NovelToon NovelToon

Bahagia Yang Tertunda

Chapter 1

Di sebuah kamar apartemen, sepasang kekasih sedang menikmati waktu berdua.

“Rasanya setiap hari rasa sayang dan cintaku terus bertambah padamu.” Ucap lelaki itu sambil membelai lembut rambut kekasihnya yang berada di bawah kungkungannya.

“Aku juga.” Balas wanita itu sambil matanya terpejam menikmati sentuhan pria yang amat sangat ia cintai.

Perlahan tangan lelaki itu mulai turun merayap membelai setiap lekukan tubuh sang kekasih.

Wajah mereka begitu dekat hingga mereka bisa merasakan hembusan nafas masing-masing.

Perlahan lelaki itu mengecup dahi sang wanita lalu perlahan turun mengecup bibir wanita itu bahkan kecupan itu berubah menjadi lum*t*n.

Hawa panas timbul dari dalam tubuh mereka meskipun kamar itu sudah dinyalakan mesin pendingin.

Lelaki itu sudah tidak bisa lagi menahan gejolak yang timbul dari dalam tubuhnya.

“Aku sudah tidak tahan. Apa aku boleh melakukannya?” Ucap sang lelaki berusaha menahan hasratnya hanya demi meminta persetujuan sang kekasih.

“Aku takut.” Lirih wanita itu tapi masih bisa di dengar oleh lelaki itu.

“Aku janji sakitnya tidak akan lama. Kamu boleh memukul, menarik bahkan mencakar seluruh bagian tubuhku untuk menghilangkan rasa sakit itu.” Balas lelaki itu.

Devan bisa melihat raut ketakutan sekaligus ragu yang terpancar dari wajah wanita itu.

“Kalau kamu tidak izinkan, aku tidak akan melakukannya.” Ucap Devan pada akhirnya.

Saat Devan akan berpindah dari atas tubuh wanita itu, tiba-tiba tangannya di tahan si wanita.

“Lakukanlah.” Ucap wanita itu sambil menutup matanya.

“Kamu yakin? Aku tidak akan memaksa Vina.” Tanya Devan memastikan. Meskipun hasratnya sudah tidak bisa di bendung lagi tapi karna ia menghormati wanita itu maka Devan menanyakannya.

Davina hanya mengangukkan kepalanya yakin.

Mendapat persetujuan Vina, Devan pun menjalankan aksinya dengan penuh kelembutan agar Vina tidak merasakan sakit.

Kamar itu penuh dengan suara jeritan dan desahan satu sama lain. Mereka melakukan itu di bawah cahaya langit sore yang berwarna orange.

***

Langit berubah gelap.

Perlahan Vina membuka kedua matanya untuk mengumpulkan seluruh kesadarannya. Saat ia hendak berdiri untuk memungut pakaiannya yang terletak di lantai, tiba-tiba saja rasa sakit muncul dari arah sel*ngkangannya.

“Awww..” Pekik Vina.

Untung saja Devan saat itu tidak ada di sana. Tapi samar-samar Vina bisa mendengar suara gemercik air yang berarti kekasihnya itu pasti ada di sana.

Cepat-cepat Vina memungut kembali pakaiannya sambil menahan sakit di bagian bawah, lalu ia memakai kembali pakaiannya sebelum Devan keluar dari sana.

Setelah selesai memakai semua pakaiannya, Vina pun kembali duduk di samping tempat tidur.

Pikirannya lalu berkelana akan kejadian sore tadi yang mereka lewati. Pipinya tiba-tiba merona merah mengingat pergulatan panas mereka.

Jujur saja ini merupakan kali pertama Vina melakukan hubungan intim itu bersama Devan.

Karna selama 4 tahun pacaran, tidak pernah mereka melewati batas itu.

Mereka pasti hanya akan berpelukan atau hanya berciuman tapi tidak sampai melangkah pada hal yang lebih lanjut. Tapi entah kerasukan apa hingga tadi mereka sampai bisa melewati batas itu.

