Namaku Jenifer Alexander. Aku biasa dipanggil Jeje oleh keluarga dan teman - teman di sekolahku. Ya, aku masih sekolah kelas 3 SMA dan itu tinggal menghitung bulan saja. Karna setelah itu aku akan lulus.
Memiliki tubuh tinggi, putih, langsing, wajah cantik dan hidung mancung, membuatku menjadi primadona di sekolah selama 3 tahun berturut - turut. lagi menyombongkan diri.? Nggak tuh, karna memang seperti itu faktanya.
Sejak hari pertama aku masuk sekolah, semua kakak kelas berlomba - lomba ingin mengencaniku. Dan itu terjadi sampai saat ini. Bahkan sekarang adik kelas pun ikut - ikutan memperebutkanku.
Namun di antara banyaknya siswa yang berusaha mendekatiku, tidak ada satupun yang menarik perhatianku.
Jadi sudah jelas kan kalau sampai detik ini aku itu masih jomblo dan belum pernah pacaran.
Sampai akhirnya aku di juluki jones oleh sahabatku. Meskipun begitu, aku tidak kesal saat mereka meledekku dengan sebutan "Jones", alias jomblo ngenes.
Karna jombolku ini pilihan, bukan karna nasib.
Harusnya mereka menjulukiku "joklas", jomblo berkelas.
Aku Lahir pada tanggal 16 september 2000. Ah ya ampun, ternyata umurku hampir menginjak 18 tahun. Hidup selama itu di dunia ini, sampai detik ini aku tidak tau untuk apa tujuan kedua orang tuaku melahirkan putri secantik dan sesempurna diriku ini. Untuk menjadikan aku sebagai isi di rumah mereka yang amat megah.? atau untuk menjadikan aku sebagai alat penghambur uang mereka yang begitu banyak dan mungkin tidak akan habis 7 turunan. Entahlah,, aku sendiri bingung memikirkannya.
Biar jadi rahasia kedua orang tuaku saja.
Aku anak kedua dari pasangan Alexander William dan Clarissa Imanuela. Aku punya kakak laki - laki bernama Nicholas Alexander. Umur kami terpaut 6 tahun. Saat ini kakak tampanku itu sedang melanjutkan program magister di New York. Dengan mengambil jurusan bisnis.
Papa mendidik kak Nicho dengan sangat keras dan tegas. Sejak dini papa sudah mengajarkan kak Nicho ilmu bisnis dan sesekali mengajak kak Nicho terjun ke dunianya.
Papa juga menuntut kak Nicho untuk kuliah dengan baik, agar nantinya bisa menggantikan posisi papa menjadi pemimpin di perusahaannya.
Kadang aku kasihan padanya karna papa memikulkan beban berat pada kak Nicho. Papa memaksakan kehendaknya pada kak Nicho, tanpa pernah mau mengerti apa yang sebenarnya kak Nicho inginkan untuk masa depannya sendiri.
Namun terkadang aku juga iri padanya karna mendapat perhatian lebih dari papa dan mama. Meskipun aku tau jika perhatian yang mereka berikan untuk kak Nicho semata - mata karna demi perusahaan papa.
Entah kapan mereka akan menyadari jika anak lebih berharga dari pada perusahaan dan harta.
Semoga saja mereka menyadarinya sebelum terlambat.
Mereka selalu berfikir bahwa hidup kami sudah bahagia karna berkecukupan dan bisa membeli apapun yang kita inginkan tanpa pernah mereka larang. Memberikan kami kehidupan dan fasilitas yang mewah. Mereka tidak sadar jika kami juga butuh perhatian dan kasih sayang yang tulus dari mereka sebagai orang tua. Bukan hanya memberikan materi saja yang tidak bisa dipakai untuk membeli kebahagiaan.
"Jeje,,, bangun sayang,,,!"
Aku menggeliat saat mendengar suara mama yang berteriak di luar kamarku. Aku membuka mata perlahan, mengumpulkan sisa nyawaku yang masih terpencar akibat mimpi indahku yang tiba - tiba harus berakhir karna suara teriakan mama dan gedoran pintu yang cukup kencang.
