetahui dimana dia berada?"

"Tidak ku sangka api cemburu telah merubah seseorang yang baik menjadi jahat." Patriark Tao Lian membatin sambil mengepalkan tangannya.

"Xu Zhong sempat menjadi anggota Sekte Pedang Teratai, tapi beberapa tahun yang lalu dia telah menghilang dan tidak di ketahui lagi keberadaannya sampai sekarang." Jelas Patriark Tao Lian.

"Apa paman bisa membantuku mencarikan informasi dimana orang itu.. Bagaimanapun mereka harus membayar mahal atas kematian orang tuaku."

"Tanpa kau minta sekalipun aku akan mencarinya, bahkan jika perlu sampai ke ujung dunia." Patriark Tao Lian berkata dengan nada berat, batinnya kini di penuhi kemarahan, dia bertekad kematian adik angkatnya Li Hongyi dan Nie Xun harus terbalaskan.

"Paman, aku masih ingat beberapa orang yang juga ikut menyerang orang tuaku. Nanti aku akan melukiskan wajahnya dan menunjukkannya pada paman."

"Baiklah,.." Patriark Tao Lian menghela nafas berat. "Xian'er.. seingatku dulu ibumu memberimu kalung giok embun biru, dan ada tanda lahir di punggungmu. Bolehkah aku melihatnya." Meski percaya pemuda di hadapannya adalah Li Xian anak dari adik angkatnya Li Hongyi, namun Patriark Tao Lian merasa perlu untuk menguatkan keyakinannya.

Arya tersenyum dan kemudian melepaskan kalung yang dia pakai, lalu memberikannya kepada Patriark Tao Lian. Setelahnya, dia juga menanggalkan bajunya agar Patriark Tao Lian bisa melihat tanda lahir yang ada di punggungnya.

Patriark Tao Lian mengangguk setelah memeriksa kalung giok embun biru. Matanya sedikit melebar saat melihat tanda lahir di punggung Arya kini hampir memenuhi permukaan kulitnya. Sebuah tanda lahir seperti tatoo yang bergambar Naga berkepala sembilan. Kini tanda lahir itu memancarkan sinar keemasan.

****** 

Di luar Perisai Pelindung. Sesosok manusia bertengger di dahan pohon dengan tatapan matanya tertuju ke markas Lembah Petir dari kejauhan.

"Jadi memang benar ada di sini.." Sosok tersebut tersenyum dan lalu berkelebat pergi.

Setelah melihat bukti, Patriark Tao Lian kini sepenuhnya sudah percaya jika Arya memang benar keponakan angkatnya. Patriark Tao Lian kemudian menceritakan mengenai asal-usul orang tuanya, yang mana ibu Li Xian adalah seorang putri dari permaisuri Kaisar Wei Heng, Kaisar dari Dinasti Kekaisaran Yun.

Patriark Tao Lian menceritakan sebelum Nie Xun menjadi Tetua Sekte Lembah Petir. Nie Xun dan ibunya terpaksa melarikan diri karena di fitnah telah membunuh Kaisar Wei Heng. Bertahun-tahun Nie Xun dan ibunya menyamar dan bersembunyi demi menghindari para pendekar bayaran maupun prajurit yang menginginkan kematiannya. Namun pada akhirnya Nie Xun harus rela melihat kematian ibunya di tangan para pendekar suruhan Kekaisaran. 

Karena merasa kehidupannya di Kekaisaran Yun semakin tidak tenang, Nie Xun kemudian memutuskan keluar dari wilayah Kekaisaran Yun, berharap bisa memulai kehidupan baru yang damai di Kekaisaran Ming. 

Setelah Kaisar Wei Heng meninggal, kursi kekuasaan Kekaisaran Yun di gantikan oleh adik mendingan Sang Kaisar, yaitu Wei Yanshio. Dan belakangan baru diketahui jika Wei Yanshio lah dalang di balik terbunuhnya Sang Kaisar, Wei Heng.

Meski kebenaran sudah terungkap namun tidak ada yang berani menggulingkan posisi Wei Yanshio dari jabatan Kaisar, sebab dengan kekuasaan yang di milikinya, dia mengancam akan menghabisi siapapun yang berani memberontak. Terlebih dia juga mendapatkan dukungan dari hampir separuh sekte aliran hitam yang ada di kekaisaran Yun.

