NovelToon NovelToon

Mona Lisa

Eps 1

Typo adalah jalan Ninjaku. Jadi mohon dimaklumi. Selamat membaca semoga betah.

_________________________________________

Hari masih gelap. Orang orang masih tertidur di atas tempat tidur masing masing. Akan tetapi, berbeda dengan para pelayan yang saat ini sedang berjalan bolak-balik. Itu sangatlah mengganggu.

Segerombolan pelayan berjalan kearah suatu kediaman. Setelah tiba, salah satu dari sekian banyak nya pelayan itu membuka pintu ruangan tanpa mengetuknya. Sementara yang lainnya hanya menunggu diluar tanpa berniat masuk. Lalu nampak lah seorang wanita cantik sedang tertidur diatas tempat tidur.

"Nona, hari sudah pagi. Waktunya bersiap." ucap pelayan itu. Sekali.

"Nona, hari sudah pagi" ucap pelayan itu lagi. Dua kali.

"Non-" ucapan pelayan itu terpotong.

Terdengar erangan rendah dari arah wanita itu. "Ini terlalu pagi Ana" balas wanita itu.

"Tapi hari ini adalah hari pernikahan nona dengan putra Perdana Menteri". balas pelayan itu, yang bernama Ana. Dia tetap keukeh membangunkan sang majikan. Ana adalah pelayan pribadi wanita itu.

"Baiklah. Baiklah. Aku akan bersiap" ucap wanita itu sambil menyenderkan punggungnya pada sandaran tempat tidur.

"Siapkan air mandi dan kebutuhanku" titah wanita itu. Dia adalah putri ketiga Jenderal Liu. Liu Feng. Nama gadis itu adalah Liu Meimei.

"Baik" ucap pelayan itu seraya menundukkan setengah badannya dan berjalan keluar. Setelah pelayan itu keluar, segerombolan yang lain mengikutinya lagi.

"Hah" Liu Meimei menghembuskan nafas kasar. "Hari ini adalah hari pernikahanku. Tak terasa waktu begitu cepat." ucapnya sambil bangkit berdiri dan berjalan ke arah jendela. Dibukanya jendela itu.

"Diluar masihlah gelap, tapi Ana terlalu perhatian" ucap Meimei tersenyum kecil.

Tok.. tok..

Pintu kamar Meimei diketuk.

"Masuk." ucapnya sambil berjalan menjauhi jendela.

"Nona, air mandinya sudah siap. Mandilah sebelum airnya kembali dingin" ucap Ana.

'Bukankah dia baru saja memanaskannya? Lalu apa dia pikir air akan dingin dengan kecepatan angin?' batin Meimei.

"Baiklah" ucap Meimei lalu berjalan ke kamar mandi. Dia mulai membuka helaian demi helaian hanfu yang ia kenakan. Setelah itu dia masuk ke dalam bak mandi dan berendam.

Sementara Ana dengan sigat menyuruh pelayan yang merias wajah pengantin masuk. "Atur semuanya, jangan sampai ada yang kurang" ucap Ana. Dia lalu berjalan ke arah tempat penyimpanan baju. Dia mengambil hanfu merah dari dalam sana.

Beberapa saat berlalu.

"Aku sudah selesai" ucap Meimei keluar dari kamar mandi sudah menggunakan jubah mandi.

"Segera dandani Nona sebaik mungkin" ucap Ana.

"Baik" ucap mereka lalu mengambil tugas masing masing.

Meimei lalu duduk di depan meja rias. Beberapa pelayan mendekatinya dan mulai menghiasinya.

'Pernikahan ini adalah pernikahanku, tapi aku sama sekali tidak bahagia. Apa yang harus kulakukan?' batin Meimei.

Diluar ruangan, matahari sudah memancarkan sinarnya beberapa saat yang lalu.

"Hari ini adalah hari pernikahan kakak ketiga dengan putra pertama Perdana Menteri. Mari kita beri kejutan kecil padanya" ucap gadis muda, bisa dibilang lebih muda dari Meimei. Dia adalah putri ke-empat Jenderal Liu. Liu Whusuang.

"Itu ide yang baik, adik. Mari kita ke kediaman adik ke-tiga" ucap wanita yang satunya. Dia putri ke-dua Jenderal Liu. Liu Yuna.

"Tidak perlu repot repot kakak. Kita akan memberikan hadiahnya nanti di acara pemberian hadiah" ucap Whusuang tersenyum manis. Tapi hanya orang bodoh yang tidak tahu arti senyum itu.