"Iya,,, Jeje udah bangun maaa.!" Aku membalasnya dengan teriakan juga, tak kalah kencang dengan teriakan mama. Bukan karna mau membalas atau durhaka, tapi agar mama mendengar suaraku. Kamar ini terlalu luas, jika aku tidak menggunakan tenaga dalam untuk berteriak, maka aku jamin mama akan terus menggedor pintu hingga pintu itu jebol.
Dengan malas, ku injakan kaki pada lantai marmer yang mengkilap. Rasanya malas sekali untuk mandi dan bersiap ke sekolah. Padahal ini hari sabtu, akan pulang lebih awal dan pastinya besok akan libur. Itu yang paling aku tunggu - tunggu. Hari liburku selalu aku gunakan untuk berkumpul dengan kedua sahabatku, Celina dan Natasha. Aku bisa tertawa bahagia jika sudah bersama mereka.
Mereka juga senasib denganku, tidak terlalu diperdulikan oleh kedua orang tuanya yang sibuk bekerja dan bekerja.
Kalau sudah begitu, rasanya aku jadi ingin nyanyi lagunya pak Haji Roma Irama. Yang begini liriknya.
"Haii orang tuaa,,, totettotet totet,,
Sayangilah anakmu,,,uuuuu,,,,,,
Yang dilahirkan,,,, Untuk,,,? untuk apa ya.? Tau ah,, gelap.!"
Aku sudah siap dengan seragam sekolah lengkap beserta sepatu warna putih. Sepatu yang memiliki corak warna di kedua sisi dengan warna hijau army, merah, hijau army.
Sepatu dengan brand itu sudah bertengger puluhan pasang di walk in closet milik ku. Tak hanya sepatu saja, tas, baju, topi dan kaca mata pun semuanya lengkap dengan brand serupa. Belum lagi dengan brand lainnya yang tak kalah banyak.
Mama dan papa selalu membawakanku oleh - oleh barang branded setiap kali pergi ke luar negeri.
Mungkin mereka pikir semua barang mahal itu bisa membuatku tertawa, bisa menghilangkan rasa sepi dihatiku. Sampai mereka menumpuk barang - barang itu di walk in closetku yang sangat luas.
Jika aku boleh memilih, aku ingin menukar semua barang mewah itu dengan seseorang yang bisa memberikan kebahagiaan dan perhatian penuh padaku.
Untuk apa memiliki semua barang mewah itu, tapi miskin kebahagiaan.
Aku menuruni anak tangga satu persatu. Tangga yang lebar berlantai marmer import. Rumah megah ini bak istana di mata orang lain, tapi seperti pemakaman menurutku. Sangat sepi canda tawa dan tidak ada kenyamanan disini.
Aku langsung menuju meja makan. Mama dan papa sudah ada disana dengan pakaian non formal tapi rapi. Mama juga merias tipis wajahnya. Bisa aku tebak, mereka akan pergi ke luar negeri untuk urusan bisnis. Ya ampun,,, mau di taruh dimana lagi nanti oleh - oleh dari mereka. Karna tempat penyimpanan sudah tidak muat. Aku bahkan sudah menjual sebagian barang - barang itu dan hasilnya aku donasikan untuk panti asuhan.
Apa mereka tau aku menjual barang pemberian mereka.? Tentu saja tidak. Mereka tidak peduli apa yang aku lakukan dan kerjakan diluar sana.
Bahkan mereka tidak mencariku saat aku menginap dirumah Natasha selama 3 hari tanpa meminta ijin pada mereka.
"Kamu itu kebiasaan,,, kalau nggak ada yang bangunin, pasti nggak bangun - bangun." Mama langsung menyemprotku dengan kalimat yang hampir setiap hari aku dengar.
"Habisnya masih ngantuk,,," Jawabku santai.
Aku langsung duduk, memulai sarapan bersama mama dan papa. Suasana hening, kami tidak akan bicara saat sudah mulai menyantap makanan.
"Hari ini papa sama mama mau ke Paris. Hanya 4 hari disana. Kamu mau nitip apa.?"