Dan untuk Devan dan Vina, sebenarnya mereka sudah ingin melanjutkan hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan.

Tapi sayang seribu sayang, orangtua Devan tidak menyambut baik kedatangan Vina ke rumah mereka.

Vina masih bisa mengingat dengan jelas setiap perkataan mama Devan saat itu.

***

Flashback On.

“Dev, aku takut. Bagaimana kalau orangtuamu tidak menerimaku?” Tanya Vina gelisah.

Saat itu mereka sedang dalam perjalanan menuju rumah orangtua Devan.

“Kita tidak akan tau kalau tidak di coba sayang.” Balas Devan lembut berusaha menenangkan kekasihnya itu.

Entah mengapa Vina sangat yakin pasti orangtua Devan tidak akan menerimanya.

Bagaimana tidak, pastilah orangtua Devan ingin yang terbaik untuk putra mereka, pastilah mereka ingin anak mereka mendapatkan pasangan yang sepadan dengan mereka.

Sedangkan Vina, ia hanya seorang pelayan di sebuah toko baju. Pastilah mama Devan akan menolaknya mentah-mentah.

Ya Tuhan, semoga apa yang aku pikirkan tadi tidak benar-benar terjadi. Doa Vina dalam hati.

“Sampai. Ayo turun.” Ajak Devan pada Vina yang sedari tadi gelisah di tempatnya.

Mereka sampai di sebuah rumah mewah milik keluarga Devan.

Sejenak Vina menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya secara perlahan untuk mengurangi rasa gugup dalam hatinya.

Devan lalu meraih tangan Vina dan menggenggamnya dengan erat sambil melangkah masuk ke dalam rumah itu.

Seluruh pelayan yang melihat tuan muda mereka datang dengan membawa seorang wanita pun di buat takjub.

Ini pertama kalinya mereka melihat tuan muda mereka membawa seorang wanita ke rumahnya.

Sedari tadi Vina hanya menunduk tidak berani melihat sekitar.

“Dimana papa dan mamaku?” Tanya Devan pada salah satu pelayan yang ada di sana.

“Sepertinya Tuan dan Nyonya besar sedang ada di halaman belakang, Tuan.” Jawab pelayan itu.

Tanpa banyak bicara Devan langsung membawa Vina mengikuti langkahnya kesana.

“Ma, pa.” Sapa Devan pada kedua orangtuanya.

“Devan.” Sahut mereka sambil mengernyitkan dahinya melihat seorang wanita yang di bawah oleh anak mereka.

“Siapa dia?” Tanya Santi mulai mengintrogasi mereka.

“Kenalkan pa, ma. Dia Davina kekasih Devan.” Sahut Devan mengenalkan Vina.

“Hallo om, tante.” Sapa Vina sopan dengan kepala menunduk.

“Pacar kamu?” Tanya Santi lagi seperti tidak percaya melihat wanita yang di bawa oleh anaknya ini. Penampilan Vina sungguh menyakiti mata Santi menurutnya.

“Iya.” Sahut Devan cepat.

“Lalu apa tujuanmu membawa wanita ini ke rumah?” Kali ini Bayu yang bertanya. Sedari tadi ia hanya diam memperhatikan mereka.

“Devan mau minta restu sama papa dan mama. Devan mau menikahinya.” Kata Devan tegas.

“Kamu mau menikahinya? Apa kamu sudah siap memikul tanggung jawab yang lebih besar? Pernikahan bukan hal main-main.” Tanya Bayu lagi.

“Devan siap.” Jawab Devan tegas.

“Karna kamu siap maka tidak ada lagi yang perlu papa ragukan.” Balas Bayu santai.

“Bagaimana dengan mama?” Tanya Devan beralih pada sang mama.

“Mama ingin tau dulu apa pekerjaan wanita itu.” Jawab Santi sambil memperhatikan Vina dari ujung kepala hingga ujung kaki.