"Baiklah. Mari kembali ke kediaman, kita juga perlu bersiap bukan?" ucap Yuna.

"Baiklah" Ucap Whusuang mengiyakan pendapat kakaknya.

***

Waktu terus berjalan. Dua dupa sudah habis terbakar dan digantikan dengan dupa ketiga.

"Rombongan Menteri Xu sudah tiba" ucap seorang prajurit.

"Segera panggilkan Mei'er. Kita akan berangkat ke kuil segera" ucap Liu Feng.

"Ayah, ibu. Mei'er memberi salam". ucap Meimei setelah tiba di gerbang. Penampilannya sangat indah, mewah anggun secara bersamaan. Dia memakai tutup kepala warna merah seirama dengan hanfunya untuk menutupi wajahnya.

"Adik ke-tiga sungguh cantik" ucap Yuna.

"Iya kakak." ucap Whusuang.

"Lihat saja, setelah ini kau akan mendapatkan hadiahmu. Wanita jalang' batin Whusuang tersenyum manis.

"Mei'er kemarilah" ucap ibu Meimei.

Meimei mendekat kearah orangtuanya. Huang Yan An langsung memeluknya sambil terisak.

"Kau akan segera menikah. Berbaktilah kepada suamimu. Dan, datanglah sekali-sekali berkunjung kesini" ucap Yan An terisak.

"Mei'er pasti menuruti ibu." ucap Meimei.

Lalu Yan An melepaskan pelukannya dan menghapus air matanya.

"Masuklah ke tandu pengantin Mei'er. Kita akan segera berangkat ke kuil." ucap Huang Yan An.

"Baik ibunda" ucap Meimei sambil menundukkan kepalanya lalu masuk ketandu yang ada di depannya.

"Angkat tandunya dan segera berangkat" ucap Jenderal Liu sambil naik kekudanya.

Mereka lalu berangkat ke arah selatan sesuai dengan letak kuil. Perjalan berjalan mulus hingga beberapa saat.

"Berhenti. Serahkan barang-barang kalian" ucap pria berbaju hitam tiba tiba muncul dengan beberapa orang memegang golok besar.

"Siapa kalian" ucap Jenderal Liu bersikap waspada dan mengeluarkan pedang dari sarungnya.

"Banyak omong" ucap pria itu kemudian berlari maju membawa golok.

"Lindungi Tandu dan para wanita." ucap Jenderal sambil maju.

Peperangan tak ter-elakkan. Perompak itu terus menyerang dengan brutal kearah tandu.

"Apa aku harus keluar?" ucap Meimei pada Ana.

"Tidak perlu nona. Biar para prajurit yang akan menghadapi mereka. Nona tetaplah di dalam tandu." ucap Ana. Dia sebernya merasa kawatir, tapi mereka masih dalam perlindungan Jenderal, jadi tak perlu takut.

Sebagai seorang bawahan, Ana juga memiliki kemampuan bertarung yang lumayan hebat tapi tak bisa dibandingkan dengan Meimei.

Perompak terpukul mundur. Beberapa dari mereka tewas mengenaskan dan beberapa lagi kabur dengan luka-luka.

"Lanjutkan perjalanan" ucap Jenderal.

'Kejutan pertama baru dimulai kakak ketiga' batin Whusuang yang berada di barisan belakang.

Perjalanan kali ini berjalan mulus hingga kuil.

"Pengantin wanita telah tiba" ucap seorang prajurit kediaman perdana Menteri melapor.

"Nona, kita telah sampai" ucap Ana membantu Meimei turun dari tandu.

Setelah menapakkan kakinya di tanah, Meimei disambut dengan uluran tangan seorang pria.

"Mari" ucap pria itu tersenyum tipis. Dia adalah Xu Hanrong, pengantin pria Meimei.

Meimei menerima uluran tangan tersebut. Mereka berjalan beriringan ke arah aula pernikahan.

"Wah, putri ketiga jendral bukan hanya pandai bertarung tapi juga sangat cantik" ucap seorang pria.

"Tidak mungkin begitu, rumor mengatakan bahwa putri pertama jenderal Liang sangat jelek. Mungkin saja dibalik kain itu, wajahnya sangat jelek." ucap wanita disampingnya.

"Itu hanya rumor" ucap wanita yang lainnya.

"Terserah kalian saja" ucap wanita itu lagi.

Meimei dan Hanrong sudah sampai di aula nikah. Mereka lalu berdiri tegap menghadap kearah pendeta dan melepaskan genggaman tangan mereka.

