NovelToon NovelToon

KEMAMANG

Aksara

Dunia hanya terdiri atas satu daratan yang luas. Sisanya hanyalah lautan yang tak terbatas. Daratan itu sendiri terbagi atas empat kerajaan besar yang berlomba untuk berburu batu-batu ajaib yang dapat mengantarkan pada kejayaan. Di setiap negara memiliki dukun-dukun sakti. Dukun bertugas sebagai garda terdepan untuk berburu batu ajaib yang tersebar di hutan mayit yang merupakan tanah tak bertuan di tengah-tengah daratan.

Di salah satu kerajaan yaitu kerajaan Lintang, hiduplah seorang remaja berusia delapan belas tahun yang berasal dari keluarga miskin bercita-cita menjadi dukun sakti istana. Pemuda itu bernama Aksara. Semua orang tahu untuk menjadi dukun sakti istana tidaklah mudah. Dukun sakti istana merupakan dukun pilihan yang diseleksi setiap tahunnya. Dukun sakti adalah orang berkemampuan khusus yang mampu membangkitkan kekuatan roh kedua di dalam dirinya. Tidak semua orang mampu melakukannya. Hanya orang-orang terpilih lah yang bisa meng aktif kan roh kedua di dalam tubuhnya.

Roh kedua sendiri memiliki nama dan kemampuan masing-masing. Roh kedua selalu membawa kemampuan dari empat komponen dasar. Yaitu roh api, air, angin dan tanah. Kemampuan masing-masing roh kedua berbeda meskipun memiliki komponen yang sama. Hal itu tergantung pada kemampuan, tekat, dan bakat dari sang dukun itu sendiri.

Aksara sanggup membangkitkan roh api dalam dirinya. Namun untuk mencapai tingkatan dukun sakti istana masih sangatlah jauh, bahkan hampir mustahil. Untuk menjadi dukun sakti istana paling tidak roh api harus mampu menciptakan kobaran api obor besar. Sedangkan roh api Aksara hanyalah sebuah percikan korek api yang sulit menyala tertiup angin. Aksara juga tidak tahu nama dari roh kedua nya ini.

"Aksara . . . sudahlah Nak, jangan menyiksa dirimu dengan latihanmu yang gila itu," Bu Mirna, Ibu nya Aksara terlihat jengkel. Menggerutu pada anaknya yang sedang berendam di dalam sebuah bejana besar berisi air yang sedang direbus dengan kayu bakar.

"Biar kulitku ini tahan panas Bu. Akan kubuat badanku ini seperti beton kokoh, hingga tiba waktunya roh kedua ku unjuk kemampuan. Aku pasti bisa mengobarkan api se panas matahari. Akan kuhanguskan Hutan mayit, akan kudapatkan batu ajaib tersakti yang pernah ada. Dan akan kubuat dunia ini menjadi damai tanpa diskriminasi", Aksara berorasi di depan Ibunya. Semangatnya membara. Meski beberapa bagian tubuhnya terlihat melepuh, namun panasnya tekat Aksara jauh lebih membara dari api yang mendidihkannya.

Plakk!

Sebuah tamparan mendarat di punggung Aksara. Cukup keras hingga membuat Aksara kaget dan belingsatan. Pak Toro, Bapaknya Aksara baru pulang dari kebun membawa seikat kayu. Mendengar anaknya berbicara lantang seperti itu muncul rasa jengkel di hatinya, sehingga dia memutuskan untuk menamparnya.

"Kita itu hanya rakyat jelata, nggak ada trah keturunan dukun sakti. Mana mungkin bisa jadi dukun sakti istana? Mimpi jangan ketinggian, kalau jatuh sakitnya double," Pak Toro bersungut- sungut.