Bertahun-tahun Nie Xun hidup di kekaisaran Ming. Hingga pada suatu saat dirinya ikut mendaftarkan diri agar bisa menjadi murid Sekte Lembah Petir. Takdir kemudian mempertemukan Nie Xun dan Li Hongyi di bawah bimbingan guru yang sama, sampai akhirnya timbullah benih-benih cinta di antara mereka.

Arya hanya diam mendengarkan, sebenarnya dia tidak terlalu perduli mengenai masalalu ibu dari tubuh yang dia pakai. Namun karena saat ini dia hidup dengan menggunakan tubuh Li Xian, yang mana juga adalah bagian dari pecahan roh Kaisar Dewa Naga Emas sama seperti dirinya. Arya merasa memiliki tanggungjawab dan juga perlu menghormati orang tua maupun orang-orang yang dekat dengan Li Xian.

"Sepertinya kau tidak tertarik dengan ceritaku." Patriark Tao Lian merasa sedikit kecewa, sebenarnya tujuannya menceritakan masalalu Nie Xun hanya untuk mengakrabkan diri dengan keponakan angkatnya tersebut yang sudah hampir sepuluh tahun dia cari-cari keberadaannya.

"Xian'er, sebenarnya kalung giok embun biru ini adalah peninggalan dari kerajaan yang hilang di kekaisaran Yun. Menurut penjelasan dari ibumu, di dalam kalung ini terdapat sesuatu yang bisa membuka tempat rahasia di kerajaan itu." Patriark Tao Lian mengembalikan kalung giok embun biru kepada Arya.

"Kerajaan yang hilang?"

"Menurut cerita, kerajaan itu pernah ada namun tiba-tiba lenyap seperti di telan bumi. Ibumu adalah salah satu keturunan dari kerajaan itu, karena itulah kalung ini ada di tangan ibumu." Patriark Tao Lian mengambil nafas lalu kembali melanjutkan. "Ibumu sudah seperti adikku sendiri, dia juga sudah menganggapku sebagai keluarganya. Ibumu pernah menyampaikan padaku mengenai rahasia leluhurnya, dia mengatakan jika kalung inilah yang akan membawa seseorang untuk bisa mendapatkan kelima pecahan Pusaka Legenda."

Arya hanya mengangguk, dia sama sekali tidak tertarik dengan pusaka yang di bicarakan Patriark Tao Lian. Sudah banyak pusaka yang dia miliki, sehingga dia merasa tidak perlu lagi menambah koleksi pusakanya.

"Akhir-akhir ini banyak orang yang membicarakan Pusaka Legenda itu, aku khawatir jika pusaka itu akan jatuh ke tangan yang salah."

"Selama kalung ini ada padaku, tidak ada yang perlu di khawatirkan, paman." Arya berkata dengan tenang.

"Memang kalung itu adalah kunci membuka ruang rahasia kerajaan yang hilang, tetapi kata ibumu ada cara lain untuk membuka ruangan rahasia itu. Yaitu dengan memecahkan teka-teki kuno yang ada di sana. Dan aku yakin saat ini banyak orang yang sedang mencari keberadaan kerajaan yang hilang itu."

"Kenapa orang-orang suka sekali menggantungkan kekuatan pada pusaka..." Arya bergumam sambil menggeleng pelan.

"Hahaha... Tentu saja mereka ingin mendapatkan kekuatan besar dengan cara mudah dan cepat." Patriark Tao Lian terkekeh ringan atas kepolosan Arya.

Patriark Tao Lian kemudian menceritakan kisah mengenai Dewa yang memusnahkan seluruh kehidupan makhluk di masalalu, termasuk tentang Pusaka Matahari Penghancur yang di percaya memiliki kekuatan besar yang dapat mengguncang dunia, bahkan memusnahkan kehidupan seluruh umat manusia.

"Walaupun itu hanyalah cerita yang belum dapat dipastikan kebenarannya, namun setidaknya kita juga harus bertindak. Jika sampai pusaka itu benar adanya, dunia ini pasti akan semakin kacau."