"Apakah pernikahan sudah dapat dimulai?" tanya pendeta itu. Manatau salah satu dari mereka keberatan bukan?!.

"Sudah" ucap mereka serentak.

"Hormat kepada Langit". ucap pendeta.

Meimei dan Hanrong menundukkan badannya.

"Hormat kepada Orang Tua".

Meimei dan Hanrong berbalik. Mereka lalu membungkuk.

"Hormat kepada Pasangan"

Saat ingin membungkukkan badannya, sebuah panah melesat cepat kearah Meimei, tepat pada bagian jantung belakang.

'Sial' batin Meimei berusaha mencabut panah itu. tapi gagal karena tangannya tak dapat mencapainya.

"Penyusup" ucap para pengawal sambil berlari kearah panah berasal. Sementara para tamu sibuk melindungi dirinya masing masing. Dan keluarga pengantin berkumpul di sekitar pasangan yang belum sah.

"M-Mei'er..." ucap Huang Yan An. Matanya mulai berkaca kaca dan tak berapa lama akhirnya menangis terisak. Dia memeluk Meimei yang saat ini mulai terpejam. Telapak tangannya memegang erat kepala putrinya, menyakitkan kekuatan dan kehangatan.

"Panah ini dilumuri racun arsenik" ucap Ana setelah mencabut panah itu. "Dan,." ucapan Ana gantung.

"Dan apa!” bentak Yan An.

"Panah sudah mengenai jantung nona" ucap Ana lemah. Dia duduk terkulai lemas mengetahui fakta itu.

'Kenapa aku begitu ceroboh? Apakah ini akhir dari hidupku? Aku belum siap!' batin Meimei. Dia memerhatikan sekeliling, tiba tiba matanya tertuju pada Whusuang, samar ia lihat senyum bahagia terpantri dibibir merah gadis itu.

'Dia.. Dia adalah pelakunya' ingin mengucapkan itu, tapi suaranya tercekat. Pandangannya menggelap dan .,..

'Hadiahku sudah ditetima. Selamat menikmati kakak ketiga' batin Whusuang tersenyum senang.

"Penyusup tidak di temukan" ucap seorang prajurit.

"Sial!" umpat Jenderal.

"Tidak, buka matamu Mei'er" ucap Yan An. Pasalnya, Indra Meimei mulai menutup.

'Selamat tinggal kakak' batin Whusuang.

_____________________&___________________

Sampai jumpa di episode selanjutnya.

Jangan lupa like, coment and vote ya ges.

Bye... bye..

Eps 2

Typo adalah jalan Ninjaku. Jadi mohon di mengerti. Selamat Membaca.

_________________________________________

Semuanya gelap. Tak ada pencahayaan dan sangat sunyi. Meimei berusaha membuka matanya, Nihil. Dia tak bisa.

"Apakah aku sudah berakhir? Tidak. Aku..." dia berbicara sendiri. Namun aneh, suaranya tak dapat keluar. Hanya gerakan mulut yang bisa ia lakukan.

"Ada apa dengan suara ku?" tanya Meimei pada dirinya.

Beberapa saat kemudian dia mendengar suara berisik menyapa pendengarannya. Pintu terbuka dan suara tangis menggema. 'Ada apa ini? Bukankah aku sudah mati? lalu...' batin Meimei. Perlahan, samar ia rasakan adanya cahaya terang diatas wajahnya.

"Maaf. Kami sudah berusaha tapi anak kalian tak dapat terselamatkan. Jantungnya sudah berhenti berdetak" ucap seorang pria. Meimei dapat mendengar itu.

"Apa katamu? kau bilang dia sudah mati? Coba lihat! Lihat ini! Komputer ini masih bekerja" ucap suara lainnya, itu adalah suara seorang pria.

Berisik. Hanya itu yang bisa Meimei dengar. Perlahan, dia membuka matanya. Sangat sulit, tapi dia tetap mencobanya. Sedikit demi sedikit Indra nya terbuka. 'Sangat terang'. Hanya kata itu yang bisa dia ungkapkan saat ini. Setelah matanya terbuka, dia melihat beberapa orang sedang berdebat. Mereka menggunakan pakaian yang sangat aneh. Indra nya memperhatikan sekeliling 'Tempat apa ini! Kenapa aneh sekali! Lihatlah cahaya itu, sangat terang!' batin Meimei sembari menengadahkan kepalanya ke atas.

Dia berusaha membuka suara. "H-Hei. Si-Siapa kalian!" ucap Meimei lemah.