“Apa pekerjaanmu? Kamu dari keluarga mana? Apa pekerjaan orangtuamu?” Cecar Santi.

Vina tau pertanyaan ini pasti akan muncul.

“Saya bekerja sebagai pelayan toko di sebuah boutique tante. Dan orangtua saya seorang petani di kampung.” Jawab Vina jujur.

Santi melongo mendengar jawaban Vina.

“MAMA TIDAK SETUJU!” Kata itu langsung meluncur keluar dari bibir Santi.

Bayu yang melihat itupun hanya menggelengkan kepalanya, istrinya itu memang tidak pernah berubah. Ia selalu menilai orang dari bibit, bebet dan bobot mereka.

Dan istrinya itu sangat keras kepala, sangat susah melawan apa yang ia mau. Kadang jika mereka sedang berdebat pun, Bayu lebih memilih mengalah ketimbang harus meneruskan perdebatan yang tidak akan ada ujungnya itu.

“Tapi ma..” Saat Devan akan berbicara, Santi langsung memotongnya.

“Mama tidak mau punya menantu seperti dia. Apa kamu tidak bisa mencari wanita lain yang lebih baik dan sepadan dengan keluarga kita? Apa perlu mama sendiri yang mencarikan pasangan untukmu.” Hardik Santi mencela omongan Devan.

“Intinya mama tidak akan pernah menerima dia di rumah ini. Sekarang kamu bawa dia pergi dari sini!” Titah Santi tidak ingin di lawan.

“Sekalian putuskan hubunganmu dengannya.” Lanjut Santi lagi sambil berlalu meninggalkan mereka.

Vina hanya dapat menundukkan kepalanya menahan air mata yang sudah tertampung di pelupuk matanya.

“Pa..” Panggil Devan dengan wajah memelasnya.

“Kamu sudah tau kan tabiat mama mu.” Balas Bayu.

“Kamu perlu kerja keras untuk meyakinkan mama mu.” Sambung bayu sambil menepuk pundak sang anak. Bayu lalu berlalu menyusul istrinya ke dalam.

Sejenak keheningan tercipta di tempat itu.

“Devan, aku ingin pulang.” Lirih Vina.

“Baiklah aku antar. Lupakan perkataan mama tadi, aku janji akan berusaha keras agar mama mau menerima kamu.” Ucap Devan lalu menggenggam tangan Vina erat.

Vina hanya mengangguk.

Flashback off.

❤️

Jangan lupa like, komen dan vote🙏

Chapter 2

Vina tersadar dari lamunannya setelah mendengar suara bariton seorang pria yang baru saja keluar dari kamar mandi.

“Kamu sudah bangun?” Tanya Devan sambil berjalan menghampiri Vina yang sedang duduk di pinggiran tempat tidur.

“Sudah.” Sahut Vina.

“Mau mandi dulu?” Tanya Devan lagi.

“Aku tidak bawa pakaian ganti.” Balas Vina.

“Pakaianmu pernah tertinggal disini, jadi aku menyimpannya di dalam lemari untuk sewaktu-waktu kamu membutuhkannya seperti sekarang.” Jelas Devan yang sudah berdiri di depan Vina.

“Kalau begitu aku akan mandi.” Putus Vina sambil berjalan menuju kamar mandi meninggalkan Devan di sana.

Meskipun bagian bawahnya masih sakit, tapi Vina berusaha jalan dengan normal agar Devan tidak melihatnya.

Sepeninggalan Vina ke kamar mandi, Devan lalu menuju lemari untuk mengambil pakaiannya dan juga pakaian Vina.

Saat Devan ingin meletakan baju milik Vina di atas tempat tidur, pandangannya seketika tertuju pada bercak merah yang mewarnai sprei miliknya.

Ada rasa bahagia dalam dirinya, tapi rasa bersalah juga muncul bersamaan.

Devan bahagia karna ia adalah orang pertama bagi Vina dan sebaliknya Vina adalah orang pertama baginya, tapi ia juga merasa bersalah karna sudah merengut kesucian kekasihnya sebelum mereka dinyatakan sah.