Benar kan dugaanku. Karna hampir setiap bulan mereka pergi ke luar negeri. Biar saja mereka terus sibuk pada bisnisnya. Jangan salahkan aku jika nanti aku berubah menjadi gadis liar yang mencari kebahagiaan diluar sana.!
Aku sudah muak dengan kehidupanku yang hampa.! Aku pikir jika aku menjadi anak baik dan selalu mendapat peringkat di sekolah, mereka akan perhatian padaku. Tapi sampai saat ini mereka masih sama seperti dulu.
"Terserah papa sama mama aja. Jeje berangkat dulu, udah siang,," Aku berdiri, menghampiri mama dan papa untuk mencium kedua pipi mereka.
Walau bagaimana pun, mereka orang tuaku. Aku tetap menyayangi mereka. Karna mereka, aku terlahir ke dunia ini. Setidaknya aku berterima kasih pada mereka, untuk kehidupan yang tidak ada artinya ini. Ya, tidak berarti menurutku.
"Hati - hati di jalan sayang, jangan ngebut,," Teriak mama.
Aku hanya mengangguk tanpa menghentikan langkahku.
...****...
Jangan bingung dengan umurnya Jeje ya😁 inikan halu, jadi othor nyeritain beberapa tahun ke belakang.
Beri vote setiap hari senin untuk dukung karya othor😊.
Makasih,,,
Mobil mercy CLA-Class yang aku kendarai sudah menjauh dari istana megah yang sunyi.
Setelah menempuh perjalanan 20 menit, aku sampai di internasional school. Senyum tipis mengembang di bibirku, setidaknya aku bisa tertawa dan tidak kesepian saat berada disini.
Aku keluar dari mobil setelah memarkirkannya. Sudah menjadi tradisi setiap pagi dan pulang sekolah, segerombolan siswa berkumpul di halaman parkir. Untuk apa lagi kalau bukan ingin melihat dan sekedar menyapa primadona disekolah ini.
Aku berjalan santai melewati segerombolan siswa itu.
"Pagi jeje,,, pagi jeje,, pagi jeje,,," Aku mendengar puluhan sapaan dari mereka. Tidak mau dibilang sombong dan angkuh, aku membalas sapaan mereka dengan senyum manisku. Ya ampun,, hanya dibalas seperti itu saja mereka sudah kegirangan.
Aku heran dengan mereka, padahal masih banyak siswi di sekolah ini yang menurutku juga lebih cantik dariku. Tapi mereka memuji dan memujaku bak putri raja yang cantik jelita.
Aku tersenyum melihat dua orang yang sejak tadi aku cari di parkiran. Aku mempercepat langkah untuk mengejar mereka.
"Cecel,,,!! Nanat,,,!!" Teriaku pada Celina dan Natasha. Sebenarnya mereka sempat kesal saat aku memanggilnya seperti itu. Tapi karna aku sahabat yang baik dan menggemaskan, mereka pasrah saja dan hanya protes sekali. Setelahnya mereka terbiasa dengan panggilan sayangku untuk mereka.
"Haii Je,,," Ucap mereka serempak setelah berbalik badan.
"Kalian kok udah duluan sih,,!" Protesku kesal. Padahap mereka selalu menungguku di parkiran dan akan pergi ke kelas bersama. Kami sudah seperti lem dan prangko, kemana selalu bertiga dan tak terpisahkan.
"Aku udah muak sama anak - anak itu. Dari tadi mereka nanyain kamu terus ke kita,,!" Keluh Celina. Dia terlihat kesal mengadukan tingkah para siswa yang berkumpul di parkiran tadi.
"Kapan ya parkiran di sekolah kita nggak kaya pasar lagi,,," Celuk Natasha dengan candaan.
"Haha,,, sory,, sory. Tau tuh, aku juga bosen liatnya. Ayo ke kelas,,," Ajakku.
Dikelas pun sama saja, teman - teman cowoku selalu berebut ingin duduk didekatku. Kadang mereka bertengkar hanya karna merebutkan tempat duduk. Aku yang sudah biasa melihat pemandangan itu, hanya diam dan menyaksikan perdebatan mereka. Sesekali aku memberikan semangat untuk mereka agar lebih giat lagi berantemnya.