Mereka yang tadinya berdebat, segera mengalihkan netranya pada kasur. "Lisa. Kau sudah bangun!" ucap wanita paruh baya sambil menghampiri brankar.

"Ini keajaiban. Dia tadi sudah mati" ucap Pria berbaju putih.

"Apa kau mendoakannya supaya cepat mati??!" ucap pria lainnya sambil memukul wajah pria itu.

Meimei bingung. "Lisa? Namaku bukan Lisa." bantah Meimei.

"Namamu Lisa, nak" ucap wanita itu sambil mengelus kepala Meimei.

"Sudah ku katakan, nama ku bukan Lisa" ucap Meimei menepis tangan wanita itu.

"Ada apa dengannya dok?" tanya seorang pria.

"Biar saya periksa" ucap pria yang lainnya

Pria itu meletakkan benda asing di dada Meimei.

"Lancang!" ucap Meimei menjauhkan benda itu dan menatap sengit kearah dokter.

"Hah? Apa maksudnya?" tanya pria itu lagi.

"Keluar. kalian semua keluar" ucap Meimei mengerang rendah.

"Sepertinya dia mengalami tempramental. Sebaiknya kita keluar" saran pria yang lancang itu.

"Baiklah" ucap mereka lemah lalu keluar dari ruangan itu.

"Ada apa ini. Bukankah aku sudah mati?” ucap Meimei pada dirinya. Perlahan, gambaran gambaran aneh nan samar muncul di ingatannya. Kepalanya pusing dan sakit secara bersamaan. Ingatan yang kelam menghampirinya.

"A-Apa ini! Tak mungkin!" ucapnya.

"A-Aku berpindah zaman? Lalu zaman apa ini? Namaku... M-Mona Lisa? itu nama yang aneh!” ucapnya bingung bercampur terkejut.

Dia lalu bersandar pada kepala brankar.

'Ini rumah sakit' batinnya. 'Nama yang aneh'.

'Aku sudah mati di zamanku oleh adikku sendiri. Lalu pemilik tubuh ini mati karena ditabrak benda asing' batinnya. Dia sibuk dengan pikirannya.

***

...Di Luar ruangan....

"Ada apa dengan putri saya dok?" tanya seorang wanita paruh baya.

"Saya belum sempat memeriksanya tadi. Mungkin dia mengalami depresi dan hilang ingatan" balas pria itu.

"What? No! No! No! Itu tidak mungkin! Adik saya pasti tidak lupa ingatan. Ayo kita cek sekali lagi!" ucap pria itu lalu menarik tangan wanita di sampingnya secara tak sabaran. Mereka membuka pintu secara kasar mengejutkan orang yang ada di dalam.

'Mereka sangat mengganggu waktuku' batin Meimei mencibir. Mereka berjalan mendekat kearah brankar.

"Nak?" ucap wanita itu. "Apa kau melupakan ibu?" sambungnya.

"Ibu. Aku sangat merindukan mu" balas Lisa sembari tersenyum lemah.

"Lihatkan! Dia tidak lupa ingatan!" bentak pria yang disamping wanita itu pada pria di depannya, tatapannya setajam silet berhasil membungkam pria yang berpakaian serba putih itu.

Lisa berusaha mengingat siapakah pria ini.. 'Agus' batin Lisa. "Kak.. Tidak perlu membentaknya" ucap Lisa.

"Dia sudah bisa pulang?" tanya Agus.

"Biar saya periksa terlebih dahulu" ucap pria itu. Dia mendekatkan benda itu kedada Lisa. Sebenarnya itu sangat risih, tapi apa boleh buat. pikir Lisa.

"Dia sudah boleh pulang. Kondisi fisiknya sudah cukup membaik. Tetapi sekali seminggu masih harus dilaksanakan kontrol kesehatan." ucap pria itu.

"Terimakasih" ucap ibu Lisa.

"Nak, apa kau tahu? Ibu, kakak dan ayahmu mu sangat menghawatirkan mu. Kau kecelakaan 2 Minggu yang lalu." ucap ibu itu padanya.

"Iya. Lihatlah kondisi ibu. Sangat memprihatikan." ucap Agus menimpali.

"Hmmm. Mari kita pulang ke kediaman." ucap Meimei. Dia cukup terharu pada sikap mereka berdua. 'Mereka sangat perhatian. Hampir sama dengan keluargaku yang dulu. Tapi wajahnya berbeda' batin Lisa.

"Kediaman?" tanya Agus heran.

Sadar akan ucapannya barusan, Lisa segera bicara. "Maksud saya Rumah" ucap Lisa lagi.