Maafkan aku. Sesal Devan dalam hati.

Devan lalu memakai pakaiannya sambil menunggu Vina selesai dengan ritual mandinya.

Tidak berapa lama, Vina pun sudah keluar dengan jubah mandi yang menutupi tubuhnya.

“Pakaianmu ada di atas tempat tidur.” Ucap Devan yang saat itu sedang berdiri melihat keluar jendela memperhatikan indahnya pemandangan malam kota dari atas.

Tanpa banyak bicara Vina lalu meraih pakaiannya dan membawanya masuk kedalam kamar mandi untuk di pakainya.

Setelah selesai, Vina lalu keluar dari sana menghampiri Devan yang masih tetap di tempatnya.

“Sedang apa?” Tanya Vina sambil melingkarkan tangannya di pinggang Devan.

“Melihat pemandangan kota.” Jawab Devan sambil mengelus tangan Vina yang melingkar di pinggangnya.

“Aku pikir ada sesuatu yang sedang kamu pikirkan.” Balas Vina.

“Memang ada yang sedang ku pikirkan.” Sahut Devan sambil menghembuskan napas kasar.

“Apa?” Tanya Vina.

Devan membalikkan badannya menghadap Vina.

“Aku merasa bersalah telah merengut hal penting dalam dirimu.” Ucap Devan mengeluarkan isi hatinya.

Vina pun ikut menghembuskan nafasnya kasar.

“Sudah terjadi, itu juga bukan kesalahanmu sendiri.” Balas Vina.

Devan langsung mendekap erat Vina dalam pelukannya “Aku janji akan berusaha lebih keras untuk meyakinkan mama agar kita bisa secepatnya menikah.” Tekad Devan.

“Iya.” Balas Vina.

Sejenak mereka terhanyut dalam pelukan hangat masing-masing.

“Sudah waktunya aku pulang.” Vina berucap sambil melepas pelukan itu.

Ini memang sudah waktunya Vina pulang, karena ia tinggal di sebuah kost putri yang mempunyai aturan ketat.

“Kita makan malam dulu, setelah itu aku akan mengantarmu pulang.” Ucap Devan.

Mereka pun keluar dari apartemen itu, apartemen yang secara khusus Devan beli hanya untuk dirinya dan Vina menghabiskan waktu bersama.

Tidak ada yang tau apartemen itu selain mereka berdua.

***

Mobil berhenti agak jauh dari kost tempat Vina tinggal.

“Hati-hati di jalan. Aku akan turun sekarang. Jangan lupa kabari aku kalau kamu sudah sampai di rumah” Ucap Vina hendak membuka pintu mobil untuk turun.

“Baiklah.” Balas Devan.

Setelah Vina turun dan berjalan menjauh dari mobil, Devan pun menjalankan mobilnya meninggalkan tempat itu menuju rumahnya, atau lebih tepatnya rumah orangtuanya.

Devan menempuh perjalanan yang cukup lama untuk sampai di rumahnya karna keadaan jalan yang padat dengan kendaraan lain.

Bertepatan saat Devan akan naik ke kamarnya, mama dan papanya muncul dari belakang. Sepertinya mereka baru saja selesai menikmati makan malam.

“Dari mana kamu?” Tanya Santi.

“Baru pulang kerja ma.” Jawab Devan sambil menghentikan langkahnya untuk menjawab pertanyaan sang mama.

“Pulang kerja atau habis menemui wanita itu.” Selidik Santi.

“Sudahlah ma, Devan capek mau istirahat.” Balas Devan, ia malas berdebat dengan sang mama.

“Sudah ma, biarkan Devan istirahat. Dia pasti capek mengurus pekerjaan yang ada di perusahaan.” Bela Bayu.

“Devan ke kamar dulu pa, ma.” Pamit Devan cepat sebelum mamanya itu mulai mencecarnya dengan berbagai pertanyaan.