Biarkan saja mereka ribut, lumayan buat hiburan. Aku akan tertawa geli kalau sudah seperti itu. Rasa sepiku jadi sedikit berkurang jika aku tertawa.
Pelajaran telah usai. Aku selalu mengikuti semua pelajaran dengan baik. Membuat nilaiku selalu bagus di antara anak - anak yang lain. Padahal aku jarang belajar di rumah, aku hanya serius dan fokus saat guru sedang menerangkan.
Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Mungkin pepatah itu sangat tepat untukku, karna kedua orang tuaku sama - sama jenius saat sekolah. Terbukti papa dan mama bisa membangun bisnis dengan cepat dan pesat akibat kejeniusan mereka.
Mereka mungkin bangga dengan pencapaiannya saat ini, tapi aku tidak. Aku akan bangga jika mereka menganggap keberadaanku dan bisa sedikit meluangkan waktu untukku. Anakmu ini kesepian mah, pah,,,
"Hangout kemana nih kita.?" Tanyaku pada Celina dan Natasha. Kami sedang duduk di taman dekat parkiran.
"Aduh sorry Je,, aku harus nemenin papi nih,,"
Jawab Celina.
"Ah nggak asik kamu..!" Celetukku kesal.
"Hehe sorry. Lagian aku juga kangen sama dia. Udah lama nih nggak ehem - ehem."
Begitulah Celina, kalau bicara nggak pake filter.
Ehem - ehem yang di maksud Celina adalah berhubungan intim.
"Aku juga mau cek in sama papiku tercinta,,"
Belum hilang rasa kesalku pada penolakan Celina, Natasha juga ikut - ikutan menolak ajakanku karna akan cek in. Astaga,,, kasian sekali nasibku. Lalu aku harus pergi sama siapa.? Tidak mungkin jika langsung pulang, dirumah pun sepi, hanya ada pelayan disana.
"Enak banget sih jadi kalian.! Aku jadi pengen punya papi juga,," Keluhku. Aku lihat mereka berdua selalu happy setiap kali mereka selesai bertemu dengan sugar dady nya.
"Apa.?!!" Ucap mereka serempak. Mereka berdua kaget menatapku.
"Jangan bercanda Je,,," Celina mengira jika aku hanya bercanda.
"Aku serius Cel. Aku juga pengen bahagia kaya kalian berdua. Aku sudah bosan jadi anak baik yang tidak dipedulikan.!" Keluhku nelangsa. Aku benar - benar sangat kesepian.
Celina dan Natasha menjadi sugar baby 2 tahun belakangan ini. Pergaulan mereka bisa dibilang sangat bebas, dulu mereka hampir setiap malam minggu pergi ke club malam bersama pacar mereka. Hubungan intim pun sudah biasa mereka lakukan dengan pasangan masing - masing. Dan saat mereka mengakhiri hubungan dengan pacarnya, Celina dan Natasha memilih untuk menjadi sugar baby.
Aku menutup rapat - rapat status mereka. Karna aku sadar, menjadi sugar baby bukan hal yang wajar dan menjadi kontrofersi dikalangan masyarakat. Aku tidak mau kedua sahabatku di cap buruk oleh anak - anak disekolah.
Sugar baby sudah pasti simpanan om - om yang sudah beristri. Siapa yang tidak akan membenci wanita berstatus sugar baby.?
Wanita yang dengan senangnya menjalin hubungan dengan suami orang, dan tak jarang menghabiskan malam bersama hanya untuk kepuasan semata tanpa memperdulikan perasaan istri sang sugar daddynya itu.
Aku tau betul alasan mereka menjalankan profesi itu. Bukan karna kemewahan yang di janjikan oleh sugar dadynya, toh mereka berasal dari keluarga berada sepertiku, bisa membeli apapun yang mereka inginkan. Mereka hanya ingin mencari kesenangan dan kebahagiaan yang tidak diberikan oleh keluarganya, itu sebabnya mereka menjadi sugar baby.