"Jangan pakai bahasa yang formal bicara pada kami. Kau bicara formal cukup di kantor saja" ucap Agus mencela ucapan Lisa.

"Baik kakak" ucap Lisa canggung, dia masih belum terbiasa dengan semua kosakata baru ini.

"Baiklah. Aku tadi sudah membayar administrasinya. Sekarang kita pulang" ucap Agus sambil mengambil kursi roda dari tangan suster.

' Administrasi? Apa itu dan ini... Benda apa ini' batin Lisa.

Agus menggendong Lisa ala bridal style dan meletakkannya di kursi roda. Lisa yang mendapatkan perlakuan itu cukup terkejut. Pasalnya dia tak pernah seperti itu dengan orang lain. Biarpun Agus itu kakaknya, tetapi di zamannya dia tak pernah sedekat itu dengan pria.

"Ayo ibu" ucap Agus lalu mendorong kursi roda Lisa. 'Wah, ini sangat mengagumkan. Kursi ini bisa bergerak, bahkan di kediaman sang putra langit tak pernah ada benda se-menakjubkan ini’ batin Lisa mengagumi segala yang ia lihat.

Mereka sampai di parkiran. Agus membuka pintu mobil dan menggendong Lisa. Dia mendudukkan Lisa di bangku belakang disusul dengan ibunya. Dia beralih kearah stir dan menyalakan mobil. Mobil berjalan keluar dari rumah sakit.

"Apa kita pulang dengan mengendarai benda ini? Dimana tandunya?" tanya Lisa sembari menatap ibu seakan meminta penjelasan.

Agus dan ibu menjadi bingung.

"E-eh maksudku. Kenapa kita harus memakai ini?" tanya Lisa.

"Lalu kita akan memakai apa?" tanya Agus agak kesal, semenjak Lisa terbangun dari tidurnya dia menjadi aneh dan sedikit.. bodoh!

"Sudah. Cepat berangkat" ucap ibu melerai.

'benda ini yang membuat pemilik tubuh ini mati. Tapi ini sangat mengagumkan. Lihatlah, itu kediaman yang sangat mewah. Itu sangat tinggi. Itu sangat asri' batin Lisa sambil memperhatikan jalan tapi ekspresi nya biasa biasa saja. Tak menunjukkan seperti seseorang yang sedang kagum.

30 menit berlalu.

"Kita sudah sampai. Mari turun" ucap ibunya.

"E-eh kita sampai?" tanya Lisa. Dia memerhatikan sekeliling. 'sangat indah dan tinggi' batin Lisa. Dia menggeser badannya dan mengeluarkan kakinya.

"Tidak. Tunggu sebentar" ucap Agus mengeluarkan kursi roda.

"Tidak perlu kakak. Aku berjalan saja" ucap Lisa tidak menerima penolakan. Dia menapakkan kakinya pada lantai dan menopang tubuhnya. Awalnya dia oleng, tapi sudah dapat berdiri cukup tegak. Ibunya memegang tangannya dan Agus memapahnya, mereka lalu berjalan menuju pintu utama. Seorang wanita paruh baya membuka pintu rumah dan mempersilahkan mereka masuk.

Sepi. Hanya kata itu yang mewakili isi kepala mereka. "Antarkan Lisa ke kamar, ibu mandi dulu. Badan sudah bau." ucap Ibunya pada Agus. Agus menggendong Lisa lalu membawanya ke kamar. Sementara ibunya pergi ke kamar atas.

"Ini kamarmu. Jika perlu apa apa panggil bi Ina." ucap Agus lalu pergi.

'bi Ina? apa nama itu tidak terlalu aneh? bi Ina.' batin Lisa

***

Malam Hari.

Mereka sedang makan bersama. Ada ayah, ibu, Agus, dan 2 wanita lainnya. 2 wanita itu selalu memperhatikan Lisa dengan intens.

"Kau sudah kembali? Maaf ayah tak ikut tadi menjemput mu. Ayah lagi meeting dengan klien penting." ucap ayah.

"Tidak apa apa" balas Lisa. Tadi saat ingin mandi, dia cukup bingung dengan semuanya. Dari mulai membuka baju, membuka pintu, menyalakan shower, memakai sabun, hingga memakai baju pun dia cukup bingung. Maklumlah.

Mereka mulai makan. Hanya dentingan sendok yang terdengar. 10 menit berlalu.

"Ayah Ibu, kami ke kamar dulu. kami sudah mengantuk" ucap 2 wanita yang Lisa yakini kakaknya. Yang rambut panjang Maria dan rambut pendek Ester.