Setelah menutup pintu dan menguncinya, Devan lalu merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur. Pikirannya kembali teringat akan pengalaman pertamanya bersama Vina yang tidak akan pernah ia lupakan dalam hidupnya.

“Hah, semoga Tuhan bisa cepat-cepat meluluhkan hati mama yang keras itu agar aku dan Vina bisa menikah secepatnya.” Gumam Devan sambil memejamkan matanya.

“Tidur yang nyenyak sayangku, mimpi indah disana.” Ucap Devan pelan.

Tidak menunggu waktu lama lelaki itu pun hanyut ke dalam alam mimpinya.

***

Di tempat lain.

Vina justru tidak bisa tidur, pikirannya berkecamuk antara kejadian tadi dan kejadian dulu saat mama Devan menolaknya.

“Entah berakhir seperti apa nanti hubungan kita.”

“Apa berakhir bahagiakah atau justru sebaliknya.”

Vina terus bergelut dengan pikirannya.

“Sampai kapan kita akan seperti ini Devan. Rasanya aku ingin menyerah saja, tapi setiap mendengar kata-katamu yang tetap ingin berjuang dan mempertahankan hubungan kita aku jadi kembali berharap akan itu.” Gumam Vina.

“Tuhan tolong bantu kami, beri kemudahan bagi hubungan kami ya Tuhan.” Ucap Vina merapalkan doanya.

Vina lalu berjalan menuju kasur kecil miliknya untuk merebahkan tubuhnya yang terasa remuk akan kejadian tadi.

Vina lalu memejamkan matanya berusaha memasuki alam mimpi.

“Semoga besok aku bisa menjalani hari-hari dengan mudah.” Gumam Vina.

“Mudah dalam pekerjaan dan mudah dalam hubungan ku dan Devan.” Sambung Vina.

Tidak lama Vina pun tertidur.

❤️

Jangan lupa vote, like dan komen ya🙏😊

Chapter 3

Keesokan harinya.

Pagi datang menyapa, kicauan burung mulai terdengar saling bersahutan.

Vina perlahan membuka matanya, ia lalu bangkit dan duduk dari tidurnya.

“Jam berapa ini?” Tanya Vina pada dirinya sendiri.

“Masih jam 06 : 30.” Gumam Vina.

Setelah kesadarannya sudah terkumpul penuh, ia lalu berdiri dan berjalan keluar dari kamarnya menuju dapur umum yang telah di sediakan oleh pemilik kost.

Vina berniat menggoreng telur untuk di jadikan sarapan sebelum ia pergi bekerja.

Para penghuni kamar yang lain juga ada yang sudah bangun sekedar menyapu dan membersihkan kamar mereka agar udara segar bisa masuk.

Setelah memasak telurnya, Vina lalu kembali ke kamarnya untuk sarapan. Setelah itu ia akan mandi lalu berangkat kerja.

***

“Kamu sudah berangkat kerja?” Bunyi pesan masuk yang ternyata dari Devan.

“Ini baru mau pergi.” Ketik Vina membalas pesan Devan.

Memang benar Vina baru akan pergi, ia baru saja keluar dari kamar dan menguncinya.

Ting.

“Mau aku jemput?” Bunyi pesan itu.

“Tidak usah, nanti yang ada kamu akan terlambat ke kantor. Ini juga aku sedang menunggu taksi lewat.” Balas Vina.

“Kalau begitu hati-hati di jalan.”

“Kamu juga hati-hati di jalan. Semangat kerjanya.” Balas Vina menyemangati kekasihnya itu.

Vina lalu menyetop kan taksi dan langsung menaikinya.

“Boutique Mutiara, pak.” Ucap Vina pada sang supir.

Taksi itu langsung melaju meninggalkan tempat Vina berdiri tadi menuju boutique tujuan Vina.

Beberapa menit berlalu, sampailah Vina di tujuan.

“Terima kasih pak.” Ucap Vina sambil menyerahkan selembar uang untuk membayar jasa taksi itu.