Arya mengangguk, dia juga menyembunyikan beberapa pusaka bersamanya dengan tujuan agar pusaka itu tidak jatuh ke tangan yang salah.

"Paman terus terang saja padaku, aku merasa paman meyakini pusaka itu ada karena paman mengetahui keberadaan salah satunya."

Perkataan Arya tersebut membuat Patriark Tao Lian sedikit tercekat namun dengan cepat dia menenangkan diri.

"Apa orang tuamu pernah memberitahukan hal itu padamu?" Tanya Patriark Tao Lian menyelidik.

Arya tentu saja tidak bisa mengatakan yang sebenarnya jika dia telah membaca pikiran Patriark Tao Lian. Dengan sedikit kebingungan diapun mengangguk pelan.

Patriark Tao Lian menunjukkan ekspresi tidak percaya. Karena bagaimanapun rahasia ini hanya segelintir orang Lembah Petir yang tahu, dia dan Li Hongyi di amanahi Patriark Lembah Petir sebelumnya untuk menjaga rahasia ini dari siapapun.

"Orang tuamu mengatakan apa padamu?" Patriark Tao Lian bertanya melalui telepati. Dia tidak ingin sampai rahasia ini di ketahui orang-orang yang ada di ruangan tersebut, termasuk sahabatnya sendiri, tetua Din Thai Fung.

Arya tersenyum tipis saat mendengar suara Patriark Tao Lian di dalam pikirannya, dan lantas diapun menjawab. "Salah satu pusaka legenda itu ada di sini."

Patriark Tao Lian begitu terkejut, matanya melebar dan dahinya mengkerut tebal. Sekilas wajahnya terlihat lebih tua dari sebelumnya. Meski sudah mengira jika Arya dapat berkomunikasi melalui gelombang energi, tapi mengetahuinya langsung adalah hal yang berbeda. Terlebih Arya mengatakan sesuatu yang sama sekali tidak pernah dia sangka.

"Aku yakin tidak mungkin Li Hongyi memberitahukan hal ini padamu. Sekalipun kau adalah anaknya sendiri." Sergah Patriark Tao Lian masih melalui telepati.

"Maaf paman, bukan maksudku membohongi paman. Tapi meskipun aku sudah tahu yang sebenarnya, paman percayalah padaku, aku tidak ada sedikitpun niatan untuk merebut pusaka itu."

Patriark Tao Lian menghela nafas panjang. "Aku percaya padamu, Xian'er. Tapi aku minta, jangan beritahukan hal ini pada siapapun."

"Aku berjanji padamu paman, aku akan merahasiakan hal ini, meski nyawaku taruhannya." Arya bersumpah dengan mengangkat satu tangannya ke atas.

Patriark Tao Lian tersenyum dan bisa bernafas lega. "Sebenarnya aku dan ayahmu di tugaskan untuk menghancurkan pusaka itu agar tidak menimbulkan malapetaka bagi sekte maupun seluruh dunia." Patriark Tao Lian mengambil jeda, lalu melirik tetua Din Thai Fung yang terlihat sedang mengalirkan energinya untuk menyadarkan Huang She dan yang lainnya.

"Jangankan untuk menghancurkannya, menyentuh pusaka itu saja kami tidak bisa. Sudah beberapa generasi Sekte Lembah Petir yang berusaha menghancurkannya, tetapi sampai saat ini pusaka itu..." Patriark Tao Lian menghentikan ucapannya.

"Apa Pusaka itu memiliki roh pusaka yang kuat paman?" Tanya Arya melalui telepati.

"Entahlah Xian'er, tapi menurut sesepuh, roh pusaka itu berwujud roh kekuatan murni, tidak seperti kebanyakan pusaka pada umumnya."

Arya mengangguk, sedikit banyak dia mengetahui hal tersebut. "Jika paman mengizinkan, aku akan mencoba menghancurkannya."

Patriark Tao Lian kembali di buat mengerutkan dahi, dia sedikit curiga khawatir Arya akan menyalahi kepercayaannya dan berniat mencuri pusaka itu. Tapi setelah mengingat pesan dari Dewi Bulan yang mengatakan jika pemuda di hadapannya itu adalah seseorang yang akan membawa perdamaian di dunia, Patriark Tao Lian lantas mengangguk setuju.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!