"Hmmm" balas ayah.

"Apakah kau belum mengantuk?" tanya ayah pada Lisa sambil menyalakan tv.

"Belum, ayah." ucap Lisa.

'kotak itu bisa berbicara. Itu mengagumkan, bahkan ini pertama kali aku menjumpainya’ ' batin Lisa.

"Ibu lihatlah dia sangat konyol"

"Dia bodoh"

"Menjengkelkan"

"Tolol"

Ucapan itu berulang ulang keluar dari mulut Lisa dan Agus.

"Ayah Ibu, aku mengantuk. Aku tidur duluan." ucap Lisa lalu berdiri dan berjalan ke arah kamarnya.

Dia membuka pintu dan masuk. Lalu dia baringan dan tertidur.

****

Lisa terbangun. Dia melihat kearah dinding. Pukul 11.03 malam. Dia sudah mulai menyesuaikan diri dengan lingkungannya berkat ingatan Lisa yang asli. Dia haus dan berjalan keluar. Lampu tidak dimatikan tapi sudah pada tidur. KEBIASAAN.

Dia berjalan kearah dapur tanpa menuruni tangga karena kamarnya ada di bawah. Dia mengambil gelas dan mengisinya dengan air lalu meminumnya. Tiba tiba....

"Wah... wah.. Adik sudah pulang ya. Ku pikir kau sudah mati" ucap Maria mengejutkan Lisa yang sedang minum. Lisa terbatuk pelan dan menepuk nepuk dadanya.

"Ya benar. Harusnya kau mati" ucap Ester mendekat ke arah Lisa.

"Mau apa kau" ucap Lisa takut.

Ester mengambil gelas yang berisi air panas dan menuangkannya diatas kepala Lisa.

Byuuuur..... Ahhhhh

Suara air ya ges.

BERSAMBUNG.

Menurut kalian apa yang terjadi? Silahkan jawab di kolom komentar.

____________________&____________________

Jangan lupa like, coment and vote ya ges.

Maaf jika alurnya masih kurang bagus 🙂

Eps 3

Typo adalah jalan Ninjaku. Jadi mohon dimaklumi. Selamat membaca, semoga betah.

___________________&_____________________

Byurrrr..... Aahhhh.

Suara air yang tumpah diikuti oleh suara teriakan yang memekakkan telinga.

"Apa yang kau lakukan! Dasar jalang. Ahhh mataku" ucap Ester. Ya, yang terkena siram air panas itu adalah Ester. Rasain lu.

"Sial! Kau sudah berani ya sekarang?!!" ucap Maria. Bukannya menolong adiknya yang kesakitan, dia malah menjambak rambut Lisa. Tak mau kalah, Lisa menarik rambut Maria sangat kencang. Jangan lupa, dia adalah ahli beladiri di zamannya jadi otomatis tenaganya lebih kuat dari Maria.

'Sial! Sejak kapan tenaga jalang ini begitu kuat!” batin Maria merasa heran.

"Kakak, mataku perih.." ucap Ester. Dia berjalan kearah meja dengan mata tertutup berniat mengambil air dingin. Tapi gelasnya minder sama dia, jadi gelasnya pecah. 'Sial!' batin Ester menyentuh kakinya yang terkena pecahan kaca.

Bergeser ke pertarungan yang lebih seru.

"Lepaskan rambutku, dasar jalang" teriak Maria marah.

"Heh. Kau yang memulai kenapa bukan kau yang mengakhiri" ucap Lisa. Sebenarnya kepalanya cukup sakit, tapi itu tidak sesakit yang dirasakan Maria.

'Sial! Jika seperti ini, kepalaku bisa botak' batin Maria. Maria mengerahkan seluruh tenaganya untuk menarik rambut Lisa. Lisa pun begitu.

"Lepaskanlah, rambutmu sudah banyak yang rontok" ucap Lisa.

"Kau saja yang duluan!" ucap Maria. Egonya tinggi amat ya oy.

"Ada apa ini!" teriak ayah, dia datang entah darimana. "Kenapa kalian bertengkar. Maria, jauhkan tanganmu dari Lisa" ucap ayah sambil berjalan kearah Lisa. Dia berusaha melerai mereka, tapi zonk. Bukannya melerai, dia malah terjatuh karena terkena dorongan Maria dan Lisa.

Agus datang membawa seember air lalu menyiramkannya kearah Lisa dan Maria.

Eh tapi malah salah sasaran. Yang kena air hanya ayah dan Maria, Lisa tidak.