Vina lalu berjalan masuk ke dalam butik itu dengan senyum mengembang bibirnya.

“Selamat pagi semua.” Sapa Vina pada pelayan lain yang sudah lebih dulu datang.

“Pagi.” Sahut mereka serempak.

Vina lalu meletakkan tasnya di ruang khusus pegawai, lalu ia keluar untuk membantu pelayan lainnya yang sedang sibuk mengatur barang sebelum toko di buka.

Saat mereka sedang sibuk bekerja, tiba-tiba pemilik toko datang menghampiri mereka.

“Kerja dengan benar, ingat!” Ucap sang pemilik toko itu.

“Baik Bu.” Balas mereka tunduk.

Pemilik toko itu lalu pergi ke ruangannya untuk menyelesaikan draft-draft hasil desainnya yang akan ia luncurkan dalam waktu dekat.

“Ibu Tiara itu cantik, tapi sayang sifatnya tidak mencerminkan kecantikannya. Ia terlalu sombong dan angkuh.” Cetus salah satu pelayan toko, sebut saja namanya Nana.

“Iya. Pantas saja sampai sekarang ia belum juga menikah.” Sahut pelayan yang satu.

Vina hanya diam saja. Ia tidak mau mencampuri urusan orang lain atau membicarakan kejelekan orang lain di belakang.

Vina juga termasuk orang yang tertutup soal masalah hidupnya, sampai sekarang pun mereka teman-teman Vina dalam bekerja tidak tau soal kisah hidup maupun percintaannya.

Untuk masalah percintaan, Vina memang tidak mau membeberkan hubungannya dengan Devan. Selain karna ingin menjaga nama baik kekasihnya, Vina juga tidak mau orang lain mengetahui privasinya.

Mereka pun kembali melanjutkan kerjaan mereka karna satu persatu pelanggan mulai berdatangan. Boutique milik Tiara itu juga cukup terkenal dan diminati banyak kalangan karna modelnya yang selalu mengikuti trend masa kini.

***

Perusahaan BS Corp.

Devan baru saja sampai di kantornya.

Saat memasuki ruangannya, Devan sudah di sambut dengan berbagai tumpukan berkas di mejanya.

“Viko.” Panggil Devan memanggil asistenya.

Buru-buru Viko datang menghampiri Devan.

“Iya pak.” Sahut Viko.

“Apa saja jadwalku hari ini?” Tanya Devan sambil tangannya membolak-balikan kertas yang ada di tangannya.

“Tidak ada pak. Hari ini anda hanya perlu memeriksa beberapa berkas saja untuk di tanda tangani.” Jelas Viko.

“Baiklah, kamu bisa pergi sekarang.” Ucap Devan menyuruh Viko keluar.

Devan kira ia ada jadwal pertemuan dengan client, itu sebabnya ia memanggil Viko tadi.

Setelah mendengar penjelasan Viko, akhirnya Devan kembali fokus dengan pekerjaannya.

***

Sore telah tiba.

Vina tengah menunggu untuk pergantian shift dengan pelayan lainnya, setelah itu baru ia bisa pulang.

Setelah pelayan yang bertugas pada malam hari datang, Vina dan teman-temannya yang lain pun pulang.

Di depan toko, Vina dan beberapa pelayan lainnya berpisah. Hanya Vina sendiri berbeda jalur dengan mereka, jadilah Vina berjalan sendiri sambil menunggu taksi yang lewat.

Saat Vina sudah berjalan sedikit menjauh dari boutique, tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat di sampingnya. Sekali lihat saja Vina sudah tau kalau itu pasti Devan, kekasihnya.

Kaca mobil terbuka menampilkan Devan yang sedang tersenyum dari sana.

“Cepat masuk.” Ucap Devan.

Vina panik, ia takut ada yang melihatnya.

Sebelum naik ke mobil itu Vina mengedarkan seluruh pandangannya untuk melihat keadaan sekitar kalau saja ada orang yang dikenalnya melihatnya saat itu.