"Ya, maka dari itu Pak. Aku pengen jadi Dukun sakti istana untuk menghilangkan diskriminasi dan anggapan orang biasa seperti kita nggak bisa masuk jajaran orang penting di istana. Lihat saja, dunia akan menyaksikan Dukun kerajaan tersakti akan terlahir dari seorang bernama Ak Sa Raaa," Aksara masih semangat menyampaikan mimpi mimpinya, semangatnya semakin berapi api. Pak Toro hanya bisa geleng geleng kepala melihat kelakuan anaknya.

"Sudah Buk, ayok masuk. Biarkan anak itu bermimpi sesuka udel nya," Pak Toro mengajak Bu Mirna masuk rumah, membiarkan Aksara yang masih terus berendam dalam air yang mendidih.

Setelah beberapa saat Aksara berdiri dan keluar dari dalam air rebusan. Terlihat tubuh Aksara yang tertempa dengan luar biasa keras. Perutnya yang sixpack, dadanya yang bidang, otot bisep dan trisep nya yang terbentuk optimal sempurna. Garis wajahnya yang tegas, dengan dagu memiliki belahan di tengahnya, terlihat macho dan keren.

Aksara mengambil baju yang dia gantung di pohon jeruk sebelah tempatnya berendam, memakainya dan bergegas pergi ke pasar. Hari sudah siang, waktunya Aksara untuk bekerja. Pekerjaan Aksara di pasar adalah kuli panggul bahan makanan pokok. Ototnya terbentuk selain dari latihan keras yang dia jalani juga dari pekerjaan setiap harinya.

Aksara berjalan kaki menyusuri perbukitan menuju tengah kota. Suasana di pasar sudah sangat ramai. Beberapa petugas keamanan terlihat berlalu lalang menjaga ketertiban di area pasar. Salah satu dari petugas tersebut merupakan seorang dukun sakti istana. Terlihat dari jubah merah hati yang dia kenakan. Ada lencana dari perunggu terpasang di bagian dadanya. Artinya Dukun Sakti level pertama. Aksara takjub dan kagum, melihatnya tanpa berkedip. Dalam hati dia membayangkan betapa bangga orangtuanya jika melihat dirinya memakai jubah tersebut suatu saat nanti.

Graaak Graakk Graaakkk

Tanah terasa berguncang. Area di sekitar Dukun istana menjadi menonjol jauh lebih tinggi dari tempat sekitarnya. Terlihat Roh kedua berwujud manusia batu berdiri di samping sang dukun.

"Perhatian untuk seluruh rakyat kerajaan Lintang. Berdasar maklumat dari Baginda raja, diputuskan lusa adalah waktu seleksi untuk menjadi dukun sakti istana. Adapun persyaratannya adalah, warga asli kerajaan Lintang, berusia minimal delapan belas tahun maksimal dua puluh lima tahun. Dan mampu untuk mengeluarkan kemampuan roh keduanya. Silahkan daftarkan diri kalian atau sanak saudara kalian jika kalian ingin nengabdikan diri pada kerajaan Lintang," Dukun sakti istana mengakhiri pengumumannya.

Grraaak Graakk Graakk

Keadaan tanah kembali seperti semula. Dukun istana melangkah pergi menyibak kerumunan, sementara beberapa petugas keamanan menyebarkan selebaran selebaran seleksi Dukun istana. Aksara mengambil salah satu selebaran. Menggenggamnya erat dan mengangkat tinggi tinggi kepalan tangannya. Dalam benaknya dia berteriak yakin, inilah waktunya.

Hari ini Aksara bekerja dengan semangat berkali kali lipat. Dia mengangkat karung beras, gandum, berat ratusan kilogram dengan begitu entengnya, seolah hanya kapuk saja. Semangatnya sedang membara, darahnya sedang bergejolak. Impiannya sebentar lagi bisa dia wujudkan.

"Gilak. Habis makan apa sih kok kuat banget. Semangat banget," Syahrul, teman Aksara sesama kuli panggul geleng- geleng kepala melihat Aksara bekerja seperti kesetanan.

"Kamu nggak denger pengumuman dari istana tadi?," Aksara berbicara dengan menggebu- gebu.