"Apa yang kau lakukan!" ucap Maria segera melepaskan tangannya dari rambut Lisa. Kepalanya sudah sakit, ditambah bajunya basah. Lengkap sudah penderitaannya malam ini.

Lisa memegang kepalanya yang sakit. Lalu memberikan 2 jempol pada Agus.

"Sudah cukup! Jangan bertengkar lagi." ucap ayah mendekat ke arah Lisa dan mendudukkannya di kursi. "Sakit?" tanya ayah sembari mengelus lembut kepala Lisa.

'Ya jelaslah sakit! Tangannya sangat kasar!' batin Lisa sambil mengangguk mengiyakan perkataan ayahnya.

"Ayah" ucap Ester mulai menangis. "Lisa menyirami aku dengan air panas. Dia juga melemparkan gelas padaku" ucap Ester di sela sela tangisnya. Penampilannya sangat menyedihkan. Matanya tertutup tapi masih bisa menangis, kakinya berdarah dan dia duduk disekitar pecahan kaca.

"Hah? Sejak kapan aku melemparmu dengan gelas kaca? Aku saja sedang bertengkar dengan Maria." ucap Lisa. "Lagipula jika aku tidak membalikkan gelas itu, maka aku akan melepuh." sambungnya.

"Pembohong. Kau sengaja melakukannya. Dan juga kau melempar gelas padaku" ucap Ester teriak.

"Iya ayah. Lisa yang memulainya duluan. Lihatlah, rambutku sudah rontok" ucap Maria sambil menyisir rambutnya dengan jarinya.

"Diam! Biar kuperiksa cctv. Kita lihat siapa yang salah" ucap Agus. Ester dan Maria saat ini sedang merutuki kebodohan mereka. Bagaimana mereka lupa bahwa rumah mereka dilengkapi cctv? Sial!

'cctv? Benda apa lagi itu?' batin Lisa bertanya-tanya. Netranya memperhatikan sekeliling, ‘Seperti apa bentuk CCTV itu ?’ ucapnya dalam hati.

Agus pergi. Beberapa saat kemudian dia datang membawa laptop.

"Mari kita lihat! Siapa yang salah, siapa yang benar!" ucap Agus. Tangannya beralih pada keyboard dan berkata "Ini Vidio beberapa saat yang lalu" ucapnya sembari mengarahkan laptopnya pada ayah. Maria dan Ester semakin gugup, sementara Lisa tersenyum penuh kemenangan saat menyaksikan Vidio yang sedang diputar.

"Kalian kelewatan! Sudah tahu Lisa sakit, kalian malah mencelakainya" ucap ayah. "Semua aset yang ayah berikan ditarik" sambungnya lagi.

"Tidak ayah! Maafkan kami! Kami khilaf" ucap Ester seraya berlutut di kaki ayahnya, air matanya kembali mengalir sedikit-demi sedikit.

'Heh! Giliran di hukum bilangnya khilaf!' batin Lisa mendengus pelan.

"Tidak! Dialah yang salah! Aku tak mau tau. Dia yang harus dihukum!" teriak Maria.

"Diamlah! Antarkan Lisa ke kamarnya" ucap ayah pada Agus. "Dan panggilkan dokter untuk mengobati Ester" sambungnya lalu pergi.

'Pria ini kurang tegas mendidik anak anaknya' batin Lisa.

Agus merogoh sakunya dan mengambil ponsel.

"Halo"

"..."

"Datanglah segera kerumah"

"...."

panggilan selesai.

"Kau sudah puas?! Dasar jalang!" ucap Maria berusaha mendekati Lisa. "Menjauh! Atau aku akan memukulmu!" ucap Agus. Tapi tak diindahkan oleh Maria. Dia tetap saja mendekat ke arah Lisa. Agus langsung bertindak. Dia mendorong Maria hingga jatuh kelantai.

"Kakak!" teriak Ester. Dia mau mendekat, tapi kakinya masih sakit.

"Kau! Lihat saja pembalasanku!" ucap Maria berusaha berdiri, jari telunjuk kanannya ia arahkan ke wajah Lisa. Bokongnya terasa sakit dan tak membiarkan dia berdiri.

"Diam!" ucap Agus, lalu menggendong Lisa menuju kamarnya. "Tidurlah. Kunci kamarmu supaya mereka tak masuk" ucap Agus. Lisa mengangguk dan segera Agus keluar.

"Mereka pasti ada hubungannya dengan kecelakaan Lisa. Perlakuan mereka juga tidak layak" ucap Lisa berbicara dengan dirinya sendiri.