Merasa aman, buru-buru Vina naik ke sana.

“Tingkahmu seperti orang yang takut ketahuan selingkuh.” Cibir Devan kesal melihat Vina bertingkah seperti itu.

“Aku hanya takut ada yang melihatku naik ke mobilmu. Apa tanggapan mereka nanti kalau melihatku, kamu juga sendiri tau sampai saat ini teman-temanku tidak ada yang tau kalau kita pacaran.” Balas Vina sambil memakai sabuk pengaman dengan benar.

Vina bukannya tidak mau mengakui Devan sebagai kekasihnya, hanya saja ia takut orang-orang akan mencemooh dirinya dan mengatakan ia tak pantas bersama lelaki itu.

Devan adalah pengusaha sedangkan dirinya hanya seorang pelayan yang merantau ke kota untuk mencari nafkah.

Bisa bertemu dan pacaran dengan lelaki itu saja Vina sudah bersyukur. Awalnya ia tidak menyangka Devan akan menyatakan cintanya secepat itu saat mereka baru beberapa hari kenal.

Awalnya pun Vina berpikir bahwa Devan mungkin hanya ingin main-main dengannya. Tapi seiring berjalannya waktu, Vina bisa melihat betapa besar laki-laki itu mencintainya.

Padahal Vina hanya seorang yang berasal dari keluarga biasa saja.

“Kenapa tidak memberitahu aku kalau kamu akan datang?” Tanya Vina saat mobil mulai menjauh pergi dari tempatnya tadi.

Yang di tanya malah diam dan fokus ke depan.

“Kenapa memangnya? Kamu tidak suka aku datang?” Devan balik bertanya setelah beberapa detik tadi mereka terdiam.

“Bukan begitu. Kalau kamu bilang lebih dulu, aku bisa bersiap-siap jadi tidak perlu panik seperti tadi.” Jelas Vina.

“Kenapa tidak kamu katakan saja pada mereka kalau kita ini sepasang kekasih. Dengan begitu kamu tidak perlu seperti tadi.” Balas Devan.

“Kamu pikir mereka akan percaya. Kalau pun mereka percaya pasti mereka akan berpikir kalau aku yang telah menggodamu.” Cebik Vina.

Devan tidak membalas, ia kembali fokus dengan kemudinya.

Mobil berhenti di salah satu restaurant.

“Tunggu disini, aku akan memesan beberapa makanan untuk dibawa ke apartemen.” Titah Devan. Vina mengangguk setuju.

Devan pun turun dan masuk ke dalam restaurant itu.

Sementara Vina hanya diam di dalam mobil menunggu kekasihnya itu keluar.

Beberapa menit kemudian Devan pun keluar dengan beberapa plastik makanan di tangannya.

Saat Devan akan berjalan menuju mobilnya, tiba-tiba seorang wanita tua dan wanita muda tampak berbicara dengan Devan.

“Bukannya itu bu Tiara.” Gumam Vina saat melihat orang itu.

“Apa dia mengenal Devan?” Ucap Vina bertanya-tanya.

Tidak lama Devan pun kembali berjalan menuju mobilnya dan masuk.

“Siapa tadi?” Tanya Vina langsung.

“Oh itu sahabat mama namanya tante Rita, sedangkan yang bersamanya tadi adalah anak perempuannya.” Jawab Devan apa adanya.

“Oh.” Balas Vina membulatkan mulutnya.

“Kamu juga mengenal anaknya?” Tanya Vina lagi.

“Tidak. Aku saja baru tau kalau tante Rita punya anak, aku juga jarang bertemu dengan para sahabat mama itu.” Jelas Devan.

Mereka kembali diam menikmati perjalanan menuju apartemen.

Soal Tiara, Vina berpikir tidak penting memberitahu Devan kalau wanita tadi adalah pemilik boutique tempatnya bekerja.

Toh Devan juga pasti tidak akan peduli dan malas mendengar cerita tentang wanita lain.

❤️

Jangan lupa like, komen dan votenya🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!