"Dengerlah, emang kenapa? Apa hubungannya sama kuli panggul kayak kita?," Syahrul bertanya heran.

"Aku mau ikut seleksi," Aksara menjawab mantab. Syahrul melotot tidak percaya apa yang didengarnya.

"Kamu mau bunuh diri? Seleksinya ketat banget kamu tahu. Kalau nekat, pulang bisa tinggal nama. Lagian roh korek api kayak punyamu itu apa yang bisa dibanggakan?," Syarul mencibir dan mengolok olok Aksara.

"Lihat saja nanti. Akan kubuat kamu dan seluruh dunia tahu dengan kekuatan, tekat dan impianku," Aksara kembali berorasi. Dalam hatinya dia cukup heran, bukan hanya orangtuanya bahkan teman kerjanya pun kesulitan mempercayai kemampuan dan mimpi Aksara.

..._ _ _ _ _...

*Tulisan kedua setelah tulisan pertama berjudul "Rumah di tengah sawah" menuju babak akhir. Kali ini mengambil genre fiksi fantasi, meskipun dengan konsep yang cukup absurd semoga tetep banyak yang suka.

salam bahagia selalu

Bung Kus

IG: bung_engkus*

Kekuatan seorang kapten

Saat senja tiba, langit berwarna kemerahan Aksara berlari lari kecil di jalan setapak menuju rumahnya. Dia ingin segera meminta ijin dan doa restu pada kedua orangtuanya untuk mengikuti seleksi dukun istana. Dia bersiul siul sepanjang jalan seolah ingin memberi tahu pada alam bahwa dia sedang bersemangat dan berbahagia.

Rumah mungilnya di atas bukit terlihat mengeluarkan asap putih dari cerobongnya. Aksara berhenti sejenak, menerka nerka kira kira Ibunya sedang masak apa ya? Mungkinkah makanan favoritnya? Bothok teri dan pete bakar. Aksara ngiler membayangkan makanan favorit itu menyentuh lidahnya. Dia mengusap usap bibirnya dan menelan ludah. Sementara perutnya mulai berdendang minta diperhatikan. Aksara mempercepat langkah kakinya.

Braakkkk

Pak Toro terlempar menghantam rumpun bambu di belakang rumahnya.

"Sudah kukatakan berikan minimal 5 koin setiap bulan, atau kau akan remuk pak tua," ucap seorang pemuda memakai jubah merah tua ber lencana perunggu. Dukun istana yang bertugas memungut pajak rupanya.

"Paakk. . .Bapaakk. . .hiks hiks," Bu Mirna menangis merangkul suaminya yang tersungkur. Darah segar mengucur dari mulut Pak Toro.

"Tuan, bukankah dipengumuman dari istana pajak setiap bulan hanya 2 koin saja? Dan itu sudah kuserahkan pada anda, Tuan," Pak Toro mengiba.

"Itu untuk istana. Terus untukku mana? Hah?!," Dukun istana itu membentak melotot. Roh kedua berwujud kuda laut nampak melayang layang di sebelahnya.

Dukun istana itu menggerakkan jari jemarinya. Pepohonan layu, air di dalamnya terserap keluar. Gelembung gelembung air berkumpul di sekitar dukun istana.

"Cepat! Mana jatahku!," Dukun istana itu kembali membentak. Sementara pasutri di depannya hanya mampu tertunduk ketakutan.

"Sumpah tuan, kita sudah nggak ada koin lagi. Sepeserpun nggak ada tuan," Bu Mirna mengiba meminta pengampunan.

"Dasar miskin. Matipun kalian nggak akan ada yang meratapi," Dukun istana terlihat semakin marah. Apa yang diinginkannya tidak dia dapatkan kali ini.

Dukun istana mengepalkan tangannya. Beberapa gelembung air berkumpul menjadi satu. Ukurannya membesar, diamaternya setinggi sang dukun istana.