Dengan memiliki sugar dady, mereka bisa bermanja, juga merasa di sayang dan dihargai olehnya.
Ya meskipun sugar daddy melakukan itu semata - mata karna membutuhkannya. Tapi paling tidak mereka bisa merasakan kebahagiaan, meski hanya sesaat. Dari pada tidak sama sekali. Itulah yang ada dipikiran mereka. Dan sepertinya aku juga mulai terbawa dengan cara pikir Celina dan Natasha.
"Jangan ngada - ngada deh Je,, kamu itu masih virgin. Sayang banget kalau diserahin sama om - om,," Natasha nampak tidak setuju dengan keinginanku. Aku tau maksud Natasha, mungkin dia ingin aku menyerahkan keperawananku pada orang yang aku cintai, seperti yang dia lakukan bersama mantan pacarnya dulu.
"Diserahin sama om - om ataupun sama orang yang kita cintai, sama saja Nat. Ujung - ujungnya bakal ditinggal juga kaya kalian,," Ledekku, aku tertawa renyah menertawakan nasib mereka yang sebenarnya tragis dan menyedihkan.
"Sialan kamu.!" Umpat mereka. Tapi akhirnya mereka juga ikut tertawa bersamaku. Aku tidak melihat penyesalan dalam diri mereka, karna mereka terlalu bahagia menjalani semua itu.
"Udah dulu ah, gue cabut ya. Udah nggak tahan nih,,," Aku menahan tangan Celina. Enak saja dia maen pergi tanpa memberiku solusi atas keinginanku.
"Ampun deh cel.! Gatel banget apa kamu.? Aku tuh belum selesai bicaranya,," Ketusku padanya.
"Maklum Je, papinya baru. Blasteran Jerman. Tongkatnya geudeeee katanya,,, hahaha,,,," Natasha terbahak - bahak. Tapi aku membisu mendengarnya.
Mereka sudah sering menceritakan kegiatan panas mereka diatas ranjang bersama sugar daddynya.Terkadang aku sampai penasaran, seperti apa rasanya melakukan hubungan intim yang mereka bilang surga dunia itu. Dari yang aku dengar dari Celina dan Natasha, mereka sangat menikmati dan ketagihan adegan panas itu. Terlebih jika milik sang papi berukuran jumbo. Membuat mereka ingin melakukannya berkali - kali.
Husss,,,! Aku membuang jauh - jauh pikiran kotorku itu. Yang membuatku semakin penasaran setengah mati.
...**...
imut ya Jeje😁
...*****...
Dukung novel baru author dengan cara vote ya 😊.
Jangan lupa like dan komen juga,,
Aku kembali mengutarakan keinginanku untuk mencari sugar daddy. Masa bodo dengan keperawanan, masa bodo dengan masa depanku nanti. Saat ini aku hanya butuh kesenangan dan kebahagiaan yang selama ini tidak diberikan oleh kedua orang tuaku.
Aku juga ingin bebas dan bahagia seperti Celina dan Natasha. Dan aku juga ingin merasakan sensasi nikmat yang mereka bilang surga dunia itu.
"Kamu yakin.?" Sekali lagi Celina meragukan keinginanku. Dia masih saja tidak percaya padaku. Karna selama ini aku tidak pernah melewati batas dalam berteman dengan mereka. Aku tidak pernah pergi club atau pun minum - minuman seperti mereka. Wajar saja kalau mereka ragu saat aku mengutarakan ingin menjadi sugar baby seperti mereka.
"Sangat yakin. Kalian bisa nggak cariin sugar daddy.? Tapi aku nggak mau yang udah tua bangka ya.! Paling nggak yang umurnya tiga puluhan aja." Kataku memberi syarat.
"Yaelah,, belum juga di mulai, udah pasang standart aja kamu Je,," Timpal Natasha.
"Biarin,,, kalian juga begitu kan.!" Celukku.
"Ok,, ok,, Nanti aku tanyain sama papi dulu. Nanti aku kabarin kamu kalau udah ada. Sekarang aku boleh pergi kan.? Papi udah nungguin nih,,," Kata Celina tak sabar.