****

Di ruang tamu, Maria dan Ester sudah duduk di sofa dibantu oleh art rumah tangga. Pintu diketuk dengan tidak sabaran dan Art segera membukakan pintu. Masuklah seorang pria tampan menggunakan pakaian putih dan menenteng kotak P3K.

"Siapa yang sakit" ucapnya dingin.

"Nona Maria dan nona Ester, tuan" ucap art itu sambil mempersilahkan dokter itu masuk.

"Hei! Lihatlah dokter Jansen datang" ucap Maria sambil memberikan tatapan memuja pada Jansen. Dia kagum pada ciptaan Tuhan yang satu ini. 'Dia sangat tampan' batin Maria. Sementara Ester hanya bisa mendengarkan saja karna matanya tak bisa dibuka.

'Wanita ini sangat aneh. Centil sekali' batin pria itu merasa terganggu.

"Biar kuperiksa" ucap Jansen. Dia adalah pria itu. Dia jongkok dan memeriksa kaki Ester. "Lukanya tidak terlalu dalam" lalu dia membersihkannya dengan tisu basah dan membalutnya dengan perban.

Dia beralih pada mata Ester yang terpejam. "Apakah matamu juga terluka?" ucapnya dan diangguki oleh Ester. Jansen mengambil senter kecil dari kotak P3K. Dia menyalakannya dan mengarahkannya pada mata Ester. Dia menyentuh mata Ester dan berusaha membukanya.

'Sial! Sakit sekali.' batin Ester. Dia tetap berusaha membuka matanya. 'Silau' batinnya ketika netranya sudah terbuka. Berbeda dengan Maria, dia tidak terlalu memuja Jansen setelah melihatnya, malah dia heran. ‘Apanya yang tampan ?’ batin Ester bertanya-tanya.

"Penglihatan mu mengalami masalah. Tapi tidak terlalu berat. Apa ini terkena air panas?" ucapnya dan diangguki oleh Ester. "Besok datanglah ke rumah sakit untuk kontrol lebih lanjut" sambungnya. "Untuk sementara pakailah obat ini" ucap Jansen sambil menyerahkan botol kecil. Ester hanya mengangguk sembari menerima botol mini itu.

'Sial! Ester mendapat perlakuan yang sangat baik! Aku juga harus beraksi' batin Maria.

"Dok, jika sudah selesai memeriksa adik saya... Tolong periksa luka saya" ucap Maria mengedipkan sebelah matanya.

'Ada apa dengan kakak? Apa matanya juga sakit?' batin Ester.

Jansen bergedik jijik. 'Wanita ini sangat agresif' batinnya.

"Apa matamu juga sakit?" tanya Jansen.

'Kenapa dia tidak peka!' batin Maria berteriak.

"Tidak. Hatiku lah yang sakit" ucap Maria sembari menyentuh dadanya.

'Gila' batin Jansen.

'Ada apa dengan kakak? Apa karna Lisa menjambak nya terlalu keras, dia menjadi sedikit gila?' batin Ester.

"Baiklah jika tidak ada lagi. Saya permisi" ucap Jansen tidak mengindahkan ucapan Maria. Dia merapikan kotak P3K nya.

'Bajingan ini! Lihat saja aku akan mendapatkanmu!' batin Maria.

"Dok, bisa saya minta nomor WhatsApp nya?" tanya Maria menyerahkan ponselnya pada Jansen.

"Tidak" ucap Jansen dingin. Dia segera berjalan keluar rumah.

'Bangsat! Dia berani menolakku? Awas saja!' batin Maria. Bukannya malu, dia malah marah.

"Kakak. kamu kenapa?" ucap Ester khawatir. Dia menyentuh kening Maria tapi langsung di tepis oleh Maria.

"Diamlah!" ucap Maria lalu berdiri dan berjalan pincang ke arah tangga.

Ester hanya mengedikkan bahunya acuh. Dia memanggil art untuk membantunya tapi tak ada jawaban. Tak mau pusing, dia berjalan kearah tangga. Sakit. hanya itu yang mendefinisikan perasaannya saat ini. Satu demi satu anak tangga di naikin nya. Hingga sampai pada pertengahan tangga.

Tiba.. Tiba...

...Apa yang terjadi? Ikuti kisah selanjutnya....

BERSAMBUNG.....

____________________&____________________

Jangan lupa tinggalkan like, komen, dan bunga nya ya.

Dan ya, kritik dan sarannya selalu terbuka.

Sekian ^_^

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!