"Aku tidak akan membunuhmu. Tapi ingat, bulan depan kau harus menyiapkan 5 koin untukku," Dukun istana tersenyum mengejek.

"Ini hanya untuk kenang-kenangan saja, agar kau ingat untuk selalu menyetorkan 5 koin untukku, dukun gelembung air Japra. Ingatlah namaku, nama majikanmu," Dukun istana yang bernama japra ini terkekeh.

Japra memutar mutar ujung telunjuk jarinya. Dengan satu sentakan dia melemparkan gelembung air itu ke arah suami isteri yang sedang bersujud di depannya.

Blaaarrrr . . .

Suara ledakan gelembur air terdengar dahsyat. Menimbulkan kabut air yang cukup tebal.

" Ha ha ha ha ha haaa," Japra tertawa terbahak bahak. Tangan kanannya ia angkat tinggi tinggi. Dia merasa bahagia bisa melihat orang lemah bersujud padanya.

Wuuusshhhh

Angin bertiup, mulai memudarkan kabut air yang telah terbentuk. Samar samar mulai terlihat sesosok manusia berdiri tegap menangkis ledakan gelembung air dengan badannya. Sosok itu melindungi pasutri yang sedang ketakutan.

"Aksara?," Bu Mirna terpekik, melihat sang anak kesayangan menjadi tameng untuknya.

Cukup keras ledakan gelembung air tadi. Manusia biasa seharusnya langsung pingsan jika terkena ledakan tersebut. Namun Aksara masih berdiri dengan gagahnya membelakangi Japra. Bajunya compang camping terkena ledakan gelembung air tadi. Otot punggung Aksara terlihat keras dan tak tertembus.

"Siapa kau?," Mata Japra terbelalak. Aksara membalikkan badannya. Melepas bajunya yang compang camping.

"Tuan, Anda dukun istana kan? Tapi kelakuan tak ubahnya bandit pasar," Aksara sedikit melempar seulas senyum. Seakan mengejek Japra.

" Jangan ikut campur!," Wajah Japra merah padam. Saat ini dirinya sedikit gentar karena jurus gelembung airnya tadi tak mampu menggores gumpalan otot badan Aksara.

""Mereka ini kedua orangtua ku Tuan. Kalau kau menyakiti mereka berarti kau siap berhadapan denganku," Aksara berjalan mendekati Japra, tangannya terkepal erat.

Japra mundur beberapa langkah, kembali membentuk gelembung air yang berasal dari tumbuh tumbuhan. Kekuatan roh Japra adalah mengendalikan air pada sel tumbuhan. Kekuatan yang cukup unik namun sayangnya berada di tangan orang yang kurang tepat.

Japra menembakkan gelembung air bertubi tubi pada Aksara.

Blaarr blaarr blaarr blaarrr

Aksara tak bergeming. Tetap berjalan maju seakan tak merasakan rasa sakit. Namun Japra melihat, beberapa luka dan kulit yang berdarah terlihat di sekujur badan Aksara. Japra terkekeh serangannya berhasil. Japra semakin bersemangat melempar gelembung airnya sambil terus berlari mundur. Sementara Aksara semakin cepat saja merangsek maju.

Japra mulai terpojok, mulai kelelahan. Fisiknya yang biasanya dia manjakan, mulai terasa kepayahan. Dia harus melempar gelembung air sambil berlari menjauh dari kejaran Aksara. Nafasnya mulai tersengal. Hingga akhirnya Aksara berhasil mencengkeram leher Japra.

"Aakkkk," Japra terpekik. Matanya melotot. Cengkeraman dan cekikan Aksara membuatnya sulit bernafas.

Buukkkk

Aksara mengayunkan tinjunya, sebuah uppercut tepat mengenai rahang Japra dengan kekuatan penuh. Japra terpelanting ke atas beberapa meter saking kuatnya pukulan Aksara. Tubuh Japra terbanting ke tanah. Dia tak sadarkan diri.