"Aku juga harus pergi Je,,," Sambung Natasha.
"Yaudah sana,, sana,,,! Pergi kalian.!" Aku langsung mengusir keduanya. Dengan gelak tawa yang nyaring, keduanya meninggalkanku dan masuk kedalam mobil masing - masing.
Takut mendapat gangguan dari para siswa karna duduk sendirian di taman, aku pun langsung bergegas menuju mobil dan meninggalkan sekolah. Terpaksa aku pulang kerumah megahku yang sunyi sepi.
Aku menatap garasi rumah yang dipenuhi oleh deretan mobil - mobil mewah dan mahal.
Untuk apa kedua orang tuaku membeli begitu banyak mobil dan menumpuknya di garasi. Mobil - mobil itu pun jarang di pakai dan hanya menjadi pajangan saja di garasi. Sayang sekali, hanya menghambur - hamburkan uang saja.
Mungkin karna mereka bisa dengan mudah mendapatkannya.
Kata papa, untuk apa bekerja siang malam kalau tidak dipakai untuk menyenangkan diri. Dengan mengoleksi berbagai mobil limited edition, papa merasa bangga dengan hasil kerja kerasnya. Dan papa bilang jika itu adalah bentuk apresiasi untuk diri sendiri yang sudah bekerja keras hingga sesukses ini.
Apapun itu, aku tidak peduli.! Untuk apa sukses kalau keluarga terabaikan dan tidak ada kehangatan didalamnya.
Papa dan mama mungkin bisa hidup bahagia hanya dengan mengandalkan uang saja, tapi tidak denganku. Bagiku semua kemewahan yang aku dapatkan tidak ada artinya sama sekali.
Hari ini moodku sangat buruk. Gagal hangout bersama Celina dan Natasha membuatku sangat kesal. Aku terpaksa kembali kerumah, berdiam diri di dalam kamar. Biasanya aku akan berselancar di sosmed sampai bosan, setelah itu berselancar di alam mimpi. Terkadang aku menyesal karna terbangun dari mimpi indahku. Rasanya aku ingin terus bermimpi hanya sekedar untuk merasakan kebahagiaan.
Mataku berbinar saat ponselku berdering, ada panggilan vidio masuk dari kak Nicho. Aku langsung menggeser tombol hijau.
"Kak Nichooo,,, Jeje kangen,,," Aku berteriak dan merengek, mataku bahkan berkaca - kaca dan tanpa bisa ku tahan, aku menangis. Aku kesepian kak,,,,
"Come on my baby,,, kamu kenapa,,? Papa dan mama memarahimu,,?" Aku bisa melihat kepanikan di wajah kak Nicho. Setidaknya aku masih punya keluarga yang peduli dan sayang padaku. Jika sudah seperti ini, rasanya aku ingin terbang ke New York dan memeluk kak Nicho ku.
"Tidak, mereka sedang ke Paris. Aku rindu kak Nicho. Kapan kakak pulang,,,"
Aku sangat rindu jalan - jalan dengan kakakku, makan diluar berdua, pergi ke pantai bedua. Kak Nicho sangat memanjakanku selama ini.
Aku bersyukur memiliki kakak sepertinya, yang masih memiliki kepedulian pada keluarga.
Kepergian kak Nicho ke New York 2 tahun lalu membuatku sangat sedih. Kak Nicho akan pulang setiap 3 bulan sekali. Dan saat itu aku akan selalu membuntutinya kemanapun dia pergi. Aku bahkan selalu merengek untuk tidur bersama dengannya, jika sudah begitu, kak Nicho tidak bisa menolak. Kak Nicho sudah seperti papa dan aku anaknya. Memang sedekat itu aku dan kak Nicho.
"Mereka selalu sibuk.!" Aku bisa melihat ketidak sukaan kak Nicho dengan kedua orang tua kami yang super sibuk dengan binisnya.
"Dua bulan lagi Je,,, Apa kau lupa kalau kaka baru pulang sebulan yang lalu."
"Ya aku tau,,,"
"Udah nggak usah sedih, nanti kita liburan ke bali kalau kaka pulang. Okeey,,,?"