Aksara berdiri tegap mengangkangi tubuh Japra yang pingsan. Dalam hatinya dia bertanya, bagaimana bisa orang se picik ini menjadi dukun istana. Bagi Aksara Dukun istana adalah sebuah jabatan mulia, sebuah tugas suci. Bukan malah seperti manusia brengsek macam ini.

Plok Plokk Plokk

Sebuah tepukan tangan terdengar dari arah belakang. Aksara sedikit kaget kemudian menoleh. Seorang laki laki berambut hitam dan panjang, berdiri tak jauh darinya. Jubah merah, seorang dukun istana juga.

"Kau temannya? Komplotannya?," Aksara berteriak, bertanya pada laki laki itu.

"Ahh, perkenalkan namaku Wigan," Laki laki bernama Wigan ini menunjukkan lencananya yang berwarna emas.

Aksara tersentak kaget. Lencana emas itu artinya laki laki dihadapannya ini adalah seorang kapten.

"Untuk apa seorang kapten seperti anda berada di tempat seperti ini? Berurusan dengan pemungut koin rakyat jelata seperti kami," Aksara bertanya tak mengerti.

Kapten Wigan tak menjawab. Hanya seulas senyum yang dia berikan pada Aksara.

Tanpa berpikir panjang Aksara langsung berlari mendekat, mencoba menyerang Kapten Wigan.

"Manusia bar bar dan bodoh," Kapten Wigan tersenyum sinis.

Dinding yang terbuat dari air tiba tiba muncul dari dalam tanah, menghalangi gerakan Aksara. Namun, Aksara tak peduli. Dia berusaha menubruknya.

Braasshhhh

Aksara menabrak dinding air, berharap berhasil menjebolnya. Namun ternyata, Aksara malah terjebak di dalamnya. Air membentuk kubus dan mengurung Aksara.

"Bodoh benar benar bodoh," Kapten Wigan tertawa melihat adegan itu.

Aksara berada dalam kubus air, mulai kesulitan bernafas. Aksara berenang ke atas ke bawah ke kanan dan ke kiri mencoba mencari jalan keluar. Dia memukul mukul sudut kubus air dengan sekuat tenaga. Namun tentu saja percuma, dalam air pukulan kerasnya teredam sepenuhnya.

Glup Glup Glup

Aksara menelan banyak air. Matanya sudah perih. Pandangannya berkunang kunang. Dia akhirnya sadar, kekuatan seorang Kapten Dukun istana bukanlah tandingannya. Aksara mulai kehilangan kesadaran secara perlahan. Lehernya terasa tercekik. Aksara pingsan.

Bersambung

 

KEMAMANG

Aksara melayang layang di sebuah ruang hampa nan gelap. Dia membuka matanya. Mengerjap ngerjap, mencari pegangan. Tak ada apapun, dirinya merasa aneh. Apakah sedang terbaring? Ataukah saat ini dirinya sedang berdiri? Yang jelas Aksara merasa seperti sedang terbang.

"Apakah ini dunia kematian?," Aksara membuka suara, entah bertanya pada siapa. Mungkin dia bertanya pada dirinya sendiri.

Hening, sepi. Aksara mencoba bergerak gerak secara acak dan liar. Hal itu membuatnya melayang layang tak tentu arah. Aksara mulai merasa ketakutan. Perasaan yang sudah sangat lama dia lupakan. Ketika Aksara memutuskan untuk berjuang menjadi Dukun Sakti dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak pernah merasakan takut lagi. Namun saat ini dia dan keberaniannya telah tergerogoti oleh pekatnya kegelapan.

Ha ha ha ha ha haaa

Suara tawa yang serak namun melengking terdengar dari semua penjuru. Aksara cukup kaget, namun merasa familiar dengan suara tawa ini.

"Si- siapaa?," Aksara sedikit tergagap.

Tiba- tiba Aksara merasakan udara menghangat. Semakin hangat, lebih hangat lagi, dan panas. Aksara berkeringat hebat. Sejurus kemudian dengan kecepatan dahsyat Aksara merasakan tubuhnya seperti dilempar ke bawah, terjun bebas.

Byuurrr

Aksara terjatuh pada sebuah kolam.

Blup blup blup

"Uhukk uhukk," Aksara terbatuk batuk menelan air.

Aksara berenang menuju permukaan, nampak 4 pilar menyangga kolam itu. Pilar menjulang tinggi hingga menuju ke langit gelap tak berujung. Di depan Aksara berdiri sosok berjubah hitam yang berkibar kibar. Sosok itu berdiri di atas permukaan air. Jubahnya yang berkibar pada bagian ujungnya terdapat robek dan bolong bolong seperti bekas terbakar. Tidak jelas bagaimana bentuk wajahnya. Tak terlihat terhalang bayangan dari 4 pilar besar di sampingnya.

"Siapa kamu?," Aksara membuka suara bertanya pada sosok di depannya. Sekilas terlihat seulas senyum dengan deretan gigi taring putih terlihat dari sosok didepannya.

"Kamu roh kedua ku?," Aksara bertanya sekali lagi. Sosok di depannya masih saja diam.

"Hei? Siapa kau? Jawab aku!," Aksara mulai tidak sabar merasa diacuhkan.

"Kamu tak sadar posisimu?," Sosok di depan Aksara balik bertanya.

"Ha ha ha ha . . . Kamu di luar sana sedang menjemput ajal! Melawan manusia roh air saja kau kesulitan. Berani beraninya kau bertanya siapa aku? Ha ha ha ha . . . Aku adalah keberadaan yang lebih tinggi darimu! Ha ha ha ha . . .," Sosok itu tertawa terbahak bahak sementara air di pijakan kaki nya mulai terlihat mendidih.

Aksara teringat, dirinya tadi terjebak dalam kubus air kapten Wigan. Aksara terdiam, dia masih tak mengerti dengan apa yang sedang terjadi.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Dimana aku?," Aksara masih terus bertanya meminta penjelasan.

"Kamu sedang berada di alam bawah sadar. Dan aku adalah makhluk yang terjebak di dalamnya. Aku menyesal juga sebenarnya bisa bisanya aku terjebak di tempat seperti ini, bersama manusia lemah sepertimu," Sosok itu terkekeh, nada suaranya terasa mengejek.

"Yah tapi aku tidak akan membiarkanmu mati. Karena kalau kamu mati, aku juga akan mati," Sosok itu melanjutkan kata katanya.

"Aku akan meminjamkan seperempat apiku untukmu, seharusnya itu sudah cukup. Kalau lebih dari itu tubuhmu yang sekarang takkan mampu menahannya. Bisa bisa kamu malah mati hangus terbakar. Dasar manusia lemah," Mata sosok itu terlihat menyala. Bagian wajahnya terbakar oleh api yang berkobar kobar.

"Ha ha ha ha. . .bocah! Kalau kamu mau bantuanku cukup panggil namaku KEMAMANG," sebuah seringai yang menakutkan dari sosok yang menamakan dirinya kemamang.

Aksara terdiam takjub. Air memanas, kemudian menimbulkan gelembung gelembung yang menandakan telah sampai pada titik didihnya.

Blup blup blup blup blup

"Arrghhhhh ," Aksara berteriak kesakitan, panas yang berkali kali lipat dari air rebus latihannya kemarin. Kulitnya terasa melepuh terkelupas dan hancur dalam sekejap waktu.

Brraassshhhhhhh

Kolam air meledak melemparkan Aksara setinggi tingginya.

Wuuusshhhhh . . .

# # #

Kapten Wigan mengamati Aksara yang terjebak di kubus airnya. Dia tidak berniat membunuh Aksara. Kapten Wigan hanya ingin membuat Aksara pingsan saja. Dia merasa perlu bermain main dengan bocah yang berhasil mengalahkan bawahannya tanpa kekuatan roh kedua.