Aku mengangguk menanggapi ucapan kak Nicho.
Aku mengakhiri panggilan setelah cukup lama berbincang dengan kak Nicho. Kasian sekali kakak ku itu, dia harus merelakan kekasihnya menikah dengan laki - laki lain karna dia tidak bisa memberikan kepastian pada kekasihnya yang sudah ingin menikah. Semua ini karna papa. Papa tidak mengijinkan kak Nicho menikah sebelum dia berhasil menggantikan posisi papa menjadi pemimpin perusahaan.
Sekejam itu papa pada kak Nicho, sampai kak Nicho harus kehilangan cinta pertamannya.
Aku terbangun karna mendengar ponselku yang terus berdering. Sebelum aku meraih ponsel, aku menggeliat lebih dulu. Euumm,,, enak sekali rasanya.
"Ya, ada apa,," Suaraku serak karna baru saja bangun tidur. mataku bahkan masih terpejam. Aku mengambil ponsel dengan cara merabanya. Ternyata aku tertidur setelah berbicara panjang lebar dengan kak Nicho.
"Masih tidur ya.? Bangun woyy,,,!" Ku jauhkan ponselku karna teriakan Celina menggema di telinggaku, sakit sekali rasanya.
"Kalau masih tidur, terus siapa yang angkat telfon." Sahutku.
"Lagian pake teriak - teriak segala.!" Protesku kesal.
Ku dengar Celina tertawa renyah tanpa beban. Emang dasar ya sugar baby girang, abis ketemu papi bisa langsung happy begitu.
"Cepetan kesini.! Aku udah dapet calon papi nih buat kamu,,,"
Mataku langsung terbuka lebar, aku bahkan sudah merubah posisi dengan duduk bersila diatas ranjang. Mendadak aku berubah semangat mendengar kabar baik dari Celina.
"Kamu serius Cel.? Secepat itu.?"
Aku sedikit tidak percaya dengan ucapan Celina. Gampang sekali mendapat sugar daddy untukku.
"Iya,, makanya buruan kesini. Ke apartemen xxx lantai 5 no 3."
Sepertinya Celina benar - benar serius. Kalau tidak, mana mungkin dia sampai menyebutkan alamat.
"Tunggu,,, kaya apa dulu orangnya.? Ganteng nggak.? Udah tua belum.?" Aku harus selektif memilih calon sugar daddy yang akan menghabiskan waktu denganku. Aku tidak mau dia seumuran dengan papa, apa lagi kalau sampai wajahnya tidak mendukung. Ah dasar aku ini, belum apa - apa udah pilah - pilih.
"Mana aku tau. Aku juga belum liat orangnya. Dia rekan bisnisnya si papi. satu jam lagi dia kesini, buruan mandi dan dandan yang cantik.! Byeee,,,"
"Dasar Cecel.!" Aku mendengus kesal karna Celina mematikan sambungan telfonnya begitu saja.
Ya ampun,,, aku akan punya sugar daddy dan jadi sugar baby.?
Bukannya mandi dan bersiap, aku malah melamun. Sebenarnya aku sedikit takut dan masih ragu dengan keputusanku.
Aku takut papa dan mama akan tau jika aku menjadi simpanan lelaki hidung belang pencari kepuasan.
Tapi aku juga ingin merasakan kebahagiaan dan kesenangan yang dirasakan oleh Celina dan Natasha.
Kalau mereka tidak bahagia, tidak mungkin selama dua tahun ini mereka masih bertahan menjadi sugar baby.
Aku sudah berdandan secantik dan semenarik mungkin dengan riasan makeup tipis. Meskipun sebenarnya aku sudah cantik dan menarik tanpa harus mengenakan make up, tapi aku ingin tampil maksimal untuk calon sugar daddy ku.
Ah,, ya ampun,, sepertinya aku sudah gila karna melangkah sejauh ini. Tapi siapa yang peduli.??
...****...
*
...****...
Terus dukung karya author dengan cara vote ya.
Jangan lupa tinggalin like dan komennya😊
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!