"Yah kelihatannya dia sudah pingsan," Kapten Wigan bergumam sendiri.

Namun ternyata, Aksara membuka matanya kembali di dalam kubus air.

"KEMAMANG," Aksara memanggil sosok yang telah ditemuinya tadi.

Seketika, tubuh Aksara seperti diselimuti oleh api. Kedua tangan dan matanya memunculkan kobaran api yang tak padam meski di dalam air. Kubus air Kapten Wigan bergejolak, mendidih. Bentuk kubus air Kapten Wigan menjadi tidak beraturan, melenceng kesana kemari di setiap sudutnya.

"Hah?!," Kapten Wigan terhenyak kaget. Dia sadar kubus airnya tak kan mampu bertahan. Dan benar saja beberapa detik berikutnya . . .

BLAARRRRRRR

Kubus air meledak dahsyat. Menghasilkan kepulan uap panas. Aksara berdiri dengan api di kedua tangan dan matanya. Setiap hembusan nafasnya mengeluarkan asap yang panas.

Aksara merasa tersiksa dengan kekuatan KEMAMANG ini. Tenggorokannya bagai terbakar. Latihan keras yang dilakukannya selama ini terasa tak berguna. Dia menempa otot dan tubuh luarnya sedemikian keras, namun ternyata organ dalamnya tak kuasa menahan kekuatan panas yang melebihi bayangannya.

Aksara sadar harus segera menyelesaikan pertarungan ini sebelum dirinya yang kalah oleh kekuatan yang belum dikuasainya. Aksara mengepalkan tangannya, api semakin berkobar luar biasa. Sementara Kapten Wigan tanpa diduga mengeluarkan ekspresi kegirangan.

"Ha ha ha. . . Luar biasa. Aku menemukan sebuah mutiara dalam lumpur sepertinya," Kapten Wigan menutup matanya menggunakan telapak tangan kanannya dan tertawa terbahak bahak. Dia terlihat bahagia bagaikan anak kecil mendapat mainan baru.

Sosok dua ikan khoi warna merah dan putih terlihat muncul dari dalam tanah dan mengelilingi kapten Wigan. Wujud roh kedua kapten Wigan telah menunjukkan keberadaannya. Kapten Wigan kali ini mulai serius bertarung.

"Majulah," Kapten Wigan menantang Aksara yang terlihat nyala api di wajahnya semakin berkobar.

"Tanpa kau suruh pun, aku akan maju!," Aksara berlari menerjang Kapten Wigan. Kekuatan api KEMAMANG bukan hanya panas namun juga menambah kecepatan dan kekuatan tubuh Aksara.

Aksara melesat dalam kobaran api seperti bintang berekor yang hendak menabrak Kapten Wigan. Kapten Wigan membentuk dinding kubus empat penjuru arah. Setiap terjangan dan pukulan Aksara membentur dan teredam oleh dinding air.

Aksara mempercepat gerakan dan pukulannya. Gerakan Aksara tak terlihat mata telanjang, dinding air Kapten Wigan bergejolak hebat terkena pukulan cepat dan bertubi tubi dari Aksara.

Bam Bam Bam Bam Bam

Suara pukulan beruntun yang dahsyat. Kapten Wigan bertepuk tangan kegirangan dari dalam dinding air 4 penjurunya.

"Sudah, hentikan main mainnya. Dinding airmu sudah mencapai batas," Roh khoi merah berbisik pada Kapten Wigan. Kapten Wigan mengangguk mengerti. Kemudian memberi kode pada Roh Khoi putih untuk maju ke depan.

*Bersambung

Note : dari dalam lubuk hati yang paling dalam, saya ucapkan permohonan maaf atas kesulitan penggambaran dalam setiap adegan.

Karya kedua ini berdasar imajinasi saja, berbeda dari karya pertama yang memang terinspirasi dari sebuah kisah nyata. Semoga bisa sebaik karya pertama*.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!